Anda di halaman 1dari 9

RELEVANSI MEDIA SOSIAL DAN KEVALIDAN INFORMASI DIGITAL DI

ERA DISRUPSI

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mulai pada abad pertengahan, di mana teknologi mulai berkembang dan mampu
menjangkau masyarakat luas sehingga pada saat itu, muncullah apa yang kita kenal
dengan sebutan “media massa”. Pada modern ini media informasi makin hari
terkonsistensi bertambah jumlahnya secara linier baik media konvesional maupun
inkonvensional, sehingga memungkinkan banyaknya informasi yang beredar di mana-
mana. Mendapatkan informasi di era ini, tidaklah sulit. Salah satunya melalui media
sosial (medsos). Siapaun bisa menjadi sumber informasi. Namun disayangkan dari fakta
yang ada, banyaknya informasi yang beredar saling bertolak belakang satu sama lain.
Informasi menjadi simpang siur akibat dari banyaknya sumber yang tidak jelas.
Ketidakpastian informasi ini berdampak pada asumsi masyarakat yang akan sulit
membedakan mana informasi yang benar dan informasi bohong ( hoax ).
Saat ini, kita sedang berhadapan dengan fenomena post-truth. Fenomena dimana
masyarakat lebih percaya pada informasi terhadap sesuatu yang menurutnya benar
daripada fakta realitas kebenarannya. Maraknya infromasi dan fake news yang beredar
membuat masyarakat sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana
yang fiksi dan mana yang non fiksi, sehingga suatu kebenaran informasi dalam media
sosial menjadi kabur. Inilah fenomena dimana perubahan teknologi yang begitu pesat.
Berbicara tentang kebutuhan informasi yang efektif, cepat, dan mobile, smartphone
adalah salah satu bentuk perkembangan teknologi komunikasi untuk memenuhi
kebutuhan informasi dan komunikasi. Banyak orang menggunakan smartphone karena
mudah dan efesien, banyak aplikasi yang ditawarkan untuk mendapatkan kebutuhan
informasi dan komunikasi seperti, berita, entertainment, sosial media, dan game.
Smartphone tidak dapat dipungkiri merupakan sumber segala informasi beredar .
Melalui media sosial orang akan lebih cepat menjangakau informasi. Sirkulatif
media sosial saat ini eksponensial. Ada banyak informasi bertebaran baik palsu ataupun
negatif yang dipelintir oleh akun-akun yang tidak bertanggung jawab.
Ketidakmauan masyarakat mencerna kebenaran informasi yang diterima, akan
berdampak pada tidak hanya culture, asumsi dan perepsi, melainkan juga merambah
pada eksistensi para pakar. Contohnya, informasi dari para influrncer ataupun akun-
akun buzzer lebih dipercaya tanpa memverifikasi kebenarannya, karena informasi
tersebut yang ingin ia dengar sehingga tidak mau mencari kebenaran berita tersebut.
Tanpa mencari lebih banyak lagi informasi dari sumber yang tepat bagi dirinya dan
orang lain. Inilah yang menjadi masalah yang lebih kompleks akibat revolusi teknologi
dan informasi, yaitu mengubah cara manusia memperoleh informasi dan kemudian
mempersepsi. Orang lebih mudah menerima informasi dari apa yang dianggapnya benar
tanpa perduli dengan kebenaranya, daripada mendengarkan saran intelektual atau dari
pakarnya.
Dalam teori Teori determinisme teknologi atau Technological determinism theory
yaitu teori yang secara umum, teori ini berusaha menjelaskan tentang bagaimana
teknologi, terutama media, bagaimana membentuk individu dalam masyarakat
memikirkan sesuatu, merasakan sesuatu, dan melakukan tindakan tertentu. Teknologi
membantu individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat, hingga
akirnya teknologi tersebut mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad
teknologi ke abad teknologi lain.

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu disrupsi?
2. Apa penyebab matinya kepakaran?
B. Tujuan Penulisan
Tulisan ini dibuat sebagai bentuk keprihatinan terhadap fenomena yang terjadi di
tengah revolusi teknologi dan pengetahuan yang benar-benar memberikan dampak
yang luarbiasa terhadap peradaban, akan tetapi banykanya informasi yang
bertebaran di media massa menimbulkan ketidakpastian yang berakibat pada
ketidaktahuan khalayak dalam mempertimbangkan benar-salahnya suatu informasi
yang diserap.

BAB 2
PEMBAHASAN

1. Apa Itu Era Disrupsi?


Era Disrupsi adalah sebuah termonologi bentuk suatu masa, di mana terjadi
perubahan secara radikal, terjadi perubahan pola bisnis dan interaksi semua kebutuhan
manusia, sehingga menjadi lebih nyaman, dan terciptanya sebuah mekanisme baru yang
tidak mengenal lagi batas ruang dan waktu (Bekmezci), 2012). Terminology “disrupsi”,
biasa dikaitkan dengan perubahan berbagai inovasi dalam teknologi, fenomena disrupsi
ini telah merambah ke berbagai aspek kehidupan manusia, khususnya teknologi
informasi, sebagai tanda tergantikannya yang lama dengan yang baru yang lebih
kekinian dan digital.
Kemajuan teknologi digital modern ini telah meluas terutamanya di daerah
perkotaan. Perkembangan teknologi digital yang ditandai dengan meluasnya jaringan
internet di berbagai negara dengan budaya yang berbeda, membuat masyarakat suatu
negara atau suatu kota dengan kota lain dapat dengan mudah berbagi informasi, di
berbagai negara maupun kota. Sebanyak 120 juta penduduk Indonesia menggunakan
jaringan internet melalui perangkat mobile dan dalam seminggu, aktivitas online
mencapai 37 persen (Pamungkas, 2019:iv).
Hal tersebut di era sekarang ini yang disebut sebagai disrupsi teknologi digital, ini
merupakan fenomena yang menimbulkan perubahan pemahaman konvensional
masyarakat dengan segala aktivitasnya ke sistem digital. Disrupsi adalah sebuah
lompatan perubahan dari sistem lama ke cara-cara baru. Disrupsi juga mengubah
teknologi lama yang lebih banyak menggunakan fisik ke teknologi digital dan
menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru, lebih bermanfaat, serta lebih efisien dan
cepat. Perubahan ke sistem digital menimbulkan kegiatan aktivitas manusia menunjukan
ke arah eksperimen teknologi digital, dan masyarakat lebih menikmati dengan dunia
digital tersebut, misalnya informasi-informasi yang dulunya ditampilkan secara
konvensional sekarang sudah tidak lagi ditampilkan secara konvensional tapi sudah di
dalam dunia digital. Informasi yang ditampilkan dalam dunia digital seperti: Facebook,
WhatsApp, atau Instragram, menurut Pamungkas (2019: v)
Akan tetapi, era disrupsi memunculkan fenomena ketidak pastian dengan
perubahan yang sangat cepat. Salah satu di antaranya adalah perkembangan
infrastruktur teknologi Informasi dan komunikasi yang tidak linear, melainkan
eksponensial dan mengalami proses perubahan yang semakin adaptif terhadap
kehidupan manusia (Kasali, 2016). Perkembangan ini membawa perubahan yang sangat
cepat dalam teknologi informasi. Saat ini hampir seluruh orang menggunakan alat yang
bernama Smartphone dengan kemampuan internet yang sudah canggih. Hal ini tentu
mempengaruhi setiap orang dalam mengakses informasi dengan mudah dan cepat.
Disrupsi informasi dapat dilihat pada cara menausia mengelola informasi yang
marak di media sosial, seperti facebook, whatsupp, instagram, dan lain sebagainya,
banyak orang awam dengan mentah-mentah menerima informasi yang tidak diketahui
sumbernya darimana, apakah berita itu akurat atau tidak, turut andil dalam
menebarkannya lagi hingga meluas tanpa melakukan konfirmasi terlebih dahulu apakah
berita ini akurat atau tidak, selama informasi yang dia terima sudah sesuai dengan
dirinya, atau informasi itu yang ingin didengarnya, dia tidak akan perduli dengan
kebenaran informasi atau keakuratan informasi tersebut, dari mana sumber informasi
dan siapa yang mengunggahnya serta menolak data yang menentang sesuatu yang sudah
diterima dan diyakininya. Kata para periset, bias konfirmasi seperti ini tidak hanya akan
penyempitan pemikiran namun juga penyebaran berita palsu (hoax) akan lebih
kontinyu.
Misalnya jika kita menganggap orang yang bertato adalah preman atau orang yang
ganas dan tukang pukul ( toh dari anggapan inilah kata sinister berasal), setiap pemburu
orang bertato akan membuktikan pendapat kita. Kita akan melihat mereka dimana-mana
di dalam berita. Karena itulah berita yang kita pilih untuk kita ingat.
Disrupsi Informasi di Media Sosial

Perubahan teknologi digital berpengaruh pada perubahan perilaku dan culture


manusia. Di era disupsi saat ini, kita akan mengalami dua perubahan dalam kehidupan,
kehidupan di dunia nyata dan kehidupan di dunia sosial. Hal tersebut mengalami
perubahan yang sangat dinamis dan sulit di prediksi. Seperi misalnya dulu, informasi
ditampilkan melalui media-media konvensional, sekarang sudah lebih berorientasi pada
media sosial digital seperti: facebook, whatsupp, dan instagram. Facebook adalah media
yang paling banyak di download dan paling banyak dikunjungi dengan capaian lebih
dari 1 miliar juta pengunjung per bulan. Rata-rata pengunjung menghabiskan waktu 12
menit 27 detik untuk mengakses jaringan sosial tersebut. Ini artinya media sosial online
seperti Facebook, WhatsApp, Instragram dll sangatlah potensial digunakan untuk
menyampaikan informasi ke masyarakat luas baik lokal maupun internasional.

Evolusi yang terjadi dibidang teknologi maupun inovasi internet meyebabkan tidak
hanya memunculkan media baru saja. Berbagai macam aspek kehidupan manusia,
seperti cara menerima informasi, komunikasi maupun interaksi mengalami perubahan
yang sebelumnya tidak pernah diduga. Dunia seolah-olah tidak memiliki batasan
(borderies) – tidak ada kerahasiaan yang bisa ditutupi, informasi terus mengalir setiap
detiknya. Kehadiran media sosial dan semakin berkembangnya jumlah pengguna dari
hari ke hari memberikan fakta menarik betapa kekuatan internet bagi kehidupan
( Nasrullah, 2015)

Riset yang dipublikasikan oleh crowdtap, Ipsos MediaCT, dan The Wall Street
Journal pada tahun 2014 melibatkan 839 responden dari usia 16 hingga 36 tahun
menunjukkan jumlah waktu yang dihabiskan khalayak untuk mengakses internet dan
media sosial mencapai 6 jam 46 menit per hari, melebihi aktivitas untuk mengakses
media tradisional (Nasrullah, 2015)

Mencuatnya era industri 4.0 yang ditandai dengan konektivitas sistem informasi dan
kecerdasan buatan yang mampu menggerakkan industri dengan sedikit input dari
manusia. Seperti yang diungkap oleh Piliang (2018:322) bahwa kemampuan teknologi
yang mampu menghadirkan apa pun secara real time telah mengubah cara melihat dan
berpikir manusia. Saat ini semua informasi akan dengan mudah dapat kita lihat dari
jarak jauh dengan media elektronik digital, gambar atau visual mendominasi ruang dan
waktu yang memiliki daya pengingat sangat besar, dibandingkan mendengar atau
meraba, serta menjadi tempat penyimpanan citra visual.

Dari banyaknya penawaran citra diri yang di tawarkan dari media sosial,
sehingganya, banyak aplikasi yang terus berkembang serta hal dapat mempengaruhi
kehidupan baik perilaku, hubungan sosial dan kesehatan mental manusia. Berbagai
penilitian menunjukkan bahwa ketika seseorang tidak bisa mengakses media sosial
dalam jangka waktu tertentu, akan menimbulkan kecemasan, kesepian, bahkan depresi.
Hal itu disebabkan oleh fear of missing off (FOMO) atau takut ketinggalan ( baik
informasi maupun tren terkini ). FOMO sendiri adalah efek kesehatan mental akibat
terus menerus menggunakan media sosial.
Perubahan perilaku dari perkembangan teknologi digital media internet saat ini,
membuktikan semakin berkembangnya media internet dan tawaran-tawaran informasi
yang di sediakan setiap saat oleh pengguna sosial lain, dan kemudian akan
mempengaruhi perilaku pengguna sosial lainnya. Misalnya, banyak orang merasa takut
menjadi kurang update terhadap informasi terkini, baik dalam lingkup pertemanan
maupun lingkungan yang lebih luas. Inilah yang menimbulkan perasaan ditinggalkan
oleh orang-orang sekitanya atau merasa ketertinggalan informasi apabila tidak dapat
mengakses internet dalam jangka waktu tertentu. Perasaan inilah yang kemudian
membuat banyak orang masuk dalam cengkraman kecanduan media sosial.
Banjir infromasi di era digital menghadirkan dampak sosial yang begitu kompleks.
Fenomena yang saat ini terjadi, menunjukkan bahwa masyarakat lebih khususnya
mahasiswa lebih cenderung mangakses smartphone untuk mendapatkan informasi.
Sebenarnya problem masyarakat bukan pada bagaimana mendapatkan berita, melainkan
kurangnya kemampuan mencerna informasi yang benar. Pasalnya, kredebilitas media
arus utama yan g selalu di gerogoti kepentingan elit dan pemilik, memaksa masyarakat
mencari informasi alternative. Masalahnya medium alternative macam facebook tak
selalu mengalirkan berita benar.
Menilai Informasi/ Berita

Menurut pandangan lama, dalam memilih berita, harus di pisahkan yang benar dan
yang palsu ( Cristian Weise, 1676). Saat ini perubahan sosial dalam revolusi teknologi
yang semakin berkembang dimana berita bertebaran dimana-mana, banyaknya
infromasi malah menimbulkan disorientasi informsi dan sulit membedakannya dengan
yang hoax. Sebenarnya tidak begitu sulit dalam membedakn informasi yang akurat dan
tidak, hanya saja para pengguna media sosial tidak terlalu memperdulikan kebenaran
atau keakuran suatu informasi, selama infromasi itu sesuai dan diterima olehnya, maka
informasi itu dianggap benar.

Pada tahun 1690, Tobias Peucer menulis disertasi yang termasuk pertama kali
tentang penerbitan suratkabar di Jerman. Ia mengemukakan bahwa karena pilihan harus
dibuat dari peristiwa-peristiwa yang hampir tidak terhitung banyaknya, maka ia
menyebut beberapa criteria yang menentukan nilai layak berita, anatar lain: pertama,
tanda-tanda yang tidak lazim, benda-benda yang ganjil, hasil kerja atau produk alam dan
seni yang hebat dan tidak biasa, banjir atau badai yang disertai petir dan guruh yang
mengerikan, gempa bumi, sesuatu yang aneh dan muncul dengan tiba-tiba di langit, dan
penemuan-penemuan baru, yang ada pada abad itu sangat banyak terjadi. Kedua,
berbagai jenis keadaan, perubahan-perubahan pemerintahan, masalah perang dan damai,
sebab-sebab perang dan keinginan-keinginan perang, pertempuran dan kekalahan,
rencana-rencana para pemimpin militer, undang-undang baru, pertimbangan-
pertimbangan yang disetujui, orang-orang terkenal, kelahiran dan kematian para
pangeran, pegawai negeri, ahli waris tahta, upacara-upacara kelahiran dan lain
sebagainya, kematian orang-orang terkenal, akhir riwayat orang-orang yang tidak ber-
Tuhan, dan masalh-masalah lainya. Akhirnya ketiga, masalah-masalah gereja dan
keterpelajaran, misalnya asal-usul agama itu dan agama ini, kemajuannya, sekte-sekte
baru, dogma-dogma yang diputuskan, mukamar keagamaan, keputusan-keputusan yang
diambil, , karya tulis para sarja, perselisihan ilmiah, karyabaru kaum terpelajar, bencana
dan kematian, serta seribu satu hal lainnya yang bertalian dengan alam, masyarakat,
rempat ibadah, kerajaan, pemerintahan atau sejarah keagamaan.

Hal-hal yang biasa dan tidak menarik diberitakan. Di antara hal-hal yang biasa dan
tidak menarik diberitakan menurut Peucer menyebut, antara lain: “ kegatan rutin
manusia sehari-hari, yang hanya dibeda-bedakan oleh musim dan tidak seperti kejadian
langka semisal, badai yang disertai petir dan Guntur.” Juga, tidak bernilai untuk
diberitakan adalah “ kehidupan pribadi kaum bangsawan, seperti berburu, menjamu
tamu, kunjungan ke teater, … eksekusi pelaku kejahatan spkeulasi tentang urusan-
urusan Negara yang belum diketahui …” Juga yang termasuk tidak boleh diberitakan
menurut Peucer adalah “ apa yang merusak moral yang baik dan agama sejati, misalnya
kecabulan, kejahatan yang dilakukan dengan cara yang mengerikan, pernyataan-
pernyataan yang bersifat atheis.” Inti dari pemikiran Peucer ialah bahwa hal-hal rutin
serta murni bersifat pribadi tidak memiliki nilai berita.

Dari ciri-ciri nilai berita yang dikemukakan oleh Peceur, pada fenomena saat ini,
informasi tidak sebegitu linier, media sosial yang penuh dengan ketidak pastian
informasi and informasi yang kurang berbobot baik negatif ataupu hoax yang paling
banyak beredar, dapat kita lihat pada media sosial facebook, ada banyak berita yang
tidak benar mengalir dari sana, instagram juga kebanyakan menampilkan hal-hal yang
kurang berfaedah yang hanya menimbulkan penyempitan pikiran dan memicu pada
psikologi pengguna.

Nilai berita menurut pandangan modernterutama dihubungkan dengan nama WAkter


Lippmann, wartawan Amerik yang terkenal lalu. Ia menggunakan istilah nilai berita
untuk pertama kalinya dalam bukunya public opinion pada tahun 1922. Disitu Ia
menyebutkan suatu berita memiliki nilai layak berita jika didalamnya da unsur kejelasan
(clarity), kejutan (surprise), ada unsure kedekatannya secara geografis, serta ada
dampak (impact) dan konflik personalnya. Akan tetapi, jika diringkaskan nilai berita itu
tidak lebih daripada asumsi-asumsi intuitif dari para penulisnya tentang apa yang
menarik bagi khalayak, yakni apa yang menarik perhatian mereka.
Tetapi kriteri dalam memilih berita ini sudah disederhanakan dan disitematikakan
sehingga sebuah unsure kriteriamencakup jenis-jenis berita yag lebih luas. Penting
untuk seseorang yang melek informasi atau dapatkan membedahkan informasi yang
beanr dan mana informasi yang palsu, agar tidak terjebak pada informasi yang kurang
akurat atau kabur kebenarannya. Yang pertama, yang harus dilakukan sebelum menelan
sebuah informasi, seseorang harus berpikir skeptis. Informasi yang berdear di internet
belum tentu benar, bahkan walaupun berita itu dari portal online. Persepsi ‘mudah
percaya’ pada informasi yang masuk membuat kita mudah pula untuk tidak perduli
dengan kebenaran suatu informasi. Kedua, menyaring informasi sesuai kebutuhan. Ada
begitu banyak informasi yang tak terhitung jumlahnya. Penting untuk diperhatikan,
bahwa pencaharian informasi adalah untuk membantu diri kita. Sehingga kita akan
fokus dan tidak terpengaruh pada informasi lain. Oleh sebab itu dalam mencari
informasi, harus tahu benar apa yang ingin di cari. ketiga, memilih lebih dari satu
sumber informasi. Dengan beberapa referensi, akan memudahkan untuk
membandingkan informasi yang ada. Hal ini akan membantu kita menyaring informasi
yang ada. Keempat, reputasi sumber informasi. Kita perlu atau apakah sumber informasi
memiliki kredibilitas yang baik atau buruk, jika telah diketahu bahwa informan kita
buruk reputasinya, maka perlu diragukan informasi yang disampaikan. Bukan menutup
peluang mencari informasi sebanyak-banyaknya, tetapi mengetahui reputasi sumber
informasi akan membantu Anda mendapatkan informasi yang berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai