ELECTRONIC COMMERCE Tama
ELECTRONIC COMMERCE Tama
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Tantri Naratama 20111902
Marthunis 20111903
Muhammad Fauzi Sipahutar 20111011
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I .PENDAHULUAN.......................................................................................4
A.Latar Belakang..................................................................................................4
B.Rumusan Masalah.............................................................................................5
C.Tujuan Penulisan..............................................................................................5
BAB II .PEMBAHASAN........................................................................................7
A.Pengertian E-Commerce...................................................................................7
B.Sejarah E-Commerce Di Dunia........................................................................8
C.Sejarah E-Commerce Di Indonesia................................................................11
D.Jenis-Jenis E-Commerce Di Indonesia...........................................................12
E. Dasar Hukum E-Commerce Secara Hukum Internasional Dan Hukum Di
Indonesia............................................................................................................16
F.Mekanisme E-Commerce Di Indonesia..........................................................18
G. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam E-Commerce..................................21
H. Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam E-Commerce..............................23
I. Kelebihan Dan Kekurangan Dalam E-Commerce..........................................35
J.Perkembangan E-Commerce Di Indonesia Saat ini.........................................37
BAB III .PENUTUP..............................................................................................39
A.Kesimpulan.....................................................................................................39
B.Saran...............................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
4
pengguna internet maka seharusnya meningkat juga kegiatan jual beli secara
online.
B.Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah Yang Akan Kami Bahas Dalam Penulisan Ini,
Yaitu:
C.Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Dalam Penulisan Ini, Yaitu:
5
6. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Sistem Dan/Atau Mekanisme E-
Commerce Di Indonesia.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian E-Commerce
Loudon
E-commerce adalah suatu proses transaksi jual beli yang dilakukan oleh
penjual dan pembeli dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya secara elektronik
dengan bantuan komputer sebagai perantara transaksinya.
Sedangkan bagi konsumen, saluran ini digunakan untuk mencari informasi sampai
dengan menentukan pilihan dan akhirnya melakukan transaksi sampai selesai.
7
Terdapat 4 perspektif yang mereka kemukakan mengenai definisi e-commerce,
yaitu:
Perspektif Komunikasi
Perspektif Online
Perspektif Layanan
1 Sri Peni Mugi Handayani dan Eka purnama, “Pembuatan Websaite E-commerce Pada
Distro Java Trend” Artikel pada seruni-Seminar Riset Unggulan nasional Informatika dan
Komputer, FTI UNSA, Vol. 2 No. 1 Maret 2013. hlm. 19.
8
Istilah 'digital economy' dicetuskan pertama kalinya oleh Don Tapscott pada
tahun 1995 dalam buku best seller yang berjudul The Digital Economy : Promise
and Peril in the Age of Networked Intelligence. Ketika dirinya menulis buku
tersebut 20 tahun yang lalu, ia menyatakan bahwa internet akan
sepenuhnya mengubah sifat bisnis dan pemerintahan. Teknologi digital dengan
cepat mengubah praktek bisnis, ekonomi dan masyarakat. Ekonomi digital,
kadang-kadang juga disebut "bisnis digital" telah menjadi filosofi bagi banyak tim
eksekutif puncak karena mereka mencari keunggulan kompetitif dalam dunia yang
bergerak cepat dengan adanya perubahan teknologi.
Ketika kita berbicara tentang teknologi digital, kita tidak hanya berbicara
tentang internet, atau hanya ICT (teknologi informasi dan komunikasi), tetapi
konsep-konsep lain seperti telepon selular, telekomunikasi atau konten (Mochón,
F. & Gonzalvez, J.C., 2015). Revolusi yang sangat besar dalam bidang bisnis
adalah bagaimana terjadinya perubahan yang cukup signifikan atas konsep
pasar.Perubahan besar dan mendasar yang ditawarkan oleh e-commerce
menjadikannya kegiatan ekonomi yang sangat potensial bagi negara-negara di
seluruh dunia. Dengan jangkauannya yang bersifat mengglobal, dalam arti
pedagang ataupun pembeli dapat berasal dari seluruh dunia maka aspek-aspek
universalitas akan menjadi fondasi dasar terbentuknya kegiatan e-commerce ini.
