Anda di halaman 1dari 10

HUKUM DAN ETIKA MEDIA MASSA

(Etika New Media Atau Media Sosial)

Oleh:
Islahwati Isra dan Wahidin Indra Saputra
Komunikasi dan Penyiaran Islam
IAI Muhammadiyah Sinjai
E-mail: islahwathijra@gmail.com

Abstrak
Penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi harus memperhatikan unsur etika
agar tidak terjadi kerugian bagi pihak-pihak tertentu dan berujung pada tindakan
pelanggaran hukum. Media sosial bagi masyarakat kini bukan hanya sebagai pengganti
proses komunikasi secara langsung saja, akan tetapi dengan media sosial masyarakat lebih
dimudahkan baik dalam proses komunikasi maupun informasi. Adapun Etika komunikasi
yang baik dalam media sosial adalah jangan menggunakan kata kasar, provokatif, porno
ataupun SARA; jangan memposting artikel atau status yang bohong; jangan mencopy paste
artikel atau gambar yang mempunyai hak cipta, serta memberikan komentar yang
relevan. Dalam media sosial, konten yang bersifat pribadi dapat menjadi milik publik. Oleh
karena itu harus digunakan secara bijak untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Setiap individu pengguna media sosial seharusnya memiliki kesadaran pribadi, bahwa
apapun yang diunggah ke dalam media sosial selain dapat mempengaruhi citra diri sendiri,
juga dapat mempengaruhi hubungan sosial dengan pihak lain. Keluasan informasi
hendaklah dipilah dengan bijaksana, mana saja yang dapat digunakan dengan baik tanpa
melanggar norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan sosial. Kebebasan
berekspresi harus tetap berpegang pada etika komunikasi dan pengendalian diri yang baik.
Kata Kunci: Etika, Media Sosial

A. Pendahuluan
Kehadiran internet berkembang begitu sangat pesat dewasa ini. Untuk Indonesia
sendiri pada tahun 2019 pengguna internet mencapai 150 juta jiwa dari 268,2 juta jiwa
rakyat Indonesia. Pengunaan internet pun naik 13% dari tahun 2018. Meningkatnya
penggunaan internet dibarengi dengan tingginya penggunaan media sosial, di tahun 2019
pengguna media sosial mencapai 150 juta pengguna. Para pengguna media sosial rata-rata
tiap hari menghabiskan waktu jam, 26 menit melalui perangkat apapun (We Are Social,
2019).

1|Page
Penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi harus memperhatikan unsur
etika agar tidak terjadi kerugian bagi pihak-pihak tertentu dan berujung pada tindakan
pelanggaran hukum.1 Media sosial bagi masyarakat kini bukan hanya sebagai pengganti
proses komunikasi secara langsung saja, akan tetapi dengan media sosial masyarakat lebih
dimudahkan baik dalam proses komunikasi maupun informasi. Harold D. Laswell
memaparkan fungsi media bisa dibagi menjadi tiga. Pertama, media memiliki fungsi
sebagai pemberi informasi untuk publik luas tentang hal-hal yang berada di luar
jangkauan penglihatan mereka. Kedua, media berfungsi melakukan seleksi, evaluasi, dan
interpretasi atas informasi yang diperoleh. Ketiga, media berfungsi menyampaikan nilai
dan warisan sosial-budaya kepada masyarakat.
Media sosial sangat mempengaruhi kehidupan seseorang, oleh karenanya kita harus
pandai dalam menyikapi sehingga tidak melupakan kewajiban pada kehidupan nyata.
Etika dalam penggunaan media sosial juga harus dijaga, agar mendapatkan hal baik dan
positif, minimal sebagai hiburan dan sumber informasi faktual. Kemajuan teknologi dan
arus globalisasi yang marak membuat kebudayaan timur dan norma-norma kesantutan
memudar. Hal ini berimbas pada rendahnya etika dan moral masyarakat, bahkan bukan
kesantunan bahasa yang terjalin melainkan kekerasan fisik atau tawuran.2
B. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif dengan jenis library
reseach atau penelitian kepustakaan. Studi kepustakaan adalah penelitian yang
menggunakan berbagai jenis materi dalam mengumpulkan data dan informasi yang
peniliti kumpulkan melalui hasil bacaan melalui dokumen, ensiklopedia, kamus, jurnal,
majalah, buku, dan lain sebagainya yang berasal dari diperpustkaan.
Studi kepustakaan mengumpulkan berbagai referensi literatur atau hasil penelitian
yang sebelumnya pernah dilakukan dan memiliki relevansi pada tema atau
pembahasan sebagai landasan yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan dasar untuk
memperkaya kekhasanahan penulis pada landasan teori yang digunakan. Sedangkan dalam
mencari sumber bacaan yang dijadikan acuan peneliti juga harus selektif dalam memilih
karena tidak semua dapat dijadikan sebagai referensi penelitian. Maka dalam
mendapatkan bahan bacaan dari literatur lainya harus memerlukan ketekunan, keuletan,
1
Febi Afriani dan Alia Azmi, “Penerapan Etika Komunikasi diMedia Sosial:Analisis Pada
GrupWhatsAppsMahasiswa PPKn TahunMasuk 2016 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang”,
(Journal of Civic Education (ISSN: 2622-237X) Volume 3 No. 3 2020), h. 352
2
Maya Sandra Rosita Dewi, “ISLAM DAN ETIKA BERMEDIA (Kajian Etika Komunikasi Netizen di
Media Sosial Instagram Dalam Perspektif Islam)”, (Research Fair Unisri 2019, Vol 3, Number 1, Januari 2019),
h. 139-140.

2|Page
kejelian dan kerajinan untuk mengumpulkan data tersebut baik referensi sumber data
yang bersifat primer maupun yang sekunder.
Sedangkan ahli lain menuturkan bahwa studi kepustakaan berkaitan erat dengan
budaya, norma dan nilai pada situasi sosial yang diteliti. Oleh kareana itu menjadi penting
dalam penelitian kepustakaan untuk memerhatikan berbagai sumber data visual yang akan
dijadikanladasan teori dalam penelitian, karena penggunaan referensi yang tidak
memenuhi unsur relefansi yang akan diteliti berakibat pada ketidakvalidan terhadap hasil
penelitian yang dilakukan peneliti.
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja etika dalam new media atau media sosial?
D. Pembahasan
Kata etika secara etimologi (bahasa) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani). Bentuk
tunggal kata ethos memiliki arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak, ta etha berarti
adat kebiasaan. Dalam istilah filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan.3
Etika sering juga disebut dengan etik. Etik merupakan pencerminandari pandangan
masyarakat mengenai apa yang baik dan yang buruk, serta membedakan perilaku atau
sikap yang dapat diterima dengan apa yang ditolak guna mencapai kebaikan dalam
kehidupan bersama. Etika menyangkut nilai-nilai sosial dan budaya yang telah disepakati
masyarakat sebagai norma yang dipatuhi bersama. Banyak prinsip etik yang bersifat
universal, namun perlu kehati-hatian dalam mempelajari norma etik yang datang dari luar.
Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menyelidiki dasar semua
norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif.
Etika deskriptif memberi gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma dan konsep-
konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala, melainkan tentang apa
yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia. Etika berinternet diperlukan agar
setiap netizen ketika berada di dunia virtual memahami hak dan kewajibannya sebagai
warga negara dunia virtual.
Wacana etika melibatkan perilaku dan sistem nilai etis yang dipunyai oleh setiap
individu atau kolektif masyarakat. Oleh sebab itu, wacana etika mempunyai unsur-unsur
pokok. Unsur- unsur pokok itu merupakan kebebasan, tanggung jawab, hati nurani, dan

3
Muhammad Kanisius Mufid, “Etika dan filsafat komunikasi”, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009).

3|Page
prinsip-prinsip moral dasar. Moralitas yaitu sifat moral atau keseluruhan atas dan nilai
yang berkenaandengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah kaidah sikap baik dan
kaidah keadailan.4
Media adalah pusat kendali, tidak hanya kemampuan teknologinya yang melampaui
ruang dan waktu, melainkan juga karena kesaling terhubungannya yang melekat dengan
komunikasi, khususnya kapasitasnya untuk memberi individu akses pada jaringan global
(global networks). Sebagai bagian dari perkembangan teknologi informasi yang pesat,
kehadiran internet beserta berbagai situs atau konten yang ada di dalamnya tidak hanya
merubah perilaku individu, melainkan juga pada tingkat kelompok bahkan dalam skala
yang semakin mengglobal.
Teknologi pada dasarnya memiliki kontribusi dalam menciptakan keberagaman
media, inilah salah satu ciri dalam menciptakan keberagaman media. Dari sisi industri,
biaya produksi media dan alat produksi yang semakin murah dan canggih menyebabkan
kemunculan media secara massal. Teknologi memungkinkan industri media untuk
memproduksi media lebih beragam, kondisi ini bisa dilihat darikonvergensi media yang
tidak hanya berada dalam bentuk cetak semata, tetapi juga khalayak bisa menemukan
media yang sama dalam bentuk elektronik. Tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga
khalayak diberikan pilihan untuk mengonsumsi melalui jenis medianya, mulai dari
cetak,audio, visual, audio-visual, hingga online.
Fase perkembangan komunikasi yang dipaparkan oleh Rogers, baik secara langsung
maupun tidak, berpengaruh pada kemunculan media komunikasi itu sendiri. Menurut
Rogers, fase-fase tersebut meliputi; masa komunikasi melalui media tulisan (the writing
era), masa media komunikasi tercetak (the printing era), era komunikasi yang sudah
memanfaatkan teknologi meskipun masih sederhana (telecomunication era), dan masa di
mana media menjadi lebih interaktif dari sebelumnya (interactive communication era).
Sedangkan untuk Media sosial memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh
beberapa jenis media siber lainnya. Salah satunya, media sosial beranjak dari pemahaman
bagaimana media digunakan sebagai sarana sosial di dunia virtual. Pada akhirnya,
karakteristik media sosial bisa dipergunakan untuk bidang seperti jurnalisme, hubungan
masyarakat, pemasaran dan politik. Adapun karakteristik media sosial yaitu jaringan
(network), informasi, arsip, inetraksi, simulasi sosial dan konten oleh pengguna.

4
Maya Sandra Rosita Dewi, “ISLAM DAN ETIKA BERMEDIA (Kajian Etika Komunikasi Netizen di
Media Sosial Instagram Dalam Perspektif Islam)”, (Research Fair Unisri 2019, Vol 3, Number 1, Januari 2019),
h. 141-142.

4|Page
Anderas Kaplan dan Michael Haen lein mendefinisikan media sosial sebagai
kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi
Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan penukaran “user-generated content”.5
1. Etika New Media atau Media Sosial
a. Penerapan Etika Komunikasi yang Santun
Etika komunikasi tentu akan berbicara tentang penyampaian bahasa, dan
implementasi dapat dilihat dari kesantunan dalam berkomunikasi. Menurut Menurut
Rifauddin (2016) kesantuanan dapat dilihat dari penggunaan pilihan kata dan
kalimat dalam tulisan atau komentar yang diberikan, gunakanlah bahasa yang baik
dan sopan. Fahrimal (2018) kesantuan dilihat dari pilihlah kata-kata yang tepat untuk
membuat postingan di internet dan media sosial. Selanjutnya menurut Prasanti dan
Indriani (2017) Saat berinteraksi pergunakan dan pilihlah bahasa yang tepat sesuai
dengan dengan siapa kita berbicara.6 Gunakan kata-kata sopan dalam komunikasi
antar sesama individu pada situs jejaring sosial, karena banyak ditemui kata-kata
kasar dalam percakapan tersebut baik disengaja maupun tidak. Jangan lupakan etika
dalam berkomunikasi, walaupun percakapan dengan teman atau kolega dekat untuk
menghindari hal yang tidak diinginkan.7
b. Penerapan Etika Memberikan Informasi Secara Bijak
Salah satu bentuk kebijakan memberikan informasi adalah dengan cara
memberikan informasi dari sumber yang dapat dipercayaca. Menurut Rifauddin
(2016) kebijakan bermedia seperti tidak memposting status yang berbau SARA baik
dalam bentuk tulisan, gambar, maupin video. Selanjutnya Wahyudin dan Karimah
(2016) etika berkomunikasi di media sosial. sebaiknya memposting konten yang
bermanfaat atau berfaedah untuk kepentingan bersama dan sebelum memposting
sebaiknya memeriksa dan mempertimbangkan kembali hal-hal yang akan diposting,
Dan hal yang perlu diperhatikan adalah menghindari konten yang akan
menimbulkan konflik seperti kekerasan, hoax, pornogrrafi dan isu SARA. Menurut

