Anda di halaman 1dari 12

Hoaks di Media Sosial VS Etika Komunikasi Islam

Ulya Ulpatu Rohmah

(Kafiah Kab. Sukabumi)

Pendahuluan

Modernisasi yang berkembang saat ini telah banyak menyumbangkan


pembaharuan-pembaharuan diberbagai bidang kehidupan masyarakat. Setiap hari
masyarakat selalu dihadapkan dengan teknologi-teknologi terbaru yang tentunya banyak
menimbulkan dampak yang signifikan. Perkembangan teknologi yang paling banyak
menyebar di masyarakat adalah teknologi informasi dan komunkasi yang semakin pesat,
segala bisa didapatkan dengan cepat dan instan, begitu halnya informasi komunikasi.
Bisa dikatakan bahwa komunikasi merupakan hal yang terpenting atau vital bagi
manusia. Tanpa komunikasi maka manusia dikatakan “tersesat” dalam belantara
kehidupan ini, karena tidak bisa menaruh dirinya dalam lingkungan sosial. Betapa
pentingnya informasi komunikasi, terlihat dari semakin inovatifnya perkembangan
tekonologi komuniakasi itu sendiri (Rulli Nasrullah, 2014:1)

Awal munculnya perkembangan teknologi informasi bagi masyarakat yaitu


dengan diciptakan perangkat Personal Computer (PC) di Amerika yang pada mulanya
hanya digunakan untuk keamanan militer saja. Seiring dengan berjalannya waktu maka
internet sudah bisa diakes ke berbagai penjuru dunia. Dengan adanya telepon manusia
bisa berkomunikasi walaupun dalam kondisi keadaan geografis yang begitu jauh.
Setelah itu, masyarakat pun dikenalkan dengan handphone (telepon genggam) yang
lebih efektif untuk dibawa kemanapun. Di era milineal ini handphone yang awalnya
hanya digunakan untuk komunikasi jarak jauh sekarang bisa juga mendapatkan
informasi dengan munculnya smartphone (telepon pintar). Dengan adanya smartphone
selain bisa digunakan untuk berkomunikasi bisa juga mendapatkan informasi.
Handphone yang awalnya hanya bisa melakukan panggilan dan pesan singkat, kini bisa
bermunculan berbagai aplikasi seperti facebook, twitter, instagram, whatsap, line dan
lain-lain. Hal inilah yang disebut dengan media sosial.
Akses terhadap media sosial telah menjadi salah satu kebutuhan primer setiap
orang, itu dikarenakan adanya kebutuhan akan informasi, hiburan, pendidikan, dan
akses pengetahuan dari belahan bumi yang berbeda. Hal ini lah yang menjadikan media
sosial menjadi fenomenal. Facebook, twitter, youtube, instagram, hingga path adalah
beberapa jenis dari media sosial yang diminati oleh banyak khalayak. Bahkan ada
sebuaha fakta bahwa penggunaan sebuah media sosial jauh lebih banyak dibandingkan
jumlah penduduk sebuah negara. Media sosial tersebut tidak hanya digunakan untuk
mendistribusikan informasi yang bisa dikreasikan oleh pemilik akun (user) itu sendiri,
tetapi juga memiliki dasar sebagai portal untuk membuat jaringan pertemanan secara
virtual dan medium untuk berbagai data seperti audio atau video.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi khususnya media sosial yang bebas


diakses oleh setiap orang tersebut memunculkan informasi-informasi yang beragam dan
juga informasi bohong atau sekarang dikenal dengan istilah hoaks. Persoalan hoaks
merupakan virus yang kian menjalar di media sosial. Bahkan sekarang ini hoaks
menjadi ancaman bagi pengguna media sosial itu sendiri. Disinilah pentingnya islam
yang berpegang teguh pada al-Quran dan hadis untuk bisa menangkal nya dengan etika
komunukasi islam yang benar, sebab Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Bisa dikatakan bahwa pada zaman jahiliyah itu bukan berarti jahiliyah secara
pengetahuan tetapi jahiliyah moral dan etika. Maka penulis dalam tulisan ini akan
menjabarkan hoaks di media sosial dan juga etika komunikasi islam.

Realitas Teknologi

Dinamika berkehidupan sosial saat ini bergerak ke arah yang sangat cepat hal ini
kemudian diikuti pergeseran struktur sosial yang tidak beraturan lagi, bahkan sudah
tidak terkontrol. Hal ini ditandai dengan transformasi teknologi yang terus berkembang
salah satunya pertumbuhan penggunaan internet. Kehadiran internet membawa
perubahan mendasar dalam pola komunikasi masyarakat.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ditandai dengan


munculnya personal computer (PC) dan koneksi internet telah memunculkan realitas
teknologi. Suatu realitas yang berada disuatu tempat di mana tempat itu tidak diketahui
secara jelas letaknya. Inilah kemudian yang disebut ruang maya (cyber space). Disebut
maya karena tidak menghadirkan fisik pengguna di ruang itu.

Ironisnya, dalam perkembangannya tidak sekali dua kali terjadi di komunitas


cyberspace justru muncul para haters yang kerap memanfaat kan media sosial dan
internet untuk bergunjing, mengkritik, mencaci maki orang lain, tanpa
mempertimbangkan dampak sosial psikologis yang dialami korban. Bukan rahasia lagi,
media sosial selama ini senantiasa dipenuhi citraan-citraan hiperealitas yang penuh
dengan distorsi atas kebenaran, pemutarbalikan fakta dan penyelewengan makna.

Ruang publik dalam era masyarakat post-industrial sering kali menjadi media
bagi siapa pun untuk menyampaikan apa yang mejadi unek-unek nya, tetapi sebagian
diantaranya kadang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bagi netizen yang belum
didukung pengetahuan dan tingkat literasi yang memadai, mereka biasanya belum
memahami dengan baik bagaimana seharusnya memanfaatkan ruang publik, untuk
tujuan apa, dan etika seperti apakah yang harus dipatuhi agar tidak menyinggung pihak
lain.

Media sosial sebagai buah dari perkembangan teknologi dan internet


berkembang menjadi ruang diskusi publik yang nyaris tanpa batasan. Karakteristik
informasi yang berlangsung secara masif itu menjadikan media sosial sebagai arena
perarungan berbagai wacana, kekuatan baru untuk membentuk opini publik sekaligus
sebagai refleksi perbinacaangan publik di dunia nyata. (Idnan A Idris, 2018:4)

Media Sosial : Tren Media Baru.

Secara sederhana, istilah media bisa dijelaskan sebagai alat komunikasi


sebagaimana definisi selama ini yang diketahui. Terkadang pengertian media ini
cenderung lebih dekat terhadap sifatnya yang massa karena terlihat dari berbagai teori
yang muncul dalam komunikasi massa. Namun, semua definisi yang ada memiliki
kecenderungan yang sama bahwa ketika disebutkan kata “media”, yang muncul
bersamaan dengan itu adalah sarana disertai dengan teknologinya. Koran merupakan
representasi dari media cetak, sementara radio yang merupakan media audio dan televisi
sebagai media audio-visual merupakan representasi dari media elektronik, dan internet
merupakan representasi dari media online atau d dalam jaringan (Rulli Nasrullah, 2018:
3)

Kata “sosial” dalam media sosial secara teori semestinya didekati oleh ranah
sosiologi. Inilah yang menurut Fuchs dalam buku Rulli Nasrullah ada beberapa
pertanyaan dasar ketika melihat kata sosial, misalnya terkait dengan informasi dan
kesadaran. Ada pertanyaan dasar seperti apakah individu itu adalah manusia yang selalu
berkarakter sosial atau individu itu baru dikatakan sosial ketika secara sadar melakukan
interaksi. Bahkan dalam teori sosiologi disebut bahwa media pada dasarnya adalah
sosial karena media merupakan bagian dari masyarakat dan aspek dari masyarakat yang
direpresentasikan dalam bentuk teknologi yang digunakan.

Jadi media sosial merupakan suatu sarana di internet yang memungkinkan


pengguna mereprsentasikan dirinya dan berinteraksi, bekerja sama, berbagi,
berkomunikasi dengan pengguna lain dan membentuk ikatan sosial secara virtual.

