BERMEDIA
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Etika Politik Media Penyiaran Islam
DOSEN :
Dr. Rahmawati
DISUSUN OLEH :
Muhammad Arpin
NIM : 80800221010
Puji dan syukur senantiasa terpanjatkan ke hadhirat Allah swt. yang atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya tulisan ini selesai disusun dengan baik. Shalawat
teriring salam semoga selalu tercurahkan ke haribaan Nabi Besar Muhammad saw.
yang diutus sebagai teladan dan rahmat bagi sekalian alam. Tulisan ini berjudul
“Islam dan Etika Bermedia”, disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Etika Politik Media Penyiaran Islam
Tulisan ini dapat terselesaikan berkat arahan dan bimbingan berbagai pihak.
Untuk itu penulis sampaikan ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada
mereka semua yang telah membantu dan memfasilitasi sehingga tulisan ini dapat
diselesaikan dengan baik. Terutama kepada dosen pembina mata kuliah Etika
Politik Media Penyiaran Islam, Ibu Dr. Rahmawati
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kelemahan
dan kekurangan. Untuk itu, tegur sapa dan kritik yang membangun sangat Penulis
harapkan demi kesempurnaan dan perbaikan di masa mendatang. Akhirnya, hanya
kepada Allah-lah penulis memohon petunjuk dan pertolongan. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi segenap pembaca, terutama demi pengembangan ilmu
komunikasi di masa mendatang.
Penyusun
Muhammad Arpin
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
demikian, gejala-gejala perpecahan dan perselisihan yang ditimbulkan dari
interaksi di media juga tidak kalah sedikit.
Perselisihan atau paling tidak kekacauan yang terjadi di media telah
mengusik ketenangan berinteraksi dan bermasyarakat di dunia nyata. Beberapa
“perbuatan” yang dilakukan netizen, sebagai sebutan masyarakat dunia maya, kerap
membuat tidak nyaman orang-orang tertentu, baik dia seorang yang berpengaruh
atau bukan. Bahkan, bagi sebagian nitizen, dengan bermodalkan akun media sosial
yang dimiliki, mampu menjadi tokoh yang “terkenal”.
Berangkat dari masalah tersebut, maka perlu dikaji secara mendalam
bagaimana seharusnya etika bermedia yang bijak sehingga media yang sejatinya
berbahaya dapat menjadi sebuah anugerah bagi manusia.
B. Rumusan Masalah
Dari berbagai gambaran yang telah dipaparkan di atas tentang etika dan
Islam dalam bermedia, maka penulis mengangkat beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
C. Kegunaan
Secara etimologis kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima (ﺳ ِﻠ َﻢ
َ ) yang
artinya selamat. Dari kata itu, terbentuk aslama ( )أَ ْﺳﻠَ َﻢyang artinya menyerahkan
diri atau tunduk dan patuh. Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam ()إِﺳ َْﻼم.
menurut Abdalati, pengertian Islam adalah "penyerahan diri kepada kehendak
Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya"1
Dari sisi etimologi etika berasal dari Bahasa Yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat, sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika
diartikan sebagai Ilmu tentang yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak)2.Sementara pengertian etika berdasakan terminologi
yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara adalah Ilmu yang mempelajari soal
kebaikan dan keburukan dalam kehidupan manusia, terutama yang berkaitan
dengan gerak-gerik manusia baik berupa pikiran ataupun rasa yang merupakan
bagian dari pertimbangan dan perasaan.3
Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak
kata medium. Secara harfiah, media berarti perantara, yaitu perantara antara
sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a receiver). Media merupakan
alat yang dapat membantu dalam keperluan dan aktivitas, di mana sifatnya dapat
mempermudah bagi siapa saja yang memanfaatkannya.4
Dari uraian di atas maka dapat ditarik sebuah pengertian bahwa etika Islam
dalam menggunakan media adalah melakukan aktivitas di media dengan baik dan
benar sesuai dengan ajaran Islam yaitu dengan menyampaikan informasi dengan
benar dan tidak menebar fitnah, kebencian.