5
Maya Sandra Rosita Dewi, “ISLAM DAN ETIKA BERMEDIA (Kajian Etika Komunikasi Netizen di
Media Sosial Instagram Dalam Perspektif Islam)”, (Research Fair Unisri 2019, Vol 3, Number 1, Januari 2019),
h. 143-144.
6
Febi Afriani dan Alia Azmi, “Penerapan Etika Komunikasi diMedia Sosial:Analisis Pada
GrupWhatsAppsMahasiswa PPKn TahunMasuk 2016 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang”,
(Journal of Civic Education (ISSN: 2622-237X) Volume 3 No. 3 2020), h. 335
7
Fahmi Anwar, “Perubahan dan Permasalahan Media Sosial”, (Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora,
dan Seni, Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 137-144), h. 142.

5|Page
Prasanti dan Indriani (2017) Tersedianya menu kolom untuk mengshare di media
sosial bukan tidakberarti semua harus ditulis dan dibagikan.
Gambaran dalam penerapan etika memberikan informasi secara bijak sangat
baik ini hal ini terbukti dari memberikan informasi dari sumber terpercaya, tidak
menyebarkan konten yang bersifat pornografi, memberikan informasi positif, tidak
memberikan informasi yang memicu terjadinya konflik, tidak menyebarkan
informasi yang bersifat SARA, serta tidak adanya plagiat atas hak kekayan
intelektual orang lain.8
c. Menghargai Privasi Orang Lain
Media sosial memberikan kebebasan bagi setiap penggunanya namun
kebebasan itu tentu ada batasan, hak orang lain agar terciptanya keharmonisan dalam
berkomunikasi.Menurut Machsun Rifauddin (2016) dalam menggunakan media
sosial diharapkan mampumembedakan obrolan yang bersifat pribadi dan publik, hal
ini dilakukan untuk menghindari kejahatan yang tidak diinginkan. Menurut
Wahyudin dan Karimah (2016) gambar yang mempunyai hak cipta tidak boleh
ditiru. Selanjutnya Menurut Fahrimal (2018), jika terjadi perdebatan dalam
menggunakan media sosial maka sebaiknya dilakukan diskusikan bukan menyerang
langsung di media sosial, jangan sampai kita membuat keterangan dan batasi diri
sendiri untuk memilih postingan dimana yang harus diposting dan tidak harus
diposting.9
d. Proteksi informasi pribadi.
Bijaklah dalam berbagi informasi yang bersifat pribadi, karena hal ini dapat
mencegah seseorang yang memiliki maksud kurang baik. Mengupload foto dan
rutinitas pribadi dianggap hal yang wajar, namun dilain sisi dapat memberi
kesempatan bagi pihak yang ingin mengambil keuntungan. Pikirkan mengenai
konsekuensi sebelum mengunggah sesuatu ke dalam media sosial.
e. Memandang penting hasil karya orang lain.
Jika menyebarkan informasi baik itu berupa tulisan, foto, video atau
sejenisnya milik orang lain, alangkah baiknya sumber informasi tersebut
dicantumkan sebagai bentuk penghargaan hasil karya orang lain. Hindari tindakan
copy-paste tanpa mencantumkan sumber informasi tersebut.

8
Febi Afriani dan Alia Azmi, “Penerapan Etika Komunikasi diMedia Sosial:Analisis Pada
GrupWhatsAppsMahasiswa PPKn TahunMasuk 2016 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang”,
(Journal of Civic Education (ISSN: 2622-237X) Volume 3 No. 3 2020), h. 336-337
9
Ibid., h. 337.

6|Page
f. Baca berita secara keseluruhan, jangan hanya menilai dari judulnya.
Ini merupakan bagian dari fenomena baru dalam jejaring media sosial. Sering
sekali pengguna media sosial sekedar ikut-ikutan menyebarkan bahkan
mengomentari hal-hal yang sedang ramai dibicarakan di media sosial tanpa
membaca berita secara keseluruhannya.
g. Kroscek kebenaran berita atau informasi
Berita atau informasi palsu yang belum jelas sumbernya (HOAX) sangat
sering kita jumpai di mediasosial. Dalam kasus ini, pengguna media sosial dituntut
untuk cerdas dan bijak dalam memanfaatkan sebuah berita atau informasi lainnya.
Bila ingin menyebarkan informasi tersebut, ada baiknya lakukan kroscek kebenaran
dan kredibilitas informasi terlebih dahulu agar tidak ada tuntutan dikemudian hari
dan dapat dipertanggungjawabkan.10
Samovar LA & Porter RE (2009) mengatakan bahwa media sosial dapat
mengakibatkan perubahan pada enam unsur budaya:
a. Media sosial membawa perubahan pada kepercayaan (belief), nilai (values),
dan sikap (attitudes).
Dengan media sosial, masalah hubungan seseorang dengan sang pencipta tidak
lagi dianggap sebagai hubungan individual, tetapi kelompok. Seseorang dapat
berbagi pengalaman rohaninya atau ucapan rasa syukur terhadap pencipta dengan
orang lain maupun kelompok misalnya dengan menggunakan Facebook atau
Twitter. Media sosial juga dapat mengubah nilai-nilai dalam masyarakat, misalnya
budaya masyarakat Indonesia dikenal dengan budaya sopan santun. Dengan media
sosial, terjadi pergeseran nilai karena seseorang dapat memberi kritik tajam,
hujatan, bahkan makian secara langsung terhadap individu atau kelompok lain tanpa
memikirkan konsekuensi pada sang terhujat. Media sosial juga menyebabkan
perubahan sikap pada masyarakat. Salah satu contohnya adalah seseorang tak
lagi menganggap pertemuan langsung atau silaturahmi sebagai sesuatu yang penting,
karena dapat dilakukan hanya dengan chatting di media sosial. Sikap acuh tak acuh
dan tidak peduli pada lingkungan sekitar juga merupakan dampak dari penggunaan
media sosial yang banyak ditemukan.

10
Fahmi Anwar, “Perubahan dan Permasalahan Media Sosial”, (Jurnal Muara Ilmu Sosial,
Humaniora, dan Seni, Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 137-144), h. 142.

7|Page
b. Pandangan dunia (worldview)
Cara pandang sempit (tradisional) yang berubah menjadi cara pandang global
(modern). Hal inilah yang sering mengakibatkan geger budaya. Sebagai contoh gaya
berpacaran remaja di luar negeri yang cenderung bebas dan diupload pada Facebook
atau media sosial lainnya, telah banyak diterapkan oleh remaja Indonesia, walaupun
sebenarnya sangat bertentangan dengan budaya sekitar.
c. Organisasi sosial
Organisasi sosial yang dibentuk di media sosial seperti Facebook tidak lagi
bersifat resmi dan terikat seperti di dunia nyata. Seorang anggota organisasi sosial di
Facebook dapat sangat aktif maupun pasif, tidak ada keterikatan dan rasa tanggung
jawab seperti pada dunia nyata. Tetapi justru hal inilah yang membuat sebagian
besar masyarakat merasa tertarik untuk bergabung dengan organisasi pada media
sosial.
d. Tabiat manusia (human nature)
Status pada Facebook maupun media sosial lain sering menunjukkan tabiat
narsis, egosentris, ingin merasa lebih dari yang lain dan ingin menonjolkan
kelebihan diri sendiri. Banyak juga yang terlihat berusaha membuka kekurangan
dan memojokkan orang lain. Tabiat buruk yang dahulu ditutupi, sekarang jelas
terpampang pada media sosial seseorang dengan atau tanpa disadari oleh pemilik
akun tersebut.
e. Orientasi kegiatan (activity orientation)
Orientasi kegiatan yang bersifat positif antara lain mengupload kegiatan
untuk tujuan bisnis, perdagangan atau kegiatan sosial. Orientasi kegiatan yang
bersifat negatif antara lain menguploadsuatu kegiatan dengan tujuan pamer, atau
membanguncitra diri.
f. Persepsi tentang diri sendiri dan orang lain (perseption on self and others)
Perilaku pengguna Facebook yang berusaha membangun konsep diri mereka
sendiri dengan menuliskan status pada laman Facebook mereka. Mengekspos diri
sendiri untuk mendapat perhatian orang lain, misalnya dengan mengunduh (upload)
foto untuk berlomba mendapatkan “like” dari orang lain.
g. Perubahan psikologis dan gangguan privacy
Remaja dan dewasa muda adalah pengguna media sosialterbesar yang sering
mengungkapkan kekecewaan, kesedihan, dan kesulitan hidupnya di media sosial.
Smith (2013) mengungkapkan bahwa 84% pengguna Facebook berusia 18-29 tahun.

8|Page
Di California, Amerika Serikat, sekitar 23% remaja melaporkan tindakan
bullyingoleh sesamanya, dan prevalensi cyber bullying maupun bullying di
kehidupan nyata sama besarnya. Cyber-bullying diketahui menyebabkan angka
depresi dan anxietas yang lebih besar dibandingkan bullyingtradisional. Hal ini
akan mendorong tindakan bunuh diri pada remaja. Tindakan bunuh diri ini sering
diakibatkan karena membaca komentar yang menyakitkan beberapa hari sebelum
dilakukan tindakan tersebut. Korban biasanya berasal dari kalangan LGBT (Lesbian,
Gay, Bisexual, Transgender). Sebanyak 54% remaja LGBT mengalami kasus
cyberbullying di Amerika (Blumenfield, 2010), sedangkan kegiatan cyber-bullying
di Indonesia banyak terjadi pada public figur seperti politisi, selebriti maupun tokoh
publik lainnya. Remaja korban cyber-bullying juga berisiko mendapatkan perlakuan
buruk di dunianyata, seperti pelecehan seksual maupun kekerasan fisik. Korban
cyberbullying ini juga berisiko menjadi pelaku cyber-bullying pada orang lain, suatu
kegiatan negatif viral yang seharusnya dapat dicegah.11
E. Kesimpulan
Adapun Etika komunikasi yang baik dalam media sosial adalah jangan menggunakan
kata kasar, provokatif, porno ataupun SARA; jangan memposting artikel atau status yang
bohong; jangan mencopy paste artikel atau gambar yang mempunyai hak cipta, serta
memberikan komentar yang relevan. Dalam media sosial, konten yang bersifat pribadi
dapat menjadi milik publik. Oleh karena itu harus digunakan secara bijak untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Setiap individu pengguna media sosial
seharusnya memiliki kesadaranpribadi, bahwa apapun yang diunggah ke dalam media
sosial selain dapat mempengaruhi citra diri sendiri, juga dapat mempengaruhi hubungan
sosial dengan pihak lain. Keluasan informasi hendaklah dipilah dengan bijaksana, mana
saja yang dapat digunakan dengan baik tanpa melanggar norma dan nilai-nilai yang
berlaku dalam kehidupan sosial. Kebebasan berekspresi harus tetap berpegang pada etika
komunikasi dan pengendalian diri yang baik.

11
Fahmi Anwar, “Perubahan dan Permasalahan Media Sosial”, (Jurnal Muara Ilmu Sosial,
Humaniora, dan Seni, Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 137-144), h. 139-140.

9|Page
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Febi dan Azmi, Alia. “Penerapan Etika Komunikasi di Media Sosial:Analisis Pada
Grup WhatsApps Mahasiswa PPKn Tahun Masuk 2016 Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang”, Journal of Civic Education (ISSN: 2622-237X) Volume
3 No. 3 2020.
Rosita Dewi, Maya Sandra.“ISLAM DAN ETIKA BERMEDIA (Kajian Etika Komunikasi
Netizen di Media Sosial Instagram Dalam Perspektif Islam)”, Research Fair Unisri
2019, Vol 3, Number 1, Januari 2019.
Mufid, Muhammad Kanisius. “Etika dan filsafat komunikasi”, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009.
Anwar, Fahmi. “Perubahan dan Permasalahan Media Sosial”, Jurnal Muara Ilmu Sosial,
Humaniora, dan Seni, Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 137-144.

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai