Anda di halaman 1dari 42

ELECTRONIC COMMERCE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Hukum Telematika


Dosen Pengampu : Irvan Sahputra,S.H., M.H.

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Tantri Naratama 20111902
Marthunis 20111903
Muhammad Fauzi Sipahutar 20111011

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat segala rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah- Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Electronic Commerce“ yang disusun dalam rangka menyelesaikan
tugas Hukum Telematika. Pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Telematika. Dengan dosen pengampu kami di mata kuliah ini
Bapak Irvan Sahputra,S.H., MH. sebagai syarat untuk mendapatkan nilai di mata
kuliah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini kami masih banyak


kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diperlukan demi kesempurnaan paper ini dan akan sangat kami terima dengan
senang hati. Diharapkan hasil paper ini dapat bermanfaat bagi masyarakat,
terutama dalam tingkah dan perilaku masyarakat yang sudah banyak berubah di
era globalisasi ini.

Medan,7 Desember 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I .PENDAHULUAN.......................................................................................4
A.Latar Belakang..................................................................................................4
B.Rumusan Masalah.............................................................................................5
C.Tujuan Penulisan..............................................................................................5
BAB II .PEMBAHASAN........................................................................................7
A.Pengertian E-Commerce...................................................................................7
B.Sejarah E-Commerce Di Dunia........................................................................8
C.Sejarah E-Commerce Di Indonesia................................................................11
D.Jenis-Jenis E-Commerce Di Indonesia...........................................................12
E. Dasar Hukum E-Commerce Secara Hukum Internasional Dan Hukum Di
Indonesia............................................................................................................16
F.Mekanisme E-Commerce Di Indonesia..........................................................18
G. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam E-Commerce..................................21
H. Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam E-Commerce..............................23
I. Kelebihan Dan Kekurangan Dalam E-Commerce..........................................35
J.Perkembangan E-Commerce Di Indonesia Saat ini.........................................37
BAB III .PENUTUP..............................................................................................39
A.Kesimpulan.....................................................................................................39
B.Saran...............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Berkembangnya teknologi di zaman modern yang semakin pesat tiap


tahunnya, yang paling dirasakan untuk saat ini adalah perkembangan teknologi
dalam bidang informasi. Salah satu contoh perkembangan teknologi informasi
yang paling mencolok adalah dalam penggunaan internet. Perkembangan internet
menyebabkan terbentuknya dunia baru yang disebut dunia maya. Di dunia maya,
setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berinteraksi dengan individu
lain tanpa batasan apapun yang dapat menghalanginya. Globalisasi yang
sempurna sebenarnya telah berjalan di dunia maya yang menghubungkan seluruh
komunitas digital. Dari seluruh aspek kehidupan manusia yang terkena dampak
kehadiran internet, sektor bisnis merupakan sektor yang paling terkena dampak
dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi serta paling cepat
tumbuh.

Mobilitas manusia yang tinggi menuntut dunia perdagangan mampu


menyediakan layanan jasa dan barang dengan cepat sesuai permintaan konsumen.
Untuk mengatasi masalah tersebut, kini muncul transaksi yang menggunakan
media internet untuk menghubungkan produsen dan konsumen. Transaksi bisnis
melalui internet lebih dikenal dengan nama e-business dan e-commerce. Melalui
e-commerce, seluruh manusia dimuka bumi memiliki kesempatan dan peluang
yang sama untuk bersaing dan berhasil berbisnis di dunia maya.

E-commerce merupakan sebuah media online yang digunakan untuk


aktifitas yang berkaitan dengan penjualan, pembelian, dan pemasaran barang atau
jasa (Sulistyawati dan Nursiam, 2019:161). E-commerce melibatkan kegiatan
teknologi internet lainnya seperti transaksi dana elektronik atau yang biasa disebut
dengan m-banking, pertukaran data elektronik, sistem pengumpulan data
otomatis, dan sistem inventori otomatis (Setyoparwati, 2019:111). Semakin
banyak masyarakat yang menggunakan internet, masyarakat akan semakin senang
melakukan pembelian melalui e-commerce, yang artinya dengan meningkatnya

4
pengguna internet maka seharusnya meningkat juga kegiatan jual beli secara
online.

E-Commerce juga dapat diartikan sebagai suatu proses berbisnis dengan


menggunakan teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan,
konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan
pertukaran/penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik (Munawar,
2009:1)

B.Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah Yang Akan Kami Bahas Dalam Penulisan Ini,
Yaitu:

1. Bagaimanakah Yang Dimaksud Dengan E-Commerce?


2. Bagaimanakah Sejarah E-Commerce Di Dunia?
3. Bagaimanakah Sejarah E-Commerce Di Indonesia?
4. Bagimanakah Jenis-Jenis E-Commerce Serta Contohnya Di Indonesia?
5. Bagaimanakah Dasar Hukum E-Commerce Secara Hukum Internasional
Dan Hukum Di Indonesia?
6. Bagaimanakah Sistem Dan/Atau Mekanisme E-Commerce Di Indonesia?
7. Bagaimanakah Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam E-Commerce?
8. Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam E-Commerce?
9. Bagaimanakah Kelebihan Dan Kekurangan Dalam E-Commerce?
10. Bagaimanakah Perkembangan E-Commerce Di Indonesia ?

C.Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Dalam Penulisan Ini, Yaitu:

1. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Yang Dimaksud Dengan E-Commerce.


2. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Sejarah E-Commerce Di Dunia.
3. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Sejarah E-Commerce Di Indonesia.
4. Untuk Mengetahui Bagimanakah Jenis-Jenis E-Commerce Serta
Contohnya Di Indonesia.
5. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Dasar Hukum E-Commerce Secara
Hukum Internasional Dan Hukum Di Indonesia.

5
6. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Sistem Dan/Atau Mekanisme E-
Commerce Di Indonesia.

7. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam


E-Commerce.
8. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Penyelesaian Sengketa Konsumen
Dalam E-Commerce.
9. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Kelebihan Dan Kekurangan Dalam
E-Commerce.
10. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Perkembangan E-Commerce Di
Indones

6
BAB II

PEMBAHASAN
A.Pengertian E-Commerce

E-commerce adalah singkatan dari dua kata, yakni electronic dan


commerce. Bila diartikan secara harfiah, artinya adalah perdagangan elektronik.
Maksudnya, segala bentuk perdagangan meliputi proses pemasaran barang sampai
dengan distribusi yang dilakukan melalui jaringan elektronik atau online. Secara
sederhana, e-commerce adalah bentuk perdagangan yang dilakukan secara online
dengan memanfaatkan internet. E-commerce bisa dilakukan melalui komputer,
laptop, sampai smartphone. 

Adapun beberapa pengertian e-commerce menurut para ahli, yaitu :

Loudon
E-commerce adalah suatu proses transaksi jual beli yang dilakukan oleh
penjual dan pembeli dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya secara elektronik
dengan bantuan komputer sebagai perantara transaksinya. 

Kotler dan Amstrong

Menurut Kotler dan Amstrong, pengertian e-commerce adalah saluran


online yang dijangkau oleh seseorang melalui komputer. Saluran ini umumnya
digunakan oleh seorang pebisnis untuk menjalankan aktivitas bisnisnya. 

Sedangkan bagi konsumen, saluran ini digunakan untuk mencari informasi sampai
dengan menentukan pilihan dan akhirnya melakukan transaksi sampai selesai. 

Kalakota dan Whinston

E-commerce adalah aktivitas belanja online yang dilakukan dengan


menggunakan jaringan internet, dan transaksinya diselesaikan dengan cara
transfer digital. 

7
Terdapat 4 perspektif yang mereka kemukakan mengenai definisi e-commerce,
yaitu:

Perspektif Komunikasi

E-commerce bisa disebut sebagai suatu proses pengiriman barang,


layanan, informasi, sampai dengan pembayaran melalui komputer atau jaringan
internet dengan peralatan elektronik lainnya. 

Perspektif Proses Bisnis

E-commerce merupakan sebuah bentuk aplikasi dari teknologi menuju


otomatisasi dari transaksi bisnis dan aliran kerja.

Perspektif Online

E-commerce menyediakan suatu kemudahan untuk menjual dan membeli


produk serta informasi melalui internet atau sarana lainnya. 

Perspektif Layanan

E-commerce bisa berfungsi sebagai sarana untuk memenuhi keinginan


perusahaan, manajemen, dan konsumen untuk mengurangi biaya layanan (service
cost) saat meningkatkan kualitas produk dan kualitas kecepatan pengiriman
produk tersebut.

B.Sejarah E-Commerce Di Dunia

Sejarah e-commerce (electronic commerce)  bermula di awal tahun 1970


an, dengan adanya inovasi semacam electronic fund transfer (EFT). Saat itu
tingkat aplikasinya masih terbatas pada perusahaan-perusahaan besar, lembaga
keuangan, dan segelintir perusahaan kecil yang nekat. Dengan adanya
komersialisasi internet diawal tahun 1990-an, serta pesatnya pertumbuhan yang
mencapai hingga jutaan pelanggan potensial, maka muncullah istilah electronic
commerce (e-Commerce), yang aplikasinya segera berkembang pesat.1

1 Sri Peni Mugi Handayani dan Eka purnama, “Pembuatan Websaite E-commerce Pada
Distro Java Trend” Artikel pada seruni-Seminar Riset Unggulan nasional Informatika dan
Komputer, FTI UNSA, Vol. 2 No. 1 Maret 2013. hlm. 19.

8
Istilah 'digital economy' dicetuskan pertama kalinya oleh Don Tapscott pada
tahun 1995 dalam buku best seller yang berjudul The Digital Economy : Promise
and Peril in the Age of Networked Intelligence. Ketika dirinya menulis buku
tersebut 20 tahun yang lalu, ia menyatakan bahwa internet akan
sepenuhnya mengubah sifat bisnis dan pemerintahan. Teknologi digital dengan
cepat mengubah praktek bisnis, ekonomi dan masyarakat. Ekonomi digital,
kadang-kadang juga disebut "bisnis digital" telah menjadi filosofi bagi banyak tim
eksekutif puncak karena mereka mencari keunggulan kompetitif dalam dunia yang
bergerak cepat dengan adanya perubahan teknologi. 

Ketika kita berbicara tentang teknologi digital, kita tidak hanya berbicara
tentang internet, atau hanya ICT (teknologi informasi dan komunikasi), tetapi
konsep-konsep lain seperti telepon selular, telekomunikasi atau konten (Mochón,
F. & Gonzalvez, J.C., 2015). Revolusi yang sangat besar dalam bidang bisnis
adalah bagaimana terjadinya perubahan yang cukup signifikan atas konsep
pasar.Perubahan besar dan mendasar yang ditawarkan oleh e-commerce
menjadikannya kegiatan ekonomi yang sangat potensial bagi negara-negara di
seluruh dunia. Dengan jangkauannya yang bersifat mengglobal, dalam arti
pedagang ataupun pembeli dapat berasal dari seluruh dunia maka aspek-aspek
universalitas akan menjadi fondasi dasar terbentuknya kegiatan e-commerce ini. 

Semua negara di seluruh dunia masih mempunyai peluang yang sama


untuk dapat menjadi pemain utama didalam bisnis e-commerce ini, tinggal
bagaimana negara-negara tersebut memberikan fasilitas dengan perangkat
infrastruktur serta aturan-aturan yang menunjang terciptanya kondisi yang
kondusif bagi berkembangnya kegiatan serta pelakupelaku e-commerce untuk
terlibat didalamnya. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan kondisi
kegiatan e-commerce di Indonesia.2

2 Ahmad Firmansyah, “Kajian Kendala Implementasi E-Commerce Di Indonesia”,


Jurnal Masyrakat Telematika dan Informasi, Vol. 8, No. 2 Oktober-Desember 2017, hlm. 130-
131.

9
E-commerce pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat
pertama kali banner-elektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di
suatu halaman-web (website). 

Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan


seharga AS $ 12,2 miliar pada 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan
oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel
di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat triliun dolar US pada
tahun 2011.Istilah “perdagangan elektronik” telah berubah sejalan dengan waktu.
Awalnya, perdagangan elektronik berarti pemanfaatan transaksi komersial, seperti
penggunaan EDI untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan
pembelian atau invoice secara elektronik.Kemudian dia berkembang menjadi
suatu aktivitas yang mempunyai istilah yang lebih tepat “perdagangan web”
pembelian barang dan jasa melalui World Wide Web melalui server aman
(HTTPS), protokol server khusus yang menggunakan enkripsi untuk
merahasiakan data penting pelanggan.

Pada awalnya ketika web mulai terkenal di masyarakat pada 1994, banyak


jurnalis memperkirakan bahwa e-commerce akan menjadi sebuah sektor ekonomi
baru. Namun, baru sekitar empat tahun kemudian protokol aman seperti HTTPS
memasuki tahap matang dan banyak digunakan. Antara 1998 dan 2000 banyak
bisnis di AS dan Eropa mengembangkan situs web perdagangan ini.Menurut
Robert E. Johnson, e-commerce merupakan suatu tindakan melakukan transaksi
bisnis secara elektronik dengan menggunakan internet sebagai media komunikasi
yang paling utama. 

Menurut Gary Coulter dan John Buddiemeir (e-commerce outline), e-


commerce berhubungan dengan penjualan, periklanan, pemesanan produk yang
semuanya dikerjakan melalui internet. Beberapa perusahan memilih untuk
menggunakan kegiatan bisnis ini sebagai tambahan metode bisnis tradisional,
sementara yang lainnya menggunakan internet secara ekslusif untuk mendapatkan
para pelangan yang berpotensi.

10
Perdagangan elektronik (bahasa Inggris: electronic commerce atau e-
commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa
melalui sistem elektronik  seperti  internet atau televisi, www, atau jaringan
komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik,
pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem
pengumpulan data otomatis.Industri teknologi informasi melihat kegiatan e-
commerce ini sebagai aplikasi dan penerapan dari e-bisnis (e-business) yang
berkaitan dengan transaksi komersial, seperti: transfer dana secara elektronik,
SCM (supply chain management), pemasaran elektronik (e-marketing), atau
pemasaran online (online marketing), pemrosesan transaksi online (online
transaction processing), pertukaran data elektronik (electronic data
interchange /EDI), dll.

E-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-


business lebih luas, tidak hanya sekadar perniagaan tetapi mencakup juga
pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain
teknologi jaringan www, e-commerce juga memerlukan teknologi basis
data atau pangkalan data (databases), surat elektronik (e-mail), dan bentuk
teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan
alat pembayaran untuk e-dagang ini.
C.Sejarah E-Commerce Di Indonesia

e-Commerce di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1994, yakni saat


Indosat berdiri dan menjadi penyedia jasa internet (internet service provider/ISP)
komersil pertama di Indonesia.Lahirnya jasa ini pun menjadi pendorong
pemanfaatan internet di berbagai bidang, termasuk untuk bisnis online yang pada
gilirannya bermuara menjadi ekosistem e-commerce yang dikenal khalayak luas
dewasa ini. Kemudian, pada tahun 1996, lahirlah Dyviacom Intrabumi atau D-Net
yang disebut-sebut sebagai perintis platform jual-beli online. 

Meski demikian, pada saat itu, platform hanya sebatas menampilkan


produk yang ditawarkan oleh pihak penjual sementara konsumen tetap harus
melakukan transaksi secara tatap muka yang saat ini dikenal dengan istilah cash

11
on delivery (COD).Tren jual-beli online pun secara lambat-laun terus bertumbuh,
dan pada tahun 1999, muncullah platform Kaskus yang terkenal dengan salah satu
kanalnya yang bernama Forum Jual Beli (FJB).

Di tahun yang sama, PT Bhinneka Mentari Dimensi yang sebelumnya


berbisnis di bidang distribusi mesin cetak berskala besar, produk teknologi
informasi (information technology/IT), perancangan perangkat lunak (software),
solusi penyuntingan video, dan pusat servis elektronik, bertranformasi menjadi
ritel online untuk produk komputer.

Pada saat itu, masih menggunakan program yang sangat sederhana, dan
bahkan para karyawannya pun masih buta dengan internet. Memasuki periode
2000-an, muncul Lippo Shop, platform perdagangan elektronik dari Lippo Group.
Lalu, setahun kemudian, pemerintah pun mulai menyusun rancangan undang-
undang e-commerce di Indonesia. Pada tahun 2003, Multiply Inc., perusahaan
yang berpusat di Florida Amerika Serikat, meluncurkan platform multiply.com
yang sebelumnya berfungsi sebagai jejaring sosial untuk berbagi foto, video,
musik, dan blog.

Memasuki tahun 2005, diluncurkanlah situs jual-beli online Tokobagus


yang berubah namanya menjadi OLX pada tahun 2014, dan pada tahun 2009,
platform Tokopedia didirikan sebelum lahirnya Bukalapak pada tahun 2010. Pada
tahun yang sama, Blibli yang bernaung di bawah grup Djarum pun
lahir.Kemudian, pada tahun 2012, Lazada Group mulai mengoperasikan situs e-
commerce mereka di Indonesia, dan Shopee pun mengikuti jejak yang sama pada
2015.

D.Jenis-Jenis E-Commerce Di Indonesia

1. Business-to-Business (B2B)

Bisa dibilang bahwa B2B adalah jenis e-commerce yang paling besar karena
berhubungan langsung dengan transaksi yang dilakukan antar perusahaan atau

12
bidang usaha. Jumlah pembelian produk pada setiap transaksi B2B biasanya
dalam jumlah yang besar. 

Sebagai contoh, perusahaan obat-obatan yang menawarkan dan menjual


produknya pada rumah sakit swasta dengan skala besar. Jadi, secara tidak
langsung konsep B2B tidak tergantung pada berapa jenis produk yang dijual,
namun lebih menekankan pada kuantitas atau jumlah produk yang terjual. 

2. Business-to-Consumers (B2C)

Salah satu dari jenis-jenis e-commerce berikutnya adalah Business-to-


Consumers atau yang lebih dikenal dengan sebutan B2C. Konsep seperti ini
mungkin adalah tipe perdagangan yang paling sering kamu temukan dalam
kehidupan sehari-hari. Kenapa? Karena dengan konsep B2C, pihak produsen
menawarkan dan memasarkan langsung produknya kepada para konsumen.

Konsepnya mungkin sama dengan sistem jual beli secara ecer, yang membedakan
adalah proses perdagangan dan transaksinya dilakukan secara online, bukan
dengan cara konvensional seperti biasanya. 

3. Consumer-to-Consumer (C2C)

Konsep C2C memungkinkan sesama konsumen bisa saling menawarkan dan


menjual dagangannya kepada satu sama lain. Sistem perdagangan yang seperti ini
umumnya memang membutuhkan media atau wadah yang bisa mengorganisir
segala sesuatunya agar proses jual beli dan transaksi menjadi lebih mudah
dilakukan. 

Contoh media yang dimaksud adalah website yang bisa mempertemukan pihak
penjual dan pembelinya, seperti OLX atau Kaskus. 

4. Consumer-to-Business (C2B) 

C2B merupakan konsep yang berbanding terbalik dengan B2C. Di sini, yang
terjadi adalah proses jual beli dan transaksi berlangsung dari pihak konsumen
kepada perusahaan. 

13
Pada konsep ini, konsumen berperan sebagai pihak yang menyediakan layanan
produk atau jasa untuk dipasarkan kepada perusahaan yang membutuhkan. Dalam
model C2B, bisnis atau perusahaan mendapat untung dari kesediaan konsumen
untuk menjual barang atau jasa kepada perusahaan, sedangkan konsumen akan
mendapatkan untung dari penyediaan atau penjualan itu dengan pembayaran
langsung, atau  mendapatkan produk dan layanan gratis atau dengan harga lebih
rendah sebagai gantinya. 

5. Online-to-Offline (O2O)

Jenis e-commerce seperti ini biasanya menggunakan dua saluran pada layanan
perdagangannya, yakni dengan online dan offline. Jaringannya ada pada sistem
online, namun eksekusinya bukan hanya bisa dilakukan dengan online, melainkan
bisa juga dengan offline. 

Contoh yang paling nyata dari konsep seperti ini adalah layanan Gojek atau Grab,
yang bisa melakukan dua jenis transaksi online dan offline. 

O2O ditujukan untuk menarik konsumen online ke toko fisik sekaligus


menciptakan pengalaman digital yang menyeluruh sebelum, saat, dan setelah
transaksi dilakukan. 

6. Consumer-to-Administration (C2A)

C2A pada dasarnya hampir sama dengan konsep yang ada dalam C2B.
Perbedaannya terletak pada tujuan sasaran penjualan. Bila dalam C2B, pihak
konsumen menawarkan produk atau jasanya pada perusahaan, dalam C2A
kegiatan tersebut ditawarkan kepada pihak pemerintah. 

Dalam konsep yang satu ini, biasanya cukup jarang ditemui transaksi produk,
yang lebih sering terjadi adalah transaksi layanan jasa. 

7. Business-to-Public Administration (B2PA)

Pada jenis-jenis e-commerce yang satu ini, pihak produsen atau perusahaan
menawarkan dan memasarkan produk dan jasanya kepada pihak pemerintah.
Biasanya transaksi dan proses jual beli dilakukan dengan cara tender. 

14
Contoh E-commerce adalah

Dari penjelasan mengenai jenis-jenis e-commerce tadi, bisa disimpulkan


beberapa contoh e-commerce

a) Contoh E-commerce B2B

Importir spare part mobil kepada bengkel 

Importir spare part mesin kepada industri tekstil dan garmen

Penjualan web hosting kepada web agency

b) Contoh E-commerce B2C

Jasa laundry pakaian

Penjualan makanan

Bisnis salon atau barbershop

c) Contoh E-commerce C2C

Bukalapak

Kaskus

OLX

d) Contoh E-commerce C2B

Google Adsense

iStock Photo

e) Contoh E-commerce O2O

Gojek

Grab

Matahari Online

f) Contoh E-commerce C2A

15
BPJS Kesehatan online

Layanan pajak online

Pembayaran Listrik online

g) Contoh E-commerce 

BPJS Ketenagakerjaan online

Layanan NPWP online

E. Dasar Hukum E-Commerce Secara Hukum Internasional Dan Hukum Di


Indonesia

Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan


dalam segala aspek kehidupan. Internet membantu penggunanya untuk dapat
berinteraksi, berkomunikasi, bekerja, bahkan melakukan perdagangan dengan
banyak orang dari segala penjuru dunia dengan mudah, dan cepat. Dengan
gampangnya berbagai kemudahan dan manfaat dapat diperoleh, namun dengan
adanya kemudahan-kemudahan tersebut tidak menuntup kemungkinan terjadinya
suatu tindak kejahatan didalam e-commerce, melihat kejahatan juga berkembang
seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi.

Konsumen dalam transaksi e-commerce memiliki resiko yang lebih besar


daripada penjual atau merchantnya. Atau dengan kata lain hak-hak konsumen
dalam transaksi e-commerce lebih rentan untuk dilanggar. Dimana e-commerce
sendiri merupakan salah satu pertukaran data melalui electornic data interchange
(EDI) memungkinkan tindak kejahatan terjadi terhadap data-data konsumen
ketika melakukan transaksi secara elektronik yang dapat menimbulkan kerugian
terhadap konsumen.

Atas masalah tersebut perlu adanya badan atau organisasi internasional


yang mengatur sistem transaksi elektronik antar bangsa ini, maka dari itu
disahkanlah United Nations Commision on International Trade Law
(UNCITRAL) oleh PBB pada tanggal 16 Desember 1996. UNCITRAL sendiri

16
merupakan aturan atau regulasi internasional yang dibentuk dengan tujuan untuk
mengelompokkan suatu aturan-aturan hukum agar di dalam penggunaanya
transaksi internasional mempunyai dasar hukum yang sudah mengaturnya secara
tersendiri.

Salah satu produk hukum dari UNCITRAL ialah Model Law on Electronic
Commerce yang bertujuan untuk menggalakkan aturan hukum yang seragam
dalam penggunaan jaringan komputer guna transaksi komersial. Terdapat 3 tujuan
pemilihan Model Law (model hukum) ini yakni:

Model hukum ini mempunyai elemen-elemen yang dapat dengan mudah


diadopsi dan diterima oleh negara-negara dengan suatu sistem sosial, budaya,
ekonomi serta hukum berbeda sehingga perkembangan secara signifikan terhadap
pengembangan dalam hubungan ekonomi internasional yang harmonis dapat
diperoleh;

Model hukum ini dijadikan pilihan hukum dalam suatu perdagangan


internasional karena memang sudah diusulkan baik oleh negara atau organisasi
internasional lainnya. Digunakannya model hukum dapat memberikan bantuan
kepada negara lain di dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan
nasional negara tersebut di bidang elektronik perdagangan (e-commerce).
(Asyhadie,2005:120)

Dengan adanya produk hukum yang diciptakan oleh UNCITRAL, maka


negara-negara bebas untuk mengikuti sebagian atau menolak Model Law on
Electronic Commerce tersebut. Di Indonesia yang menjadi dasar hukum utama
bagi konsumen yang melakukan transaksi e-commerce ialah Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yakni Undang-undang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Dalam Undang-undang ini tepatnya
pada Pasal 2 mengatur bagi setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik
yang berada di wilayah Indonesia maupun diluar Indonesia. Sehingga jangkauan
UU ITE ini tidak hanya bersifat lokal saja tetapi juga internasional.

17
Dalam UU ITE mengatur tentang prinsip itikad baik dalam melakukan
suatu transaksi elektronik. Pada Pasal 17 ayat (2) UU ITE menyebutkan bahwa
"Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi
berlangsung", ketentuan tersebut menjadi dasar penting dalam melakukan suatu
transaksi elektronik melalui e-commerce harus dilaksanakan dengan prinsip itikad
baik oleh para pihak yang berkepentingan.

Selain itu, di dalam Pasal 18 ayat (2) dan (3) mengatur pihak yang
melakukan transaksi boleh memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik
internasional, namun jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam
transaksinya maka hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional. Pada Pasal 18 ayat (4) dan (5) mengatur Para pihak memiliki
kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya akibat sengketa timbul dari Transaksi
Elektronik internasional tersebut, namun jika para pihak tidak melakukan pilihan
forum penyelesaian sengketa, maka penetapan forum pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya didasarkan pada asas Hukum
Perdata Internasional.

Dalam Pasal 18 ayat (2), (3), (4), dan (5) tersebut jelas mengatur tentang
transaksi elektronik melalui e-commerce dengan skala internasional. Dengan kata
lain ketentuan pada Pasal 18 ayat (2), (3), (4), dan (5) tersebut merupakan salah
satu lex specialis bagi e-commerce atau transaksi elektronik internasional yang
terdapat pada UU ITE yang berlaku di Indonesia.

F.Mekanisme E-Commerce Di Indonesia

Mempelajari E-Commerce sebenarnya cukup mudah, karena tidak jauh


berbeda dengan memahami bagaimana perdagangan atau bisnis selama ini
dijalankan. Yang membedakannya adalah dilibatkannya teknologi komputer dan
telekomunikasi secara intensif sebagai sarana untuk melakukan dua hal utama
(Kosiur, 1997):

18
1. Mengolah data mentah menjadi informasi yang dapat dimanfaatkan bersama
oleh para pelaku bisnis dan konsumen; dan

2. Mendistribusikan data atau informasi tersebut secara cepat dan efisien ke


seluruh komponen bisnis yang membutuhkan.

Dari beragam jenis aplikasi E-Commerce yang ada, secara prinsip mekanisme
kerjanya kurang lebih sama

Ada dua hal utama yang biasa dilakukan oleh konsumen (Customers) di
dunia maya (arena transaksi yang terbentuk karena adanya jaringan internet).
Pertama adalah melihat produk-produk atau jasa-jasa yang diiklankan oleh
perusahaan terkait melalui website-nya (Online Ads). Kedua adalah mencari data
atau informasi tertentu yang dibutuhkan sehubungan dengan proses transaksi
bisnis atau dagang (jual beli) yang akan dilakukan.

Jika tertarik dengan produk atau jasa yang ditawarkan, konsumen dapat
melakukan transaksi perdagangan dengan dua cara. Cara pertama adalah secara
konvensional (Standard Orders) seperti yang selama ini dilakukan, baik melalui
telepon, faks, atau langsung datang ke tempat penjualan produk atau jasa terkait.
Cara kedua adalah melakukan pemesanan secara elektronik (Online Orders), yaitu
dengan menggunakan perangkat komputer yang dapat ditemukan dimana saja
(rumah, sekolah, tempat kerja, warnet, dsb.).

Berdasarkan pesanan tersebut, penjual produk atau jasa akan mendistribusikan


barangnya kepada konsumen melalui dua jalur (Distribution). Bagi perusahaan
yang melibatkan barang secara fisik, perusahaan akan mengirimkannya melalui
kurir ke tempat pemesan berada. Yang menarik adalah jalur kedua, dimana
disediakan bagi produk atau jasa yang dapat digitisasi (diubah menjadi sinyal
digital). Produk-produk yang berbentuk semacam teks, gambar, video, dan audio
secara fisik tidak perlu lagi dikirimkan, namun dapat disampaikan melalui jalur
internet. Contohnya adalah electronic newspapers, digital library, virtual school,
dan lain sebagainya.

19
Selanjutnya, melalui internet dapat dilakukan pula aktivitas pasca pembelian,
yaitu pelayanan purna jual (Electronic Customer Support). Proses ini dapat
dilakukan melalui jalur konvensional, seperti telepon, ataupun jalur internet,
seperti email, tele conference, chatting, dan lain-lain. Diharapkan dari interaksi
tersebut di atas, konsumen dapat datang kembali dan melakukan pembelian
produk atau jasa di kemudian hari (Follow-On Sales).

Secara strategis, ada tiga domain besar yang membentuk komunitas E-Commerce,
yaitu: proses, institusi, dan teknologi. Seperti telah dijelaskan di atas, proses yang
terjadi di dalam perdagangan elektronik kurang lebih sama.

Elemen pertama adalah “proses”. Proses yang berkaitan dengan produk


atau jasa fisik, biasanya akan melalui rantai nilai (value chain) seperti yang
diperkenalkan oleh Michael Porter:

1. Proses utama terdiri dari: inbound logistics, production, outbound logistics and
distribution, sales and marketing, dan services; dan
2. Proses penunjang terdiri dari: procurement, firm infrastructure, dan technology.
3. Sementara proses yang melibatkan produk atau jasa digital, akan mengikuti
rantai nilai virtual (virtual value chain) seperti yang diperkenalkan oleh Indrajit
Singha, yang meliputi rangkaian aktivitas: gathering, organizing, selecting,
synthesizing, dan distributing.

Elemen kedua adalah “institusi”. Salah satu prinsip yang dipegang dalam
E-Commerce adalah diterapkannya asas jejaring (inter-networking), dimana
dikatakan bahwa untuk sukses, sebuah perusahaan E-Commerce harus bekerja
sama dengan berbagai institusi-institusi yang ada (perusahaan tidak dapat berdiri
sendiri). Sebuah perusahaan dotcom misalnya, dalam menjalankan prinsip-prinsip
perdagangan elektronik harus bekerja sama dengan pemasok (supplier), pemilik
barang (merchant), penyedia jasa pembayaran (bank), bahkan konsumen
(customers).  Kerjasama yang dimaksud di sini akan mencapai tingkat efektivitas
dan efisiensi yang diinginkan dengan cara melakukannya secara otomatis
(melibatkan teknologi komputer dan telekomunikasi).

20
Elemen ketiga adalah “teknologi informasi”. Pada akhirnya secara
operasional, faktor infrastruktur teknologi akan sangat menentukan tingkat kinerja
bisnis E-Commerce yang diinginkan. Ada tiga jenis “tulang punggung” teknologi
informasi yang biasa dipergunakan dalam konteks perdagangan elektronik:
intranet, ekstranet, dan internet. Intranet merupakan infrastruktur teknologi
informasi yang merupakan pengembangan dari teknologi lama semacam LAN
(Local Area Network) dan WAN (Wide Area Network). Prinsip dasar dari intranet
adalah dihubungkannya setiap sumber daya manusia (manajemen, staf, dan
karyawan) di dalam sebuah perusahaan. Dengan adanya jalur komunikasi yang
efisien (secara elektronis), diharapkan proses kolaborasi dan kooperasi dapat
dilakukan secara efektif, sehingga meningkatkan kinerja perusahaan dalam hal
pengambilan keputusan. Setelah sistem intranet terinstalasi dengan baik,
infrastruktur berikut yang dapat dibangun adalah ekstranet. Ekstranet tidak lebih
dari penggabungan dua atau lebih intranet karena adanya hubungan kerja sama
bisnis antara dua atau lebih lembaga. Contohnya adalah sebuah perusahaan yang
membangun “interface” dengan sistem perusahaan rekanannya (pemasok,
distributor, agen, dsb.). Format ekstranet inilah yang menjadi cikal bakal
terjadinya tipe E-Commerce B-to-B (Business-to-Business).  Infrastruktur terakhir
yang dewasa ini menjadi primadona dalam perdagangan elektronik adalah
menghubungkan sistem yang ada dengan “public domain”, yang dalam hal ini
diwakili oleh teknologi internet. Internet adalah gerbang masuk ke dunia maya,
dimana produsen dapat dengan mudah menjalin hubungan langsung dengan
seluruh calon pelanggan di seluruh dunia. Di sinilah tipe perdagangan E-
Commerce B-to-C (Business-to-Consumers) dan C-to-C (Consumers-to-
Consumers) dapat diimplementasikan secara penuh.

G. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam E-Commerce

Para pihak yang terdapat dalam jual beli online adalah konsumen dan
pelaku usaha.3 Hak konsumen diatur dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 8

3 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Pustaka
Nasional, h. 38.

21
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut dengan UU
PK), yaitu :

Hak konsumen, adalah Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan


dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; Hak untuk memilih dan
mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan; Hak dan informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; Hak untuk
didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan; Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; Hak untuk
mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; Hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; Hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak
sebagaimana mestinya; Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.

Pasal 5 UU PK menyebutkan “Kewajiban konsumen adalah Membaca


atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan; Beriktikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; Membayar sesuai dengan
nilai tukar yang disepakati; Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut”. Di sisi lain, hak pelaku usaha diatur dalam
Pasal 6 UU PK yang menyebutkan :

Hak pelaku usaha adalah Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan; Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik; Hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen; Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau

22
jasa yang diperdagangkan; Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.

Sedangkan, kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjual online),
sesuai yang dirumuskan dalam pasal 7 UU PK adalah :

Beritikat baik dalam melakukan kegiatan usahanya; Memberikan


informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan,
pemeliharaan; Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif; Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku; Memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tersebut
serta memberi jaminan dan/atau garansi atau barang yang dibuat dan/atau
diperdagangkan; Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau menggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen
tidak sesuai dengan perjanjian.

H. Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam E-Commerce


Tidak ada bisnis yang berjalan dengan mulus. Setiap kegiatan bisnis pasti
ada tantangan dan juga risiko yang akan dihadapi. Salah satu risiko yang sering
terjadi dalam kegiatan bisnis adalah perselisihan antara para pihak mengenai
interpretasi dan pelaksanaan dari perjanjian yang telah disepakati para pihak. Hal
inilah yang mengharuskan Anda untuk melakukan konsultasi transaksi atau skema
bisnis terkait transaksi, untuk mengurangi risiko hukum, khususnya dalam industri
e-commerce.

Tempat Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen 

1. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Sengketa konsumen yang


diselesaikan di Pengadilan mengacu pada ketentuan peradilan umum.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU
PK) mengatur pemilihan penyelesaian sengketa baik diluar maupun di

23
pengadilan tergantung dari kesepakatan para pihak. Pada umumnya, proses
beracara sengketa perlindungan konsumen di pengadilan dapat berupa
gugatan perorangan biasa, gugatan sederhana, class action atau gugatan
yang diajukan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dan
pemerintah/instansi terkait. Jenis gugatan ini tergantung pada siapa yang
dirugikan, jumlah orang yang dirugikan dan besarnya kerugian yang
ditimbulkan.
2. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan UU No. 8 Tahun 1999
memberikan kewenangan kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar
pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK dilakukan
dengan cara mediasi, arbitrase atau konsiliasi.  

Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa di BPSK? 

Tahap penyelesaian sengketa oleh BPSK diatur oleh Keputusan Menperindag No.
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, yaitu: 

1. Konsumen melakukan pengaduan kepada BPSK baik secara tertulis atau


lisan tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; 
2. Terkait pengaduan ini, BPSK melakukan penelitian dan pemeriksaan
sengketa perlindungan konsumen; 
3. Penyelesaian sengketa konsumen wajib diselesaikan dalam waktu 21 hari
kerja sejak permohonan diterima oleh Sekretariat BPSK. Penyelesaian
sengketa melalui BPSK dilakukan melalui persidangan dengan cara
konsiliasi, mediasi atau arbitrase. 

Sebelum dimulai konsiliasi ataupun mediasi, BPSK membentuk majelis yang


berjumlah ganjil sedikitnya 3 orang ditambah 1 orang panitera. Majelis ini
nantinya akan menyelesaikan sengketa konsumen melalui konsiliasi maupun
mediasi tersebut.

Prosedur Konsiliasi 

24
1. Majelis memanggil konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa; 
2. Apabila diperlukan, majelis memanggil saksi dan ahli; 
3. Majelis bersifat pasif dan proses penyelesaian sengketa
diserahkan sepenuhnya kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik bentuk dan jumlah ganti ruginya;
4. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku
usaha dan mengeluarkan keputusan;
5. Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
konsiliasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha.  

Prosedur Mediasi

6. Majelis memanggil konsumen dan pelaku usaha yang


bersengketa; 
7. Saksi dan ahli dipanggil oleh majelis apabila diperlukan; 
8. Majelis bersifat aktif mendamaikan dan memberikan saran
terkait sengketa konsumen; 
9. Majelis menerima dan mengeluarkan ketentuan terkait hasil
musyawarah konsumen dan pelaku usaha;
10. Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi
dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh
konsumen dan pelaku usaha.Hasil dari konsiliasi dan
mediasi tidak memuat sanksi administratif.

Prosedur Arbitrase

1. Para pihak memilih arbitor untuk menjadi Ketua dan


Anggota Majelis; 
2. Pada hari sidang pertama, Ketua Majelis wajib
mendamaikan kedua pihak yang bersengketa; 
3. Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
Arbitrase dibuat dalam bentuk putusan Majelis BPSK;

25
4. Atas putusan BPSK dimintakan penetapan eksekusi oleh
BPSK ke Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang
dirugikan. 

Putusan arbitrase Majelis BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau
gugatan dikabulkan serta dapat memuat sanksi administratif. 

Jika para pihak menolak putusan BPSK, langkah apa yang dapat dilakukan? 

Putusan BPSK bersifat final dan mengikat. Apabila para pihak menolak putusan
BPSK, maka: 

1. Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling


lambat 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut; 
2. Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan yang
diajukan, paling lama 21 hari sejak diterimanya keberatan;
3. Pelaku usaha yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri dapat
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling
lambat 14 hari. Mahkamah Agung akan mengeluarkan putusannya paling
lambat 30 hari sejak menerima permohonan kasasi atas keberatan
tersebut. 

Apa Konsekuensi Bagi Para Pihak yang Tidak Melaksanakan Putusan? 

Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu 14 hari, maka
dianggap menerima putusan BPSK dan wajib melaksanakannya paling lambat 5
hari kerja setelah melampaui batas waktu mengajukan keberatan. 

Jika pelaku usaha tidak melaksanakan putusan tersebut, maka BPSK dapat
melimpahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan
sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku. 

Penyelesaian Sengketa Secara Online

26
Online Dispute Resolution (“ODR”) yang memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi sebagai metode penyelesaian sengketa yang ada. Pelaksanaan ODR
sendiri dapat sesederhana penggunaan teknologi seperti e-mail, videoconference
atau chatting, dan juga termasuk model penyelesaian sengketa yang sudah ada,
serta pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa baru melalui penggunaan
teknologi yang lebih canggih seperti AI atau algoritma, yang mampu memberikan
proposal penyelesaian dengan atau tanpa campur tangan manusia. 4
Fleksibilitas
ODR ini membuat proses penyelesaian sengketa menjadi layak dalam kaitannya
dengan transaksi business-to-consumer (B2C), serta Business-to-Business (B2B).

Meskipun konsep ODR masih berkembang di Indonesia dan saat ini tercakup
dalam ketentuan yang masih tersebar di beberapa kerangka peraturan, sangat
penting bagi pelanggan untuk memahami mekanisme yang mendasarinya,
sehingga mereka dapat menggunakan metode baru ini secara cepat dan efisien
untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin dialami dalam transaksi digital
mereka.

Mekanisme dan Peraturan Umum 

Meskipun satu kerangka hukum dan peraturan komprehensif yang secara khusus
mengatur ODR belum diperkenalkan, ODR telah dibahas dalam beberapa
peraturan. Salah satunya adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 1990 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase”)
yang memungkinkan penggunaan media elektronik (misalnya teleks, telegram,
faksimili, email atau bentuk komunikasi lainnya) dalam pelaksanaan proses
arbitrase.Memang Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sendiri telah
memberlakukan transformasi digital sebagai alternatif dari proses arbitrase
konvensional.5

Selanjutnya, Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


(“UU Perlindungan Konsumen”) memungkinkan penyelesaian sengketa
konsumen melalui metode di luar pengadilan atau non-litigasi, dengan ketentuan
4 PSHK, “Digitalisasi dan Askses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia”, Jakarta:
PSHK, hlm.10 - 11
5 Iwan Sutiawan, “Transformasi Digital BANI dan 44 Tahun Kiprah Tangani Arbitrase”

27
bahwa metode tersebut disetujui oleh pihak terkait. Demikian pula, Undang-
Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
ITE”) juga memungkinkan para pihak yang bersengketa untuk menentukan
mekanisme penyelesaian sengketanya. Meskipun undang-undang tersebut tidak
secara langsung membahas ODR, ketentuan yang terkandung di dalamnya dapat
menjadi dasar bagi pihak yang bersengketa untuk memilih ODR sebagai proses
penyelesaian yang diinginkan.

ODR secara langsung dibahas di bawah Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun


2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“Peraturan 80/2019”),
yang memungkinkan penyelesaian sengketa e-commerce melalui platform
elektronik (ODR) yang diselenggarakan oleh advokat/mediator, lembaga arbitrase
online terakreditasi, dan lembaga pemerintah yang berwenang.

Secara umum, ODR mencakup empat mekanisme spesifik, sebagai berikut: 6

Sistem ODR Keterangan


Melibatkan penggunaan sistem pakar untuk secara
Penyelesaian Online
otomatis menyelesaikan klaim finansial
Melibatkan penggunaan situs web untuk menyelesaikan
Arbitrase Online
sengketa dengan bantuan arbiter yang memenuhi syarat
Penyelesaian Online Melibatkan penggunaan email untuk menangani jenis
Pengaduan keluhan konsumen tertentu
Konsumen
Melibatkan penggunaan situs web untuk menyelesaikan
Mediasi Online sengketa dengan bantuan mediator yang memenuhi
syarat

Perlu dicatat bahwa meskipun berbagai teknologi yang digunakan melalui


mekanisme ODR berbeda antara satu platform dan lainnya, secara umum,
mekanisme ini menampilkan teknologi seperti email, sistem feedback, sistem

6 Esther van den Heuvel, “Online Dispute Resolution as a Solution to Cross Border E-
Disputes: An Introduction to ODR”, OECD.

28
online chat, konferensi audio dan video, serta teknologi kecerdasan buatan
(artificial intelligence).7

Pelaksanaan ODR di Indonesia

Meskipun tidak ada lembaga di Indonesia yang secara eksplisit mengidentifikasi


diri sebagai penyedia ODR, sejumlah organisasi yang beroperasi di dalam negeri,
baik milik negara maupun swasta, saat ini menawarkan beberapa jenis fasilitas
ODR. Tabel di bawah ini menjabarkan berbagai mekanisme ODR yang tersedia
pada organisasi-organisasi tersebut:

Organisasi Milik
Mekanisme ODR
Negara
Mahkamah Agung Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019 tentang E-
Indonesia Court (“Peraturan 1/2019”) memungkinkan
dilaksanakannya manajemen perkara dan proses
pengadilan secara elektronik, antara lain sebagai berikut:
1) Administrasi Elektronik pemasukan perkara dan
pengurusan perkara; 2) Panggilan dan pemberitahuan
elektronik; 3) Uji coba elektronik; dan 4)
Penyerahan/pembacaan putusan secara elektronik oleh
hakim/hakim ketua.

Sistem e-court, jika digunakan dalam kaitannya dengan


proses gugatan kecil, sebagaimana diatur secara khusus
dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 tahun 2015,
harus memberikan publik Indonesia ke proses
penyelesaian sengketa yang cepat dan efektif. Pelaksanaan

7 Muhammad Faiz Aziz dan Muhammad Arif Hidayah, “Perlunya Pengaturan Khusus
Online Dispute Resolution (ODR) di Indonesia untuk Fasilitasi Penyelesaian Sengketa E-
Commerce” Jurnal Rechtsvinding, Vol. 9, No. 2, hal.287

29
tersebut sudah layak karena Perubahan Peraturan 2/2015
memungkinkan mekanisme e-court untuk digunakan
dalam kaitannya dengan proses gugatan kecil.
BANI Melalui penerbitan Keputusan No.
20.015/V/SK-BANI/HU (“Keputusan 20.015”), BANI
menetapkan prosedur untuk pelaksanaan arbitrase melalui
sarana elektronik. Ini termasuk, namun tidak terbatas
pada, telekonferensi, konferensi video dan konferensi
virtual.

Namun, prosedur arbitrase elektronik yang ditawarkan


oleh BANI hanya dapat digunakan dalam keadaan darurat
(yaitu, pandemi, bencana alam, dll.) atau dalam keadaan
khusus (yaitu, para pihak mengalami kesulitan bepergian
ke lokasi fisik yang relevan karena keadaan darurat atau
penyakit tersebut).
Otoritas Jasa Melalui penerbitan Peraturan No.
Keuangan 61/POJK.07/2020 (“Peraturan 61/2020”), OJK
(“OJK”) membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
Sektor Jasa Keuangan (“LAPS SJK”), yang dapat
melaksanakan proses penyelesaian sengketa melalui
media elektronik, selama platform tersebut
memungkinkan pihak untuk mendengar dan/atau melihat
dan mendengar satu sama lain.

30
Organisasi Milik
Mekanisme ODR
Swasta
Tokopedia Tokopedia menggunakan Pusat Resolusi sendiri, yang
disediakan untuk penggunanya untuk membantu
menyelesaikan perselisihan transaksi yang timbul antara
vendor dan pembeli. Pusat Resolusi Tokopedia
menyimpan dana yang relevan hingga perselisihan
diselesaikan.
Shopee Shopee juga mengoperasikan Pusat Penyelesaian Sengketa
sendiri melalui aplikasinya, yang memungkinkan pembeli
dan vendor untuk terlibat dalam diskusi dan negosiasi
langsung mengenai cara terbaik untuk menyelesaikan
perselisihan mereka. Jika pihak yang bersengketa gagal
mencapai kesepakatan sendiri, maka mereka dapat
meminta bantuan dari tim mediasi Shopee, yang kemudian
akan melibatkan diri secara langsung dalam diskusi
terkait. Pembeli dan vendor juga didorong untuk
menyerahkan bukti yang relevan melalui aplikasi.

31
Bukalapak Bukalapak memiliki kebijakan Diskusi Pengembalian
yang membantu menyelesaikan masalah yang muncul
antara penjual dan pembeli melalui diskusi yang diadakan
antara penjual dan tim admin aplikasi dengan tujuan untuk
mencapai kesepakatan atas keluhan yang menyangkut
pengembalian barang (retur). Pembeli harus
menyampaikan keluhannya terkait pengembalian barang
(retur) ke Bukalapak dalam waktu 2 x 24 jam sejak barang
dinyatakan telah diterima oleh jasa pengiriman yang
bersangkutan, dengan ketentuan pembayaran terkait
belum diteruskan ke vendor tersebut.

Lazada Melalui aplikasinya, konsumen dapat meminta


pengembalian barang yang telah dibeli kepada vendor
yang bersangkutan. Jika vendor menolak untuk menerima
pengembalian barang, maka konsumen dapat meminta
negosiasi lebih lanjut dengan vendor (dengan tambahan
opsional penyerahan bukti foto), yang kemudian akan
difasilitasi oleh tim internal Lazada dalam waktu tiga hari.

Penting juga untuk dicatat bahwa kekuatan dan kelemahan ODR sebagai
mekanisme penyelesaian sengketa harus dipertimbangkan oleh pihak terkait
ketika memilih pendekatan ini. 

Tindakan yang Direkomendasikan

Sebagaimana diuraikan secara singkat di atas, ODR di Indonesia masih dalam


tahap pengembangan. Oleh karena itu, tindakan lebih lanjut harus diambil oleh
pemangku kepentingan guna meningkatkan situasi saat ini. Rekomendasi kami
adalah seperti yang tercantum di bawah ini:

32
A. Pemerintah

Salah satu isu utama seputar penerapan ODR di Indonesia adalah belum adanya
regulasi khusus yang mengatur lebih lanjut tentang mekanisme dan prosedur ODR
yang dapat diterapkan di dalam negeri. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah
untuk mempercepat pengembangan regulasi khusus yang bertujuan untuk
meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap transaksi online/digital yang pada
akhirnya dapat meningkatkan ekonomi digital nasional. Beberapa hal khusus perlu
dibahas di bawah peraturan khusus ODR tersebut, seperti: 8

1. Pengertian dan 1. Prosedur dan 1. Integrasi dengan


penetapan mekanisme sistem negara
pemangku ODR; lain;
kepentingan; 2. Privasi dan 2. Pengembangan
2. Lingkup objek perlindungan kesadaran,
yang data; literasi dan
disengketakan; 3. Konektivitas kapasitas ODR;
3. Manajemen data; dengan sistem dan
4. Anti-forum peradilan; 3. Pemantauan dan
shopping; 4. Keamanan dan pengawasan.
keandalan
sistem;

Selain rekomendasi di atas, OJK juga mendesak penerapan ODR di Indonesia


secara terintegrasi, yang meliputi tahapan sebagai berikut: 9

1. Penyampaian pengaduan dan dokumen pendukung;


2. Verifikasi online atas hal-hal di atas;
3. Fasilitasi dan mediasi online; dan
8 PSHK, “Digitalisasi dan Askes Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia”, Jakarta:
PSHK, hlm.99 - 100.
9 OJK, “Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Online Dispute
Resolution (ODR)”, hal.29 – 30.

33
4. Ajudikasi dan arbitrase online.

Terakhir, pemerintah juga perlu memastikan kualitas infrastruktur internet/online


Indonesia yang kuat dan infrastruktur tersebut tersebar secara merata di seluruh
wilayah negara untuk memastikan ODR dapat diakses oleh seluruh warga negara
Indonesia, termasuk yang berada di daerah yang lebih terpencil.

Penyelenggara ODR

Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan ODR untuk menyelesaikan sengketa


yang muncul antara konsumen dan pemilik usaha, penting bagi lembaga
publik/swasta yang menyelenggarakan mekanisme ODR untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap alternatif penyelesaian sengketa ini. Salah satu
cara untuk mencapai hal ini adalah dengan mempromosikan mekanisme ODR
mereka sendiri secara aktif melalui berbagai saluran seperti seminar/webinar dan
platform media sosial. Penting juga bagi organisasi yang berfokus pada isu-isu
terkait perlindungan konsumen, seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN), untuk terus membahas ODR sebagai bagian dari upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan mempromosikan proses pengembangan regulasi
kepada pemerintah.

Selain meningkatkan kesadaran, penting juga bagi penyelenggara untuk terus


meningkatkan aksesibilitas dan transparansi sistem ODR mereka kepada
konsumen. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai cara, seperti mendirikan pusat
informasi yang mudah diakses konsumen mengenai pemanfaatan ODR,
memberikan pedoman yang jelas dan mudah dipahami untuk mengakses ODR
melalui situs web/aplikasi mereka, atau standarisasi mekanisme. dan prosedur
untuk setiap ODR. Pendekatan terakhir dapat dicapai melalui kerjasama antara
penyelenggara ODR dan pemerintah.

Konsumen

Untuk dapat memanfaatkan mekanisme ODR secara efektif, pemahaman


dan pengetahuan dasar tentang ODR sangat penting. Oleh karena itu, konsumen

34
harus mencoba dan membiasakan diri dengan konsep ODR, serta berbagai
manfaat dan tantangan yang dapat mereka alami dalam proses ODR. Selanjutnya,
sebagaimana diatur dalam UU ITE, masyarakat didorong untuk terus
memanfaatkan sistem elektronik dan transaksi elektronik dalam rangka
meningkatkan teknologi informasi yang tersedia. Seiring dengan perkembangan
teknologi ini, layanan yang mampu memberikan berbagai pilihan kepada
konsumen terkait dengan proses penyelesaian sengketa juga harus ditingkatkan.

I. Kelebihan Dan Kekurangan Dalam E-Commerce

Selain kemudahan dalam bertransaksi, e-commerce juga memiliki keunggulan


lainnya antara lain sebagai berikut.

1. Memperluas potensi pasar yang besar karena semua orang di belahan


dunia manapun dapat mengakses dan melakukan transaksi jual-beli tanpa
adanya batasan geografis, asalkan memiliki gadget dan internet.
2. Menghemat biaya untuk promosi atau pemasaran.
3. Tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa tempat usaha.
4. Barang dagangan dapat dipajang selama 24 jam dan transaksi juga dapat
dilakukan 24 jam atau dapat diatur sesuai kebutuhan.
5. Biaya operasional seperti gaji karyawan dapat lebih efisien karena jumlah
karyawan yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan toko konvensional.
6. Meningkatkan customer loyalty dengan adanya informasi lengkap dan
dapat diakses setiap saat.
7. Menghemat waktu karena transaksi dapat dilakukan tanpa harus bepergian
atau menunggu antrian.
8. Pembayaran lebih praktis dan aman karena dapat dilakukan dengan
berbagai cara yaitu melalui virtual account transfer, transfer bank, atau
uang elektronik.
9. Harga lebih terjangkau karena Anda dapat membandingkan harga barang
atau jasa di beberapa e-commerce dan mencari harga yang lebih murah.

35
10. Produk dan layanan lebih bervariasi. Anda dapat mencari barang apapun
sesuai kebutuhan hanya melalui gadget tanpa perlu bepergian berpindah-
pindah toko.

Selain keunggulan yang ditawarkan oleh e-commerce, ada pula beberapa


kekurangan yang perlu diwaspadai dan dihindari. Berikut adalah beberapa
kekurangannya.

1. Rawan penipuan. Meskipun lebih mudah dalam bertransaksi, tidak jarang


juga terjadi penipuan karena toko dalam e-commerce bisa dibuat oleh
siapa saja bahkan tanpa modal. Ditambah lagi data yang diinput dapat
dimanipulasi sedemikian rupa hingga terkadang tidak terdeteksi apakah
toko atau pelanggan tersebut asli atau tipuan.
2. Ketergantungan terhadap teknologi terutama gadget dan internet.
Kemudahan yang diberikan melalui e-commerce dapat membuat seseorang
terkadang hilang kendali dalam berbelanja dan hanya terpaku pada
gadgetnya. Selain itu, kecanduan internet juga membuat seseorang
menjadi tidak mampu berkomunikasi secara langsung ketika harus
melakukan transaksi secara langsung.
3. Undang-Undang yang mengatur kegiatan e-commerce masih kurang
memadai, baik secara nasional maupun internasional.
4. Pelanggan tidak dapat menyentuh atau mencoba langsung barang yang
ingin dibelinya, sehingga terkadang barang yang didapatkan tidak sesuai
gambar atau ekspektasi.
5. Hilangnya privasi, cakupan wilayah, serta identitas tersebar luas dapat
menimbulkan terjadinya manipulasi data dan penyalahgunaan.
6. Akses e-commerce hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki
gadget dan koneksi internet saja sehingga tidak mencakup keseluruhan
status sosial. Dapat dikatakan, e-commerce hanya dapat diakses oleh orang
dengan status sosial menengah ke atas.
7. Berpotensi “mematikan” pasar konvensional. Tidak semua orang memiliki
gadget, koneksi internet, dan paham teknologi. Contohnya seperti orang-
orang tua atau yang minim pendidikan dengan status sosial tingkat bawah

36
yang masih membutuhkan pasar konvensional sebagai pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Sementara itu, pasar didominasi oleh e-commerce
dan pelanggan lebih banyak menggunakan e-commerce. Sehingga,
penghasilan toko/pasar konvensional semakin berkurang dan akhirnya
mengalami kebangkrutan.

J.Perkembangan E-Commerce Di Indonesia Saat ini

Lahirnya e-commerce di Indonesia bermula dari hadirnya IndoNet. Saat


itu, IndoNet sebagai Internet Service Provider (ISP) di Indonesia. Kemunculan
IndoNet menjadi cikal bakal pemanfaatan teknologi dalam segala bidang. Tidak
terkecuali pada bisnis online. 

Kemudian, pada tahun 1996, muncul Dyviacom Intrabumi atau D-Net yang
dianggap sebagai perintis jual beli online. Kehadiran media transaksi ini tentu saja
menjadi kabar yang baik tidak hanya pemilik bisnis melainkan konsumen. Dengan
menggunakan internet, proses transaksi akan jauh lebih mudah. Akan tetapi, pada
mulanya, penggunaan internet hanya sebatas menampilkan produk. Untuk
transaksi pembayaran, tetap saja antara penjual dan konsumen harus bertemu.
Istilah tersebut kemudian hari dinamakan cash on delivery (COD). Seiring
berkembangnya kemajuan teknologi, hadir pula toko online. Kemudian, inilah
titik mula munculnya e-commerce di Indonesia. 

Tahun 2010-2011, satu per satu e-commerce di Indonesia mulai


menampakkan diri. Salah satunya Go-Jek. Aplikasi yang pada mulanya hanya
mengantar dan menjemput pelanggan. Namun kini bertambah fiturnya dengan
pemesanan makanan hingga membayar tagihan listrik, telepon, dan sebagainya.
Tidak heran apabila Go-Jek dikatakan sebagai startup dengan level Unicorn
karena valuasinya mencapai Rp1 miliar lebih. Inovasi yang dilakukan oleh Go-Jek
memberikan banyak inspirasi ke e-commerce lainnya. Maka kemunculan Go-Jek
juga diikuti oleh e-commerce seperti Shopee, Tokopedia,

37
Saat ini, bisa dikatakan bahwa era keemasan e-commerce di Indonesia.
Anda akan sangat jarang menemukan konsumen yang membelanjakan uangnya
tidak melalui e-commerce. Apalagi saat pandemi seperti ini. Semuanya hanya
butuh klik dan transaksi akan terjadi. Total transaksi e-commerce menunjukkan
perkembangan yang positif. Bank Indonesia (BI) mencatat, sepanjang semester I-
2022, total nilai transaksi e-commerce mencapai Rp 227,8 triliun, atau naik 22,1%
dari periode sama tahun sebelumnya. Dari sisi volume pun terjadi peningkatan
yang cukup signifikan. Di mana, sepanjang Januari-Juni 2022, total volume
transaksi e-commerce tercatat 1,74 juta transaksi atau tumbuh 39,9% yoy.

Dalam buku Kajian Stabilitas Keuangan Semester I-2022 edisi Oktober


2022, bank sentral menyebut, transaksi ekonomi dan keuangan digital memang
makin digandrungi oleh masyarakat. Ini makin meluas ke berbagai lapisan
masyarakat dan bahkan menjadi preferensi serta kebiasaan baru.Selain terlihat
dari total nilai dan volume transaksi e-commerce, transaksi uang elektronik juga
meningkat. Dalam periode tersebut, transaksi uang elektronik tercatat Rp 185,7
triliun atau tumbuh 40,6% yoy. Demikian dengan nilai transaksi layanan
perbankan digital tercatat Rp 25.104 triliun atau naik 40,2% yoy. Transaksi
penggunaan QRIS juga terus meningkat. Dari nominalnya tumbuh pesat 322,5%
yoy. Sedangkan volumenya tumbuh 194,4% yoy. Pertumbuhan transaksi QRIS ini
sejalan dengan akseptansi masyarakat.

38
BAB III

PENUTUP
A.Kesimpulan
E-commerce adalah singkatan dari dua kata, yakni electronic dan
commerce. Bila diartikan secara harfiah, artinya adalah perdagangan elektronik.
Maksudnya, segala bentuk perdagangan meliputi proses pemasaran barang sampai
dengan distribusi yang dilakukan melalui jaringan elektronik atau online.

Dengan adanya produk hukum yang diciptakan oleh UNCITRAL, maka


negara-negara bebas untuk mengikuti sebagian atau menolak Model Law on
Electronic Commerce tersebut. Di Indonesia yang menjadi dasar hukum utama
bagi konsumen yang melakukan transaksi e-commerce ialah Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik yakni Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik. Dalam Undang-undang ini tepatnya pada
Pasal 2 mengatur bagi setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang
berada di wilayah Indonesia maupun diluar Indonesia.

Hak dan Kewajiban para pihak dalam bertransaksi online diatur dalam UU
PK. Hak konsumen diatur dalam Pasal 4, Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal
5, sedangkan Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan Kewajiban pelaku usaha
diatur dalam pasal 7.

Saat ini, bisa dikatakan bahwa era keemasan e-commerce di Indonesia.


Anda akan sangat jarang menemukan konsumen yang membelanjakan uangnya
tidak melalui e-commerce. Apalagi saat pandemi seperti ini. Semuanya hanya
butuh klik dan transaksi akan terjadi. Total transaksi e-commerce menunjukkan
perkembangan yang positif.

39
B.Saran

Di Indonesia masih dalam tahap pengembangan mengenai e-commerce,


pemerintah juga perlu memastikan kualitas infrastruktur internet/online Indonesia
yang kuat dan infrastruktur tersebut tersebar secara merata di seluruh wilayah
negara untuk memastikan e-commerce dapat diakses oleh seluruh warga negara
Indonesia, termasuk yang berada di daerah yang lebih terpencil.

40
DAFTAR PUSTAKA

A.Buku dan/atau Jurnal

Adolf, Huala, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, PT RajaGrafindo


Persada, Jakarta.
Ahmad Firmansyah, “Kajian Kendala Implementasi E-Commerce Di Indonesia”,
Jurnal Masyrakat Telematika dan Informasi, Vol. 8, No. 2 Oktober-Desember
2017.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen,
Pustaka Nasional.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen,
Pustaka
Bintoro, Rahadi Rasi. 2011. Penerapan Hukum dalam Penyelesaian Sengketa
Transaksi Elektronik Di Peradilan Umum, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 11,
Nomor 2.
Cakrawala, Andi Julia. 2015. Penerapan Konsep Hukum Arbitrase Online Di
Indonesia. Yogyakarta : Rangkang Education.
Chandra, Adel. 2014. “Penyelesaian Sengketa Transaksi Elektronik Melalui
Online Dispute Resolution (ODR) Kaitan Dengan UU Informasi dan Transaksi
Elektronik No. 11 Tahun 2008.” Jurnal Ilmu Komputer, 10 (2).
Esther van den Heuvel, “Online Dispute Resolution as a Solution to Cross Border
E-Disputes: An Introduction to ODR”, OECD.
Fuady, Munir, 2003, Arbitrase Nasional “Alternatif Penyelesaian Sengketa”,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Iwan Sutiawan, “Transformasi Digital BANI dan 44 Tahun Kiprah Tangani
Arbitrase”
Kantaatmadja, Mieke Komar, et.al (eds.) , 2002, Cyber Law: Suatu Pengantar,
Elips, Jakarta.
Makarim, Edmond. 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Margono, Suyud, 2001, Perlembagaan Alternative Dispute Resolution (ADR):
Dalam Prospek dan Pelaksanaannya Arbitrase di Indonesia, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Muhammad Faiz Aziz dan Muhammad Arif Hidayah, “Perlunya Pengaturan
Khusus Online Dispute Resolution (ODR) di Indonesia untuk Fasilitasi
Penyelesaian Sengketa E-Commerce” Jurnal Rechtsvinding, Vol. 9, No. 2,
hal.287

41
Nasional. R.M Suryodiningrat, 1996, Perikatan-perikatan Bersumber Perjanjian,
Tarsito, Bandung.
OJK, “Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Online Dispute
Resolution (ODR)”.
PSHK, “Digitalisasi dan Askses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia”,
Jakarta: PSHK.
Sanusi, Arsyad. 2001. E-Commerce Hukum dan Solusinya. Jakarta : PT. Mizan
Grafika Sarana.
Sri Peni Mugi Handayani dan Eka purnama, “Pembuatan Websaite E-commerce
Pada Distro Java Trend” Artikel pada seruni-Seminar Riset Unggulan nasional
Informatika dan Komputer, FTI UNSA, Vol. 2 No. 1 Maret 2013.

B.Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

42

Anda mungkin juga menyukai