Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

FIQIH INFORMASI
AKHLAK BERMEDIA SOSIAL (AKHLAQUL MEDSOSIYAH)
Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aqidah Akhlak
Dosen: Sarli Amri

Disusun oleh:
Frenky Aji Saputra (2359201014)
Ikhsan Satria Yuda Pratama (2359201011)
Ika

PRODI TEKNOLOGI INFORMASI


FAKULTAS TEKNIK DAN DESAIN
ITB AHMAD DAHLAN
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “AKHLAK
BERMEDIA SOSIAL (AKHLAQUL MEDSOSIYAH)”.
Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan referensi dari
berbagai pihak,makalah ini juga kami susun dengan tujuan memenuhi tugas mata
kuliah Aqidah dan Akhlak.
Dalam kesempatan kali kami ingin berterima kasih kepada dosen mata kuliah
Aqidah dan Akhlak yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Kami sebagai penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh
dari kata sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penyusun dan bagi pembaca.

Tangerang, 10 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Informasi......................................................................................
1. Fase Perkembangan.............................................................................
2. Tipologi Informasi...............................................................................
3. Teori Pewartaan Dalam Islam.............................................................
B. Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi Informasi Serta Pengaruh Dan Efek
Informasi Hoax..........................................................................................
C. Nilai Dasar Islam Terkait Informasi, Prinsip-Prinsip Umum Serta
Pedoman Praktis Berinformasi..................................................................

BAB III KESIMPULAN


A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia maya (daring) hari ini telah menjadi dunia baru bagi masyarakat
untuk berkomunikasi dan berbagi informasi. Kemajuan teknologi telah membawa
fenomena baru dalam berinteraksi menggunakan media daring, khususnya media
sosial yang mampu menghubungkan secara mudah dan murah satu orang dengan
orang lain di tempat yang berbeda. Tidak jarang sebuah informasi menyebar
begitu cepat dalam hitungan detik. Media daring mampu menghilangkan sekat-
sekat budaya dan geografis secara bebas. Sayangnya, kebebasan ini acap kali tidak
dibarengi dengan akurasi, ketelitian, integritas dan keadilan dalam penyampaian
berita. Begitu banyak informasi yang membuat gerah tiap kali membuka media
daring dan media sosial. Belum lagi bertebaran berita hoax yang disebarkan untuk
mencari keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Fenomena ini merupakan
konsekuensi dari kebebasan yang disuguhkan oleh media daring. Tetapi,
dipandang dari nilai-nilai Islam dan adat ketimuran, kebebasan yang tanpa batas
itu berpotensi mengancam prinsip-prinsip kejujuran, persatuan, kebersamaan
maupun hak-hak individu. Di sinilah kemudian pendekatan agama perlu dilakukan
untuk melihat dan memberikan pedoman dalam berkehidupan di dunia maya atau
media daring, lebih khusus media sosial. Tuntunan agama dalam penyelesaian
masalah dipandang efektif, karena ia diyakini masih menjadi sumber pengarah
tingkah laku yang harus dipedomani.
Kebebasan informasi melalui media sosial yang tanpa batas berpotensi
mengancam prinsip-prinsip kejujuran persatuan, kebersamaan maupun hak-hak
individu. Di sinilah kemudian pendekatan agama perlu dilakukan untuk melihat
dan memberikan pedoman dalam berkehidupan di dunia maya atau media daring,
lebih khusus media sosial. Tuntunan agama dalam penyelesaian masalah
dipandang efektif, karena ia diyakini masih menjadi sumber pengarah tingkah
laku yang harus dipedomani. Masyarakat perlu mendapat panduan yang berisikan
nilai, prinsip dan kaidah tentang bagaimana seharusnya memanfaatkan dan
menggunakan media sosial sebagai dunia baru.

B. Rumusan Masalah
Bersumber pada deskripsi yang telah dijabarkan, maka dapat dirumuskan
masalah pokok yang bertujuan agar pembahasan pada makalah ini terstruktur
dengan baik, diantaranya yaitu:
1. Hakikat informasi fase perkembangan dan tipologi informasi, teori perwataan
dalam islam serta penjelasan manusia sebagai mahluk informasi
2. Produksi, distribusi dan konsumsi informasi serta pengaruh dan efek
informasi hoax
3. Nilai nilai dasar islam terkait informasi,prinsip prinsip umum serta pedoman
praktis berinformasi