Media Sosial memungkinkan para penggunanya memproduksi, menyebarkan


dan mengonsumsi pesan yang bersifat masif. Media sosial tidak lagi menjadi
komunikasi antarpribadi yang bermedia (mediated communication), namun lebih bisa
ditempatkan sebagai komunikasi massa. Bedanya dengan komunukasi massa di era
konvensional (cetak dan penyiaran), produksi pesan harus dilakukan oleh institusi
media. Pada era media sosial, untuk menyebarkan pesan secara masif kepada audiens,
pengguna media sosial tidak perlu memiliki mesin cetak seperti pada produksi koran,
cukup dengan gawai yang terkoneksi internet pesan bisa diproduksi dan disebarkan
(Fajar Junaedi, 2019: 169)

Pada tahun 2014 Lembaga We Are Social mempublikasikan hasil penelitian


terhadap prilaku internet hingga akun di media sosial dari seluruh dunia. Untuk
Indonesia sendiri data riset menunjukkan bahwa ada sekitar 15 persen penetrasi internet
atau 38 juta lebih pengguna internet. Juga, dari jumlah total penduduk ada sekitar 62
juta orang yang terdaftar serta memiliki akun di media sosial facebook. Dari riset
tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di Indonesia
menghasbiskan waktu hampir 3 jam untuk terkoneksi dan berselancar di media sosial.
(Rulli Nasrullah, 2018:12)

Akhir-akhir ini, masa pandemi di Indonesia ini, rata-rata sekolah menerapkan


sistem dalam jaringan (daring). Dapat dibayangkan berapa jumlah pegguna media sosial
setiap harinya. Tentunya akan semakin banyak dan tersebar dimana-mana.

Fenomena Hoaks

Hoaks menurut Lynda walsh merupakan kabar bohong, istilah dalam bahasa
inggris yang masuk sejak era industri, diperkirakan pertama kali muncul pada 1808
(Raida Pakpahan, 2017: 480). Fenomena hoaks bukanlah hal baru, sejarah dunia pun
banyak diisi oleh cerita-cerita yang terbukti hoaks dikemudian hari. Dunia sains, dunia
militer, bahkan dalam urusan agama sekalipun terdapat banyak berita hoaks yang
bertebaran dari masa ke masa. Dari hoaks serius yang mempertaruhkan dan bahkan
mengorbankan ribuan nyawa hingga hoaks sepele yang sekedar menggelikan para
pembaca atau pendengar sebuah cerita. Saat ini pun khusus nya di Indonesia yang
terkena pandemi virus covid-19, ada beberapa kalangan yang menyebarkan hoaks
bahwa covid-19 itu tidak ada, belum lagi ditambah dengan klaim penemuan obat covid-
19 yang belum tentu benar. Dikalangan akademis pun tentunya tidak lepas dari hoaks
hal ini terbukti dengan penulisan makalah ataupun jurnal yang ternyata copy paste dari
internet yang kebenaran buku dan sumbernya belum jelas sehingga menjadikan karya
tulis nya patut dipertanyakan. Masih banyak lagi fenomena hoaks yang terjadi saat ini,
hal ini merupakan dampak tren media sosial dan jaringan internet yang begitu cepat
sehingga segala hal apapun bisa diaksses dengan mudah.

Fenomena hoaks sendiri dalam sejarah islam telah terjadi sejak zaman Nabi
Adam As hingga Nabi Muhammad Saw juga umat Nabi Muhammad Saw. Sebagaimana
yang telah diketahui bahwa pada Nabi Adam As keluar dari surga bersama istrinya Siti
Hawa akibat hoaks yang diterimanya dari Iblis. Ini merupakan hoaks yang berakibat
fatal bagi kalangan umat manusia karena dari peristiwa itu lah Allah Swt mengusir Nabi
Adam dan Siti Hawa ke bumi. Hoaks berlanjut ke zaman Nabi Musa yang mana Fir’aun
menyebarkan hoaks dengan menyebutkan Nabi Musa as.,adalah ahli sihir yang ingin
merebut kekuasaan dari Fir’aun dan mengusir rakyatnya dari negeri Mesir. Hoaks juga
menimpa istri Nabi Muhammad saw., yang dituduh berzina sehingga menimbulkan
kegaduhan dikalangan umat islam. Begitu dahsyatnya pengaruh hoaks dalam kehidupan
masyarakat dan membawa pengaruh yang besar. Dalam al-Quran sendiri ada beberapa
ciri terkait berita hoaks yang digambarkan al-Quran (Idnan A Idris, 2018: 87)

