Anda di halaman 1dari 20

Teknologi Komunikasi Dalam Membentuk

Pola Pikir Dan Budaya Pada Generasi Millennials

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi merupkan suatu hal yang tidak


bisa dihindari, karena kemajuan teknologi akan berjalan
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Teknologi
sengaja diciptakan untuk mempermudah dan
memberikan manfaat positif kehidupan manusia
utamanya dalam mencapai tujuan komunikasi.

Dalam beberapa tahun terakhir ini televisi analog


menjadi televisi digital terus berkembang kearah varian
yang sangat canggih baik model, konten, dan
teknologinya. Seperti kualitas gambar yang jernih,
stabil, dan konten yang semakin beragam. Selain itu
kemajuan teknologi yang paling terlihat di Indonesia
adalah telepon genggam dengan cepat berkembang
menjadi telepon pintar (smartphone). Smartphone tidak
hanya sebagai alat komunikasi, namun menjadi media
konvergen, dimana penggunanya dapat menerima teks,
audio dan audiovisual secara bersamaan. Bahkan
smartphone sudah mempunyai fungsi yang menyerupai
sebuah computer.(Anjana, 2013:2) melalui smartphone
dan koneksi internet maka akan mempermudah
masyarakat dalam melakukan komunikasi tatap muka
utamanya melalui media sosial, seperti facebook,
istagram, line, dan whatsapp yang sering digunakan
masyarakat Indonesia.

Kehadiran smartphone dilengkapi dengan


maraknya perusahaan start up di Indonesia pada tahun
2018 yang memanfaatkan teknologi dan berfungsi
mempermudah kehidupan masyarakat setiap harinya.
Bahkan di tahun 2019 ini mulai diterapkan beberapa
teknologi baru yang populer seperti Artifical intelligence
(AI), big data, digital payment, blockchain, hingga
omnichannel.

Sebagian besar masyarakat Indonesia menyambut


baik akan adanya perkembangan teknologi di era
globalisasi ini meskipun tidak sedikit juga yang kesulitan
akan perkembangan teknologi yang serba canggih
Sambutan baik terhadap perkembangan era globalisasi
ini terbukti dengan perilaku masyarakat yang sangat
suka menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi.
Utamanya bagi kalangan yang lahir dalam rentang tahun
1980an hingga tahun 2000, dapat disebut sebagai
generasi yang lahir dalam perkembangan teknologi.
Generasi yang lahir pada kemajuan teknologi
komunikasi dan informasi yang mendominasi khalayak
untuk mengakses informasi sering disebut dengan
generasi millineal.

Perkembangan kemajuan teknologi komunikasi


membawa impilikasi pada terpaan dan akses khalayak
pada informasi semakin selektif dan terbuka.

Implikasi dari perkembangan teknologi


komunikasi, secara umum dapat diseskripsikan sebagai
berikut. (Suryanto, 2015) 1)Berubahnya hubungan
kemasyarakatan. 2)Transformasi kehidupan
bermasyarakat. 3)Perubahan sistem, nilai, dan norma.
4)Penyerahan sebagian otoritas diripada teknologi
komunikasi. 5)Ekspansi kultural yang mendorong
terjadinya kolonisasi oleh Negara penghasil teknologi
komunikasi terhadap Negara pemakai teknologi
komunikasi. 6)Semakin banyaknya pilihan informasi
yang dapat diakses. 7)Membuat setiap individu dapat
berpikir dan berperilaku global. 8)Terjadinya
komersialisasi penyiaran. 9)Menjadikan masyarakat
sebagai pengikut dari trend dan gaya hidup yang
dipromosikan oleh radio maupun televisi tanpa
memandang hal tersebut baik atau buruk apabila dilihat
dari segi norma atau budaya
Dengan semakin majunya teknologi, semakin
canggih pula fasilitas di segala bidang. Fasilitas
transportasi semakin mudah dengan adanya aplikasi app
di smartphone, seperti gojek dan sejenisnya. Fasilitas
komunikasi juga tak lagi memiliki kendala.
Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin
maju ini maka bisa diartikan sebagai semakin hilangnya
jarak yang memisahkan antara individu satu dengan
individu yang lain.

Pengguna produk kemajuan teknologi komunikasi


juga bisa menikmati kemajuan dengan mudah dan
nyaman. Era dimana segala kebutuhan tinggal
menyentuh jari, tinggal klik, maka segala kebutuhan
berada dalam genggaman. Di era digitalisasi dengan
kecanggihan teknologi, dimana untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari tak perlu repot keluar rumah,
hanya membutuhkan perlengkapan smartphone, kita
bisa bertransaksi. Membeli barang tanpa repot ke toko,
hanya lewat pesan antar online. Pembayaran juga
melalui transaksi online, dengan mentransfer sejumlah
uang melalui e-banking atau m-banking, maka barang
bisa terbeli.

Perkembangan teknologi informasi dan


komunikasi akan memberikan kemudahan akses
informasi bagi setiap individu diseluruh dunia sehingga
ketiadaan batas akses informasi ini bisa merubah
budaya yang selama ini ada. Kebudayaan (culture)
sendiri adalah produk dari seluruh rangkaian proses
sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat
dengan segala aktivitasnya. Dengan demikian, Burhan
Bungin mengatakan bahwa kebudayaan adalah hasil
nyata dari sebuah proses sosial yang dijalankan oleh
manusia bersama masyarakatnya1.

Perkembangan teknologi dan komunikais ini turut


membawa perubahan di masyarakat. Dimana
masyarakat sengaja, dalam artian mau atau tidak mau,
suka atau tidak suka untuk memilih media sebagai alat
komunikasi di masa kini. Berlandaskan pada fenomena
diatas akan sangat menarik apabila kita melihat lebih
jauh bagaimana teknologi komunikasi membentuk pola
pikir dan budaya pada generasi millenial.

KAJIAN TEORITIK

Media dan Budaya

Media dan perkembangan teknologi informasi dan


komunikasi membawa konsekuensi pada kemampuan
individu memliki alternatif dalam mengakses informasi.

1
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006). Hlm 45
Proses komunikasi yang dipadukan dengan teknologi
komunikasi dan informasi menegaskan bahwa proses
mengolah dan mendistribusikan lebih cepat interaktif
dan mampu membentuk masyarakat berjaringan. Salah
satu kajian penting dari produk media adalah tema
tentang masyarakat dan budaya, yang mencakup fungsi
komunikasi ( massa) dalam masyarakat, penyebaran
informasi dan pengaruh opini masyarakat.(Little John,
2009)2 Produk teknologi media menjadi medium bagi
individu dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
dan dengan segala konsekuensinya

Budaya adalah praktik atau perbuatan yaitu


keseluruhan cara hidup suatu kelompok yakni apa yang
dilakukan individu secara nyata setiap harinya, apa yang
dilakukan individu secara terus-menerus akan berperan
dalam merevisi atau mengubah ideologi3. Stella Ting-
Toomey dan leeva Chung dalam bukunya yang berjudul
understanding Inter-Cultural communication
mengemukakan bahwa budaya mencakup berbagai
kegiatan atau perilaku yang berdagam pada
masyarakat.

2
Stephen W. Littlejohn & Karen A.Foss, Teori Komunikasi Edisi 9, (Jakarta: Salemba Humanika,
2009),hlm.447
3
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group,2013)hlm.545.
Dengan demikian, budaya tidak dapat dipisahkan
dengan makna yang hidup dalam masyarakat, dan inilah
yang menjadi tujuan penting studi kultural, yaitu
mengungkapkan makna yang dimiliki suatu budaya atau
“makna kultural” yang dianut suatu masyrakat.
Dalam hal ini media massa memiliki peran yang
besar dalam membentuk makna budaya, dan media
dapat dipandang sebagai teknologi pembawa budaya.
Media menyampaikan pesan yang mendorong orang
untuk menerima apa yang menjadi tujuan, impian, dan
standar keberhasilan dalam hidup sebagimana yang
telah digambarkan oleh media. Perhatian utama para
ahli teori tentang studi kultural adalah pada hubungan
antara tindakan dari berbagai institusi masyarakat
seperti media dan budaya. Dalam hal ini, tindakan dan
ide selalu terjadi bersamaan dalam suatu konteks
historis.

