Anda di halaman 1dari 12

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS


(JHSSB)
Jilid 1 EDISI 3 (2022)

ETIKA KOMUNIKASI SEBAGAI PENGENDALIAN KEBAJIKAN VIRTUAL PADA PT


PERILAKU MEDIA MASYARAKAT DI ERA DIGITAL

Dicky Apdillah1*, Zuwairiah Harmika2, Miri Sahera3, Himmatul Ummi Harahap4


1-4
Fakultas Hukum Universitas Asahan
Surel:1)dickyapdi1404@gmail.com ,2)zuwairiahharmica@gmail.com ,
3)mirivivoy30@gmail.com ,4)himmatulummih@gmail.com

Abstrak
Tulisan ini menggali etika komunikasi sebagai alat untuk mengendalikan kesalehan virtual dalam perilaku
media publik di era digital. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menjelaskan, dan
mengetahui peran etika komunikasi di era digital sebagai kontrol kesalehan virtual dalam perilaku media
publik. Gagasan etika komunikasi yang digunakan didasarkan pada pandangan Haryatmoko dan didukung
oleh teori aktivitas komunikasi Habermas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan
metodologi deskriptif. Observasi dan dokumentasi digunakan sebagai metode pengumpulan data. Data yang
berhasil dikumpulkan kemudian diperiksa, dibandingkan, dan digabungkan sehingga menghasilkan suatu
hasil kajian yang sistematis, runtut, dan komprehensif. Menurut temuan penelitian ini, etika komunikasi
adalah seperangkat standar, nilai, atau ukuran perilaku yang baik dalam kegiatan komunikasi. Dalam kaitan
ini, etika komunikasi sebagai kontrol kesalehan virtual dalam perilaku media publik di era digital ini
dimaksudkan untuk menjamin tercapainya ciri-ciri umum norma-norma yang dapat diterima dalam kehidupan
masyarakat. Lebih jauh lagi, hal ini menjamin otonomi individu melalui kekuatan emansipatoris, yang
mengarah pada pembentukan kemauan bersama melalui dialog logis. Kesimpulannya, etika komunikasi
merupakan upaya mengatur proses komunikasi guna menjamin stabilitas sosial dalam masyarakat majemuk
di era digital.

Kata kunci:Etika, Komunikasi, Kesalehan, Virtual, Digital

1. PERKENALAN
Dunia saat ini disertai dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat,
termasuk kemajuan dalam ilmu-ilmu sosial kemanusiaan serta teknologi informasi media dan
komunikasi, khususnya media sosial, yang mengurangi jarak antara satu daerah dengan daerah
lain meskipun terdapat budaya yang signifikan. perbedaan di antara mereka. Oleh karena itu,
pada tahun 2009, media sosial diubah menjadi saluran informasi yang memiliki potensi besar di
Indonesia (Fahmi, 2013). Peningkatan signifikan dalam pengguna media sosial di Indonesia
berlaku baik pada aplikasi jejaring berbasis pertemanan maupun situs berbagi informasi. Dalam
hal ini, hampir setiap masyarakat di Indonesia mempunyai akses dan penggunaan platform media
sosial yang sudah ada. Oleh karena itu, platform media sosial yang digunakan bermacam-macam,
antara lain Facebook, Twitter, Instagram, Path, dan masih banyak lagi (Nurudin, 2012).

Proses sosialisasi yang berlangsung di platform media sosial harus dilakukan dengan
mempertimbangkan praktik komunikasi yang etis. Pentingnya hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa
segala tindakan masyarakat di media sosial berpotensi memberikan dampak negatif terhadap
kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi di media sosial

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/ 49
ETIKA KOMUNIKASI SEBAGAI PENGENDALIAN KEBAJIKAN VIRTUAL DALAM PERILAKU MEDIA
MASYARAKAT DI ERA DIGITAL
Dicky Apdillah, Zuwairiah Harmika, Miri Sahera, Himmatul Ummi Harahap

platform harus komunikatif dan penuh rasa hormat. Sebagai manusia, kita tidak bisa
lepas dari proses sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari (Nasrullah, 2015). Baik itu
komunikasi formal maupun komunikasi nonformal, komunikasi selalu menjadi aktivitas
terpenting bagi manusia, mulai dari bangun tidur hingga tidur. Kehidupan masyarakat
sudah banyak dipengaruhi oleh media sosial, sehingga mereka harus bisa menyikapinya
dengan baik agar tidak melupakan tanggung jawabnya di kehidupan nyata. Selain itu,
masyarakat harus mematuhi standar etika dalam menggunakan media sosial agar dapat
memperoleh hasil yang baik dan bermanfaat, setidaknya sebagai sumber hiburan dan
informasi faktual.
Proses evolusi yang terjadi di bidang inovasi teknologi dan internet menghasilkan
terbentuknya media baru, namun juga munculnya model bisnis baru. Namun memburuknya
aturan keadaban dalam berbagai aspek kehidupan manusia telah mengakibatkan gejolak
budaya pada beberapa elemen kehidupan manusia, seperti komunikasi dan kontak, yang
berdampak negatif terhadap masyarakat secara umum. Sebagai konsekuensinya, kekerasan
fisik atau metaforis dikaitkan dengan wacana sopan dan bukan sebaliknya (Magnis-Suseno,
1984). Berbagai aturan telah ditetapkan dalam masyarakat untuk mengatur tata cara
berkomunikasi antar manusia tanpa menyakiti hati dan menjunjung tinggi etika sebagai
simbol penghormatan terhadap lawan bicara. Aturan-aturan ini didasarkan pada nilai-nilai
yang dihasilkan dalam masyarakat. Sebaliknya, cara kita berkomunikasi, penggunaan kata-
kata atau kalimat yang dianggap etis, terkadang dapat menghasilkan sesuatu yang tidak
menyenangkan dan menimbulkan salah tafsir di antara orang-orang (Kismiyati & Wahyudin,
2010; Nurudin, 2012).
Karena dunia mulai tanpa batas, sepertinya tidak ada rahasia yang bisa disembunyikan.
Melalui media sosial, masyarakat umum dapat mengetahui kegiatan, acara, dan kegiatan
lainnya yang akan datang. Dunia maya seperti media sosial merupakan sebuah transformasi
besar yang berpotensi mengubah perilaku manusia di era modern. Pada akhirnya, realitas
menjadi semakin virtual, dan realitas virtual inilah yang harus diadaptasi dan diintegrasikan
ke dalam penyelidikan ilmiah saat ini. Oleh karena itu, kita memerlukan semacam manajemen
atau pengawasan untuk memastikan bahwa kesalehan virtual dan perilaku media sosial tetap
terjaga, terhibur, dan terinformasi.
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini antara lain penelitian tentang
penerapan etika komunikasi Islami dalam tindakan sosial netizen di media sosial Twitter, yang
menjelaskan bahwa penerapan etika komunikasi Islami yang baik di media sosial diharapkan dapat
mencegah dampak negatif dalam penggunaan media sosial. media (A.Ihsani, 2020). Berikut ini adalah
penelitian komunikasi kelompok dalam komunitas virtual yang menjelaskan bahwa dalam media sosial,
setiap individu terlibat dalam ruang virtual yang membentuk modal jaringan sosial dan modal
pengetahuan, serta kepercayaan dan keamanan harus dijaga dengan selalu memperhatikan etika
komunikasi ( Nurhaliza & Fauziah, 2020). Selanjutnya terdapat penelitian tentang etika komunikasi Islam
yang menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi harus dilakukan berdasarkan cita-cita etika yang dianut
dalam suatu masyarakat, dengan tujuan terjalinnya komunikasi yang menyenangkan, baik hati, dan
bermanfaat (Susanto, 2016).
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan etika komunikasi
dalam mengendalikan atau mengontrol kesalehan virtual dalam perilaku media sosial di era digital. Lebih
lanjut, karena keduanya saling terkait, kita akan membahas beberapa jenis aktivitas media sosial yang muncul
dalam kehidupan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


50 https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/
JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS
(JHSSB)
Jilid 1 EDISI 3 (2022)

peran etika komunikasi di media sosial sebagai kontrol kesalehan virtual. Sebagai kesimpulan,
tulisan ilmiah ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan mendalam mengenai peran etika
komunikasi. Sekali lagi sebagai sumbangsih gagasan dalam khazanah keilmuan masyarakat demi
kemajuan ilmu pengetahuan terkait.
Selain itu, hal ini juga dapat berfungsi sebagai perbandingan bagi para sarjana atau penulis lain yang
mengerjakan topik serupa, dan dapat berfungsi sebagai pengingat bahwa komunikasi etis sangat penting dalam
mengekang munculnya “kesalehan virtual” dalam konsumsi media modern. Terlebih lagi, di era digital ini, kebiasaan
konsumsi media masyarakat berkembang dengan kecepatan yang mencengangkan.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dan metode penelitian kualitatif. Oleh karena
itu, observasi dan dokumentasi digunakan untuk memperoleh data. Pengamatan dan catatan yang
dikumpulkan dipelajari, dibandingkan, dan digabungkan untuk menciptakan suatu hasil penelitian yang
sistematis, bermakna, dan komprehensif (Sugiyono, 2013). Penelitian ini memanfaatkan platform media
sosial Twitter dan Instagram. Twitter dipilih sebagai platform media sosial karena keunggulannya dalam
hal kontak langsung dan eksklusif. Sementara itu, Instagram dipilih untuk menyamai aktivitas media
sosial komunitas yang sedang berkembang, karena Instagram memang merupakan platform media
sosial yang sangat populer di Indonesia. Selanjutnya, data dikumpulkan dari akun media sosial yang
berhubungan dengan peneliti dan berada dalam jangkauan peneliti.
Penulis mengumpulkan data untuk penelitian dengan cara mengamati dan mendokumentasikan akun media
sosial terkait, kemudian mengolah data tersebut sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, analisis data kualitatif
merupakan upaya yang dilakukan dengan cara mengolah data, mengorganisasikan data, memilah data menjadi
suatu kesatuan yang dapat dikelola, terpadu, mencari dan menemukan pola, menentukan apa yang penting dan apa
yang dapat dipelajari. Setelah itu, pertimbangkan apakah hal tersebut dapat dikomunikasikan secara efektif dan
mudah kepada orang lain.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Etika Komunikasi
Dalam interaksi sosial, terdapat struktur yang mengatur bagaimana orang bergaul satu sama lain.
Kesopanan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan prosedur sosial yang
mengedepankan rasa saling menghormati. Apabila diadakan suatu tata cara perkumpulan maka
kepentingan komunikator dan komunikan terlindungi, sehingga mereka dapat merasa bahagia,
tenteram, dan terlindungi tanpa menimbulkan kerugian bagi pihak lain, serta tindakan yang dilakukan
sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dan tidak merugikan pihak lain. bertentangan dengan hak
asasi manusia. Etika dapat dianalisis dari segi atau penerapan prosedur sosial, standar perilaku,
konvensi manusia dalam masyarakat, dan penentuan nilai baik dan negatif (Haryatmoko, 2007).

Etika berasal dari istilah Latin ethicus, dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos, yang berarti
praktik standar, nilai, prinsip, dan ukuran perilaku manusia yang dapat diterima dan tidak dapat
diterima (AFA Ihsani & Febriyanti, 2021). Sedangkan komunikasi merupakan tanda adanya
hubungan antarmasyarakat, karena selalu melibatkan minimal dua orang. Norma atau pedoman
yang berfungsi sebagai kontrol atau kendali sosial selalu diperlukan dalam berinteraksi. Tujuannya
adalah mewujudkan masyarakat yang tertib. Salah satu cara untuk mencapai ketertiban

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/ 51
ETIKA KOMUNIKASI SEBAGAI PENGENDALIAN KEBAJIKAN VIRTUAL DALAM PERILAKU MEDIA
MASYARAKAT DI ERA DIGITAL
Dicky Apdillah, Zuwairiah Harmika, Miri Sahera, Himmatul Ummi Harahap

masyarakat adalah melalui keberadaan etika, sebuah filosofi yang menilai relatif baik buruknya tindakan
manusia (Kismiyati & Wahyudin, 2010). Dengan demikian, etika komunikasi merupakan suatu standar,
nilai, atau norma perilaku yang patut dalam kegiatan komunikasi suatu masyarakat (Haryatmoko, 2007).

Menurut Nilsen, untuk mencapai etika komunikasi perlu memperhatikan ciri-ciri seperti
menghargai orang lain sebagai pribadi tanpa memandang usia, status, atau hubungannya dengan
penutur, menghargai gagasan, perasaan, niat penutur. , dan integritas, keramahan, objektivitas, dan
keterbukaan. Pertimbangan yang mengedepankan kebebasan berekspresi, kepatuhan terhadap bukti,
dan analisis yang masuk akal terhadap berbagai kemungkinan, dan dimulai dengan mendengarkan
secara menyeluruh sebelum menyatakan setuju atau tidak setuju (Nugroho, 2010). Oleh karena itu,
etika komunikasi dapat dilihat sebagai pedoman untuk bertindak secara moral, yang sangat terkait
dengan pengembangan konvensi, norma, nilai, dan lain-lain.
dan standar dalam hidup(Kismiyati & Wahyudin, 2010).

3.2 Kesalehan Maya


Umat manusia telah sampai pada eksplorasi global saat ini, sebuah petualangan di
lingkungan virtual yang ada di luar realitas (hiperrealitas) (Hadi, 2015). Menurut Baudrillard,
hiperrealitas adalah suatu proses yang mengakibatkan disintegrasi pembatas antara media dan
dunia sosial, sehingga berita dan hiburan menyatu dan televisi menjadi dunianya. Televisi
menyimulasikan kehidupan nyata dan bukan merupakan representasi dunia, namun merupakan
pelaksanaannya (Barker, 2006).
Menurut etimologinya, istilah bertakwa berasal dari kata Arab shalih, yang secara harafiah berarti “menghindari cidera
atau keburukan”. Yang dimaksud dengan “perbuatan baik” adalah perbuatan atau perbuatan yang tidak menimbulkan
kerugian atau tidak mengandung unsur-unsur yang menimbulkan kerugian.
Dengan demikian, orang yang bertakwa adalah orang yang menjauhi keburukan atau hal-hal yang
merugikan. Tentunya hal ini merujuk pada perilaku dan kepribadiannya, yang meliputi perkataan, sikap,
tindakan, bahkan pikiran dan perasaannya. Tidak hanya itu, menurut al-Mu'jam al-Wasith sumber kata
bertakwa, shaluha, juga mengandung makna bermanfaat. Dengan menggabungkan kedua pengertian
tersebut, maka orang yang bertakwa diartikan sebagai orang yang terjaga akhlak dan kepribadiannya dari
pengaruh-pengaruh yang merugikan, namun juga turut memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan
lingkungan sekitarnya. Dengan ciri-ciri tersebut, ia menjelma menjadi simbol harapan dan teladan bagi orang
lain di sekitarnya. Takwa tergolong kata benda dalam KBBI; menunjuk pada ketaatan dalam menjalankan
ibadah; kesungguhannya dalam menjalankan ajaran agamanya tercermin dari sikapnya terhadap kehidupan.
Oleh karena itu, ketakwaan dapat diartikan sebagai ketaatan dalam menjalankan ibadah atau keikhlasan
dalam menjalankan agama. Begitu pula dengan KBBI yang mengklasifikasikan istilah virtual sebagai kata sifat
yang (secara praktis) bermakna: demokrasi dalam arti virtual. Dalam contoh ini, penting untuk memahami arti
istilah dalam tanda kurung, karena kata 'as' dapat disamakan dengan 'as if'. Jadi, maya bisa diartikan 'virtual'
atau 'seolah-olah' nyata (Cahyono, 2016).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Werner bahwa virtual adalah dunia maya. Istilah “cyberspace”
berasal dari istilah cybernetics dan space. William Gibson menciptakan istilah "ruang siber" ketika ia
menegaskan bahwa dunia maya adalah realitas yang terhubung secara global yang didukung oleh
komputer, akses komputer, dan bersifat multidimensi, buatan, atau virtual (Severin et al., 2001).

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipahami bahwa ketakwaan
yang hakiki adalah ketaatan dalam menjalankan ibadah atau keikhlasan dalam menjalankan agama.

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


52 https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/
JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS
(JHSSB)
Jilid 1 EDISI 3 (2022)

yang dihadirkan dalam sebuah proses komunikasi dalam komunitas virtual yang terhubung
secara global, dan didukung oleh berbagai media antara lain komputer, televisi, dan
smartphone.

3.3 Media Sosial


Istilah “media baru” mengacu pada media yang menggunakan digitalisasi, konvergensi,
interaktivitas, dan pertumbuhan jaringan dalam penciptaan dan distribusi pesan (Apdillah et al., 2022).
Potensi media baru untuk memberikan tingkat keterlibatan ini memungkinkan pengguna untuk
mengontrol informasi apa yang diserap sekaligus mengatur keluaran informasi yang dihasilkan dan
membuat pilihan yang diinginkan oleh pengguna. Kemampuan untuk menyediakan interaktivitas
sangat penting untuk memahami media baru (Flew, 2002). Watie mendefinisikan media sosial, atau
disebut juga jejaring sosial, sebagai bagian dari media baru (Watie, 2011).
Media sosial merupakan fitur berbasis website yang memungkinkan masyarakat saling terhubung
dan berinteraksi satu sama lain dalam suatu komunitas. Dengan menggunakan media sosial,
masyarakat dapat terlibat dalam berbagai jenis komunikasi dan kolaborasi, serta mengenal satu sama
lain dalam format tertulis, visual, dan audiovisual (Herlanti, 2016).
Contohnya adalah platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram
(Puntoadi, 2011). Demikian pula menurut Andreas, media sosial mengacu pada kumpulan
aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas landasan ideologis dan teknologi dan
memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten buatan pengguna (Cahyono, 2016).
Sementara itu, Meike mengatakan bahwa istilah “media sosial” mengacu pada perpaduan dua
konsep: komunikasi personal dalam arti berbagi antar individu (dibagikan satu-ke-satu) dan
komunikasi publik dalam arti berbagi. dengan siapa saja tanpa ada kekhususan individu
(Setiadi, 2016). Sederhananya, media sosial adalah media online yang memungkinkan
pengguna berinteraksi satu sama lain sekaligus membuat, berbagi, dan mengonsumsi
konten (Herlanti, 2016).
Ketika media sosial digunakan dengan baik, memungkinkan terjadinya penggabungan
komunikasi interpersonal dengan komunikasi massa. Ketika seseorang mengunggah
sesuatu, dan pihak lain menjawab, terjadilah interaksi, kemudian terjadi kontak interpersonal
antara kedua pihak. Selanjutnya, ketika seseorang mengunggah sesuatu, maka isi unggahan
tersebut dapat dilihat dan dinikmati oleh banyak orang, sehingga tercipta kesadaran dan
apresiasi masyarakat secara luas. Hal ini disebabkan komunikasi massa tidak memerlukan
partisipasi aktif semua pihak (Watie, 2011).
Menurut Nasrullah (2015), media sosial memiliki enam kualitas berbeda yang membedakannya
dari media lainnya. Pertama, jaringan, yaitu tulang punggung yang menghubungkan komputer dengan
perangkat keras lainnya. Tautan ini diperlukan karena komunikasi, termasuk transfer data, dapat terjadi
ketika komputer terhubung. Kedua, karena pengguna media sosial mengkonstruksi representasi
identitasnya, menghasilkan materi, dan berinteraksi berdasarkan informasi, maka informasi menjadi
entitas penting dalam media sosial. Lebih lanjut, arsip menjadi karakter bagi pengguna media sosial
yang menjelaskan bahwa suatu materi disimpan dan dapat dilihat kapan saja dan melalui perangkat
apa saja. Apalagi interaksi, media sosial menciptakan jaringan orang-orang yang harus dibangun
melalui interaksi antar penggunanya, bukan hanya pertemanan atau pengikut. Kelima, simulasi sosial,
media sosial mempunyai ciri sebagai media virtual bagi masyarakat (society). Media sosial memiliki
kepribadian dan pola berbeda yang, dalam banyak situasi, tidak ditemukan dalam kehidupan nyata.
Terakhir, konten buatan pengguna (UGC), di media sosial

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/ 53
ETIKA KOMUNIKASI SEBAGAI PENGENDALIAN KEBAJIKAN VIRTUAL DALAM PERILAKU MEDIA
MASYARAKAT DI ERA DIGITAL
Dicky Apdillah, Zuwairiah Harmika, Miri Sahera, Himmatul Ummi Harahap

media, konten sepenuhnya dimiliki dan didasarkan pada kontribusi pengguna atau pemilik akun. Dalam
budaya media baru, UGC adalah koneksi simbiosis yang memberikan kemungkinan dan kebebasan bagi
masyarakat untuk berkontribusi. Hal ini berbeda dengan media sebelumnya (tradisional), yang mana
khalayak hanya sekedar objek atau sasaran pasif dalam penyebaran pesan (Nasrullah, 2015).

Kesalehan mendapat dukungan kuat secara virtual di media sosial karena merupakan wadah
pengungkapan identitas agama seseorang, misalnya Islam yang melibatkan berbagai ritual
keagamaan. Terakhir, gambar, update status, profil, bahkan grup yang diikuti di media sosial
mungkin bisa dipahami sebagai upaya individu Muslim untuk mengungkap jati dirinya. Namun
yang menjadi pertanyaan adalah apakah setiap identitas yang dikonstruksi mewakili atau
menunjukkan kesalehan individu di dunia nyata, atau hanya sebatas wacana identitas di media
sosial (Nasrullah, 2015).

3.4 Perilaku Komunitas Media Sosial


Kemajuan teknologi informasi saat ini justru menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-
nilai sosial masyarakat dunia. Transparansi sosial merupakan kondisi penghapusan kategori
sosial, batasan sosial, dan hierarki sosial yang sebelumnya mendefinisikan suatu masyarakat
(Lubis et al., 2022). Setelah itu, jaringan informasi menjadi transparan dan virtual ketika
kategori moral dan ukuran nilai tidak lagi membatasinya. Memang, individu yang terjebak
dalam proses komunikasi di dunia maya bisa saja tenggelam di dalamnya dan terbawa oleh
gaya komunikasi yang ada, hingga tak jarang mereka justru terkesan menjadi sosok lain yang
jauh berbeda dengan dunia nyata. dunia dalam kehidupan sehari-hari (Piliang, 2004).

Aktivitas jaringan informasi dan komunikasi yang dilakukan masyarakat di seluruh dunia
pada zaman modern ini tergolong besar dan intensif. Berbagai motif dan tujuan menjadi
landasan masyarakat dalam mengakses layanan jaringan informasi, khususnya media baru.
Berbagai jenis perilaku masyarakat di media sosial akan penulis uraikan pada bagian berikut.
Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media baru relatif
menarik perhatian berbagai pihak, antara lain selfie, perang siber, belanja online,
personalisasi pengguna, dan budaya berbagi.
Selfie merupakan fenomena yang muncul sebagai dampak dari berkembangnya teknologi
informasi, khususnya munculnya media baru dan budaya siber, salah satunya adalah selfie atau selfie.
Istilah ini juga telah secara resmi diakui sebagai kata baru, yang diperkenalkan dalam Kamus Bahasa
Inggris Oxford edisi 2013. Ini hanya mengacu pada 'potret diri yang disebarkan melalui media sosial'.
Menurut Jerry Saltz, selfie adalah potret diri instan yang diambil dengan kamera ponsel pintar dan
dengan cepat disebarluaskan atau dibagikan di internet sebagai sarana komunikasi visual instan
tentang keberadaan seseorang, apa yang dilakukannya, apa yang dipikirkannya, dan apa yang
dilakukannya. siapa yang menurut mereka melihatnya (Nasrullah, 2015; Setiadi, 2016).
Selfie pertama kali muncul dan dapat diamati secara virtual bersamaan dengan
diperkenalkannya perangkat kamera di ponsel. Tidak demikian halnya dengan gambar digital yang
diambil dengan DSLR atau kamera jenis lain; dengan ponsel, foto yang diambil bisa langsung
dipublikasikan ke media sosial. Akibat kenyataan tersebut, awalnya seorang pengguna atau
seseorang ingin berbagi momen atau aktivitasnya dengan rekan-rekannya melalui jaringan media
sosial. Fakta selanjutnya adalah potret diri ditampilkan di media sosial sebagai bentuk ekspresi diri
dan upaya menunjukkan apa yang telah dicapai orang di luar jaringan. Akibatnya, diri sendiri

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


54 https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/
JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS
(JHSSB)
Jilid 1 EDISI 3 (2022)

potret tidak dapat dilihat hanya dari segi wajah, ekspresi, dan gaya. Namun harus
mencantumkan suasana, waktu, bangunan, lokasi, dan lingkungan yang menjadi
latar belakang foto diri sendiri (Nasrullah, 2015).
Kedua, perang siber, fenomena perang siber ini bisa dilihat dari fanatisme pengikut
Jokowi dan Prabowo pada kontestasi pemilu 2019. Saat itu, kedua fraksi saling bersaing
ketat untuk mengusung calon masing-masing. Aura euforia dan kebingungan akibat
perbedaan pandangan dan pemberitaan terhadap sosok Jokowi dan Prabowo menjadi
corak yang tak terelakkan. Wujud unik perilaku kelompok pendukung Jokowi dan
Prabowo diwujudkan dalam jumlah besar di ruang virtual atau berada di konstelasi akun
media sosial yang berkumpul di kelompok masyarakat tertentu. Berita debat versus
hoaks tampaknya menjadi paket menu yang tersebar luas di arus notifikasi media sosial,
seperti di Instagram, Facebook, dan Twitter. Ini merupakan tambahan dari informasi
baru atau status dukungan untuk mereka.
Smelser menyoroti bahwa terdapat berbagai penyebab terjadinya tindakan kolektif, termasuk variabel
struktural dalam konteks sosial yang memungkinkan adanya aktivitas kolektif, seperti keragaman agama,
etnis, ideologi, dan ras di suatu wilayah tertentu. Selain itu, terdapat kesenjangan dan inkonsistensi antar
kelompok sosial, etnis, dan agama yang berpotensi menimbulkan berbagai bentuk perselisihan. Semakin
banyak tekanan struktural yang ada, semakin besar kemungkinan terjadinya perilaku kolektif. Semua itu bisa
terjadi karena berbagai macam faktor, antara lain rumor yang mudah diyakini kebenarannya dan kemudian
menyebar, faktor yang turut menimbulkan kecurigaan dan kegelisahan masyarakat, dan kemudian wujud dari
perilaku kolektif yang diarahkan oleh para pemimpin, baik untuk melarikan diri dari situasi berbahaya atau
mendekati orang-orang yang dianggap sebagai target tindakan (Krahé et al., 2005).

Ketiga, belanja online; Kebiasaan belanja masyarakat Indonesia terus berkembang,


terutama peralihan ke belanja elektronik melalui berbagai media. Mulai dari daya tarik
banner iklan, video pembelajaran, diskon, pembayaran rekening bersama, hingga sistem
pembayaran yang digunakan setelah barang diperoleh (cash on delivery). Keberhasilan
perusahaan dalam memasarkan barangnya melalui e-commerce diikuti dengan ironi
menyembunyikan kebenaran di mata publik. Tokopedia, Lazada, Olx, Bukalapak, Shopee, dan
Jd.id hanyalah beberapa situs belanja online besar di Indonesia saat ini (Mursito, 2006).
Kepuasan konsumen terhadap belanja online akan sangat tinggi apabila mereka puas dengan
kualitas pelayanan yang diberikan oleh sistem penjualan online pada website terkait. Kesenangan
pelanggan saat berbelanja online dan kepuasan pelanggan setelah bertransaksi merupakan tanda
bagaimana sebuah situs toko online dapat mempertahankan klien dengan meningkatkan minat
membeli di situs serupa di masa depan (Irmawati, 2011).
Keempat, personalisasi pengguna. Meningkatnya penggunaan media sosial telah menimbulkan
sejumlah fenomena menarik, seperti munculnya akun-akun pengguna yang sengaja mengunggah foto
profil yang bukan miliknya, atau beroperasi tanpa foto profil atau identitas yang jelas. Selain akun
pengguna yang tidak memiliki identitas yang jelas, ironi perilaku pengguna media sosial tercermin
dalam upaya mereka merekonstruksi identitas melalui pembaruan status atau penyebaran tautan ke
halaman tertentu yang hanya berfungsi untuk menjelaskan siapa dan bagaimana, atau sebaliknya. ,
sama sekali tidak mewakili identitas pengguna (Nasrullah, 2015).
Akibatnya, di benak pengguna media sosial, kesadaran akan segala sesuatu yang asli perlahan-
lahan terkikis dan digantikan oleh realitas virtual. Keadaan ini diperburuk oleh penyajian imajinasi yang
terus-menerus oleh media, sampai pada titik di mana individu-individu tampak seperti itu

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/ 55
ETIKA KOMUNIKASI SEBAGAI PENGENDALIAN KEBAJIKAN VIRTUAL DALAM PERILAKU MEDIA
MASYARAKAT DI ERA DIGITAL
Dicky Apdillah, Zuwairiah Harmika, Miri Sahera, Himmatul Ummi Harahap

terjebak antara kenyataan dan fantasi, karena indikasi media seolah terpisah dari kenyataan. Dalam
beberapa hal, media sosial telah berkembang menjadi sebuah ranah tersendiri. Namun sebenarnya,
apa yang terkandung di dalamnya jauh lebih asli dan autentik.
Kelima, adanya budaya berbagi. Ada banyak halaman web atau blog saat ini yang tidak jelas.
Pihak manajemen tidak segan-segan menggunakan bahasa agresif seperti “menyebarkannya”
atau ungkapan bombastis lainnya. "Bagikan ke orang lain, bagikan, atau simpan" adalah pesan
umum. Dulu kadang disertai ancaman seperti surat berantai. Jika berita ini tidak disebarkan,
masyarakat akan dikutuk untuk mengalami tragedi, bencana, dan kesedihan. Di tahun politik ini,
fenomena budaya berbagi semakin ekstrim. Beberapa tokoh terkenal yang mendukung calon
presiden tertentu, baik disengaja maupun tidak, memutarbalikkan berita, berkomentar, dan pada
akhirnya menjatuhkan lawan politiknya. Pola pemberitaan hoax juga relatif konsisten, dengan
judul-judul megah yang dirancang untuk membangkitkan rasa penasaran pembaca. Terkadang
judul dan isi berita sama sekali tidak sinkron. Sayangnya, banyak masyarakat di negeri ini yang
mengonsumsi media terlalu malas untuk membaca. Mereka mudah terpengaruh oleh nama-nama
yang menarik dan akan mendistribusikan link ke halaman tertentu tanpa meninjaunya terlebih
dahulu.
Oleh karena itu, berbagai wujud perilaku media publik yang disebutkan di atas tidak dapat
dipisahkan dari etika komunikasi dan kesalehan virtual. Misalnya, saat mengambil foto selfie, pengguna
mungkin mematuhi nilai-nilai dan standar umum untuk menghindari berbagi foto selfie yang
merugikan mitra komunikasi. Selain itu, hadirnya perang siber menunjukkan dengan jelas bahwa belum
terbentuknya kesalehan virtual. Dalam beberapa hal, etika komunikasi telah diabaikan dalam hal ini.
Selanjutnya dalam perilaku belanja online, etika komunikasi dapat dimanfaatkan untuk mengatur
proses transaksi sedemikian rupa sehingga tidak ada pihak yang merasa ditipu atau dirugikan sehingga
menumbuhkan kesalehan virtual. Meskipun perilaku personalisasi diri pengguna berbeda-beda, banyak
akun anonim atau akun dengan identitas yang tidak diketahui ditemukan di media sosial, sehingga
menimbulkan sejumlah kekhawatiran dan melemahkan standar etika komunikasi yang dapat diterima
di media sosial. Sementara itu, budaya berbagi memerlukan penerapan etika komunikasi yang sehat,
yang memastikan bahwa pengguna media sosial tidak sembarangan menyebarkan hal-hal yang
merugikan atau tidak menyenangkan kepada publik, yang berarti tidak ada kesalehan virtual.

3.5 Etika Komunikasi Sebagai Pengendalian Kesalahan Virtual Di Era Digital Berdasarkan
pengamatan penulis, komunikasi di platform media sosial seringkali dilakukan dengan
bahasa yang tidak baku. Salah satu penyebabnya adalah di dunia maya seringkali tidak jelas siapa
mitra komunikasi dan posisinya, padahal banyak individu yang berinteraksi dan bertemu di dunia
nyata dan kontak terus berlanjut di dunia maya. Bahasa media sosial bukanlah bahasa yang baku
dalam penulisan ilmiah, seperti artikel, makalah, jurnal, tesis, dan tesis. Menurut Enhanced
Spelling, hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada penggunaan media sosial dalam menulis status.
Memang benar, gaya penulisan yang tepat sangat penting karena berkaitan dengan etika dalam
berinteraksi dengan pengguna media sosial lainnya.
Media sosial seolah menjadi tempat menumpahkan cerita dan segala bentuk aktivitas, luapan emosi baik
berupa tulisan maupun foto yang seringkali mengesampingkan etika yang ada. Media sosial tak lagi menjadi
media berbagi informasi, melainkan sekadar berbagi sensasi. Jika kemajuan teknologi tidak dibarengi dengan
kemajuan pemikiran, maka yang dimaksud dengan kemajuan teknologi adalah sebaliknya dari segi pola pikir.
Dalam kehidupan bermasyarakat di masyarakat sering kali dikaitkan dengan istilah etika

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


56 https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/
JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS
(JHSSB)
Jilid 1 EDISI 3 (2022)

dengan moralitas seseorang. Seseorang yang tidak memiliki etika yang baik sering disebut tidak bermoral karena
tindakan atau perkataan yang dilakukan tidak melalui pertimbangan baik atau buruk. Karena menyangkut
pertimbangan nilai-nilai baik yang harus dilakukan dan nilai-nilai buruk yang harus dihindari(Nurhaliza
& Fauziah, 2020).
Salah satu contoh etika komunikasi dalam tindakan adalah komunikasi santun yang antara
lain menunjukkan pentingnya hal tersebut. Hal ini merupakan cerminan kesopanan dari
kepribadian unik seseorang. Berkomunikasi dengan orang lain, mengidentifikasi diri sendiri, dan
bekerja sama ibarat urat nadi kehidupan; itu adalah perwujudan kepribadian atau karakter
seseorang dan memungkinkan orang untuk berinteraksi satu sama lain, mengidentifikasi diri, dan
bekerja sama. Dalam berkomunikasi, etika komunikasi tidak hanya mementingkan ucapan yang
baik saja, tetapi juga harus dibedakan dengan niat yang sebenarnya, yang diwujudkan dalam
bentuk ketenangan, kesabaran, dan empati individu dalam prosesnya. Karena sifat gaya
komunikasi ini maka akan menghasilkan percakapan dua arah yang ditandai dengan adanya
timbal balik penghargaan, perhatian, dan dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi.
Meskipun komunikasi etis sangat penting untuk menjaga kesalehan virtual, komunikasi etis
juga penting untuk menyebarkan ambisi. Dalam kehidupan sehari-hari dalam menyampaikan
ambisi, masih banyak kekhawatiran mengenai perilaku komunikasi yang tidak sopan. Etika
komunikasi seringkali terpinggirkan karena belum dijadikan sebagai urat nadi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Di media sosial, etika komunikasi yang baik melarang penggunaan
kata-kata kasar, provokatif, pornografi, atau suku, agama, ras, atau lintas agama. Selain itu,
hindari memposting artikel atau status palsu, menghindari copy paste artikel atau foto yang
dilindungi hak cipta, dan memberikan komentar yang bermakna (Mursito, 2006)
Etika komunikasi sebagai sarana menjaga kesalehan virtual merupakan syarat penting
komunikasi yang nantinya menjamin tercapainya ciri-ciri umum norma-norma yang dapat
diterima, serta otonomi individu melalui kemampuan emansipatoris, guna memfasilitasi
terbentuknya kemauan bersama melalui rasional. percakapan. Apalagi menurut Habermas, etika
komunikasi merupakan upaya yang dapat dimanfaatkan untuk menerjemahkan gagasan aktivitas
komunikatif guna menopang dan menciptakan stabilitas sosial dalam masyarakat majemuk
(Fuchs, 2016). Dalam beberapa hal, realitas masyarakat majemuk tidak dapat direduksi menjadi
penegasan nilai-nilai atau standar moral tertentu.
Komunitas virtual yang mempunyai orientasi nilai berbeda tidak dapat menjembatani keinginan dan
kepentingannya dalam media sosial, kecuali dengan melakukan tindakan komunikasi. Masyarakat komunikatif
yang mengedepankan etika diharapkan mampu mengatasi berbagai konflik dan permasalahan perilaku
dalam menggunakan media sosial. Ketika masyarakat yang komunikatif mampu berpikir matang dan rasional,
maka kesalehan di dunia maya lambat laun akan terwujud. Cara untuk mewujudkan kesalehan virtual tersebut
adalah dengan mengkomunikasikan wacana etika kepada dunia maya, baik melalui media resmi maupun
tidak resmi yang sengaja diciptakan masyarakat sebagai respon terhadap apa yang terjadi di dunia maya
(Watie, 2011).

4. KESIMPULAN
Dalam hal ini, etika komunikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem standar, nilai,
atau ukuran perilaku yang dapat diterima dalam aktivitas komunikasi suatu masyarakat. Penghormatan
terhadap orang lain sebagai manusia, tanpa memandang usia, status, atau hubungannya dengan pembicara,
dapat diperoleh melalui etika komunikasi. Menghargai pandangan, perasaan,

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/ 57
ETIKA KOMUNIKASI SEBAGAI PENGENDALIAN KEBAJIKAN VIRTUAL DALAM PERILAKU MEDIA
MASYARAKAT DI ERA DIGITAL
Dicky Apdillah, Zuwairiah Harmika, Miri Sahera, Himmatul Ummi Harahap

niat, dan integritas, serta keramahan, objektivitas, dan keterbukaan pikiran, yang semuanya
mendukung kebebasan berekspresi. Selain itu, hormati bukti dan analisis rasional terhadap
kemungkinan-kemungkinan lain, serta sangat hati-hati saat menyatakan setuju atau tidak setuju.
Selanjutnya, kesalehan maya secara sederhana dapat diartikan sebagai ketaatan dalam menjalankan
ibadah atau keikhlasan dalam menjalankan agama yang ditampilkan di dunia maya yang terhubung
secara global dan dipromosikan oleh banyak media. Meski demikian, perilaku media publik dapat
diringkas sebagai berikut: selfie, perang siber, belanja online, personalisasi pengguna, dan budaya
berbagi.
Etika komunikasi sebagai alat pengatur kesalehan maya merupakan suatu kondisi komunikasi
yang diharapkan dapat menjamin tercapainya ciri-ciri umum norma-norma yang dapat diterima,
serta otonomi individu melalui kemampuan emansipatoris, guna memfasilitasi terbentuknya
kemauan bersama. melalui percakapan rasional. Dengan demikian, etika komunikasi merupakan
upaya penerjemahan teori tindakan komunikatif guna menopang dan menciptakan stabilitas
sosial dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu, etika komunikasi harus diterapkan dalam
rangka mengatur aktivitas atau perilaku media komunitas di era digital, guna menumbuhkan
kesalehan virtual. Terutama, kondisi di mana pengguna media sosial bisa mengamalkan atau
membiarkan cita-cita keagamaan diubah menjadi ruang virtual dengan tujuan menumbuhkan
keharmonisan dan ketertiban masyarakat virtual.

REFERENSI

Apdillah, D., Salam, A., Tania, I., & Lubis, LKA (2022). Mengoptimalkan Komunikasi
Etika Di Era Digital.Jurnal Humaniora, Ilmu Sosial dan Bisnis (JHSSB),1(3), 19–
26.
Barker, C. (2006).Studi budaya Slovník. Pintu gerbang.
Cahyono, AS (2016). Pengaruh media sosial terhadap perubahan sosial masyarakat di
Indonesia.Publikasi,9(1), 140–157.
Fahmi, AB (2013).Mencerna situs jejaring sosial. Elex Media Komputindo.
Terbang, T. (2002). Media pendidikan dalam masa transisi: Penyiaran, media digital dan seumur hidup
pembelajaran dalam ekonomi pengetahuan.Jurnal Internasional Media Pembelajaran, 29
(1), 47–60.
Fuchs, C. (2016).Teori komunikasi kritis: Bacaan baru dari Lukács, Adorno,
Marcuse, Honneth dan Habermas di era internet. Pers Universitas
Westminster.
Hadi, S. (2015). Studi etika tentang ajaran-ajaran moral masyarakat Banjar.Jurnal Tashwir,
3(6), 209–226.
Haryatmoko. (2007). Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi.Kanisius. Yogyakarta.
Herlanti, Y. (2016).Blogquest+: Pemanfaatan media sosial pada pembelajaran sains
berbasis isu sosiosatifik untuk mengembangkan keterampilan berargumentasi dan
literasi sains:(Hasil penelitian yang dibukukan). Pendidikan IPA SPs Universitas
Pendidikan Indonesia.
Ihsani, A. (2020).Dakwah Multikultural Gerakan Gusdurian Surabaya (Doktoral
disertasi, UIN Sunan Ampel Surabaya).

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


58 https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/
JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS
(JHSSB)
Jilid 1 EDISI 3 (2022)

Ihsani, AFA, & Febriyanti, N. (2021). Etika Komunikasi Sebagai Kontrol Penjualan
Virtual dalam Perilaku Bermedia Masyarakat di Era Digital.Jurnal Al Azhar Indonesia Seri
Ilmu Sosial E-ISSN,2745, 5920.
Irmawati, D. (2011). Pemanfaatan e-commerce dalam dunia bisnis.Jurnal Ilmiah Orasi
Bisnis–ISSN,2085(1375), 161–171.
Kismiyati, EK, & Wahyudin, U. (2010). Filsafat & Etika Komunikasi.Bandung: Widya
Padjajaran.
Krahé, B., Bieneck, S., & Möller, I. (2005). Memahami gender dan pasangan intim
kekerasan dari perspektif internasional.Peran Seks,52(11), 807–827.
Lubis, RA, Sinaga, R., & Fauza, A. (2022). Literasi dan Etika Digital Remaja.Sosial
Sains dan Bisnis (JHSSB),1(3), 9–18.
Magnis-Suseno, F. (1984).Etika Jawa. Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan
Hidup Jawa.Penerbit PT Gramedia.
Mursito, BM (2006). Memahami Institusi Media (Sebuah Pengantar).Lindu Pustaka Dan
SPIKOM. Surakarta. Halaman, 16–19.
Nasrullah, R. (2015). Media sosial: Perspektif komunikasi, budaya, dan sosioteknologi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media,2016, 2017.
Nugroho, AA (2010). Relevansi Etika Bisnis dalam Industri Jasa Kesehatan.Tanggapan:
Jurnal Etika Sosial,15(01), 97–111.
Nurhaliza, WO, & Fauziah, N. (2020). Komunikasi Kelompok dalam Komunitas Virtual.
KOMUNIDA: Media Komunikasi Dan Dakwah,10(01), 18–38.
Nurudin. (2012).Media Sosial Baru. DPPM DIKTI.
Piliang, YA (2004). Iklan, Informasi, atau Simulasi?: Konteks Sosial dan Budaya Iklan.
Mediator: Jurnal Komunikasi,5(1), 63–73.
Puntoadi, D. (2011).Menciptakan Penjualan melalui Media Sosial. Elex Media Komputindo.
Setiadi, A. (2016). Pemanfaatan media sosial untuk efektifitas komunikasi.Cakrawala-
Jurnal Humaniora,16(2).
Severin, V., Louviere, JJ, & Finn, A. (2001). Stabilitas pilihan belanja ritel berakhir
waktu dan lintas negara.Jurnal Ritel,77(2), 185–202.
Sugiyono, D. (2013).Metode penelitian pendekatan kuantitatif, kualitatif dan
Penelitian dan Pengembangan.

Susanto, J. (2016). Etika Komunikasi Islami.Waraqat: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman,1(1),


24.
Watie, EDS (2011). Komunikasi dan Media Sosial (Komunikasi dan Media Sosial).
Utusan Tuhan,3(1), 69–75. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.26623/themessenger

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/ 59
ETIKA KOMUNIKASI SEBAGAI PENGENDALIAN KEBAJIKAN VIRTUAL DALAM PERILAKU MEDIA
MASYARAKAT DI ERA DIGITAL
Dicky Apdillah, Zuwairiah Harmika, Miri Sahera, Himmatul Ummi Harahap

JURNAL KEMANUSIAAN, ILMU SOSIAL DAN BISNIS | JHSSB


60 https://ojs.transpublika.com/index.php/JHSSB/

Anda mungkin juga menyukai