Pertama, tidak memiliki bukti. Salah satu ciri dari informasi palsu adalah tidak adanya
bukti penguat. Informasi tersebut hanya bedasarkan dugaan yang tak mendasar. Dalam
kasus Siti Aisyah tampak jelas para penudu atau penyebar hoaks tidak mampu
menghadirkan bukti yang berupa empat saksi (QS. An-Nur :13)

Kedua, bertentangan dengan fakta lain. Ciri lain dari informasi palsu yang diterangkan
dalam al-Quran adalah informasi tersebut bertentangan dengan fakta-fakta lain yang
telah jelas terverifikasi kebenarannya. Hal ini ditegaskan al-Quran, bahwa seharusnya
tatkala berita tentang perselingkuhan Siti Aisyah, umat islam langsung menolaknya,
karena ini bertentangan dengan fakta lain yang kuat, yaitu bahwa Siti Aisyah adalah
orang yang imannya tidak diragukan, bahkan beliau adalah istri orang yang paling
agung dan putri dari sahabat tercinta.

Seperti itulah gambaran hoaks yang ada dalam islam, tentunya hoaks ini tidak
lepas dari akses media sosial yang muda dijangkau setiap kalangan dan tanpa melihat
latar belakang usia dan pendidikan. Sehingga disini lah penting nya untuk beretika di
media sosial agar terhindar dari hoaks.

Etika Islam: Prinsip Berkomunikasi di Media Sosial

Dalam perspektif islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan


dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan
komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yatu
komunikasi yang berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-
karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada al-Quran dan hadis (sunah Nabi).
A. Muis (2001: 720) mengatakan komunikasi islami memiliki perbedaan dengan yang
non-islami. Perbedaaan itu lebih pada isi pesan (content) yang harus terikat perintah
agama, dan dengan sendirinya pula unsur content mengikat unsur komunikator. Artinya,
komunikator harus memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam
menyampaikan pesan berbicara, berpidato, berkhotbah, bercermah, mennyiarkan berita,
menulis artikel, mewawancarai, mengkriktik dan sebagainya. Kemudian seorang
komunikator tidak boleh menggunakan simbol-simbol atau kata-kata yang kasar yang
menyinggung perasaan komunikan atau khalaya, juga tidak boleh memperlihatkan
gerak-gerik, prilaku, cara pakaian yang menyalahi kaidah-kaidah agama. Misalnya
menampilkan perempuan-perempuan yang memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang
seks, baik dalam tayangan televisi maupun koran atau majalah. Semua itu dilarang oleh
ajaran islam dan tidak etis. Begitu pula halnya dengan penyebaran berita bohong
(hoaks) itu merupakan prilaku yang tidak etis dan juga tidak sesuai dengan prinsip
keislaman yang bersumber dari al-Quran dan hadits. Berikut ini merupakan prinsip-
prinsip etika komunikasi dalam al-Quran yang menjadi sumber ajaran islam. (Ujang
Saepullah, 2007: 64)

Dengan memperhatikan prinsip qaul dalam konteks dalam konteks perintah


(amr), ada enam prinsip etika komunikasi islam yaitu: (Ujang Saepullah, 2007: 70)

1. Prinsip Qaulan Sadidan


Kata qaulan sadidan disebut dua kali dalam al-Quran. Pertama, Allah
menyuruh manusia menyampaikan qaulan sadidan dalalm urusan anak yatim dan
keturunan, Dan hendaklah orang-orang takut kalau dibelakang hari, mereka
meninggalkan keturunan yang lemah yang mereka khawatir terhadap
kesejahteraannya. Hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (QS.
An-Nisa: 9). Kedua, Allah memerintahkan qaulan sadidan sesudah takwa, “ Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan
yang benar.
Qaulan sadidan artinya pembicaraan yang benar, jujur, lurus, tidak bohong
dan tidak berbelit-belit. Al-Quran menyatakan bahwa berbiacara yang benar dan
menyampaikan pesan yang benar adalah prasyarat untuk kebaikan dan
kemaslahatan amal. Dengan kata lain, masyarakat menjadi rusak apabila isi pesan
komunikasi tidak benar dan menyembunyikan kebenaran karena rakut menghajadapi
rezim penguasa. Al-Quran mengajarkan bahwa salah satu strategi memperbaiki
masyarakat adalah membereskan bahasa yang dipergunakan untuk mengungkapkan
realitas bukan untuk menyembunyikannya.
Arti kata qaulan sadidan itu tidak bohong serta menyuruh untuk selalu
berkata benar. Hal ini sangat berkaitan dengan isu hoaks yang saat ini menjadi virus
kebohongan dalam pemberitaan. Karena kebohongan akan melahirkan kelemahan,
rendah diri dan sifat pengecut. Maka ayat inilah yang bisa dijadikan rujukan untuk
tidak hoaks di media sosial.
2. Prinsip Qaulan Balighan
Secara terperinci ungkapan qaulan balighan terdapat dalam surat an-Nisa
ayat 63: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam
hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
belajaran dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa
mereka”. Prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebagai perintah komunikasi
yang efektif.
Al-Quran memerintahkan untuk berbicara yang efektif. Semua perintah
hukumnya wajib selama tidak ada keterangan lain yang meringankan. Dalam diri
setiap muslim perlunya ditanamkan komunikasi yang efektif yang hanya bisa
menyerap sifat Maha Mulia dan Maha Mengetahui Allah dalam dirinya. Berbagai
penelitian membuktikan bahwa orang cenderung mengikuti pendapat dan
keyakinan orang yang dianggapnya jujur dan memiliki keahlian. Orang yang
berakhlak rendah yang tidak memiliki integritas pribadi sulit untuk menjadi
komunikator yang berpengaruh. Begitu pula orang yang jahil, yang kurang memiliki
gairah ilmu yang pengetahuannya lebh bnayak dari rata-rata orang banyak, sukar
untuk mengubah atau mengarahkan prilaku orang lain.
3. Prinsip Qaulan Ma’rufan
Kata qaulan ma’rufan disebutkan Allah dalam al-quran sebanyak lima kali.
Pertama, berkenaan dengan pemeliharaan harta anak yatim , “Dan janganlah kamu
serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik. (QS. An-Nisa :5)
Kedua, berkenaan dengan perkataan terhadap anak yatim dan orang miskin. “Dan
apabila sewaktu-waktu pembagian itu hadir kerabat anak yatim, dan orang miskin,
maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik” (QS. An-Nisaa: 8)
Ketiga, berkenaan dengan harta yang diinfakkan atau disedekahkan kepada orang
lain. “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang
diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya, Maha Penyantun. (QS. Al-
Baqarah: 263)
Keempat, berkenaan dengan ketentuan-ketentuan Allah terhadap istri Nabi, “...Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al-Ahzab: 32)
Kelima, berkenaan dengan soal pinjaman terhadap seorang wanita. “...janganlah
kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia , kecuali sekedar
mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang baik” (QS. Al-Baqarah: 235).
Kata qaulan ma’rufan bermakna perkataan yang baik atau ungkapan yang
pantas. Akan tetapi kata ma’rufan yang diungkapkan beberapa ayat al-quran
tersebut memiliki maksud yang berbeda, bergantung pada konteks ayatnya. Dalam
tafsir Al-Maraghi (Al-Maraghi, 1993: 333). Kata qaulan ma’rufan (QS. An-Nisa: 5)
dimaknai dengan perkataan enak yang dirasa oleh jiwa dan membuat menjadi
penurut. Begitu pula dalam surat an-Nisa ayat 8, qaulan ma’rufa berarti perkataan
yang baik yang membuat hati ahli waris dan kerabat dekat merasa senang ketika
memberinya. Sedangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 235 mengandung arti rayuan
yang halus terhadap wanita yang dipinang untuk dijadikan istri. Sementara dalam
surat Al-Ahzab ayat 32 mengandung arti tuntunan kepada para wanita (istri
rasulullah) agar berbicara sewajarnyatidak perlu bermanja-manja, tersipu-sipu,
cengeng atau sikap berlebihan yang akan mengundang birahi para lelaki sebagai
lawan bicara. Ibnu Zaidi mengatakan, makna yang dimaksud dengan qaulan
ma’rufan adalah ucapan yang baik, pantas lagi tegas. Dengan kata lain, janganlah
seorang wanita berbicara dengan lelaki lain dengan perkataan seperti dia berbicara
kepada suaminya sendiri. (Ad-Dimasyqi, 2004:3). Kemudian dalam surat Al-
Baqarah ayat 263 bermakna bahwa menolak dengan kata-kata yang halus kepada
seseorang yang minta-minta lebih baik daripda memberi tetapi dengan
mengeluarkan kata-kata yang kasar yang akan menyinggung dan sangat
menyakitkan perasaan orang lain.
Berdasarkan paparan tersebut maka dapat disimpulkan betapa pentingnya
berbiacara yang baik dengan siapapun, dimana pun dan kapan pun, dengan sarat
pembicaraannya itu akan mendatangkan pahala dan manfaat baik bagi dirinya
maupun orang lain
4. Prinsip Qaulan Kariman
Kata qaulan kariman dalam Al-Quran disebutkan hanya satu kali yaitu
dalam surat Al-Isra ayat 23: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau keduanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
Prinsip Komunikasi yang terkandung adalah jika berkomunikasi dengan
orang yang lebih tua daripada kita atau kepada siapa saja, maka harus
memperhatikan sopan santun yang berlaku. Dalam artian tidak melakukan kekasaran
dan memilih bahasa yang terbaik dan sopan penuh penghormatan (Wahyu Ilahi,
2010: 178)
5. Prinsip Qaulan Layyinan

Kata qaulan layyinan hanya disebutkan satu kali salam Al-Quran,” Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-
mudahan ia ingat atau takut” (QS. Thaaha: 44)

Prinsip komunikasi yang terkandung adalah komunikasi yang ditujukan


kepada penguasa dengan perkataan yang lemah lembut dan tanpa adanya
konfrontasi. Walaupun penguasa tersebut lalai dan durhaka. Lemah lembut disini
bukan berarti lemah akan tetapi sarat dengan unsur bijaksana yang banyak
mengandung hikmah (Wahyu Ilahi, 2010: 179)

6. Prinsip Qaulan Maysuran


Kata Qaulan Maysuran hanya satu kali disebutkan dalam Al-Quran,” Dan
jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang
kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang lemah lembut”(QS.
Al-Israa:28).
Prinsip komunikasi yang harus diterapkan adalah komunkasi dengan
menggunakan bahasa yang ringan, sederhana dan pantas atau yang mudah diterima
oleh publik.
Itulah beberapa etika komunikasi islam yang harus benar-benar diterapkan
bagi umat islam sendiri agar terhindar dari berita hoaks dan tentunya tidak ada niat
untuk menyebarkan hoaks.

Penutup

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ditandai dengan


munculnya personal computer (PC) dan koneksi internet telah memunculkan realitas
teknologi. Media sosial sebagai buah dari perkembangan teknologi dan internet
berkembang menjadi ruang diskusi publik yang nyaris tanpa batasan. Persoalan hoaks
merupakan virus yang kian menjalar di media sosial. ada enam prinsip etika komunikasi
islam yaitu Prinsip Qaulan Sadidan, Prinsip Qaulan Balighan, Prinsip Qaulan
Ma’rufan, Prinsip Qaulan Kariman, Prinsip Qaulan Layyinan, Prinsip Qaulan
Maysuran. Prinsip Qaulan Sadidan yang penulis rasa paling sesuai untuk beretika
dimedia sosial dan tentunya tidak hoaks. Dengan begitu setidaknya akan terhindar untuk
menerima informasi yang tidak benar dan tidak akan ada niatan untuk menyebarkan
informasi bohong atau hoaks yang saat ini marak di media sosial.

Daftar Pustaka

Ad-dimasyqi, al-Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, alih bahasa Bahrun dkk.
Bandung

Simbiosa Sinar Baru

Al-Muraghi, Ahmad Mustofa, 1993. Tafsir Al-Muraghi, Penerjemah Bahrun Abu Bakar

dkk. Semarang: Karya Toha Putra


Nasrullah, Rulli, 2018. Media Sosial. Bandung: Simbiosa Rakatama

Nasrullah, Rulli, 2014. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: Penerbit Kencana

Ilahi, Wahyu. 2010, Komunikasi Dakwah. Bandung: Remaja Rosdakarya

Idnan, Idris. 2018. Klarifikasi Al-Quran Atas Berita Hoax. Jakarta: Elex Media

Komputindo

Junaedi, Fajar, 2019. Etika Komunikasi Di Era Siber.Depok: Rajagrafindo Persada

Saefullah, Ujang, 2007, Kapita Selekta Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rakatama

Anda mungkin juga menyukai