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan dengan rumusan masalah diatas,tujuan penulisan adalah:
1. Untuk menjelaskan tentang hakikat informasi fase perkembangan dan
tipologi informasi teori perwataan dalam islam serta penjelasan manusia
sebagai mahluk informasi.
2. Untuk menjelaskan tentang Produksi,distribusi dan konsumsi informasi
serta pengaruh dan efek informasi hoax.
3. Untuk menjelaskan tentang nilai nilai dasar islam terkait informasi,prinsip
prinsip umum serta pedoman praktis berinformasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Informasi
Istilah informasi dapat disejajarkan dengan istilah dalam bahasa arab
“khabar” (bentuk jamaknya akhbaar) yang artinya berita. Adapun dalam Undang-
undang No.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, pasal 1,
informasi diberi pengertian sebagai: “Pernyataan, keterangan, gagasan, serta
tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta, maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam
berbagai kemasan dan format sesuai perkembangan teknologi informasi serta
komunikasi secara elektronik ataupun non-elektronik.”
Ada beberapa istilah informasi yang dikenal dalam Islam, yaitu Naba’,
Khabar, dan I’lam. Menurut Ibnu Manzhur, naba’ sinonim dengan kata khabar.
Bentuk pluralnya adalah anba’ (Ibnu Manzhur, t.t.:4315). Kata naba’ beserta
derivasinya disebut sebanyak 68 kali dalam al-Quran. Meskipun sinonim dengan
khabar, kata naba’ ini seringkali digunakan untuk menunjukkan suatu informasi
yang penting. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa naba’ bermakna
informasi yang luar biasa besar (al-ha’il), mengerikan (al-mufzhi’), dan membuat
orang terpukau (al-bahir) (Ibnu Katsir, t.t.: Vol. 15: 227)
Al-Raghib al-Ashfahani mengatakan naba’ adalah informasi yang
mengandung faedah besar, yang dapat menghasilkan sebuah pengetahuan pasti
(al-‘ilm) atau hipotesa kuat (ghalabah al-zhann). Karenanya, suatu informasi tidak
dapat dikatakan naba’ ketika informasi tersebut tidak mengandung tiga hal
tersebut (faedah besar, pengetahuan pasti, atau hipotesa kuat). Kata Nabi juga
berasal dari isim fa’il naba’ (nabi’ dan nabiy).
1. Fase Perkembangan
Zaman ini disebut era digital, yakni suatu fase modern tahap lanjut yang
ditandai oleh dunia berteknologiinformasi serba-digital. Hubungan sosial
manusia tidak lagi bertumpu pada interaksi sosial konvensional yang bersifat
langsung tetapi melalui media elektro-magnetik yang serba-canggih seperti
internet, handphone, televisi digital, radio digital, dan berbagai alat
komunikasi-informasi virtual lainnya yang mudah dan supercepat.
Komunikasi melalui twitter, facebook, whatsApp, instagram, dan media
digital lain telah menjadi habitat sehari-hari insan zaman now.
Dunia digital atau virtual telah menciptakan “masyarakat virtual” (virtual
community) sebagai corak masyarakat baru yang berkarakter Gesselschaft
atau patembayan. Yakni kelompok sosial yang anggota-anggotanya
berhubungan dengan dasar kepentingan, rasional, dan relasi sosial ala
masyarakat kota. Melalui media sosial misalnya, manusia berhubungan di
medan maya dalam hubungan impersonal atau melalui alat komunikasi
tertentu sehingga kehilangan rasa dan jiwa, yang tampil laksana “mesin” yang
berkomunikasi.
Dunia virtual tersebut tetap merupakan realitas sosial yang niscaya dan nyata.
Kenyataan yang dibangun memang buatan tetapi setiap orang berkomunikasi
secara nyata. Namun seringkali dunia maya itu mengecoh dan menyibukkan
manusia dalam dominasi mesin informasi yang membuat pemakainya
kehikangan sentuhan kemanusiaannya yang alami. Orang tenggelam dalam
dunia medsos nyaris 24 jam. Misalkan orang sudah merasa bekerja nyata
melalui medsos, padahal hanya aktif berujar-kata tanpa henti dalam sejuta
retorika hingga terninabobo dalam realitas buatan itu.
Dunia dan masyarakat virtual sangatlah kompleks melebihi kompleksitas
dunia manusia di era sebelumnya. Dalam dunia virtual berlaku juga perebutan
kepentingan antar manusia yang sering lebih garang dan mungkin buas dalam
hukum Plautus yang dipopulerkan Thomas Hobbes tentang homo homini
lopus, bahwa manusia saling memangsa bagai srigala bagi lainnya. Dimulai
dari perebutan kata-kata dan tafsir, berlanjut dalam mobilisasi kepentingan
berdasarkan aktor dan orientasi dirinya. Politik melalui media sosial dan
jaringan virtual tidak kalah keras dengan dunia sosial di masyarakat secara
langsung, meskipun kekerasannya bersifat verbal. Dunia medsos bertumbuh
menjadi ideologi dan hegemoni baru dalam relasi sosial masyarakat.
Berbeda dengan masyarakat lama yang bersifat Gemeinschaft (paguyuban)
sebagai kelompok sosial yang anggota-anggotanya berhubungan secara erat
dengan nalar dominan tradisional, komunal, dan afektual. Masyarakat lama ini
masih tetap harus dipertahankan sebagai basis masyarakat yang berpijak pada
kebudayaan dan lingkungannya yang membumi. Banyak kearifan sosial-
budaya dan moral-spiritual yang dapat dipelihara sekaligus direaktualisasi atau
ditransformasi ke dalam sistem masyarakat baru yang bercorak virtual-digital
itu.
Di Indonesia integrasi masyarakat paguyuban dan patembayan dapat dijadikan
model pengembangan dan dakwah Islam menuju masyarakat utama (al-
mujtama al-fadhilah) yang berkemajuan sebagai aktualisasi masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya dalam kehidupan dunia modern yang ekslusif dan
majemuk. Karenanya Muhammadiyah dan komponen bangsa yang lainnya
penting untuk menjaga keseimbangan antara mengokohkan karakter
masyarakat Indonesia yang paguyuban dengan mengembangkan masyarakat
patembayan secara seksama dalam fondasi nilai dasar agama, Pancasila, dan
nilai luhur kebudayaan menuju kualitas bangsa Indonesia yang berkeadaban
mulia sekaligus berkemajuan utama.
2. Tipologi Informasi
Dalam era virtual seperti sekarang ada sebuah aktifitas sosial yang dinamakan
berdiam diri di tempat. Akfitas sosial dengan berdiam diri di tempat sepeti ini
di sebut Jean Baudrillard sebagai pola implosi, dengan meledaknya informasi
ke arah manusia yang berdiam diri di tempat. Ini menandakan bahwa manusia
sekarang dikelilingi oleh informasi. Dalam istilah singkatnya, sekarang
informasilah yang berdatangan mencari manusia.
Fenomena seperti di atas membuat manusia sulit membedakan antara
informasi penting lagi bermnafaat, informasi hoax, banalitas informasi dan
simulasi. Semua informasi dilahapnya bak makanan, tanpa mampu menyeleksi
mana yang sehat dan tidak.
Menurut Yasraf Amir Piliang pada awalnya informasi adalah cara
pengetahuan tentang dunia, sebagai representasi dunia, namun kini justru
mengingkari dunia yang direpresentasikannya. Hal ini sangat tampak jika
melihat banyaknya berita palsu yang tersebar di dunia maya. Berita palsu
adalah berita yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan realitas
sebenarnya, bahkan kadangkala bertentangan. Dengan adanya internet yang
membuat setiap orang mampu memproduksi berita, banyak berita hoax atau
palsu yang beredar di dunia maya.
Di era masyarakat informasi dewasa ini juga menyebar informasi yang tak lagi
dapat dicerna pesannya, ditemukan nilai gunanya, ditafsirkan maknanya,
bahkan tak ada hikmahnya di masyarakat. Menurut Yasraf Amir Piliang
informasi semacam ini dinamakan banlitas informasi. Di dalam masyarakat
yang mengalami kegemukan informasi ini, apa pun di riset, di simpan,
direkam, ditulis, diprogamkan, dimemorikan, dikasetkan, didigitalkan,
divideokan, ditelevisikan, ditayangankan, disiarkan, dipublikasikan, tanpa
peduli dengan tujuan, fungsi dan kegunaannya dalam rangka meningkatkan
kualitas manusia. Kalau diteleti, banyak sekali informasi yang datang silih
berganti, namun tidak ada manfaatnya bagi peningkatan kualitas hidup. Dari
pada meningkatkan kualitas hidup, justru memundurkan kualitas hidup
manusia. Bahkan informasi tersebut membuat manusia resah. Misalnya
informasi produk-produk terbaru yang sebenarnya tidak menjadi kebutuhan
manusia, namun menyeret perhatian manusia untuk berlomba membelinya dan
belum tenang manakala belum kesampaian. Informasi semacam ini dari pada
meningkatkan kualitas hidup manusia justru membuat mereka seperti
keracunan informasi.
Banalitas informasi dan informasi hoax adalah lawan dari pada informasi
benar lagi penting. Informasi benar berarti adalah informasi yang sesuai
dengan realitasnya, sedangkan informasi penting adalah informasi yang
membantu meningkatkan kualitas hidup manusia, atau membuat manusia
lebih baik. Informasi semacam ini yang sangat dibutuhkan manusia dalam
membangun peradaban.
3. Teori Pewartaan Dalam Islam
Teori Pewartaan (Informasi) dalam Khazanah kajian hadis, pewarta (rawi), cara
mendapatkan berita (at-tahammul), cara menyebarkan berita (al-ada’), otentisitas
dan validitas informasi (Bukan Hoax / Maudhu’).
1) Al-Amanah wa an-Nazahah fi al-Hukmi (tanggung jawab dan tidak
tendensius). Balancing of reporting. Hal ini juga tersirat dalam ungkapan
Muhammad bin Sirin; “Zhalamta akhaka in zakarta musawa’ahu wa lam
tazkur mahasinahu”
2) Ad-Diqqah fi al-bahtsi wa al-hukmi (cermat dalam melakukan
investigasi/reportase dan mengemas sebuah informasi).
3) Iltizam al Adab fi al Jarhi (Memegang teguh etika dalam memvonis
seseorang/berita). “Yazkuruna li ar-rawi ma lahu wa ma ‘alaihi”.

B. Produksi, Distribusi, Konsumsi Informasi Serta Pengaruh Dan Efek


Informasi Hoax
Pada kehidupan anak cucu Nabi Adam AS, tentu lebih banyak lagi informasi yang
berkembang, dan jauh lebih kompleks dibanding di masa awal kehidupan umat
manusia era Nabi Adam AS ketika itu. Namun tak dapat dipungkiri bahwa selain
informasi yang benar, tak sedikit pula yang beredar di tengah masyarakat
mengandung unsur kepalsuan (hoax).
Nabi Adam AS sendiri pernah terpapar informasi hoax berisi godaan dari Iblis
agar Adam AS dan isterinya, Hawa, berkenan memakan buah khuldi. Akibat
paparan informasi yang hoax tersebut menjadi penyebab bagi Adam AS dan
Hawa untuk pindah dari kehidupan di surga, yang memiliki berbagai fasilitas
penuh kenikmatan, menuju kehidupan dunia yang serba kekurangan.
Pada era yang lebih belakangan, yakni masa Nabi Muhammad SAW, beliau juga
pernah terpapar informasi hoax, yakni berkembangnya isu tentang dugaan
perbuatan keji antara Aisyah (isteri Nabi) dengan seorang sahabat, Safwan bin
Mu’attal. Keduanya tertinggal dari rombongan, sebab Aisyah harus mencari
kalungnya yang hilang di tengah padang pasir. Kondisi tersebut membuat Aisyah
dan Safwan terlambat tiba di Madinah. Namun isu hoax tersebut dikoreksi
langsung oleh al-Quran (QS. An-Nur: 11-22).
‫ِا َّن اِذَّل ْيَن َج ۤا ُء ْو اِب ِاْلْفِك ُع ْص َبٌة ِّم ْنْۗمُك اَل ْحَت َس ُبْو ُه ًّرَش ا َّلْۗمُك َبْل ُه َو َخٌرْي َّلْۗمُك ِلِّلُك اْمِر ٍئ ِّم ُهْنْم َّم ا اْك َتَس َب ِم َن اِاْلِۚمْث َو اِذَّل ْي َتَو ىّٰل ِك َرْب ٗه ِم ُهْنْم ٗهَل‬
‫َعَذ اٌب َع ِظ ٌمْي‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah
kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu
buruk bagimu, sebaliknya itu baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan
mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil
peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat” (QS. An-Nur:
11).

‫َلْو ٓاَل ِا ْذ ِمَس ْعُتُمْو ُه َظ َّن اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن َو اْلُم ْؤ ِم ٰنُت َاِبْنُفِس ِهْم َخ ًرْي ۙا َّو َقاُلْو ا ٰه َذٓا ِا ْفٌك ُّم ِب ٌنْي‬
Artinya: “Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka
terhadap kelompok mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu, dan
berkata, “Ini adalah (berita) bohong yang nyata?” (QS. An-Nur: 12).

‫َلْو اَل َج ۤا ُء ْو َعَلْي ِه َاِبْر َبَع ِة ُش َهَد ۤا َۚء َفِاْذ َلْم َيْأُتْو ا اِب لُّش َهَد ۤاِء َفُا وٰۤل َك ِع ْنَد اِهّٰلل ُمُه اْلٰك ِذ ُبْو َن‬
‫ِٕى‬
Artinya: “Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak datang membawa empat
saksi? Karena tidak membawa saksi-saksi, mereka itu adalah para pendusta dalam
pandangan Allah” (QS. An-Nur: 13).

‫َو َلْو اَل َفْض ُل اِهّٰلل َعَلْي ْمُك َو َر َمْح ُتٗه ىِف اُّدل ْنَيا َو اٰاْلِخ َر ِة َلَمَّس ْمُك ْيِف َم ٓا َاَفْض ْمُت ِف ْيِه َعَذ اٌب َع ِظ ٌمْي‬
Artinya: “Seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu di
dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang sangat berat disebabkan
oleh pembicaraan kamu tentang (berita bohong) itu” (QS. An-Nur: 14).

‫ِا ْذ َتَلَّقْو َنٗه َاِبْلِس َنِتْمُك َو َتُقْو ُلْو َن َاِبْفَو اِهْمُك َّم ا َلْيَس َلْمُك ِبٖه ِعٌمْل َّو ْحَت َس ُبْو َنٗه َهِّي ًنۙا َّو ُه َو ِع ْنَد اِهّٰلل َع ِظ ٌۚمْي‬
Artinya: “(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke
mulut; kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit
pun; dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu
masalah besar” (QS. An-Nur: 15).

‫َو َلْو ٓاَل ِا ْذ ِمَس ْعُتُمْو ُه ُقْلْمُت َّم ا َيُكْو ُن َلَنٓا َاْن َّنَتَّلَكَم ٰهِبَذ ۖا ُس ْب ٰح َنَك ٰه َذ ا ْهُبَتاٌن َع ِظ ٌمْي‬
Artinya: “Mengapa ketika mendengarnya (berita bohong itu), kamu tidak berkata,
“Tidak pantas bagi kita membicarakan ini. Mahasuci Engkau. Ini adalah
kebohongan yang besar” (QS. An-Nur: 16).

‫َيِع ُظ ُمُك اُهّٰلل َاْن َتُع ْو ُد ْو ا ِلِم ْثٖٓهِل َاَبًد ا ِا ْن ُكْنْمُت ُّمْؤ ِم ِنَۚنْي‬
Artinya: “Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali mengulangi seperti
itu selama-lamanya jika kamu orang-orang mukmin” (QS. An-Nur: 17).

‫َو ُيَبُنِّي اُهّٰلل َلُمُك اٰاْل ٰيِۗت َو اُهّٰلل َعِلٌمْي َح ِكٌمْي‬


Artinya: Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) kepadamu. Allah Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana. (QS. An-Nur: 18).

‫ِا َّن اِذَّل ْيَن ِحُي ُّبْو َن َاْن َتِش ْي َع اْلَفاِح َش ُة ىِف اِذَّل ْيَن ٰا َم ُنْو ا َلُهْم َعَذ اٌب َاِلٌۙمْي ىِف اُّدل ْنَيا َو اٰاْلِخ َر ِۗة َو اُهّٰلل َيْعُمَل َو َاْنْمُت اَل َتْع َلُمْو َن‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang senang atas tersebarnya (berita
bohong) yang sangat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, mereka
mendapat azab yang sangat pedih di dunia dan di akhirat. Allah mengetahui,
sedangkan kamu tidak mengetahui” (QS. An-Nur: 19).

ࣖ‫َو َلْو اَل َفْض ُل اِهّٰلل َعَلْي ْمُك َو َر َمْح ُتٗه َو َاَّن اَهّٰلل َر ُء ْو ٌف َّر ِح ٌمْي‬
Artinya: “Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu dan
(bukan karena) Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyayang, (niscaya kamu akan
ditimpa azab yang besar)” (QS. An-Nur: 20).

‫َآٰيَهُّيا اِذَّل ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتَّتِب ُع ْو ا ُخ ُط ٰو ِت الَّش ْي ٰط ِۗن َو َمْن َّيَّتِب ْع ُخ ُط ٰو ِت الَّش ْي ٰط ِن َفِاَّنٗه َيْأُم ُر اِب ْلَفْح َش ۤاِء َو اْلُم ْنَكِۗر َو َلْو اَل َفْض ُل اِهّٰلل َعَلْي ْمُك َو َر َمْح ُتٗه َم ا‬
‫َز ىٰك ِم ْنْمُك ِّم ْن َاَح ٍد َاَبًد ۙا َّو ٰلِكَّن اَهّٰلل ُيَز ْيِّك َمْن َّيَش ۤا ُۗء َو اُهّٰلل ِمَس ْي ٌع َعِلٌمْي‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah setan! Siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya
dia (setan) menyuruh (manusia mengerjakan perbuatan) yang keji dan mungkar.
Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak
seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-
lamanya. Akan tetapi, Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nur: 21).

‫َو اَل َيْأَتِل ُاوُلو اْلَفْض ِل ِم ْنْمُك َو الَّس َع ِة َاْن ُّيْؤ ُتْٓوا ُاوىِل اْلُقْر ىٰب َو اْلَمٰس ِكَنْي َو اْلُم ٰهِج ِر ْيَن ْيِف َس ِب ْيِل اِۖهّٰلل َو ْلَيْع ُفْو ا َو ْلَيْص َفُح ْو ۗا َااَل ِحُت ُّبْو َن َاْن َّيْغِفَر اُهّٰلل‬
‫َلْۗمُك َو اُهّٰلل َغُفْو ٌر َّر ِح ٌمْي‬
Artinya: “Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan
(rezeki) di antara kamu bersumpah (tidak) akan memberi (bantuan) kepada
kerabat(-nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah.
Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka
bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS. An-Nur: 22).

C. Nilai Dasar Islam Terkait Informasi, Prinsip-Prinsip Umum Serta


Pedoman Praktis Berinformasi
Nilai-Nilai Dasar (al-Qiyam al-Asasiyah):
1. At-Tauhid
Prinsip ketauhidan dalam informasi adalah:
a. Meyakini bahwa Allah dan Rasulullah saw. merupakan pusat kebenaran
informasi, yang diperoleh melalui kitab suci al-Quran dan Hadis yang
maqbul.
b. Dalam konteks Tauhid; Informasi yang kita produksi dan kita sebarkan,
akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Karena itu
perlu “check and richeck ” seperti dalam QS. Al-hujurat: 6, dan Al-Zumar:
18:

‫اَي َأَهُّيا اِذَّل يَن آَمُنوا ْن َج اَء ْمُك َفاِس ٌق ِبَنَبٍإ َفَتَبَّيُنوا َأْن ُتِص يُبوا َقْو ًم ا َجِبَهاٍةَل َفُتْص ِب ُح وا َعٰىَل َم ا َفَع ْلْمُت اَن ِدِم َني‬
‫ِإ‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu”.(QS.
Al-hujurat: 6).

‫اِذَّل ْيَن َيْس َتِم ُع ْو َن اْلَقْو َل َفَيَّتِب ُع ْو َن َاْح َس َنۗٗه ُاوٰۤل َك اِذَّل ْيَن َه ٰد ُهىُم اُهّٰلل َو ُاوٰۤل َك ْمُه ُاوُلوا اَاْلْلَباِب‬
‫ِٕى‬ ‫ِٕى‬
Artinya: “(Yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah ululalbab (orang-orang yang
mempunyai akal sehat)”. (QS. Al-Zumar: 18).

2. Al-Akhlaq al-Karimah
Akhlak karimah merupakan salah satu prinsip utama dalam Islam yang
melandasi sikap dan perbuatan setiap muslim. Bahkan seluruh Syari’at Islam
(Perintah/Larangan) bertujuan dalam rangka mewujudkan manusia yang
berakhlak (Innama Buitstu). Dalam konteks fikih Informasi, sikap dan
perbuatan yang termasuk dalam nilai akhlak karimah adalah jujur, adil, tabligh,
amanah, fathanah, dan tawazun.
a. Jujur, transparansi dalam penyampaian maupun penerimaan informasi.
(Balancing of Reporting).
b. Adil, setiap orang memiliki hak yang sama dalam menyampaikan dan
menerima informasi yang benar, sesuai dengan norma agama, sosial,
maupun ketentuan undang-undang.
c. Tabligh, setiap orang memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi
yang bermanfaat sesuai dengan kapasitas dan wawasan yang dimiliki.
d. Fathanah, kecerdasan dan kapasitas pengetahuan yang harus dimiliki oleh
orang dalam mengelola informasi dan menerima informasi.
e. Tawazun, Netralitas (objektifitas) dalam penyampaian dan penerimaan
suatu informasi. Nilai moderasi ini penting untuk menjaga keseimbangan
dalam menyampaikan informasi di masyarakat.
3. Kemaslahatan
Nilai kemaslahatan mencakup efisiensi dan efektivitas, serta kepedulian dalam
penyampaian dan penerimaan informasi, untuk mendorong individu
menjauhkan diri dari kebiasaan menebar informasi bohong (Hoax) dan tidak
berguna atau sia-sia. Sebagaimana firman Allah:

‫َو اِذَّل ْيَن ْمُه َع ِن الَّلْغِو ُمْعِر ُض ْو َۙن‬


Artinya: “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna”. (QS. Al-Mu’minun: 3).

Realisasi maslahat terlihat jelas dalam fungsi informasi:


1. Ta‘lim (Pengajaran/Pendidikan)
Setiap informasi yang diproduksi harus mengandung pengajaran, atau
berfungsi mendidik masyarakat menuju ke arah yang lebih baik, membawa
mereka menjadi lebih tahu dan paham terhadap kebenaran dari fakta yang
diinformasikan.
2. Tanwir (Pencerahan)
Informasi idealnya bersifat mencerahkan, membuat masyarakat termotivasi
ke arah yang lebih baik dengan fakta yang terkandung di dalamnya.
3. Taudhih (Penjelasan)
Suatu informasi idealnya harus dapat menjernihkan kesimpangsiuran yang
terjadi di tengah masyarakat, baik akibat minimnya sumber fakta, keragu-
raguan atau berita hoax yang tersebar.
4. Tajdid (Pembaruan)
Suatu informasi tidak hanya sekadar menginformasikan sesuatu, akan tetapi
juga mengandung spirit pembaruan agar masyarakat memiliki wawasan
yang luas dan berkemajuan.
5. 5. Al-wa‘zhu atau Tau‘iyyah (Menasehati dan Penyadaran)
Suatu informasi idealnya selalu mengandung mau‘izhah (nasihat) yang
senantiasa mengajak manusia untuk memperbaiki diri, baik dalam lingkup
individu, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Tarjih (Menguatkan di antara Dua Hal)
Ketika ada dua atau lebih berita yang bertolak belakang satu sama lain,
suatu informasi idealnya harus bisa mentarjih / memvalidasinya.
7. Wasilah al-Hiwar (Sarana Dialog)
Dalam al-Quran, misalnya, dikisahkan beberapa dialog antara Tuhan
dengan para malaikat (QS al-Baqarah (2): 30-34)
‫َو ْذ َقاَل َر ُّبَك ِلْلَم َٰٓلِئَكِة ىِّن َج اِعٌل ىِف ٱَأْلْر ِض َخ ِليَفًة ۖ َقاُلٓو ۟ا َأْجَت َع ُل ِف َهيا َم ن ُيْفِس ُد ِف َهيا َو َيْس ِفُك ٱِّدل َم آَء َو ْحَن ُن ُنَس ِّب ُح َحِبْم ِد َك‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫َل‬ ‫اَل‬
‫َو ُنَقِّد ُس َكَل ۖ َقاَل ٓىِّن َأْعُمَل َم ا َتْع ُم وَن‬
‫ِإ‬
Artinya : “Ingatlah dikala Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak mengakibatkan seorang khalifah di muka
bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak mengakibatkan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kau ketahui”. (QS. Al-Baqarah : 30)

‫ٱ‬ ‫ٱ‬
‫َو َعَمَّل َء اَد َم َأْلَمْس آَء َّلُكَها َّمُث َع َر َض ُهْم َعىَل ْلَم َٰٓلِئَكِة َفَقاَل َأۢنِب ُٔـوىِن ِبَأَمْس آِء َٰٓهُؤ آَلِء ن ُكنْمُت َٰص ِدِق َني‬
‫ِإ‬
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat kemudian
berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu kalau kau
mamang benar orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah : 31)

‫ٱ ٱ‬
‫َقاُلو۟ا ُس ْبَٰح َنَك اَل ِعَمْل َلَنآ ِإ اَّل َم ا َعَّلْمَتَنآۖ ِإ َّنَك َأنَت ْلَع ِلُمي ْلَح ِكُمي‬
Artinya : “Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; bekerjsama
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-
Baqarah : 32)
‫َقاَل ٰٓيـٰا َد ُم َاۢۡنِب ُهۡئۡم َاِبَمۡس ٓاِهِٕٮ ۡم ۚ َفَلَّم ٓا َاۢۡنَبَاۡمُه َاِبَمۡس ٓاِهِٕٮۙۡم َقاَل َاَلۡم َاُقل َّلـۡمُك ِآۡىِّن َاۡعُمَل َغۡي َب الَّس ٰم ٰو ِت َو اَاۡلۡر ِۙض َو َاۡعُمَل َم ا ُتۡب ُد ۡو َن َو َم ا ُكۡنۡمُت‬
‫َتۡكُتُمۡو َن‬
Artinya : “Dia (Allah) berfirman, "Wahai Adam! Beritahukanlah kepada
mereka nama-nama itu!" Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya,
Dia berfirman, "Bukankah telah Aku katakan kepada kalian, bahwa Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kalian
nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan?" (QS. Al-Baqarah : 33)

‫َو ِا ْذ ُقْلَنا ِلْلَم ٰۤل َكِة اُجْسُد ْو ا ٰاِل َد َم َفَس َج ُد ْٓوا ِا ٓاَّل ِاْبِلْيَۗس َاىٰب َو اْس َتْك َۖرَب َو اَك َن ِم َن اْلٰك ِفِر ْيَن‬
‫ِٕى‬
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat,
"Sujudlah kalian kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia
menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir”.
(QS. Al-Baqarah : 34)

Dan Musa dengan Nabi Israil (seperti QS al-Baqarah (2): 60, 66-71).
Dalam dialog-dialog itu ada transfer dan pertukaran informasi yang terjadi.

‫َو ِا ِذ اْس َتْس ٰق ى ُم ْو ىٰس ِلَقْو ِم ٖه َفُقْلَنا اِرْض ْب ِّبَعَص اَك اْلَحَج َۗر َفاْنَفَج َر ْت ِم ْنُه اْثَنَتا َع َرْش َة َع ْي ًنۗا َقْد َعَمِل ُّلُك ُااَن ٍس َّم َرْش ُهَبْۗم ُلُكْو ا َو اَرْش ُبْو ا ِم ْن‬
‫ِّر ْز ِق اِهّٰلل َو اَل َتْع َثْو ا ىِف اَاْلْر ِض ُم ْفِس ِد ْيَن‬
Artinya: “(Ingatlah) ketika Musa memohon (curahan) air untuk kaumnya.
Lalu, Kami berfirman, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka,
memancarlah darinya (batu itu) dua belas mata air. Setiap suku telah
mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah
rezeki (yang diberikan) Allah dan janganlah melakukan kejahatan di bumi
dengan berbuat kerusakan”. (QS. Al-Baqarah : 60).

‫َفَجَع ْلَهٰنا َناَك اًل ِّلَم ا َبَنْي َيَد َهْيا َو َم ا َخ ْلَفَها َو َم ْو ِع َظ ًة ِّلْلُم َّتِقَنْي‬
Artinya: “Maka, Kami jadikan (yang demikian) itu sebagai peringatan bagi
orang-orang pada masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian, serta
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Baqarah :
66).

‫َو ِا ْذ َقاَل ُم ْو ىٰس ِلَقْو ِم ٖٓه ِا َّن اَهّٰلل َيْأُم ُر ْمُك َاْن َتْذ ُحَب ْو ا َبَقَر ًۗة َقاُلْٓوا َاَتَّتِخُذ اَن ُه ُز ًو ۗا َقاَل َاُع ْو ُذ اِب ِهّٰلل َاْن َاُكْو َن ِم َن اْلٰج ِهِلَنْي‬
Artinya: “(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah
memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi.” Mereka bertanya,
“Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia menjawab,
“Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang
jahil”. (QS. Al-Baqarah : 67).

‫َقاُلوا اْدُع َلَنا َر َّبَك ُيَبْنِّي َّلَنا َم ا َۗيِه َقاَل ِا َّنٗه َيُقْو ُل ِا َهَّنا َبَقَر ٌة اَّل َفاِر ٌض َّو اَل ِبْك ٌۗر َع َو اٌۢن َبَنْي ٰذ َۗكِل َفاْفَع ُلْو ا َم ا ُتْؤ َم ُر ْو َن‬
Artinya: “Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi) itu.” Dia (Musa)
menjawab, “Dia (Allah) berfirman bahwa sapi itu tidak tua dan tidak muda,
(tetapi) pertengahan antara itu. Maka, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu”. (QS. Al-Baqarah : 68).

‫َقاُلوا اْدُع َلَنا َر َّبَك ُيَبْنِّي َّلَنا َم ا َلْو َهُنۗا َقاَل ِا َّنٗه َيُقْو ُل ِا َهَّنا َبَقَر ٌة َص ْف َر ۤا ُء َفاِق ٌع َّلْو َهُنا َتُّرُس الّٰنِظ ِر ْيَن‬
Artinya: “Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.” Dia (Musa) menjawab,
“Dia (Allah) berfirman bahwa (sapi) itu adalah sapi yang warnanya kuning
tua, yang menyenangkan orang-orang yang memandang(-nya)”. (QS. Al-
Baqarah : 69).

‫َقاُلوا اْدُع َلَنا َر َّبَك ُيَبْنِّي َّلَنا َم ا َۙيِه ِا َّن اْلَبَقَر َتٰش َبَه َعَلْي َنۗا َو ِا َّنٓا ِا ْن َش ۤا َء اُهّٰلل َلُم ْهَتُد ْو َن‬
Artinya: “Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami
agar Dia menjelaskan kepada kami tentang (sapi) itu. (Karena)
sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah
menghendakinya, niscaya kami mendapat petunjuk”. (QS. Al-Baqarah :
70).

ࣖ ‫َقاَل ِا َّنٗه َيُقْو ُل ِا َهَّنا َبَقَر ٌة اَّل َذ ُلْو ٌل ُتِثُرْي اَاْلْر َض َو اَل َتْس ِقى اْلَح ْر َۚث ُم َس َّلَم ٌة اَّل ِش َيَة ِف َهْيۗا َقاُلوا اْلٰٔـَن ِج ْئَت اِب ْلَحِّق َفَذ ُحَب ْو َها َو َم ا اَك ُد ْو ا َيْفَع ُلْو َن‬
Artinya: “Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman bahwa (sapi) itu
adalah sapi yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak
(pula) untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang.” Mereka berkata,
“Sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang sebenarnya.” Lalu,
mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan
(perintah) itu”. (QS. Al-Baqarah : 71).

8. Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Amar ma’ruf nahi munkar artinya adalah mengajak dalam hal kebaikan dan
mencegah kemungkaran atau kejahatan. Kalimat tersebut mengacu pada
perintah untuk setiap muslim, baik sebagai individu atau kelompok, dalam
hal dakwah. Dengan kata lain, Amar ma’ruf nahi munkar artinya adalah
perintah bagi setiap muslim untuk berdakwah, yakni mengajak sesamanya
untuk berbuat baik dan menghindari kemungkaran.
‫َو ْلَتُكْن ِّم ْنْمُك ُاَّم ٌة َّيْد ُع ْو َن ِاىَل اْلَخِرْي َو َيْأُم ُر ْو َن اِب ْلَم ْع ُر ْو ِف َو َيَهْنْو َن َع ِن اْلُم ْنَكِۗر َو ُاوٰۤل َك ُمُه اْلُم ْف ِلُح ْو َن‬
‫ِٕى‬
Artinya: “Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari
yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali-
Imran : 104).

Ada beberapa prinsip komunikasi Islam yang harus diperhatikan apabila


kita berkomunikasi dengan orang lain. Pertama, qaulan sadiddan, yaitu prinsip
komunikasi yang mengutamakan kejujuran, mengatakan kebenaran sesuai fakta,
akurasi, obyektif, dan tidak manipulatif yang membohongi khalayak. Kedua,
qaulan balighan, yaitu prinsip komunikasi yangtepat lugas (komunikatif),
fasih,dan jelas maknanya. Ketiga, qaulan maysuran, bermakna ucapan yang
mudah dicerna, dimengerti khalayak, atau dengan kata lain ketika berkomunikasi
menggunakan kata-kata yang menyenangkan atau menggembirakan orang lain.
Keempat, qau/an layyinan, yaitu prinsip komunikasi yang mengedepankan
persuasi-solusi dengan kata-kata yang lemah lembut, tidak provokatif. tidak
menjatuhkan martabat orang lain. Kelima, qau/an kariman, yaitu prinsip menjalin
relasi yang baik dan membangun tata krama dan etiket-etiket dalam
berkomunikasi. Keenam, qau/an ma’rufan, yaitu prinsip menyosialisasikan dan
mengajak pada kebaikan. Ketujuh, diskusi atau berdebat dengan cara yang
baik,jangan sampai diskusi menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.

Fikih Informasi memuat pula rumusan kode etik bermedia sosial yang
secara khusus ditujukan untuk para netizen dikalangan Muhammadiyah
(NetizMu) dan umumnya untuk masyarakat luas, dimaksudkan agar media sosial
dapat digunakan dengan berdasar akhlak yang baik (akhlaqul karimah) sesuai
dengan tuntunan Alquran dan Hadits, juga menggunakan media sosial sebagai
sarana dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan hikmah dan mauizhah hasanah.
Melalui kode etik yang dikenal dengan akhlakul medsosiyah, para pengguna
media sosial diharapkan tidak melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan menyebarkan permusuhan.
2. Melakukan ujaran kebencian (hate speech), bullying, dan permusuhan
berdasarkan suku, ras, atau antar golongan.
3. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan dan segala yang terlarang
secara syar’i.
4. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik.
5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai dengan tempat atau
waktunya.

Lebih dari itu, media social justru digunakan sebagai media untuk
bersilaturahmi, bermuamalah untuk saling bertukar informasi dan berdakwah
amar ma’ruf nahi munkar secara kolektif. Konten yang disampaikan bersifat
mencerahkan dan mencerdaskan, tidak bertentangan dengan norma sosial, agama,
dan sesuai dengan etika ke-Indonesia-an serta tidak melanggar hak orang lain.
Media sosial juga bias digunakan sebagai media untuk saling mengingatkan,
menasihati kebaikan dengan etika yang tinggi sesuai dengan ajaran Islam,
sanggup mengoreksi dan meminta maaf ketika melakukan kesalahan.

Mengingat semakin derasnya arus informasi dalam kehidupan umat manusia


saat ini, maka ada beberapa tips yang dapat dijadikan pegangan dalam menyeleksi
benar tidaknya sebuah informasi. Ada beberapa aspek etika yang perlu
diperhatikan dalam penyampaian dan penerimaan informasi :
1. Melakukan tabayyun langsung (direct clarification) kepada seseorang yang
dikaitkan dengan isu negatif yang berkembang terkait diri orang tersebut. Al-
Quran telah memperingatkan pentingnya tabayyun ini: “Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada
suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu” (QS. al-Hujurat: 6).
2. Pada umumnya, informasi yang benar tidak menggunakan kata-kata yang
bombastis, sarkastis, dan sejenisnya.
3. Sejauh analisis subjektif tentang seorang figur atau institusi tertentu yang
bersifat negative campaign, tentu masuk dalam aspek criticism yang dapat
diterima. Hanya informasi yang berbau fitnah (black campaign) yang tidak
dibenarkan dan bisa dijerat UU ITE maupun pidana lainnya.
4. Idealnya, penerima informasi tidak langsung percaya pada sebuah materi atau
sumber informasi yang diperoleh, tetapi harus membandingkannya terlebih
dahulu dengan sumber informasi yang mainstream lainnya. Misalnya,
membaca atau mendengar suatu berita, tidak cukup dari satu portal berita atau
satu TV saja. Namun, jauh lebih baik membandingkan dengan portal atau TV
lainnya.
5. Seringkali, seseorang menerima kiriman sebuah gambar, yang boleh jadi itu
merupakan hasil editan, atau gambar yang berbeda waktu (jam, tanggal, hari,
minggu, bulan, tahun) dan tempat kejadiannya. Untuk kasus seperti ini, link
Google Image dapat membantu untuk klarifikasi. Demikian pula tentang video
yang diperoleh, boleh jadi sudah mengalami editan.
6. Jika seseorang menolak sebuah infromasi atau gagasan dari seseorang,
fokuslah pada argumen yang disampaikan, hindari sifat apologetik dan
personal judgement.
7. Secara spesifik, terkait isu keagamaan, harus dicermati, apakah sang informan
sedang memposisikan dirinya sebagai insider (lebih kental keterlibatan
emosionalitas keberagamaan yang subjektif), atau sebagai outsider (lebih
memposisikan dirinya sebagai pengkaji, atau seseorang yang sedang
melakukan analisis sebagai “pengamat” secara objektif).
8. Setiap orang, wajar saja memposisikan diri sebagai lover-follower atau pun
sebagai hater terhadap suatu isu atau figur tertentu. Jika terjadi pro-kontra
tentang suatu isu atau informasi yang tidak bisa dikompromikan, maka jalur
yuridiskonstitusional merupakan jalan terbaik untuk dijadikan solusi. Apa pun
keputusan hakim di pengadilan harus diterima dengan lapang dada oleh para
pihak yang bertikai. Karena yang demikian merupakan cerminan dari cara
berdemokrasi yang baik.
9. Imam Syafi’i, bapak usul fiqh, menyebutkan, bahwa kegiatan penyebaran
informasi yang belum diyakini kebenarannya, sebagai: “kebohongan tak
terlihat atau tersamar” (al-kadzib al-khafi). Dalam kitabnya al-Risalah, Imam
Syafi’I mengemukakan :

‫ّأَّن ْا لَكِذ َب اِذَّل ي َهَناْمُه َع ْنُه ُه َو ْا لَكِذ ُب ْا َخلِفُّي َو َذ َكِل ْا َحلِد يُث َّمَعْن اَل ُيْع َر ُف ِص ْد ُقُه‬
Artinya: “Sesungguhnya kebohongan yang juga dilarang adalah kebohongan
tak terlihat, yakni menceritakan kabar dari orang yang tak jelas kejujurannya”
(Imam alSyafi’i, 2006: 267).
Selain hal-hal di atas, Fatwa MUI tentang Media Sosial (No. 24/2017) [8],
telah merumuskan sebagai berikut:
1. Setiap Muslim dilarang mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak
disukai oleh orang lain, baik individu maupun kelompok, kecuali untuk tujuan
yang dibenarkan secara syar’i seperti untuk penegakan hukum atau
mendamaikan orang yang bertikai.
2. Menggunakan kalimat, grafis, gambar, suara dan/atau yang simpel, mudah
difahami, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain.
3. Memilih diksi yang tidak provokatif serta tidak membangkitkan kebencian
dan permusuhan.
4. Kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang
secara syar’i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang,
umpatan, dan provokasi.
5. Penyebaran informasi memuat konten yang benar, bermanfaat, bersifat umum,
tepat waktu dan tempat, tepat konteks, dan memiliki hak untuk penyebaran
informasi (tidak melanggar hak kekayaan intelektual).
6. Dalam membagikan informasi dilarang menyebarkan ghibah (penyampaian
informasi faktual tentang seseorang atau kelompok yang tidak disukai), fitnah,
dan namimah (adu domba). Setiap Muslim yang bermuamalah melalui media
sosial diharamkan untuk:
a. melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan menyebarkan permusuhan,
b. melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan berdasarkan suku,
ras, atau antara golongan,
c. menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik,
seperti info tentang kematian orang yang masih hidup, menyebarkan
materi pornografi, kemaksiatan, dan segala yang terlarang secara syar’i.
d. menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai dengan tempat atau
waktunya.
7. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya
konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.
8. Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk
membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini
agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran
serta menipu khalayak, hukumnya haram.
9. Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten
tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang
mempertontonkan aurat, hukumnya haram.
10. Aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi
hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis
sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-
ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh,
mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam diri dan jiwa seseorang. Bagi
seorang muslim dan muslimah, akhlak yang paling baik adalah akhlak al-
karimah, akhlak tersebut adalah akhlak terpuji yang wajib dimiliki setiap muslim.
Teknologi semakin berkembang pesat dengan kehadiran media sosial, hidup
masyarakat menjadi lebih mudah. Namun, seringkali kemudahan tersebut
disalahgunakan sehingga tak jarang menimbulkan kejahatan-kejahatan. Sebab itu
kita harus memperhatikan etika dan ahlak dalam berinteraksi dengan orang lain di
media sosial.

B. Saran
Berdasarkan dari pembahasan, adapun saran penulis:
1. Pengguna media sosial hendaknya menjadikan al-Qur‟an dan al-Hadits
sebagai landasan dalam bermedia sosial
2. Gunakan media soasial untuk berdakwah dengan cara yang baik dan
mendidik. Bagikan pesan-pesan yang positif, edukatif dan mendukung
nilai-nilai Islam.
3. Jangan terlalu obsesif dengan media sosial, gunakan waktu dengan bijak
dan jangan biarkan media social menggangu kewajiban agama dan
tanggung jawab social anda.
4. Selalu berdoa dan merenungkan tindakan anda di media social apakah
yang anda lakukan disana sesuai dengan nilai-nilai Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai