Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI

CYBERCRIME & PEMAHAMAN HUKUM PIDANA DI BIDANG


TEKNOLOGI

Nama kelompok :
Agustina (19.30.009)
Dewi Rosaria Indah (19.50.026)
Hamriyani (19.30.001)
Muspita (19.51.020)
Maria nartiana kunda (19.50.089)
Putri Nahdiatul (19.50.025)
Siska Dewantari Putri (19.50.034)

STMIK PPKIA TARAKAN


2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala karunia, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah Cyber Crime & Pemahaman Hukum Pidana Di Bidang Teknologi
dapat kami selesaikan.
Makalah mengenai ‘cybercrime’ ini disusun sebagai salah satu pelengakap tugas perkuliahan
Pengelolaan Teknologi Informasi. Cybercrime merupakan tindak kejahatan yang memanfaatkan
komputer dan atau teknologi informasi. Pada malakah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai contoh
cybercrime dan akibat yang ditimbulkan. Masalah ini penting untuk diketahui bahwa dengan adanya
perkembangan teknologi tidak selalu membawa dampak baik bagi para penggunanya namun ada
dampak positif yang dapat ditimbulkan dari perkembangan teknologi tersebut.
Kami menyadari belum banyak hal yang dapat disampaikan dari makalah ini dan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu , kami meminta kritik dan saran yang di mana kritik dan saran
akan sangat bermanfaat sebagai sebuah koreksi untuk kami di masa mendatang, agar dapat lebih baik
lagi. Demikianlah makalah ini kami sampaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan bagi
kita semua.

Tarakan, 14 Desember 2019.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR….............................................................................................. i
DAFTAR ISI…............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN…........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah….............................................................................................. 2
C. Tujuan Penyusunan Makalah…............................................................................. 2
D. Manfaat penyusunan makalah............................................................................... 2
D. Manfaat Penyusunan Makalah…................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 3
A. Pengertian Cybercrime…............................................................................................. 3
B. Jenis- jenis Cybercrime…........................................................................................... 4
C. Penyebab Terjadinya Cybercrime…............................................................................ 6
D. Upaya Penanggulangan Cybercrime…........................................................................ 6
Pemahaman hukum pidana.......................................................................................... 7
1. Ius Constitutum Hukum yang berlaku.......................................................................... 7
2. Perubahan Masyarakat.................................................................................................. 8
3. Ius Costitu Endum (Hukum yang harus Ditetapkan).................................................... 8
Contoh kasus ................................................................................................................ 14
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 16
A. Kesimpulan…................................................................................................................ 16
B. Saran….......................................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer menghasilkan internet yang
multifungsi. Dan Perkembangan ini membawa kita ke ambang revolusi keempat dalam sejarah
pemikiran manusia bila ditinjau dari konstruksi pengetahuam umat manusia yang dicirikan dengan cara
berfikir yang tanpa batas (borderless way of thinking).
Internet merupakan big bang kedua setelah big bang pertama yaitu material big bang menurut
versi Stephen Hawking –yang merupakan knowledge big bang dan ditandai dengan
komunikasi elektromagentoopis via satelit maupun kabel, didukung oleh eksistensi jaringan telefon
yang telah ada dan akan segera didukung oleh ratusan satelit yang sedang dan akan diluncurkan.
Internet membuat globe dunia, seolah-olah menjadi seperti hanya selebar daun kelor. Era
informasi ditandai dengan aksesibilitas informasi yang amat tinggi. Dalam era ini, informasi merupakan
komoditi utama yang diperjual belikan sehingga akan muncul berbagai network dan information
company yang akan memperjual belikan berbagai fasilitas bermacam jaringan dan berbagai basis data
informasi tentang berbagai hal yang dapat diakses oleh pengguna dan pelanggan.
Semua itu membawa masyarakat ke dalam suasana yang disebut oleh John “aisbitt, “ana “aisbitt
dan Douglas Philips sebagai Zona Mabuk Teknologi. Internet (yang menghadirkan cyberspace dengan
realitas virtualnya) menawarkan kepada manusia berbagai harapan dan kemudahan. Akan tetapi dibalik
itu, timbul persoalan berupa kejahatan yang dinamakan cyber crime, baik sistem jaringan komputernya
itu sendiri yang menjadi sasaran maupun komputer itu sendiri yang menjadi sarana untuk melakukan
kejahatan. Tentunya jika kita melihat bahwa informasi itu sendiri telah menjadi komoditi maka upaya
untuk melindungi asset tersebut sangat diperlukan. Salah satu upaya perlindungan adalah melalui hukum
pidana,

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan cybercrime ?
2. Apa saja macam-macam cybercrime ?
3. Apakah penyebab terjadinya cybercrime ?
4. Bagaimanakah upaya penanggulangan cybercrime ?
5. Apakah yang di maksud dengan Hukum pidana di bidang teknologi ?
5. Hukum pidana seperti apa saja yang bisa di terapkan pada bidang teknologi?

C. Tujuan Penyusunan Makalah


1. Mengetahui pengertian dari cybercrime
2. Mengetahui jenis-jenis cybercrime
3. Mengetahui penyebab-penyebab terjadinya cybercrime
4. Mengetahui upaya-upaya penanggulangan cybercrime
5. Mengetahui apa itu hukum pidana di bidang teknologi
6. Mengetahui dan memahami hukuman apa saja yg di terapkan bagi pelaku cybercrime

D. Manfaat Penyusunan Makalah


Hasil dari penulisan makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menyikapi
perkembangan teknolgi. Para pembaca dapat mengetahui contoh-contoh tindak kejahatan cyberspace
yang memanfaatkan adanya perkembangan teknologi sehingga pembaca dapat melakukan antisipasi
terhadap para cybercrime.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Cybercrime
Cybercrime adalah tindak criminal yang dilakkukan dengan menggunakan teknologi komputer
sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi komputer khusunya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan
melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasasis pada kecanggihan
perkembangan teknologi internet.
Maraknya tindak kriminal di dunia maya tergantung dari sejauh mana sumber daya baik berupa
hardware/software maupun pengguna teknologi yang bersangkutan mempunyai pengetahuan dan
kesadaran tentang pentingnya keamanan di dunia maya, seorang penyedia layanan/ target cybercrime
harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang metode yang biasanya seorang cybercrime lakukan
dalam menjalankan aksinya.
Dalam perkembangannya kejahatan konvensional cybercrime dikenal dengan :
1. Kejahatan kerah biru (kejahatan sangat terlihat dilakukan oleh kelas pekerja rata-rata atau miskin).
2. Kejahatan kerah putih (kejahatan yang di lakukan oleh petinggi atau orang yang memeiliki harta
dan menghasilkan harta dari kejahatannya tersebut).
Cybercrime memiliki karakteristik unik yaitu :
1. Ruang lingkup kejahatan
2. Sifat kejahatan
3. Pelaku kejahatan
4. Modus kejahatan
5. Jenis kerugian yang ditimbulkan
Dari beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah penanganannya maka cybercrime
diklasifikasikan :
a. Cyberpiracy : Penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu
mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
b. Cybertrespass : Penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada system computer
suatu organisasi atau indifidu.
c. Cybervandalism : Penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang menganggu proses
transmisi elektronik, dan menghancurkan data dikomputer.
Diperkirakan perkembangan kejahatan cyber kedepan akan semakin meningkat seiring dengan
perkembangan teknologi atau globalisasi dibidang teknologi informasi dan komunikasi, sebagai
berikut :
a. Denial of Service Attack : serangan tujuan ini adalah untuk memacetkan sistem dengan
mengganggu akses dari pengguna jasa internet yang sah. Taktik yang digunakan adalah dengan
mengirim atau membanjiri situs web dengan data sampah yang tidak perlu bagi orang yang dituju.
Pemilik situs web menderita kerugian, karena untuk mengendalikan atau mengontrol kembali situs
web tersebut dapat memakan waktu tidak sedikit yang menguras tenaga dan energi.
b. Hate sites : Situs ini sering digunakan oleh hackers untuk saling menyerang dan melontarkan
komentar-komentar yang tidak sopan dan vulgar yang dikelola oleh para “ekstrimis” untuk menyerang
pihak-pihak yang tidak disenanginya. Penyerangan terhadap lawan atau opponent ini sering
mengangkat pada isu-isu rasial, perang program dan promosi kebijakan ataupun suatu pandangan
(isme) yang dianut oleh seseorang / kelompok, bangsa dan negara untuk bisa dibaca serta dipahami
orang atau pihak lain sebagai “pesan” yang disampaikan.

3
c. Cyber Stalking : segala bentuk kiriman e-mail yang tidak dikehendaki oleh user atau junk e-
mail yang sering memakai folder serta tidak jarang dengan pemaksaan. Walaupun e-mail
“sampah” ini tidak dikehendaki oleh para user.
B. Jenis-Jenis Cybercrime
Dalam berbagai bentuk tingakan yang di lakukannya, kita membagi cybercrime menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya:
a. Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer
secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang
dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun
pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena
merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi
tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet.
Kita tentu tidak lupa ketika masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat
internasional, beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999).
Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam database berisi data para
pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dibidang e-
commerce, yang memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal
Bureau of Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker, yang mengakibatkan tidak
berfungsinya situs ini dalam beberapa waktu lamanya.

b. Ilegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang
tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.
Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan
martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu
informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang
sah, dan sebagainya.

c. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan
sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-
dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan
menguntungkan pelaku.

d. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata
terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak
sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data
pentingnya tersimpan dalam suatu sistem yang computerized.

e. Cyber Sabotage and Extortion


Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data,
program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan
ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu,
sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan
sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Dalam beberapa

4
kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban
untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase
tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyber-terrorism.

f. Offense against Intellectual Property


Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet.
Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal,
penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan
sebagainya.

g. Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan
rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada
formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain
maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor
PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.

h. Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system
keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu
merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan
cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang
senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada
yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.

i. Carding
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan transaksi dengan
menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non
materil.

2. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan motif


Berdasarkan motif cybercrime terbergi menjadi 2 yaitu :
a. Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni, dimana orang yang melakukan kejahatan yang
dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan
pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
b. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu, dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan
criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan
perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
Selain dua jenis diatas cybercrime berdasarkan motif terbagi menjadi:
a. Cybercrime yang menyerang individu, kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif
dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan
seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
b. Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik), kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya
seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan
pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
c. Cybercrime yang menyerang pemerintah, kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai
objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang
bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.

C. Penyebab Terjadinya Cybercrime


Beberapa faktor yang menyebabkan kejahatan komputer (cybercrime) kian marak dilakukan antara lain
adalah:
1. Akses internet yang tidak terbatas.
2. Kelalaian pengguna komputer.
3. Mudah dilakukan dengan resiko keamanan yang kecil dan tidak diperlukan peralatan yang super
modern. Walaupun kejahatan komputer mudah untuk dilakukan tetapi akan sangat sulit untuk
melacaknya, sehingga ini mendorong para pelaku kejahatan untuk terus melakukan hal ini.
4. Para pelaku merupakan orang yang pada umumnya cerdas, mempunyai rasa ingin tahu yang besar,
dan fanatik akan teknologi komputer. Pengetahuan pelaku kejahatan komputer tentang cara kerja
sebuah komputer jauh diatas operator komputer.
5. Sistem keamanan jaringan yang lemah.
6. Kurangnya perhatian masyarakat.
Masyarakat dan penegak hukum saat ini masih memberi perhatian yang sangat besar terhadap
kejahatan konvesional. Pada kenyataannya para pelaku kejahatan komputer masih terus melakukan
aksi kejahatannya.
7. Belum adanya undang-undang atau hukum yang mengatur tentang kejahatan komputer.

D. Upaya Penanggulangan Cybercrime


1. Mengamankan sistem
a. Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian
dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem secara
terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut.
b. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada
keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-
celah unauthorized actions yang merugikan.
c. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya
menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data.
d. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan
melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.

2. Penanggulangan Global
Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime
adalah:
a. melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya
b. meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
c. meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya
pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
d. meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah
kejahatan tersebut terjadi
e. meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya
penanganan cybercrime

3. Perlunya Cyberlaw
a. Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan
pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki
perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun
perdatanya
b. Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer

6
dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang
kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap
c. Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti
contoh, masih belum ilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP.
Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara
definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,
dan keterangan terdakwa
saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana pasal 282
mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum
d. Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat
penjahat cybercrime. Untuk kasus carding misalnya, kepolisian baru bias menjerat pelaku
kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang
mencuri data kartu kreditorang lain

4. Perlunya Dukungan Lembaga Khusus


a. Lembaga-lembaga khusus, baik milik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization),
diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan di internet
b. Amerika Serikat memiliki komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai sebuah
divisi khusus dari U.S. Departement of Justice. Institusi ini memberikan informasi tentang cybercrime,
melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam
penanggulangan
cybercrime
c. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse
Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan
computer
PEMAHAMAN HUKUM PIDANA DI BIDANG TEKNOLOGI

Sebagaimana pada pembahasan permasalahan bahwa Cyber Crime adalah merupakan segala
tindak pidana yang berhubungan dengan informasi, sistem informasi, komunikasi, yang merupakan
sarana penyampaian informasi kepada pihak lain, sehingga kebutuhan perundangan undangan yang baru
yang berkaitan dengan perkembangan teknologi infomasi sudah tidak dapat ditunda lagi, sehingga perlu
dilakukan perubahan perundang-undangan atau perubahan pada ketentuan hukum pidana indonesia
sebagai akibat perkembangan teknologi.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyesuain materi hukum
sebagai konsekswensi terhadap perubahan undang –undang:
1. Ius Constitutum (Hukum yang berlaku)
‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK’’ merupakan Undang-
Undang yang dipakai sebagai dasar hukum bagi lalu lintas Informasi dan Teknologi yang berlaku di
Indonesia. Sekalipun sudah cukup mengakomodir perkembangan teknologi di Indonesia, namun tetap
perlu banyak revisi untuk mendapatkan suatu Undang-Undang yang mampu mengakomodir kebutuhan
hukum di masyarakat dalam bidang informasi dan teknologi.
7
2. Perubahan Masyarakat.
Beberapa bidang kehidupan manusia yang mengalami perubahan diantaranya, perubahan nilai, politik,
ekonomi, sosial dan budaya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan antara lain:
a. Pemikiran manusia, akal budi yang dianugrahkan tuhan akan selalu berkembang dari waktu kewaktu,
sehingga mengakibatkan manusia menggunakan akal dan pikiran nya pada setiap bidang aspek
kehidupan.
b. Kebutuhan manusia selalu menginginkan kebutuhan terpenuhi namun manusia tidak pernah
terpuaskan sehingga dengan berbagi usaha manusia akan berupaya mewujudkan kebutuhannya.
c. Teknologi, semakin maju kehidupan manusia semakin meningkat pula pada kemapuan manusia
melahirkan teknologi baru.
d. Cara hidup manusia, perkembangan zaman sangat berdampak pada berbagai perubahan dalam
kehidupan manusia, termasuk cara hidup.
e. Komunikasi dan transportasi, mengakibatkan mudahnya interaksi antara satu tempat ke tempat lain
Negara kenegara lain tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu semua nya terbangun dalam satu jaringan
global.
3. Ius Costitu Endum (Hukum yang harus DItetapkan).
Guna menindaklanjuti tuntuan globalisai dan kemajuan teknologi yang memaksa segala kegiatan
manusia berlangsung dengan cepat, transparan dan tanpa dibatasi oleh wilayah, maka sangat diperlukan
pembaharuan hukum pidana sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana. Dalam konteks Indonesia
pembaharuan hukum Pidana harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan, oleh karena pada hakikatnya
hukum pidana merupakan bagian dari suatu kebijakan.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai upaya penyempurnaan terhadap ketentuan-
ketentuan pidana mengenai kejahatan dunia maya, Yaitu:
1. Dengan semakin maraknya, Cyber Crime maka akan ada alat bukti baru yang mempunyai sifat
berbasis teknologi, seperti berupa surat electronic dan rekaman electronic.
2. Kemudian salah satu ciri Cyber Crime adalah memanfaatkan jaringan telematika, media, dan global.
Aspek global ini mengakibatkan seakan – akan dunia tanpa batas, sehingga pelaku korban serta tempat
dilakukannya tindak pidana terjadi di Negara yang berbeda, oleh karena itu, daya berlaku suatu Undang-
Undang yang berkaitan dengan informasi dan teknologi harus diperluas.
Pengaturan Tentang Cyber Crime Dalam Sistem Hukum di Indonesia
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan
(ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif
8

terhadap permasalahan, termasuk dampak negative penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi
yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini,Indonesia
sudah memiliki ‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK’’ yang telah dengan cukup baik melindungi masyarakat
Indonesia.
Melalui media internet beberapa jenis permasalahan tindak pidana yang pada
umumnya terjadi adalah:
1. Maraknya situs-situs porno,
2. Serangan hacker terhadap situs pemerintah.
3. Serangan virus terhadap prorgam komputer,
4. Penipuan dari jual-beli online,
5. Perjudian via online,
6. Pembobolan rekening nasabah melalui ATM,
7. Penyebaran foto palsu seseorang yang telah dimanipulasi secara grafis,
8. Penyebaran sms yang meresahkan,
9. Pencurian pulsa melalui telepon seluler.
Kesembilan masalah ini telah dengan cukup baik, ditangani oleh UNDANGUNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK yang dapat ditemukan dalam pasal-pasal berikut ini:
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
pemerasan dan/atau pengancaman.

9
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik
dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/ atau Sistem elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang
tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan,
dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan
dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak
hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau
milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun
memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem
Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan
terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak
sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara
khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem
Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika
ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk
perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan,
perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan

11
tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data
yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di
wilayah yurisdiksi Indonesia.
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun
dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
12
Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan
pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal
37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang
digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
13
(3). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal
37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan
strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral,
perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan
pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
Akan tetapi masih ada sejumlah masalah terkait dengan pelaksanaan Undang- Undang ini seperti
kurangnya jumlah aparat yang mengerti dengan baik permasalahan IT, kemudian tak lupa pula
permasalahan yuridiksi, semisal apabila kejahatan itu dilakukan di luar negeri, namun menimpa Warga
Negara Indonesia. ‘’UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN
2008TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK’’ belum secara tegas mengatur
mengenai hal tersebut.
Contoh kasus :
Owen Thor Walker

FBI bekerja sama dengan polisi Belanda dan polisi Australia menangkap seorang cracker remaja yang
telah menerobos 50 ribu komputer dan mengintip 1,3 juta rekening berbagai bank di dunia. Dengan
aksinya, “cracker” bernama Owen Thor Walker itu telah meraup uang sebanyak Rp1,8 triliun.
“Cracker” 18 tahun yang masih duduk di bangku SMA itu tertangkap setelah aktivitas kriminalnya di
dunia maya diselidiki sejak 2006.

Pelacur DI-Booking via internet


Satu lagi kasus cyber crime yang dibongkar aparat Satserse Polda Metro Jaya, yakni bursa
pelacuran tingkat tinggi dengan transaksi via internet. Pasangan suami istri Ramdoni alias Rino dan
Yanti Sari alias Bela, berhasil diringkus polisi dan dikenakan pasal 296 dan pasal 506 KUHP tentang
mengadakan perbuatan cabul.

Pedagang VCD porno via internet dibekuk


Polisi membekuk seorang pedagang yang menerima kiriman ratusan Video Compact
Disc (VCD) porno dari Filipina khusus untuk kalangan gay dengan membuka situs internet
machovcd-gold.allmanpages,com. Untuk memasarkan situsnya, tersangka memasang iklan
untuk situs tersebut di media cetak. Menurut polisi, penerimaan VCD porno dari luar negeri
dilarang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya pasal 282 Ayat 2. Adapun
tersangka juga dijerat dengan Pasal 282 Ayat 1, yaitu menyiarkan benda berbau porno.

14
Cyber Sex
VIVAnews - Pemerintah Filipina mengeluarkan peraturan baru yang menyatakan
bahwa cyber sex dan chat video seks ilegal di negara tersebut. Peraturan ini dibuat untuk
melindungi kaum wanita dari prostitusi paksa dan perdagangan manusia.
Cyber sex di Filipina menampilkan wanita yang disebut "cam girl". Wanita ini kemudian
melakukan aksi seksual di depan kamera yang ditayangkan di internet untuk disaksikan para
pelanggan situs prostitusi.

Diberitakan BBC, Kamis, 20 September 2012, seperti di berbagai negara di seluruh dunia,
industri ini kian marak di Filipina. Di negara ini, para cam girl ada yang di bawah umur atau
di bawah paksaan.

Peraturan baru yang tercantum dalam Undang-undang Pencegahaan Cyber Crime 2012 dan
ditandatangani oleh Presiden Benigno Aquino melarang praktik ini dilakukan lagi di Filipina.
Bagi pelanggarnya akan dikenakan denda hingga 250.000 peso atau sekitar Rp58 juta dan
penjara enam bulan.

Biro Investigasi Nasional Filipina dan Polisi Nasional Filipina akan membentuk unit cyber
crime untuk menangani hal ini. Selain itu, aparat juga akan membentuk pengadilan khusus
cyber crime dan melatih para hakim.

Kasus cyber crime di Filipina pertama kali mengemuka tahun lalu. Saat itu, dua orang warga
negara Swedia divonis seumur hidup karena menjalankan bisnis ini dengan wanita-wanita
paksaan dan di bawah umur.

Tiga warga Filipina divonis masing-masing 20 tahun penjara karena membantu praktik
tersebut, di antaranya membangun jaringan internet dan sistem pembayaran pelanggan.

15

BAB III
KESIMPULAN
Mungkin segitu saja yang dapat kami paparkan sebagai penjelasan atas materi kami yaitu cybercrime
dan juga pemahaman hukum terhadap cybercrime.
A. Kesimpulan
Cyber crime memiliki dampak yang sangat luas terhadap kehidupan bermasyarakat, dan tindak
kejahatan cybercrime juga sulit untuk terditeksi karna perkembangan yang sangat meluas dan bermain
di dunia maya yang tidak valid dalam identitas yang sebenarnya.
Perkembangan teknologi secara luas dan mengakar, juga mengundang banyak terjadinya cybercrime
yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan tindak kejahatan. Pemakaian teknologi informasi yang
tidak terkendali dan di tambah dengan kebebasan siapapun untuk melakukan akses internet, merupakan
suatu poin penting yang sangat menguntungkan bagi para cyberspace untuk melakukan tindak
kejahatan itu.
Minimnya system pengamanan dalam jaringan computer ataupun yang lainnya merupakan lahan basah
bagi para cyberspace dalam melakukan aksinya kea rah yang tidak baik.

B. Saran
cybercrime perlu adanya penanganan agar tidak berkembang dan tidak disalah gunakan oleh pengguna
yang tidak bertanggung jawab. Dibentuknya pengaturan hukum yang berkaitan dengan penggunaan
teknologi dan di tambah dengan implementasi yang maksimal dalam penerapan hukum, dapat
dijadikan salah satu upaya penanganan cybercrime.
Untuk itu kita harus berkerja sama dan memanfaatkan teknologi dengan benar dan tepat. Terpenting
dalam kehidupan kita teknologi bisa menjadi pilihan mengibaratkan sebuah kapal biasa dengan mesin
dan perahu mewah dan indah hanya dengan dayung untuk kita berlayar di lautan lepas, tapi bila kita
tidak cerdas, kita akan memilih perahu untuk berlayar karna kita terlena dengan keindahan dan
kemewahan sebuah perahu tersebut.
Kita tidak memikirkan lagi konsekuensi bahwa di lautan lepas kita tidak bisa hanya menggunakan
perahu sebab gelombangnya akan menyapurata perahu dan juga dirikita.

16

Anda mungkin juga menyukai