9
E-commerce pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat
pertama kali banner-elektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di
suatu halaman-web (website).
10
Perdagangan elektronik (bahasa Inggris: electronic commerce atau e-
commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa
melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan
komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik,
pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem
pengumpulan data otomatis.Industri teknologi informasi melihat kegiatan e-
commerce ini sebagai aplikasi dan penerapan dari e-bisnis (e-business) yang
berkaitan dengan transaksi komersial, seperti: transfer dana secara elektronik,
SCM (supply chain management), pemasaran elektronik (e-marketing), atau
pemasaran online (online marketing), pemrosesan transaksi online (online
transaction processing), pertukaran data elektronik (electronic data
interchange /EDI), dll.
11
on delivery (COD).Tren jual-beli online pun secara lambat-laun terus bertumbuh,
dan pada tahun 1999, muncullah platform Kaskus yang terkenal dengan salah satu
kanalnya yang bernama Forum Jual Beli (FJB).
Pada saat itu, masih menggunakan program yang sangat sederhana, dan
bahkan para karyawannya pun masih buta dengan internet. Memasuki periode
2000-an, muncul Lippo Shop, platform perdagangan elektronik dari Lippo Group.
Lalu, setahun kemudian, pemerintah pun mulai menyusun rancangan undang-
undang e-commerce di Indonesia. Pada tahun 2003, Multiply Inc., perusahaan
yang berpusat di Florida Amerika Serikat, meluncurkan platform multiply.com
yang sebelumnya berfungsi sebagai jejaring sosial untuk berbagi foto, video,
musik, dan blog.
1. Business-to-Business (B2B)
Bisa dibilang bahwa B2B adalah jenis e-commerce yang paling besar karena
berhubungan langsung dengan transaksi yang dilakukan antar perusahaan atau
12
bidang usaha. Jumlah pembelian produk pada setiap transaksi B2B biasanya
dalam jumlah yang besar.
2. Business-to-Consumers (B2C)
Konsepnya mungkin sama dengan sistem jual beli secara ecer, yang membedakan
adalah proses perdagangan dan transaksinya dilakukan secara online, bukan
dengan cara konvensional seperti biasanya.
3. Consumer-to-Consumer (C2C)
Contoh media yang dimaksud adalah website yang bisa mempertemukan pihak
penjual dan pembelinya, seperti OLX atau Kaskus.
4. Consumer-to-Business (C2B)
C2B merupakan konsep yang berbanding terbalik dengan B2C. Di sini, yang
terjadi adalah proses jual beli dan transaksi berlangsung dari pihak konsumen
kepada perusahaan.
13
Pada konsep ini, konsumen berperan sebagai pihak yang menyediakan layanan
produk atau jasa untuk dipasarkan kepada perusahaan yang membutuhkan. Dalam
model C2B, bisnis atau perusahaan mendapat untung dari kesediaan konsumen
untuk menjual barang atau jasa kepada perusahaan, sedangkan konsumen akan
mendapatkan untung dari penyediaan atau penjualan itu dengan pembayaran
langsung, atau mendapatkan produk dan layanan gratis atau dengan harga lebih
rendah sebagai gantinya.
5. Online-to-Offline (O2O)
Jenis e-commerce seperti ini biasanya menggunakan dua saluran pada layanan
perdagangannya, yakni dengan online dan offline. Jaringannya ada pada sistem
online, namun eksekusinya bukan hanya bisa dilakukan dengan online, melainkan
bisa juga dengan offline.
Contoh yang paling nyata dari konsep seperti ini adalah layanan Gojek atau Grab,
yang bisa melakukan dua jenis transaksi online dan offline.
6. Consumer-to-Administration (C2A)
C2A pada dasarnya hampir sama dengan konsep yang ada dalam C2B.
Perbedaannya terletak pada tujuan sasaran penjualan. Bila dalam C2B, pihak
konsumen menawarkan produk atau jasanya pada perusahaan, dalam C2A
kegiatan tersebut ditawarkan kepada pihak pemerintah.
Dalam konsep yang satu ini, biasanya cukup jarang ditemui transaksi produk,
yang lebih sering terjadi adalah transaksi layanan jasa.
