Dosen Pengampu :
Oleh :
12108027
TAHUN 2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai bagian dari agama samawi dengan misi penyebaran yang jelas,
juga menekankan pentingnya peran-peran para penganutnya untuk menyebarkan
ajarannya. Nabi Muhammad sebagai pembawa ajaran Islam telah memerintahkan
kepada umatnya untuk menyampaikan setiap ajaran dari agama Islam kepada umat
manusia. Dalam hal ini, para ulama lah yang secara garis besar memikul amanah
sebagai pewaris para Nabi. Besarnya peran ulama dalam melanjutkan misi dakwah,
juga dibarengi dengan sikap masyarakat yang begitu menghormati dan memuliakan
mereka, mengingat, ulama dikenal konsistendalam mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Adapun metode dakwah yang digunakan oleh Rasulullah dapat diketahui
melalui ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan sumber pokok dakwah. Dalam Al-Qur’an
terdapat beberapa metode dakwah untuk menghadapi statifikasi keilmuan dalam
masyarakat luas, di mana mereka pada dasarnya memiliki tingkat keilmuan dan
pemahaman yang berbeda. Di antara metode dakwah yang ditawarkan Al-Qur’an
adalah metode al-hikmah, almau’idzah, al-jidal, dan al qudwah. Dengan adanya
berbagai macam metode dakwah tersebut, maka diharapkan proses penyebaran agama
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dapat terealisasikan dengan baik.
Pada zaman seperti ini dakwa bisa dilakukan melalui media social yang dengan
mudah di akses oleh masyarakat umum. Dengan adanya teknologi informasi seperti
media sosial, semua dapat berjalan lebih mudah ditambah dengan pengetahuan dalam
melakukan dakwah. Dari sini akan diketahui bagaimana dakwah yang dilakukan
melalui media sosial.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang didapat dari latar belakang permsalahan diatas
sebagai berikut :
1. Apa konsep dakwah dalam islam ?
2. Etika dakwah berdasarkan ulama ?
3. Strategi dakwah pada era modern ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengembangan metode bil lisan dan bil ’amal sesuai dengan tantangan dan
kebutuhan.
2. Mempertimbangkan metode dan media sesuai dengan tantangan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Memilih metode dan media yang relevan, baik mimbar, panggung, media cetak,
atau elektronik (radio, televisi, komputer, dan internet).
3
4. Mengembangkan media atau metode kultural dan struktural, yakni pranata sosial,
seni, karya budaya, dan wisata alam.
5. Mempertimbangkan struktur sosial dalam tingkatan kadar intelektual, yakni
khawas, awam, dan yang menentang.
6. Mempertimbangkan struktur dan tingkatan masyarakat dari segi kawasan,
geografis, demografis, sosiologis, antropologis, politis, dan ekonomis.
7. Mengembangkan dan mengakomodasikan metode dan media seni budaya
masyarakat setempat yang relevan, seperti wayang, drama, musik, lukisan, dan
sebagainya.
8. Mempertimbangkan dan mengkaji metode pendekatan spiritual, antara lain melalui
doa dan salat, silaturrahim, dan sebagainya.
4
bidang sosial budaya, politik, ekonomi, bahkan keaagamaan. Oleh sebab itu, tidaklah
mengherankan jika keberadaan media sosial sebagai media komunikasi dan informasi
telah menjadi bagian fenomena global dalam kehidupan masyarakat modern saat ini.
Kendatipun demikian, penting disadari bahwa intensitas penggunaan media
sosial tidaklah senantiasa diimbangi dengan sikap dan pengetahuan literasi yang baik.
Seringkali keberadaan media sosial dijadikan sebagai media instan tanpa melihat
implikasi negatif dari penggunaannya. Oleh sebab itu, keberadaan media sosial tidak
sedikit memicu pelbagai problem dalam kehidupan sosial masyarakat. Hal demikian
dikarenakan media sosial sering digunakan sebagai medium kebebasan berekspresi
individu dalam konteks ruang publik di era digital. Kondisi demikian meniscayakan
pentingnya pelbagai norma maupun etika dalam penggunaan media sosial, tidak
terkecuali dalam konteks penggunaanya sebagai sarana keagamaan, seperti halnya
aktifitas dakwah.
5
1. Dalam Pasal 27 ayat 1 disebutkan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki penghinaan dan
/atau pencemaran nama baik”.
2. Dalam Pasal 28 ayat 2 disebutkan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.
3. Dalam Pasal 29 disebutkan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirim
informasi Elektronik dan/atau dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan
atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”.
Kemudian mengutip dalam keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-
Indonesia II Tentang Taswiyyah al-Manhaj (Penyamaan Pola Pikir dalam Masalah-
Masalah Keagamaan). Dalam keputusannya disebutkan beberapa hal sebagaimana
berikut:
1. Perbedaan yang dapat ditoleransi adalah perbedaan yang berada di dalam majal al-
ikhtilaf (wilayah perbedaan). Sedangkan perbedaan yang berada di luar majal al-
ikhtilaf tidak dikategorikan sebagai perbedaan, melainkan sebagai penyimpangan;
seperti munculnya perbedaan terhadap masalah yang sudah jelas pasti (ma’lum min
ad-din bi adh-dharurah).
3. Majal al-ikhtilaf adalah suatu wilayah pemikiran yang masih berada dalam koridor
ma ana ‘alaihi wa ashhabi, yaitu paham keagamaan ahlussunnah wal jamaah dalam
pengertian yang luas.
6
Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se Jawa Timur tentang Etika
Dakwah di Era Digital pada tanggal 27 Juli 2022 bertepatan dengan tanggal 27
Dzulhijjah 1443 H. Memutuskan bahwa Dakwah Islam pada dasarnya merupakan
menivestasi dari ajaran Rasulullah yang bertujuan mengajak pada kebaikan,
memberikan rahmat kepada seluruh alam dan menghindari cara-cara komunikasi yang
bertolak belakang dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, para juru dakwah dan
muballigh utamanya di era digital ini harus memperhatikan etika dakwah dengan
ketentuan sebagaimana berikut:
1. Menebar kebencian meskipun dengan alasan dan tujuan tabligh, ceramah, atau amar
ma’ruf nahi munkar hukumnya haram.
2. Menghina personal atau kelompok lain, meskipun dengan alasan dan tujuan tabligh,
ceramah, atau amar ma’ruf nahi munkar hukumnya haram.
3. Menyampaikan materi dakwah untuk menyatakan yang benar itu benar dan yang
salah itu salah dalam hal yang disepakati (mujma’ alaih) hukumnya diperbolehkan.
Sedangkan mempermasalahkan hal yang diperselisihkan (mukhtalaf fih) yang dapat
memicu perpecahan di tengah umat Islam dan merusak persatuan umat Islam (ukhuwah
Islamiyah) hukumnya haram.
4. Menyerang ideologi negara dan membahayakan keutuhan NKRI meskipun dengan
alasan dan tujuan tabligh, ceramah, atau amar ma’ruf nahi munkar hukumnya haram,
karena akan memicu perpecahan dan menimbulkan mudarat di tengah kehidupan
berbangsa dan bernegara.
5. Dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar tetap harus mengedepankan kondusifitas
dan stabilitas umum. Bahkan sampai pada jenis nasihat dengan tegaspun, harus dapat
dipastikan bahwa hal itu tidak sampai menimbulkan dampak negatif kepada masyarakat
secara umum.
Dakwah di ruang terbuka seperti media sosial selain memiliki tingkat efesiensi
yang tinggi karena mudahnya penyebaran pesan-pesan dakwah di dalamnya juga
terkandung bahaya yang terselip. Dengan adanya fatwa dari MUI Jawa Timur ini
diharapkan agar para juru dakwah supaya mengajak umat pada kebaikan dengan
hikmah, nasihat yang baik, dan diskusi berbasis ilmu, bukan berdasarkan kepentingan
pribadi maupun golongan. Kemudian juga masyarakat agar lebih selektif dalam
mengambil materi informasi dari platform media sosial dan tidak mudah terprovokasi
7
oleh ujaran-ujaran kebencian baik kepada pribadi, kelompok, maupun negara,
meskipun disampaikan dalam bingkai ceramah dan tabligh.
8
Pertama, facebook merupakan salah satu jejaring sosial yang ada di internet.
Facebook mempunyai jutaan pengguna dengan bermacam-macam latar belakang
pendidikan, profesi, pekerjaan, kasta dan lain-lain. Dari pengusaha papan bawah dan
atas, birokrat sampai kalangan-kalangan paling elitpun bisa ditemukan disini. Dari
kalangan anak-anak hingga orang tua, dari kalangan terpelajar hingga awam. Dari artis,
selebritis hingga ustadz akan ditemukan disini. Berdakwah menggunakan facebook
mempunyai ragam bentuk manfaat. Walaupun oleh sebagian orang, facebook dianggap
lebih banyak mudaratnya bahkan mereka mengatakan bahwa facebook adalah sumber
dari kesesatan di dunia maya, internet. Tetapi kita sebagai umat Islam, harus
memanfaatkannya untuk kepentingan dakwah. Misalnya saling bertukar pesan-pesan
dakwah yang ringan dan mudah dipahami dan mudah dilaksanakan, saling
mengingatkan kepada amalan-amalan kebaikan, mengundang untuk mengikuti acara-
acara keagamaan yang terdekat. Jadi pada dasarnya kemajuan teknologi seperti
facebook misalnya bersifat netral, maka penggunanyalah yang sangat menentukan ke
arah mana ia digunakan, baik atau buruk sepenuhnya tergantung di tangan
penggunanya.
Kedua, berdakwa melalui youtube, selain melalui facebook keberadaan youtube
memungkinkan masyarakat untuk melakukan video sharing yang dapat diakses oleh
semua orang. Video-video terkait dakwah cukup banyak beredar di youtube. Ini
menunjukkan bahwa youtube menjadi salah satu pilihan menarik untuk menyampaikan
dakwah karena youtube mampu menampilkan pesan dakwah dalam format audio
visual.
Banyaknya orang yang mengunjungi youtube menunjukkan betapa
potensialnya penggunaan youtube untuk kepentingan dakwah. Para da’i dapat
mengupload video ke youtube tanpa harus membayar. Video tersebut dapat diakses
oleh ummat secara gratis kapan saja dan dimana saja mereka berada. Sama halnya
dengan facebook, youtube juga berpeluang dibagikan kembali oleh pengguana kepada
pengguna lainnya. Media ini menjadi sarana dakwah bersama bagi para da’i karena
merupakan kumpulan dari beberapa orang da’i yang ceramahnya bisa diakses secara
langsung.
Selain melaui media yang telah disebutkan di atas, keberhasilan dakwah dalam
kehidupan modern juga didukung oleh kualitas da’i yang kompeten. Da’i harus
mempunyai komitmen mengesakan Tuhan (tauhid), istiqamah dan jujur, berpandangan
jernih, berpandangan keislaman, memiliki kemampuan memadukan dakwah bi al-lisan
9
dengan dakwah bi al-hal, sesuai dengan perkataan dengan fakta, di atas semuanya
adalah paham dan sekte, berpikir strategis, memiliki kemampuan analisis
interdisipliner, tahu bagaimana berbicara sesuai dengan kemampuan masyarakat.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Muhammad Zaki, and Ishanan Ishanan. “Komunikasi Dakwah TGH. Mukhtar Amin
dalam Membangun Semangat Berhaji di Majelis Ta’lim al-Mukhtariah Desa
Pemenang Timur.” Al-I’lam: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam 2, no. 1
(September 6, 2018): 45
Burhanudin, Aan Mohamad, Yayah Nurhidayah, and Ulfa Chaerunisa. “Dakwah Melalui
Media Sosial (Studi Tentang Pemanfaatan Media Instagram @cherbonfeminist
Sebagai Media Dakwah Mengenai Kesetaraan Gender).” Orasi: Jurnal Dakwah dan
Komunikasi 10, no. 2 (December 16, 2019): 236.
Fatwa MUI Provinsi Jawa Timur Nomor: 06 Tahun 2022 Tentang Etika Dakwah Di Era
Digital.
Habibi, Muhammad. “Optimalisasi Dakwah Melalui Media Sosial di Era Milenial.” Al-
Hikmah: Jurnal Dakwah 12, no. 1 (2018).
Husna, Nihayatul. “Metode Dakwah Islam Dakam Perspektif Al-Qur’an.” Selasar KPI:
Referensi Media Komunikasi dan Dakwah 1, no. 1 (October 2021).
Istiani, Nurul. Athoillah Islamy. “Fikih Media Sosial Di Indonesia (Studi Analisis Falsafah
Hukum Islam Dalam Kode Etik Netizmu Muhammadiyah).” Asy Syar’iyyah: Jurnal
Ilmu Syari’ah dan Perbankan Islam 6, no. 2 (2020).
12