Studi Kultural
Cultural studies atau studi kultural merupakan
kelompok pemikiran yang memberikan perhatian pada
cara-cara bagaimana budaya dihasilkan melalui
perjuangan diantara berbagai ideologi. 4(Little Jhon dan

4
Stephen W. Littlejohn & Karen A.Foss, Teori Komunikasi Edisi 9, (Jakarta: Salemba Humanika,
2005).
Karen A. Foss, 2005). Studi kultural memberikan
perhatiannya pada bagaimana budaya dipengaruhi oleh
berbagai kelompok dominan yang berkuasa. Seorang
ahli budaya bernama Stuart Hall mengatakan bahwa
media adalah instrumen kekuasaan kelompok elite,
media berfungsi menyampaikan pemikiran-pemikiran
kelompok kelompok yang mendominasi masyarakat,
terlepas apakah pemikiran itu efektif atau tidak. Studi
kultural menekankan pada gagasan bahwa media
menjaga kelompok yang berkuasa untuk tetap
memegang kontrol atas masyarakat sementara mereka
yang kurang berkuasa akan menerima apa saja yang
disisakan kepada mereka oleh kelompok yang berkuasa.
Studi kultural merupakan tradisi pemikiran yang berakar
dari gagasan ahli filsafat Karl Marx yang berpandangan
kapitalisme telah menciptakan kelompok elite berkuasa
yang melakukan eksploitasi terhada kelompok yang
tidak berkuasa dan lemah. Marx berpandangan bahwa
pesan yang disampaikan media massa sejak awal media
massa sejak awal dibuat dan disampaikan pada khalayak
audiensi dengan satu tujuan, yaitu membela
kepentingan paham kapitalisme. Studi komunikasi
massa menjadi hal yang penting dalam pemikiran studi
kultural, dan media dipandang sebagai instrumen yang
ampuh bagi ideologi dominan. Selain itu media memiliki
potensi meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
isu, kekuasaan dan dominasi.

Perubahan Sosial
Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan
anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur
budaya dan sistem sosial lama dan beralih menggunakan
unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru.
Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba
mencakup seluruh kehidupan masyarakat, negara, dan
dunia yang mengalami perubahan5. Hal-hal penting
dalam perubahan sosial menyangkut aspek berikut ini:
1. Perubahan pola pikir masyarakat, menyangkut
persoalan sosial dan budaya disekitarnya yang
berakibat pada pemetaraan pola-pola pikir baru
yang dianut oleh masyarakat sebagai sebuah
sikap yang modern
2. Perubahan perilaku masyarakat, menyangkut
persoalan perubahan sistem-sistem sosial,
dimana masyarakat meninggalkan sistem sosial
lama dan menjalankan sistem sosial baru.
3. Perubahan budaya materi, menyangkut artefak
budaya yang digunakan oleh masyarkat, seperti
model pakaian, karya fotografi, karya film,

5
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006).hlm.91
teknologi dan sebagainya yang terus berubah
dari waktu ke waktu menyesuaikan kebutuhan
masyarakat.

Postmodernisme

Postmedernisme mengacu pada periode historis


yang umumnya dilihat menyusul era modern.
Postmodernisme mengacu pada produk kultural (di
bidang kesenian, film, arsitektur, dan sebagainya) yang
berbeda dari produk kultural modern. Teori ini juga
mengacu pada cara berpikir yang berbeda dengan teori
sosial modern6.

Antony Giddens menjelaskan "modern" itu sendiri


merujuk pada sesuatu "yang berhubungan dengan masa
kini", gerakan modernisme dan reaksi berikut
postmodernisme didefinisikan oleh seperangkat
perspektif. Postmodernisme adalah sebuah estetika,
sastra, politik atau filsafat sosial, yang merupakan dasar
dari upaya untuk menggambarkan suatu kondisi, atau
suatu keadaan, atau sesuatu yang berkaitan dengan
perubahan pada lembaga-lembaga dan kondisi-kondisi
sebagai postmodernitas (seperti dalam Giddens, 1990).
Dengan kata lain, postmodernisme adalah "fenomena

6
George Ritzer & Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2007).hlm.629.
budaya dan intelektual". Postmodern adalah suatu masa
yang terjadi pada masa kini, dimana saat manusia tak
lagi memandang modernisasi sebagai suatu upaya yang
dapat memuaskan kebutuhan mereka.

Postmodernisme merupakan sebuah konsep yang


dikembangkan oleh Dominic Strinati dalam kajian
budaya populer. Konsep ini digunakan untuk
menggambarkan dan menganalisis aspek penting dalam
kebudayaan kontemporer atau budaya masa kini.
Dalam konsep postmodernisme, keterkaitan antara
media massa dan budaya sangat erat. Keduanya tidak
bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya karena
keduanya mempunyai kepentingan yang saling
menguntungkan.

Berikut ini adalah ciri-ciri postmodernisme


menurut Dominiq Strinati7: 1) Uang dianggap sangat
penting bukan hanya digunakan sebagai alat tukar
melainkan juga sebagai simbol bagi pemiliknya.
2)Budaya yang cenderung mengeksploitasi kesenangan
daripada manfaatnya. 3)Memudarnya kepercayaan pada
agama yang dianutnya. 4)Meledaknya industri media
massa yang menjelma menjadi “Tuhan” yang
menentukan kebenaran. 5)Munculnya radikalisme etnis

7
Dominiq Strinati, An Introduction & Theoris of Popular Cultur. www.slideshare.net.
dan agama sebagai reaksi dari kekuatan media massa.
6)Semakin kuatnya perkotaan sebagai pusat
kebudayaan dibandingkan pedesaan yang dianggap
daerah pinggiran. 7)Semakin terbukanya peluang bagi
pelbagai kelas sosial atau kelompok minoritas untuk
mengemukakan pendapat secara lebih bebas dan
terbuka. 8)Bahasa yang digunakan seringkali tidak
memiliki kejelasan makna sehingga terdengar ambigu.
9)Hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari
karena orang seringkali mengatasnamakan “seni”
sebagai pembiasaan.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif,


yakni mendalami suatu fakta teknlogi informasi dan
komunikasi dalam membentuk pola pikir dan budaya
pada generasi millenial yang nampak dalam kehidupan
sehari-hari sebagaimana adanya dalam lingkungan
generasi millenial secara alami. Data diperoleh dari
pengamatan peneliti dalam kehidupan sehari-hari
generasi millenials.

PEMBAHASAN

Media memiliki peran yang besar dalam


membentuk makna budaya, dan media dapat dipandang
sebagai teknologi pembawa budaya. Media
menyampaikan pesan yang mendorong orang untuk
menerima apa yang menjadi tujuan, impian, dan standar
keberhasilan dalam hidup sebagimana yang telah
digambarkan oleh media. Perhatian utama para ahli teori
tentang studi kultural adalah pada hubungan antara
tindakan dari berbagai institusi masyarakat seperti
media dan budaya. Dalam hal ini, tindakan dan ide selalu
terjadi bersamaan dalam suatu konteks historis. Dalam
Media Matters 1994 Fiske menyatakan bahwa media
posmodern tidak lagi menyajikan “representasi realitas
kedua: media mempengaruhi dan memproduksi realitas
yang mereka mediakan. Dalam pandangan Fiske, semua
realitas atau peristiwa yang bisa menjadi perkara
(matters) media, telah menjadi media event. Dalam
media event atau dalam realitas kedua itu, manusia
hidup dalam gelimang citra, bahkan antara citra dan
tatanan pengalaman pun sudah tidak ada lagi
perbedaannya. Dokter televisi, pengacara televisi,
detektif televisi, intelektual televisi, ekonom televisi atau
kiai televisi dianggap lebih real oleh khalayak. (john
Fiske, 2006)8 Dalam artian bahwa media adalah institusi
yang mendistribusikan nilai-nilai budaya melalui
produksi informasinya pada khalayak.
Dimana yang lahir pada era perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi ini adalah generasi
Millenials. Millennials atau kadang juga disebut dengan

8
John Fiske, Cultural & Communication Studies (Sebuah Pengantar Paling Komperehensif),
(Yogyakarta: Jalasutra, 2006).hlm.viii
generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah
Generasi X, yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun
1980- 2000an. Maka ini berarti millenials adalah
generasi muda yang berumur 17- 37 pada tahun ini.
Millennials sendiri dianggap spesial karena generasi ini
sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi
dalam hal yang berkaitan dengan teknologi. Generasi
millennials memiliki ciri khas tersendiri yaitu, mereka
lahir pada saat TV berwarna, handphone juga internet
sudah diperkenalkan. Sehingga generasi ini sangat
mahir dalam teknologi. Di Indonesia sendiri dari jumlah
255 juta penduduk yang telah tercatat, terdapat 81 juta
merupakan generasi millenials atau berusia 17- 37
tahun.9

Dengan kemajuan teknologi dan informasi saat ini,


menjadikan generasi millenial sebagi generasi yang
praktis. Generasi millenial mulai meninggalkan televisi
dan surat kabar. Mereka memilih internet dan media
sosial untuk mencari informasi. Semua kegiatan dapat
diselesaikan hanya dengan melalui smarthphone
mereka. Generasi millenials menganggap bahwa dirinya
harus memiliki media sosial, seperti facebook, twitter,
instagram, path dan lain sebagainya. Akun media sosial

9
rumahmillenials.com
juga dapat dijadikan tempat untuk aktualisasi diri dan
ekspresi, karena apa yang ditulis tentang dirinya adalah
apa yang akan semua orang baca. Kemudahan di
generasi yang ingin segala sesuatunya harus serba
instant, tanpa harus menunggu. Mereka ingin segala
sesuatu terlaksana dan tercapai dalam waktu singkat,
tanpa harus melalui satu proses yang panjang. Ini
tentunya berbeda dengan generasi–generasi
sebelumnya yang sangat menghargai terjadinya suatu
proses, sebelum terjadinya satu pencapaian tertentu.

Media memproduksi kemudian mendistribusikan


nilai-nilai budaya melalui produksi atau informasinya
pada khalayak, sehingga kesemuan yang di buat buat
oleh media diyakini sebagai sebuah fakta, utamanya
bagi generasi millenials ini. Sebagai contoh produk
kecantikan bernama beauty menjanjikan pemakainya
akan nampak putih dan cerah, putih dan cerah di
sampaikan dengan begitu meyakinkan, bahwa putih dan
cerah adalah definisi cantik, sehingga masyarakat
memiliki pandangan baru bahwa cantik adalah yang
kulitnya putih dan cerah. Padahal definisi cantik pada
masyarakat sebelumnya tidak seperti itu. Generasi
millenials tidak menyadari bahwa hal ini adalah bentuk
eksploitasi yang dilakukan oleh media melalui suatu
tayangan untung kepentingan tertentu, yaitu ekonomi,
ideologi dan budaya.

Dalam usia emas seperti itu saat ini mereka sangat


tergantung dengan teknologi digital. Selalu terhubung
dengan dunia internet, habis batere atau habis kuota
sebentar saja sudah mati gaya dan galau
berkepanjangan. Gaya hidup online sepertinya sudah
menjadi bagian dari jiwanya. Tidak heran berbagai iklan
produk barang dan jasa mendera mereka melalui
berbagai platform media. Ajakan untuk berbelanja
menggema sejak orang bangun tidur, beraktivitas,
hingga saat kembali ke rumah. Tidak heran, mereka
menjadi konsumtif mulai dari fashion dan gaya hidup.
Budaya ini mengendap dan mengiringi perjalanan
mereka. Jika tidak mengikuti perkembangan jaman,
mereka dianggap kudet atau kurang update dan akan
dikucilkan oleh lingkungannya, bahkan bisa jadi bahan
bullyan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Angela
McRobby dalam buku cultural studies dan kajian budaya
pop karya john sorey bahwasanya cultural studies
memunculkan perayaan terhadap konsumerisme yang
tidak kritis. Dimana didalamnya konsumsi semata-mata
dari segi kesenangan dalam pembentukan makna10.