Pada jenis-jenis e-commerce yang satu ini, pihak produsen atau perusahaan
menawarkan dan memasarkan produk dan jasanya kepada pihak pemerintah.
Biasanya transaksi dan proses jual beli dilakukan dengan cara tender.
14
Contoh E-commerce adalah
Penjualan makanan
Bukalapak
Kaskus
OLX
Google Adsense
iStock Photo
Gojek
Grab
Matahari Online
15
BPJS Kesehatan online
g) Contoh E-commerce
16
merupakan aturan atau regulasi internasional yang dibentuk dengan tujuan untuk
mengelompokkan suatu aturan-aturan hukum agar di dalam penggunaanya
transaksi internasional mempunyai dasar hukum yang sudah mengaturnya secara
tersendiri.
Salah satu produk hukum dari UNCITRAL ialah Model Law on Electronic
Commerce yang bertujuan untuk menggalakkan aturan hukum yang seragam
dalam penggunaan jaringan komputer guna transaksi komersial. Terdapat 3 tujuan
pemilihan Model Law (model hukum) ini yakni:
17
Dalam UU ITE mengatur tentang prinsip itikad baik dalam melakukan
suatu transaksi elektronik. Pada Pasal 17 ayat (2) UU ITE menyebutkan bahwa
"Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi
berlangsung", ketentuan tersebut menjadi dasar penting dalam melakukan suatu
transaksi elektronik melalui e-commerce harus dilaksanakan dengan prinsip itikad
baik oleh para pihak yang berkepentingan.
Selain itu, di dalam Pasal 18 ayat (2) dan (3) mengatur pihak yang
melakukan transaksi boleh memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik
internasional, namun jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam
transaksinya maka hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional. Pada Pasal 18 ayat (4) dan (5) mengatur Para pihak memiliki
kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya akibat sengketa timbul dari Transaksi
Elektronik internasional tersebut, namun jika para pihak tidak melakukan pilihan
forum penyelesaian sengketa, maka penetapan forum pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya didasarkan pada asas Hukum
Perdata Internasional.
Dalam Pasal 18 ayat (2), (3), (4), dan (5) tersebut jelas mengatur tentang
transaksi elektronik melalui e-commerce dengan skala internasional. Dengan kata
lain ketentuan pada Pasal 18 ayat (2), (3), (4), dan (5) tersebut merupakan salah
satu lex specialis bagi e-commerce atau transaksi elektronik internasional yang
terdapat pada UU ITE yang berlaku di Indonesia.
18
1. Mengolah data mentah menjadi informasi yang dapat dimanfaatkan bersama
oleh para pelaku bisnis dan konsumen; dan
Dari beragam jenis aplikasi E-Commerce yang ada, secara prinsip mekanisme
kerjanya kurang lebih sama
Ada dua hal utama yang biasa dilakukan oleh konsumen (Customers) di
dunia maya (arena transaksi yang terbentuk karena adanya jaringan internet).
Pertama adalah melihat produk-produk atau jasa-jasa yang diiklankan oleh
perusahaan terkait melalui website-nya (Online Ads). Kedua adalah mencari data
atau informasi tertentu yang dibutuhkan sehubungan dengan proses transaksi
bisnis atau dagang (jual beli) yang akan dilakukan.
Jika tertarik dengan produk atau jasa yang ditawarkan, konsumen dapat
melakukan transaksi perdagangan dengan dua cara. Cara pertama adalah secara
konvensional (Standard Orders) seperti yang selama ini dilakukan, baik melalui
telepon, faks, atau langsung datang ke tempat penjualan produk atau jasa terkait.
Cara kedua adalah melakukan pemesanan secara elektronik (Online Orders), yaitu
dengan menggunakan perangkat komputer yang dapat ditemukan dimana saja
(rumah, sekolah, tempat kerja, warnet, dsb.).
19
Selanjutnya, melalui internet dapat dilakukan pula aktivitas pasca pembelian,
yaitu pelayanan purna jual (Electronic Customer Support). Proses ini dapat
dilakukan melalui jalur konvensional, seperti telepon, ataupun jalur internet,
seperti email, tele conference, chatting, dan lain-lain. Diharapkan dari interaksi
tersebut di atas, konsumen dapat datang kembali dan melakukan pembelian
produk atau jasa di kemudian hari (Follow-On Sales).