Dalam (QS. Al-Hujurat [49]:6) disebutkan bagaimana etika serta tata cara
menyikapi sebuah berita yang kita terima, sebagai berikut:
ٍ َ ي َ ٓ َﳞا ِ َن َءا َم ُو ۟ا ان َ آ َء ُ ْﰼ فَ ِاسق ِب َ َا فَ َ َب ُو ۟ا ن ت ُِصي ُبو ۟ا قَ ْوما ِ َﲜهَـ
فَ ُ ْص ِب ُحو ۟ا َ َ ٰﲆ َما فَ َﻌﻠْ ُ ْﱲ ن َ ِد ِم َﲔ
5 Kementerian Agama, Akidah Akhlak Kelas VIII , (2020)
6 Kementrian Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Diponegoro, 2010
5
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat [49]:6)
Quraish Shihab menerangkan ada dua hal yang dapat diperhatikan terkait
ayat tersebut. Pertama, tabayyun terhadap pembawa berita apakah orang fasiq
(orang yang aktivitasnya diwarnai dengan pelanggaran agama). Kedua,
menyangkut dengan isi berita bahwa perlu adanya penyelidikan kebenaran sebuah
berita. Kedua hal ini merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan. Islam tidak
membenarkan adanya share berita tanpa melakukan penyelidikan kevalidan secara
mendalam.7
Islam mengajarkan opini yang jujur dan didasarkan pada bukti dan fakta
serta diungkapkan dengan tulus. Tidak menyebarkan informasi yang belum
diketahui kebenarannya di media. Istilah ini disebut qaul zur yang berarti perkataan
buruk atau kesaksian palsu. Firman Allah SWT:8
ٰذ ِ َ َو َم ْن ي َﻌ ِّظ ْم ُﺣ ُﺮ ٰم ِﺖ ا ٰ ّ ِ فَه َُو ْ ٌَﲑ ٗ ِﻋ ْﻨدَ َ ِرب ّ ٖ ۗﻪ َو ُا ِ ﻠ ْﺖ ﻟَ ُ ُﲂ ْ َاﻻنْ َﻌا ُم ِاﻻ َما يُ ْت ٰﲆ
ۙ َﻠَ ْي ُ ْﲂ فَا ْج َﻨِ ُبوا ا ّ ِﻟﺮ ْج َﺲ ِم َن ْ َاﻻ ْو َ ِن َوا ْج َﻨِ ُب ْوا قَ ْو َل اﻟز ْو ِر
Artinya: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan
apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di
sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak,
terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah
olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta.” (QS. Al-hajj [22]:30)
3. Haram menebar fitnah, kebencian, dan lainnya.
7 Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah. Vol. 15. Jakarta: Lentera Hati, 2011.
8 Kementrian Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Diponegoro, 2010
9 Wulandari Fajrina Eka. ―Hate Speech Dalam Pandangan Uu Ite Dan Fatwa Mui.‖
Ahkam: Jurnal Hukum Islam 5
6
dan pedoman bermuamalah melalui media. Hal ini berkaitan dengan perilaku
masyarakat dalam menggunakan media yang berdampak positif. Isi dari fatwa
tersebut adalah setiap muslim yang bermuamalah melalui media diharamkan untuk
sebagai berikut:
a. Melakukan ghibah; fitnah, namimah (adu-domba); dan menyebarkan
permusuhan.
b. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan berdasarkan suku,
ras. atau antara golongan;
c. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik,
seperti info tentang kematian orang yang masih hidup;
d. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala yang terlarang
secara syari;
e. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai dengan tempat atau
waktunya.
4. Media digunakan untuk amar ma’ruf nahi munkar yang menjamin dan mengatur
kebebasan ekspresi.
ۗ َو ْﻟتَ ُﻜ ْن ِّم ْ ُ ْﲂ ُام ٌة يدْ ُﻋ ْو َن ِا َﱃ اﻟْ ْ َِﲑ َوي َ ُم ُﺮ ْو َن ِ ﻟْ َم ْﻌ ُﺮ ْو ِف َو َﳯْ َ ْو َن َﻋ ِن اﻟْ ُم ْﻨﻜَ ِﺮ
َو ُاوﻟٰۤى َك ُ ُﱒ اﻟْ ُم ْﻔ ِﻠ ُح ْو َن
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali
Imran:104)
ٰ ٓ َ َﳞا ا ِ ْ َن ٰا َم ُ ْوا َﻻ َْسخ َْﺮ قَ ْو ٌم ِّم ْن قَ ْو ٍم َﻋ ٰ ٓﴗ َا ْن ُﻜ ْون ُْوا ْ ًَﲑا ِّمﳯْ ُ ْم َو َﻻ ِ َس ۤا ٌء
اب ۗ ِ َِّم ْن ِ ّ َس ۤا ٍء َﻋ ٰ ٓﴗ َا ْن ُﻜن ْ ًَﲑا ِّمﳯْ ُ ۚن َو َﻻ تَﻠْ ِم ُز ْوا َانْ ُﻔ َس ُ ْﲂ َو َﻻ تَﻨَا َ ُز ْوا ِ ْﻻَﻟْق
ﰟ اﻟْ ُﻔ ُس ْو ُق ب َ ْﻌدَ ْ ِاﻻيْ َم ِۚان َو َم ْن ﻟ ْم ي َ ُ ْب فَ ُاوﻟٰۤى َك ُ ُﱒ ٰ ّاﻟظ ِﻠ ُم ْو َن
ُ ْ ِب ْ َﺲ ِاﻻ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-
laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat [49]:11)
6. Larangan menebarkan kebencian dan berita palsu
Dalam (QS. An-Nur [24]:4) Allah SWT melarang untuk menebar kebencian
dan membuat berita palsu 12:
Era modern tanpa batas membuat setiap orang mudah terhubung satu sama
lain. Namun di sisi lain, banyak kejelekan di balik kemajuan tersebut. Islam sebagai
agama akhir zaman selalu menuntun manusia pada kebaikan, pun dalam aktivitas
media. Oleh karenanya dalam hal ini, Islam sebagai agama Rahmatan Lil Alamin
memberikan solusi dalam segala aspek kehidupan, khususnya dalam hal etika
berkomunikasi yang baik agar segala aktivitas komunikasi lewat media dapat
tercapainya tujuan dalam kemashlatan bersama, dan mampu terhindar dari segala
tindakan amoral dalam bermedia.
Ada etika yang harus diperhatikan ketika bermedia. Pasalnya, bermain
media ibarat menghunus sebuah pedang. Jika salah mengayunkannya, maka kita
sendiri yang akan tertebas. Sedikitnya ada 10 etika yang mesti diperhatikan agar tak
salah langkah dalam menjelajah akses internet yang canggih dewasa ini. 13 yaitu :
1. Muraqabah
Etika pertama yakni merasa selalu diawasi oleh Allah. Apapun yang kita
posting, termasuk niat dibalik postingan tersebut, sadarilah selalu bahwa semua itu
diketahui oleh Sang Maha Tahu. Dengan selalu merasa diawasi Allah, maka
pastilah kita takut melanggar batasan-batasan agama dalam memanfaatkan medsos.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Jika kamu menampakkan sesuatu
atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 54).14
2. Hisab
Ingatlah selalu bahwa ada hisab atau perhitungan atas setiap apa yang kita
lakukan, meski seberat dzarrah. Setiap kalimat, foto, video yang kita unggah, akan
dipertanyakan kelak di akhirat.
Allah berfirman, “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat
Dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Barangsiapa mengerjakan kejahatan
sebesar Dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya.” (QS. Az-Zalzalah: 7-8). 15
13 Afriza Hanifa, Etika Bermedia Sosial Dalam Islam, 10 Tips Seputar Gadget Sesuai
Syariat”; buletin Syiar Tauhid edisi 09.
14 Kementrian Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Diponegoro, 2010
15 Kementrian Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Diponegoro, 2010
9
3. Istifadah
Yakni menggunakan sarana yang ada untuk diambil manfaatnya. Jika media
bermanfaat bagi kehidupan kita, maka tak ada salahnya untuk memanfaatkannya.
Namun jika media justru membawa lebih banyak kerugian daripada manfaatnya,
maka etika seorang muslim pastilah menghentikan aktivitas tersebut.
Rasulullah bersabda, “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah
ia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. At Tirmidzi).16
4. Bertanggung jawab
Batasan ini terkhusus pada hubungan antara pria dan wanita. Meski tidak
bertatapan langsung, media mampu membawa jerat-jerat penyakit hati di setiap
interaksi lawan jenis. Maka batasilah interaksi dengan lawan jenis yang bukan
mahram dan yang tak ada keperluan penting dengannya.
6. Memperhatikan pertemanan
16 Afriza Hanifa, Etika Bermedia Sosial Dalam Islam, 10 Tips Seputar Gadget Sesuai
Syariat”; buletin Syiar Tauhid edisi 09.
17 Kementrian Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Diponegoro, 2010
10
7. Wasilah
8. Tidak lalai
Inilah yang sering luput jika sudah asyik bermain media. Kita mudah
terlalaikan hingga waktu yang berhaga terbuang begitu saja.
9. Mengumpulkan kebaikan
10. Ikhlas
Selalu menjaga keikhlasan menjadi salah satu etika yang harus dilakukan
muslimin saat bermedia. Termasuk didalamnya agar tidak memposting sesuatu
dengan maksud ria.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mampu merahasiakan amal
salehnya, maka hendaknya ia lakukan.” (HR. Al Khatib)20
Ibnu Rajab pernah berkata, “Tidaklah seseorang yang ingin dilihat itu
Dengan demikian media dapat mematuhi etika Islam dan teori etika lainnya
dengan mudah. Namun ini harus diterapkan pada tingkat yang berbeda mulai dari
undang-undang dan peraturan pemerintah hingga aplikasi media yang mengatur diri
sendiri atau oleh orang-orang yang menggunakan media.
23 Edo Hendra Kusuma , Etika Islam Dalam Aktivitas Bermedia Sosial 14 Oktober 2018
13
Orang-orang ini harus memutuskan apa yang salah atau benar menurut hati nurani
mereka sendiri dan menggunakan etika Islam untuk membimbing mereka untuk
membedakan anatara "benar" dan "salah".
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
15
a. Sebagai filter aktivitas bermedia agar dapat membedakan antara "benar"
dan "salah"
b. Sebagai penyensor mana hal yang diharamkan dalam syariat Islam seperti
pornografi, kekerasan, dan penghujatan.
B. Implikasi
16
17