10
John Storey, Cultural Studies & Kajian Budaya Pop, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010).hlm.6.
Dengan kemudahan yang telah didapatkan oleh
generasi millenials membuat generasi Y saat ini
mengalami beberapa perubahan jika dibandingkan
dengan generasi sebelumnya. Generasi yang suka
dengan hal-hal instan membuat generasi ini menjadi
generasi yang lemah dalam berpikir kritis, karena
generasi ini tidak peka dengan realitas sosial baik itu
persoalan sosial maupun politik.

Dari situ maka lahirlah budaya konsumtifisme dan


hanya mengejar kesenangan saja, atau yang akrab
dengan sebutan hedonisme. Hedonisme sendiri
merupakan pandangan hidup yang menganggap bahwa
tujuan hidup yang paling utama adalah kesenangan dan
kenikmatan. Hedonisme pada prinsipnya adalah
pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan
menjadi bahagia dan kesenangan semata tanpa peduli
lingkungan sekitar, semua yang ia raih hanya untuk
kebahagiaan. Hal ini sudah menjadi penyakit
masyarakat Indonesia kedepan, dan sepertinya gelaja-
gejala ini sudah mulai muncul di masyarakat indonesia.

Kesimpulan

1. Derasnya arus informasi melalui teknologi


komunikasi hari ini, masih banyak generasi
millenial yang menerima begitu saja informasi yang
didapatkan, belum bisa membedakan mana
informasi benar dan hoax.
2. Lahir di era teknologi informasi dan komunikasi
yang berkembang pesat membuat generasi
millenial mudah dalam melakukan berbagai hal,
menjadi generasi instan yang lemah dalam berpikir
kritis dan tidak peka dengan realitas sosial.
3. Kemudahan yang didapatkan oleh generasi
millenial membuat mereka menjadi generasi yang
instan, kurang berpikir kritis dan kurang peka
dengan kondisi

Saran

Berdasarkan fenomena dan pembahasan diatas


maka penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu pendampingan pada generasi milineal


untuk cerdas dan mempunyai kemampuan
literasi dalam menyeleksi pesan pada media
berbasis internet. Upaya Literasi bisa digalakan
melalui lembawa formal (sekolah, kampus) atau
melalui lingkungan terdekat seperti keluarga
2. Perlu kampanye melalui media massa atau pun
media sosial mengenai nilai-nilai budaya lokal
dengan memperkuat identitas lokal atau
nasional. Upaya ini dapat dilakukan melalui
desiminasi informasi atau tindakan nyata
seperti organisasi kepemudaan atau kegiatan
ekstra kurikuler di sekolah
3. Regulator / pemerintah perlu memberikan
tindakan tegas melalui pengawasan, penutupan
bahkan tindakan hukum pada konten-konten
yang mengandung pesan hoax, pronografi,
maupun konten-konten yang mengandung
unsur kriminalitas dan SARA

4. (http://lifestyle.liputan6.com/read/2728379/7-
hal-yang-paling-mencolok-dari-generasi-
milenial)
5. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006).
Hlm 45
6. Stephen W. Littlejohn & Karen A.Foss, Teori
Komunikasi Edisi 9, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2009),hlm.447
7. Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga
Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group,2013)hlm.545.
8. Stephen W. Littlejohn & Karen A.Foss, Teori
Komunikasi Edisi 9, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2005).
9. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2006).hlm.91
10. George Ritzer & Douglas J Goodman, Teori
Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, 2007).hlm.629.
11. Dominiq Strinati, An Introduction & Theoris
of Popular Cultur. www.slideshare.net.
12. John Fiske, Cultural & Communication
Studies (Sebuah Pengantar Paling
Komperehensif), (Yogyakarta: Jalasutra,
2006).hlm.viii
13. rumahmillenials.com
14. John Storey, Cultural Studies & Kajian
Budaya Pop, (Yogyakarta: Jalasutra,
2010).hlm.6.

Menurut Goldman Sachs generasi milenial


memiliki ciri-ciri antara lain sangat menggantungkan
hidupnya pada media sosial, untuk kebutuhan sehari-
hari. Dari mulai mencari tempat makan, menyapa
teman, mencari kerja, hingga hal-hal seperti produk apa
yang ingin dibeli11.

11
(http://lifestyle.liputan6.com/read/2728379/7-hal-yang-paling-mencolok-dari-generasi-
milenial)

Anda mungkin juga menyukai