Secara strategis, ada tiga domain besar yang membentuk komunitas E-Commerce,
yaitu: proses, institusi, dan teknologi. Seperti telah dijelaskan di atas, proses yang
terjadi di dalam perdagangan elektronik kurang lebih sama.
1. Proses utama terdiri dari: inbound logistics, production, outbound logistics and
distribution, sales and marketing, dan services; dan
2. Proses penunjang terdiri dari: procurement, firm infrastructure, dan technology.
3. Sementara proses yang melibatkan produk atau jasa digital, akan mengikuti
rantai nilai virtual (virtual value chain) seperti yang diperkenalkan oleh Indrajit
Singha, yang meliputi rangkaian aktivitas: gathering, organizing, selecting,
synthesizing, dan distributing.
Elemen kedua adalah “institusi”. Salah satu prinsip yang dipegang dalam
E-Commerce adalah diterapkannya asas jejaring (inter-networking), dimana
dikatakan bahwa untuk sukses, sebuah perusahaan E-Commerce harus bekerja
sama dengan berbagai institusi-institusi yang ada (perusahaan tidak dapat berdiri
sendiri). Sebuah perusahaan dotcom misalnya, dalam menjalankan prinsip-prinsip
perdagangan elektronik harus bekerja sama dengan pemasok (supplier), pemilik
barang (merchant), penyedia jasa pembayaran (bank), bahkan konsumen
(customers). Kerjasama yang dimaksud di sini akan mencapai tingkat efektivitas
dan efisiensi yang diinginkan dengan cara melakukannya secara otomatis
(melibatkan teknologi komputer dan telekomunikasi).
20
Elemen ketiga adalah “teknologi informasi”. Pada akhirnya secara
operasional, faktor infrastruktur teknologi akan sangat menentukan tingkat kinerja
bisnis E-Commerce yang diinginkan. Ada tiga jenis “tulang punggung” teknologi
informasi yang biasa dipergunakan dalam konteks perdagangan elektronik:
intranet, ekstranet, dan internet. Intranet merupakan infrastruktur teknologi
informasi yang merupakan pengembangan dari teknologi lama semacam LAN
(Local Area Network) dan WAN (Wide Area Network). Prinsip dasar dari intranet
adalah dihubungkannya setiap sumber daya manusia (manajemen, staf, dan
karyawan) di dalam sebuah perusahaan. Dengan adanya jalur komunikasi yang
efisien (secara elektronis), diharapkan proses kolaborasi dan kooperasi dapat
dilakukan secara efektif, sehingga meningkatkan kinerja perusahaan dalam hal
pengambilan keputusan. Setelah sistem intranet terinstalasi dengan baik,
infrastruktur berikut yang dapat dibangun adalah ekstranet. Ekstranet tidak lebih
dari penggabungan dua atau lebih intranet karena adanya hubungan kerja sama
bisnis antara dua atau lebih lembaga. Contohnya adalah sebuah perusahaan yang
membangun “interface” dengan sistem perusahaan rekanannya (pemasok,
distributor, agen, dsb.). Format ekstranet inilah yang menjadi cikal bakal
terjadinya tipe E-Commerce B-to-B (Business-to-Business). Infrastruktur terakhir
yang dewasa ini menjadi primadona dalam perdagangan elektronik adalah
menghubungkan sistem yang ada dengan “public domain”, yang dalam hal ini
diwakili oleh teknologi internet. Internet adalah gerbang masuk ke dunia maya,
dimana produsen dapat dengan mudah menjalin hubungan langsung dengan
seluruh calon pelanggan di seluruh dunia. Di sinilah tipe perdagangan E-
Commerce B-to-C (Business-to-Consumers) dan C-to-C (Consumers-to-
Consumers) dapat diimplementasikan secara penuh.
Para pihak yang terdapat dalam jual beli online adalah konsumen dan
pelaku usaha.3 Hak konsumen diatur dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 8
3 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen, Pustaka
Nasional, h. 38.
21
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut dengan UU
PK), yaitu :
Hak pelaku usaha adalah Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan; Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik; Hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen; Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
22
jasa yang diperdagangkan; Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Sedangkan, kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjual online),
sesuai yang dirumuskan dalam pasal 7 UU PK adalah :
23
pengadilan tergantung dari kesepakatan para pihak. Pada umumnya, proses
beracara sengketa perlindungan konsumen di pengadilan dapat berupa
gugatan perorangan biasa, gugatan sederhana, class action atau gugatan
yang diajukan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dan
pemerintah/instansi terkait. Jenis gugatan ini tergantung pada siapa yang
dirugikan, jumlah orang yang dirugikan dan besarnya kerugian yang
ditimbulkan.
2. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan UU No. 8 Tahun 1999
memberikan kewenangan kepada Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar
pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK dilakukan
dengan cara mediasi, arbitrase atau konsiliasi.
Tahap penyelesaian sengketa oleh BPSK diatur oleh Keputusan Menperindag No.
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, yaitu:
Prosedur Konsiliasi
24
1. Majelis memanggil konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa;
2. Apabila diperlukan, majelis memanggil saksi dan ahli;
3. Majelis bersifat pasif dan proses penyelesaian sengketa
diserahkan sepenuhnya kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik bentuk dan jumlah ganti ruginya;
4. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku
usaha dan mengeluarkan keputusan;
5. Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
konsiliasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha.
Prosedur Mediasi
Prosedur Arbitrase
25
4. Atas putusan BPSK dimintakan penetapan eksekusi oleh
BPSK ke Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang
dirugikan.
Putusan arbitrase Majelis BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau
gugatan dikabulkan serta dapat memuat sanksi administratif.
Jika para pihak menolak putusan BPSK, langkah apa yang dapat dilakukan?
Putusan BPSK bersifat final dan mengikat. Apabila para pihak menolak putusan
BPSK, maka:
Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu 14 hari, maka
dianggap menerima putusan BPSK dan wajib melaksanakannya paling lambat 5
hari kerja setelah melampaui batas waktu mengajukan keberatan.
Jika pelaku usaha tidak melaksanakan putusan tersebut, maka BPSK dapat
melimpahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan
sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku.
26
Online Dispute Resolution (“ODR”) yang memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi sebagai metode penyelesaian sengketa yang ada. Pelaksanaan ODR
sendiri dapat sesederhana penggunaan teknologi seperti e-mail, videoconference
atau chatting, dan juga termasuk model penyelesaian sengketa yang sudah ada,
serta pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa baru melalui penggunaan
teknologi yang lebih canggih seperti AI atau algoritma, yang mampu memberikan
proposal penyelesaian dengan atau tanpa campur tangan manusia. 4
Fleksibilitas
ODR ini membuat proses penyelesaian sengketa menjadi layak dalam kaitannya
dengan transaksi business-to-consumer (B2C), serta Business-to-Business (B2B).
Meskipun konsep ODR masih berkembang di Indonesia dan saat ini tercakup
dalam ketentuan yang masih tersebar di beberapa kerangka peraturan, sangat
penting bagi pelanggan untuk memahami mekanisme yang mendasarinya,
sehingga mereka dapat menggunakan metode baru ini secara cepat dan efisien
untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin dialami dalam transaksi digital
mereka.
Meskipun satu kerangka hukum dan peraturan komprehensif yang secara khusus
mengatur ODR belum diperkenalkan, ODR telah dibahas dalam beberapa
peraturan. Salah satunya adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 1990 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase”)
yang memungkinkan penggunaan media elektronik (misalnya teleks, telegram,
faksimili, email atau bentuk komunikasi lainnya) dalam pelaksanaan proses
arbitrase.Memang Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sendiri telah
memberlakukan transformasi digital sebagai alternatif dari proses arbitrase
konvensional.5
27
bahwa metode tersebut disetujui oleh pihak terkait. Demikian pula, Undang-
Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
ITE”) juga memungkinkan para pihak yang bersengketa untuk menentukan
mekanisme penyelesaian sengketanya. Meskipun undang-undang tersebut tidak
secara langsung membahas ODR, ketentuan yang terkandung di dalamnya dapat
menjadi dasar bagi pihak yang bersengketa untuk memilih ODR sebagai proses
penyelesaian yang diinginkan.
6 Esther van den Heuvel, “Online Dispute Resolution as a Solution to Cross Border E-
Disputes: An Introduction to ODR”, OECD.
28
online chat, konferensi audio dan video, serta teknologi kecerdasan buatan
(artificial intelligence).7
Organisasi Milik
Mekanisme ODR
Negara
Mahkamah Agung Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019 tentang E-
Indonesia Court (“Peraturan 1/2019”) memungkinkan
dilaksanakannya manajemen perkara dan proses
pengadilan secara elektronik, antara lain sebagai berikut:
1) Administrasi Elektronik pemasukan perkara dan
pengurusan perkara; 2) Panggilan dan pemberitahuan
elektronik; 3) Uji coba elektronik; dan 4)
Penyerahan/pembacaan putusan secara elektronik oleh
hakim/hakim ketua.
7 Muhammad Faiz Aziz dan Muhammad Arif Hidayah, “Perlunya Pengaturan Khusus
Online Dispute Resolution (ODR) di Indonesia untuk Fasilitasi Penyelesaian Sengketa E-
Commerce” Jurnal Rechtsvinding, Vol. 9, No. 2, hal.287
29
tersebut sudah layak karena Perubahan Peraturan 2/2015
memungkinkan mekanisme e-court untuk digunakan
dalam kaitannya dengan proses gugatan kecil.
BANI Melalui penerbitan Keputusan No.
20.015/V/SK-BANI/HU (“Keputusan 20.015”), BANI
menetapkan prosedur untuk pelaksanaan arbitrase melalui
sarana elektronik. Ini termasuk, namun tidak terbatas
pada, telekonferensi, konferensi video dan konferensi
virtual.
30
Organisasi Milik
Mekanisme ODR
Swasta
Tokopedia Tokopedia menggunakan Pusat Resolusi sendiri, yang
disediakan untuk penggunanya untuk membantu
menyelesaikan perselisihan transaksi yang timbul antara
vendor dan pembeli. Pusat Resolusi Tokopedia
menyimpan dana yang relevan hingga perselisihan
diselesaikan.
Shopee Shopee juga mengoperasikan Pusat Penyelesaian Sengketa
sendiri melalui aplikasinya, yang memungkinkan pembeli
dan vendor untuk terlibat dalam diskusi dan negosiasi
langsung mengenai cara terbaik untuk menyelesaikan
perselisihan mereka. Jika pihak yang bersengketa gagal
mencapai kesepakatan sendiri, maka mereka dapat
meminta bantuan dari tim mediasi Shopee, yang kemudian
akan melibatkan diri secara langsung dalam diskusi
terkait. Pembeli dan vendor juga didorong untuk
menyerahkan bukti yang relevan melalui aplikasi.
31
Bukalapak Bukalapak memiliki kebijakan Diskusi Pengembalian
yang membantu menyelesaikan masalah yang muncul
antara penjual dan pembeli melalui diskusi yang diadakan
antara penjual dan tim admin aplikasi dengan tujuan untuk
mencapai kesepakatan atas keluhan yang menyangkut
pengembalian barang (retur). Pembeli harus
menyampaikan keluhannya terkait pengembalian barang
(retur) ke Bukalapak dalam waktu 2 x 24 jam sejak barang
dinyatakan telah diterima oleh jasa pengiriman yang
bersangkutan, dengan ketentuan pembayaran terkait
belum diteruskan ke vendor tersebut.
Penting juga untuk dicatat bahwa kekuatan dan kelemahan ODR sebagai
mekanisme penyelesaian sengketa harus dipertimbangkan oleh pihak terkait
ketika memilih pendekatan ini.
32
A. Pemerintah
Salah satu isu utama seputar penerapan ODR di Indonesia adalah belum adanya
regulasi khusus yang mengatur lebih lanjut tentang mekanisme dan prosedur ODR
yang dapat diterapkan di dalam negeri. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah
untuk mempercepat pengembangan regulasi khusus yang bertujuan untuk
meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap transaksi online/digital yang pada
akhirnya dapat meningkatkan ekonomi digital nasional. Beberapa hal khusus perlu
dibahas di bawah peraturan khusus ODR tersebut, seperti: 8
33
4. Ajudikasi dan arbitrase online.
Penyelenggara ODR
Konsumen
34
harus mencoba dan membiasakan diri dengan konsep ODR, serta berbagai
manfaat dan tantangan yang dapat mereka alami dalam proses ODR. Selanjutnya,
sebagaimana diatur dalam UU ITE, masyarakat didorong untuk terus
memanfaatkan sistem elektronik dan transaksi elektronik dalam rangka
meningkatkan teknologi informasi yang tersedia. Seiring dengan perkembangan
teknologi ini, layanan yang mampu memberikan berbagai pilihan kepada
konsumen terkait dengan proses penyelesaian sengketa juga harus ditingkatkan.
35
10. Produk dan layanan lebih bervariasi. Anda dapat mencari barang apapun
sesuai kebutuhan hanya melalui gadget tanpa perlu bepergian berpindah-
pindah toko.
36
yang masih membutuhkan pasar konvensional sebagai pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Sementara itu, pasar didominasi oleh e-commerce
dan pelanggan lebih banyak menggunakan e-commerce. Sehingga,
penghasilan toko/pasar konvensional semakin berkurang dan akhirnya
mengalami kebangkrutan.
Kemudian, pada tahun 1996, muncul Dyviacom Intrabumi atau D-Net yang
dianggap sebagai perintis jual beli online. Kehadiran media transaksi ini tentu saja
menjadi kabar yang baik tidak hanya pemilik bisnis melainkan konsumen. Dengan
menggunakan internet, proses transaksi akan jauh lebih mudah. Akan tetapi, pada
mulanya, penggunaan internet hanya sebatas menampilkan produk. Untuk
transaksi pembayaran, tetap saja antara penjual dan konsumen harus bertemu.
Istilah tersebut kemudian hari dinamakan cash on delivery (COD). Seiring
berkembangnya kemajuan teknologi, hadir pula toko online. Kemudian, inilah
titik mula munculnya e-commerce di Indonesia.
37
Saat ini, bisa dikatakan bahwa era keemasan e-commerce di Indonesia.
Anda akan sangat jarang menemukan konsumen yang membelanjakan uangnya
tidak melalui e-commerce. Apalagi saat pandemi seperti ini. Semuanya hanya
butuh klik dan transaksi akan terjadi. Total transaksi e-commerce menunjukkan
perkembangan yang positif. Bank Indonesia (BI) mencatat, sepanjang semester I-
2022, total nilai transaksi e-commerce mencapai Rp 227,8 triliun, atau naik 22,1%
dari periode sama tahun sebelumnya. Dari sisi volume pun terjadi peningkatan
yang cukup signifikan. Di mana, sepanjang Januari-Juni 2022, total volume
transaksi e-commerce tercatat 1,74 juta transaksi atau tumbuh 39,9% yoy.
38
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
E-commerce adalah singkatan dari dua kata, yakni electronic dan
commerce. Bila diartikan secara harfiah, artinya adalah perdagangan elektronik.
Maksudnya, segala bentuk perdagangan meliputi proses pemasaran barang sampai
dengan distribusi yang dilakukan melalui jaringan elektronik atau online.
Hak dan Kewajiban para pihak dalam bertransaksi online diatur dalam UU
PK. Hak konsumen diatur dalam Pasal 4, Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal
5, sedangkan Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan Kewajiban pelaku usaha
diatur dalam pasal 7.
39
B.Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
41
Nasional. R.M Suryodiningrat, 1996, Perikatan-perikatan Bersumber Perjanjian,
Tarsito, Bandung.
OJK, “Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Online Dispute
Resolution (ODR)”.
PSHK, “Digitalisasi dan Askses Konsumen terhadap Keadilan di Indonesia”,
Jakarta: PSHK.
Sanusi, Arsyad. 2001. E-Commerce Hukum dan Solusinya. Jakarta : PT. Mizan
Grafika Sarana.
Sri Peni Mugi Handayani dan Eka purnama, “Pembuatan Websaite E-commerce
Pada Distro Java Trend” Artikel pada seruni-Seminar Riset Unggulan nasional
Informatika dan Komputer, FTI UNSA, Vol. 2 No. 1 Maret 2013.
B.Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
42