Anda di halaman 1dari 15

BAB I

MEMAHAMI MASYARAKAT SECARA SOSIOLOGIS

Sosiologi termasuk satu dari Ilmu-Ilmu Sosial (Social Sciences). Ilmu-Ilmu Sosial
adalah kelompok ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia
dengan sesamanya, yaitu kehidupan sosial atau pergaulan hidup. Pada umumnya,
yang dikelompokkan sebagai Ilmu-Ilmu Sosial adalah ekonomi, ilmu politik, psikologi,
antropologi, sejarah sosial, dan sosiologi. Selain kelompok Ilmu-Ilmu Sosial terdapat
dua kelompok besar ilmu pengetahuan lainnya, yaitu kelompok Ilmu Pengetahuan
Alam (Natural Sciences) yang mempelajari gejala atau realitas alam, baik yang
hayati atau hidup (biologi) maupun yang tidak hidup (fisik), dan kelompok Ilmu
Pengetahuan Humaniora (Humanities) yang mempelajari manifestasi-manifestasi
spriritual dari kehidupan bersama manusia, seperti ilmu bahasa, agama, filsafat,
kesusateraan, dan kesenian.
Sosiologi adalah salah satu cara pandang dalam khasanah ilmu-pengetahuan yang
tergolong ke dalam gugus ilmu-ilmu sosial. Semua ilmu sosial mengkaji obyek yang
sama yaitu realitas sosial berkenaan dengan kehidupan sosial manusia. Realitas
sosial itu bersifat multi-dimensional sehingga tidak mungkin dipahami dengan
menggunakan hanya satu disiplin (cabang) ilmu sosial. Setiap disiplin ilmu sosial
memusatkan perhatian pada hanya satu dimensi realitas sosial.
Sesuai definisinya, Sosiologi berupaya memahami keadaan sosial manusia dengan
memusatkan perhatian pada masyarakat, organisasi sosial, kelembagaan, interaksi,
dan masalah-masalah sosial (Charon, 1980). Jadi, gagasan utama dalam sosiologi
adalah “bahwa umat manusia itu sosial”. Menjadi “sosial” dalam hal ini berarti
bahwa dalam proses perkembangannya manusia tergantung pada sesamanya,
organisasi sosial, dan masyarakat. Oleh karena itu dapat dirumuskan bahwa
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial,
termasuk perubahan-perubahan sosial.
FENOMENA SOSIAL TERKINI: DARI INTERAKSI SAMPAI DENGAN
PERUBAHAN SOSIAL
Perkembangan Teknologi
Perkembangan teknologi saat ini semakin canggih dan ada di sekitar kita.
Kehidupan di zaman sekarang diwarnai dengan adanya teknologi yang semakin
berkembang ini sehingga manusia mencapai suatu tingkatan yang disebut dengan
istilah masyarakat modern. Hadirnya internet dan berbagai kemudahan yang
diberikan oleh internet merupakan salah satu contoh bukti nyata dari adanya
teknologi yang semakin berkembang di sekitar kita. Teknologi sendiri sebenarnya
digunakan manusia sebagai alat untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Jadi
sebenarnya teknologi ini diciptakan dengan tujuan untuk semakin mempermudah
seseorang dalam mendapatkan atau meraih tujuannya.
Teknologi dikembangkan dengan melibatkan ilmu dan akal sehat sehingga
dibutuhkan pengetahuan, kreativitas, dan inovasi untuk menciptakan teknologi.
Kemajuan teknologi yang terjadi sekarang ini tentu tidak bisa dihindari. Dalam

1
segala aspek kehidupan manusia saat ini pasti disertai pula dengan adanya
perkembangan teknologi di dalamnya. Namun penggunaan teknologi ini sudah
seharusnya dilakukan dengan tepat. Penggunaan dengan cara yang tepat akan
membuat teknologi bisa difungsikan sesuai dengan harapan.
Perkembangan teknologi yang semakin marak dan terjadi sangat pesat ini rupanya
berguna dan bermanfaat terutama bagi sektor komunikasi. Internet telah menjadi
contoh nyata bahwa teknologi di dunia semakin berkembang. Berbasiskan internet
ini maka setiap orang bisa melakukan komunikasi dengan orang lain sekalipun
jaraknya saling berjauhan. Komunikasi bahkan tidak hanya bisa dilakukan melalui
pengiriman pesan dan telepon tetapi sekarang kita juga bisa berkomunikasi melalui
video call. Bahkan banyak aplikasi video call yang bisa diunduh pada gadget kita.
Kini melakukan pertukaran data bisa dengan memanfaatkan teknologi yang semakin
canggih. Misalnya, dengan menggunakan email atau juga bisa menggunakan
newsgroup. Kita juga bisa menggunakan world wide web atau www yang merupakan
jaringan untuk berbagai situs web. Jadi para pengguna internet yang ada di mana
saja bahkan ada di seluruh dunia dapat melakukan proses tukar data dengan cara
yang lebih cepat. Selain itu proses pertukaran data ini juga bisa dilakukan dengan
biaya yang relatif murah.
Informasi mengenai berbagai hal apapun tentu penting bagi semua orang. Terutama
bila informasi tersebut menyangkut kehidupan masa kini yang bisa berpengaruh
pada orang banyak. Jika di zaman dahulu memperoleh informasi hanya bisa
dilakukan dalam waktu yang cukup lama maka tidak sama halnya dengan masa kini.
Sekarang kita bisa memperoleh informasi dengan cara yang lebih cepat karena kita
bisa mendapatkannya melalui media berteknologi canggih. Informasi bisa diperoleh
melalui internet dan kita bisa mengaksesnya dengan sangat mudah kapan saja dan
di mana saja.
Bisnis terus berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Kini bisnis
semakin merambah ke berbagai bidang termasuk bidang jasa dan bahkan bidang
kuliner ataupun handycraft. Perkembangan bisnis ini salah satunya disebabkan oleh
adanya kemudahan dalam melakukan transaksi antara penjual dan pembeli.
Kemudahan dalam bertransaksi ini rupanya semakin mempermudah jalannya bisnis
sehingga bisnis semakin berkembang di tanah air.
Akan tetapi perkembangan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif pada
masyarakat luas, ternyata teknologi juga dapat memberikan dampak negatif. Salah
satu dampak dampak negatif dari berkembangnya teknologi adalah munculnya rasa
kecanduan bagi seseorang. Pengguna teknologi canggih bisa menjadi sangat
bergantung pada teknologi sehingga waktu dan uangnya habis hanya untuk
menikmati teknologi tersebut. Misalnya, kecanduan game online yang membuat
seseorang menjadi lupa akan hal lain karena hanya berfokus pada game online
tersebut.
Teknologi, khususnya teknologi media dapat membuat seseorang memperoleh
informasi yang buruk. Seseorang bisa saja mendapatkan ide yang bersifat buruk
atau jahat dan merugikan orang lain karena terinspirasi dari apa yang dilihatnya
melalui internet. Game online juga bisa saja menanamkan karakter yang buruk pada
seorang anak sehingga anak berkembang menjadi pribadi dengan karakter yang
tidak baik dan bahkan jahat. Ide untuk melakukan penipuan pada orang lain dan
melakukan hal yang berbau pornografi juga bisa terjadi. Tampaknya hal buruk ini

2
semakin meningkat seiring dangan berkembangnya zaman dan teknologi. Kejahatan
cyber juga sedang marak terjadi karena adanya teknologi yang semakin canggih.
Selain itu, kemampuan mengakses teknologi berbasis digital juga tidak sama.
Akibatnya terjadilah yang disebut “digital divide”, di mana ada kelompok orang yang
mampu mengakses teknologi digital tetapi ada pula kelompok orang yang tidak
mampu megaksesnya. Bahkan lebih jauh lagi, digital divide ini dapat menyebabkan
“digital inequality” atau ketimpangan digital; yaitu kesenjangan sosial ekonomi yang
disebabkan perbedaan akses terhadap teknologi digital.
Teknologi tidak hanya berdampak buruk pada individu saja tetapi juga bisa tejadi
pada suatu badan atau lembaga atau perusahaan. Di zaman modern ini tampaknya
semakin banyak perusahaan yang menggunakan sistem komputasi. Tidak hanya
sistem komputasi yang berkembang tetapi juga banyak industri manufaktur atau
pabrik yang memanfaatan mesin teknologi canggih sebagai pengganti tenaga kerja.
Tentu saja hal ini bisa menyebabkan semakin berkurangnya tenaga kerja di dalam
suatu perusahaan. Sebab pekerjaan yang awalnya dilakukan oleh manusia kini bisa
dilakukan oleh aplikasi pada komputer atau gadget dan mesin berteknologi tinggi.
Dampaknya, jumlah pengangguran akan semakin meningkat.
Demikian pula, perubahan sistem kerja pada perusahaan yang awalnya
menggunakan tenaga manusia dan beralih pada penggunaan komputer serta mesin
canggih akan menimbulkan pengangguran. Pengangguran akan mambuat
masyarakat menjadi malas dan tidak berkompeten. Anak-anak generasi penerus
bangsa semakin pesimis karena melihat kenyataan bahwa peluang kerja sekarang
semakin berkurang karena kemajuan teknologi tersebut. Anak menjadi malas belajar
dan bahkan tidak memiliki cita-cita. Di samping itu, anak-anak lebih banyak
menggunakan waktunya untuk menikmati teknologi seperti misalnya dengan
menggunakan internet secara terus-menerus. Akibatnya kualitas sumberdaya
manusia tidak berkualitas.
Dampak Pandemi COVID-19
Keberadaan COVID-19 yang mematikan ini telah banyak menyita perhatian dunia.
Ada yang menanganinya dengan sangat serius, ada pula yang seolah-olah tak mau
tahu, tapi karena hari demi hari penyebarannya semakin banyak, maka langkah
konkret yang harus ditempuh sebagai antisipasi adalah membangun kerja sama
yang baik dengan keluarga, rekan kerja, dan pihak pihak terkait.
Pandemi COVID-19 telah menggerakkan para kepala negara untuk cepat tanggap
dan peduli atas keselamatan rakyatnya. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai
pengumuman untuk meliburkan sekolah, meniadakan kuliah tatap muka, larangan
terlibat dalam keramaian, termasuk larangan ke luar negeri, baik untuk umrah,
rekreasi, ataupun hanya untuk kunjungan biasa.
Peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tentu sangat
berpengaruh terhadap segala sektor, termasuk perekonomian dan kehidupan sosial
dalam masyarakat. Berdasarkan informasi di media ini beberapa hari lalu bahwa
lebih kurang 50 juta orang terancam kehilangan pekerjaan akibat dampak dari
pandemi COVID-19, sulit untuk dibayangkan bila terjadi pengangguran maka
masalah sosial akan terus bermunculan. Namun, semua itu perlu digarisbawahi
bahwa apa pun yang dilakukan pemerintah adalah sebagai bentuk kepedulian
terhadap rakyatnya, karena mencegah itu lebih baik daripada mengobati.

3
Selain itu, dampak pandemi COVID-19 dalam kehidupan sosial masyarakat, di
antaranya adalah timbulnya rasa curiga dan hilangnya kepercayaan terhadap orang-
orang yang ada di seputaran kita atau yang baru kita kenal. Sebagai contoh pada
saat kita membeli makanan, baik di warung yang berlabel maupun kaki lima kita
pasti akan mencari tahu apakah bersih atau tidak. Apakah pelayan ada bersentuhan
dengan orang yang terjangkit virus atau tidak, adakah petugas atau pelayan yang
mencuci tangan pada saat mengolah atau memproses makanan yang kita pesan
atau tidak, sehingga timbul keraguan.
Pada saat kita berbicang atau berjumpa baik di lingkungan kantor maupun di
lingkungan rumah dan dengan masyarakat setempat kita pun enggan berjabat
tangan, meskipun mereka adalah orang tua, sebagaimana yang kita ajarkan kepada
anak-anak kita untuk selalu menghormati yang lebih tua. Namun, situasi saat ini
mengharuskan kita untuk menghindari berjabat tangan dan harus menjaga jarak
kurang-lebih dua meter bila ingin berbicara dengan orang lain, apalagi orang yang
tidak kita kenal.
Untuk mematuhi imbauan dalam pertemuan atau rapat mengharuskan kita memakai
masker, tapi di sisi lain ada juga yang tidak menggunakan masker, bahkan batuk
sembarangan, hal ini tentu menimbulkan kecurigaan, kita pun terkadang cepat
menghindar. Masalah ini tentu akan membuat yang bersangkutan merasa
tersinggung, apalagi kalau ada yang mengatakan bahwa itu corona, rekan kerja
tentu langsung meninggalkan atau menjauhinya.
Virus COVID-19 telah melumpuhkan perekonomian dunia, termasuk Indonesia,
sebagaimana terlihat dalam kehidupan sehari-hari di kalangan menengah ke bawah
seperti pedagang kelontong, penjual ikan, dan pedagang sayur. Mereka merasakan
menurunnya daya beli masyarakat karena ketidaknyamanan para konsumen dalam
berbelanja.
Lain lagi kisah seorang sopir yang biasanya dapat memenuhi kebutuhan
keluarganya, tetapi dengan merebaknya COVID-19 ini masyarakat enggan
menggunakan transportasi umum. Imbauan pemerintah untuk lockdown atau
karantina mandiri di rumah masing-masing dengan meliburkan aktivitas tatap muka
di sekolah, perguruan tinggi, dan perkantoran tidak semua mematuhinya, bahkan
ada yang menggunakan waktu karantina mandiri untuk menikmati liburan. Hal ini
tentu menjadi masalah bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga masyarakat, maka
sangat dibutuhkan kesadaran akan keselamatan diri dan lingkungan.
Sejak diberlakukannnya peraturan tidak dibenarkan ada kumpulan keramaian seperti
di rumah ibadah, sebagai contoh maka hampir semua masjid pada saat shalat
berjamaah hanya beberapa orang yang hadir, sehingga masjid tampak sepi. Situasi
ini menimbulkan kegelisahan apakah semua larangan yang telah ditetapkan
semuanya bermanfaat karena di satu sisi sebagai umat Islam, apabila di masjid
tidak ada lagi orang yang shalat berjamaah, tidak ada lagi pengajian, tak terdengar
lagi zikir, maka tanpa sadar kita telah meninggalkan modal menuju akhirat.
Bukankah dengan adanya musibah kita seharusnya semakin memenuhi masjid
untuk berzikir dan berdoa ? Kegiatan yang dilaksanakan di masjid tentu bagi yang
merasa dirinya sehat dan untuk pencegahan virus corona ini bila perlu pemerintah
juga memasang alat pengukur suhu tubuh ketika memasuki masjid.
Menghadapi musibah COVID-19 bukan hanya para medis yang berperan, tetapi juga
hendaknya pemerintah mengajak para ulama dan pemuka agama untuk ikut

4
berperan aktif, sehingga masyarakat merasa tenang dan tidak dihantui oleh berita-
berita yang menakutkan. Peran serta keluarga dengan memberikan pemahaman
dan penanganan yang baik kepada anggota keluarga menjadi faktor utama dalam
keberhasilan pencegahan COVID-19.

KONSEP-KONSEP SOSIOLOGI DALAM MEMAHAMI


MASAYARAKAT
Pentingnya Memahami Sosiologi
Menurut Peter Berger (1963), pertanyaan seorang sosiolog secara esensi selalu
sama, yakni: Apa yang dilakukan orang-orang satu dengan yang lain? Apa
hubungan mereka satu dengan yang lain? Bagaimana relasi-relasi ini diorganisir ke
dalam kelembagaan? Apa ide-ide kolektif yang menggerakkan manusia dan
kelembagaan?
Para Sosiolog menganalisis relasi-relasi sosial yang berada dibalik kehidupan biasa
sehari-hari, seperti sepatu basket, tunawisma, popularitas, diskriminasi sosial, sex,
fanatisme agama (Brym), maupun hal-hal biasa seperti tomat, telpon, dan toilet atau
“tiga T” (Plummer 2010). Tentu saja isu-isu besar seperti pemberontakan,
peperangan, revolusi, politik, transformasi sosial, dan sebagainya menjadi kajian
para Sosiolog sejak lama. Mengutip kata Plummer lagi, “sosiologi dapat mempelajari
apa saja dan semua hal – hal yang besar dan hal yang kecil” (Plummer, 2010).
Pendek kata, kapan saja ada hal sosial, sosiolog dapat mempelajarinya. Dan
mengingat segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia melibatkan aspek sosial,
maka segala hal dan apapun juga dapat dianalisis secara sosiologis, demikian kata
Plummer (2010). Dalam Bahasa Peter Berger, “apapun tentang manusia atau yang
dilakukan oleh manusia, tidak peduli betapa biasanya hal itu, dapat menjadi penting
bagi kajian sosiologi” (Berger, 1963).

Boks-1
SOSIOLOGI TOMAT
Saya punya seorang rekan yang telah bertahun-tahun spesialisasi pada sosiologi tomat.
Dia seorang professor dan memimpin sebuah pusat penelitian pada satu universitas
besar. Di seorang yang sangat serius, dan jika Anda mengajaknya membicarakan tentang
tomat dia tidak akan berhenti. Mengapa? Dia dapat melacak sejarah tomat – dari awal
salsa Aztec hingga Heinz Ketchup di botol yang terkenal sampai pada perkembangan
model terakhir pizza dan “bloody Mary cocktail”. Dia bisa menunjukkan bagaimana tomat
terus-menerus ditransformasi dalam cara produksi, pertukaran dan konsumsi. Dia melihat
peran tomat pada masyarakat kapitalis masa kini dan menunjukkan bahwa tomat ini
merupakan pioneer awal dalam produksi massal dan kontibutor masa kini pada
penciptaan kuliner global. Dan pada hari-hari ini tomat bahkan lebih menarik mengingat
jenis yang dijumpai di supermarket menjadi semakin terstandarisasi namun pada saat
yang sama semakin beragam dibandingkan dengan yang dapat dibeli orang sebelumnya.
Bagaimana bisa terstandarisasi seperti itu namun pada saat yang sama semakin beragam
– dan seringkali hanya bersebelahan letaknya? Bagaimana kapitalisme mengorganisir
tomat? Bagaimana dunia telah berubah. Pergi saja ke tomat dan amati ketika Anda ke
supermarket lain kali. Apa “rantai” dari orang-orang yang membawa tomat hingga ke
tempat itu? Mengapa seperti itu? Siapa yang membeli dan siapa yang mendapat untung
dari tomat tersebut? Dan tanpa Anda sadari, Anda mendiskusikan sejarah sistem ekonomi
global dibawah kapitalisme. Dan kita bahkan belum mulai untuk mendiskusikan modifikasi

5
genetika dan isu-isu lingkungan.
Sumber: Plummer, 2010 halaman 11-12.
Seperti disebutkan di atas, Sosiologi menganalisis hal-hal yang nampak “kecil”
dalam kehidupan sehari-hari seperti tomat. Seperti apa sosiologi tomat itu? Mari kita
lihat uraian ringkasnya oleh Plummer (2010) seperti pada Boks-1.
Menurut Robert J. Brym (2009), kita dapat mengatakan bahwa sebuah obyek itu
memiliki tiga dimensi jika ia memiliki panjang, lebar, dan dalam. Selain itu, ada
dimensi keempat, yakni waktu, jika keberadaan obyek tersebut tidak hanya sekejap.
Ia menambahkan ada dimensi kelima yang juga sangat penting, yakni sosial. Brym
mengatakan bahwa melihat dalam lima dimensi ini akan membuat hidup manusia
menjadi lebih panjang dan “baik” (“Seeing in five dimensions help people live longer
and fuller lives”, kata Brym).
Sosiologi merupakan ilmu yang memberikan kemampuan kepada kita untuk melihat
dimensi kelima ini. Brym memberi contoh tentang sepatu basket Zoom Kobe II.
Dengan menggunakan dimensi kelima, sepatu basket ini tidak lagi dilihat sekedar
sepatu basket. Sepatu yang dijual dengan harga $130 itu dibuat dengan biaya
sekitar $7 di dalam pabrik di Indonesia yang kurang ventilasi dan penuh sesak.
Sementara Kobe Bryant dan para pemegang saham Nike menjadi kaya dengan
menjual sepatu tersebut, anak perempuan berusia 16 tahun yang membuatnya
harus bekerja 15 jam sehari dengan upah hanya $20 sen per jam. Dengan kata lain,
di situ ada eksploitasi dan penindasan serta ketidak adilan sosial. Jadi, dilihat dari
dimensi kelima, yaitu dimensi sosial, suatu hubungan antar manusia dan dilemma
moral melekat pada sepatu basket itu. Suka atau tidak, Anda adalah bagian dari
masyarakat, dan tindakan Anda, seprivat apapun kelihatannya, mempunyai
konsekwensi terhadap orang-orang lain (Brym, 2009).
Apa yang dikatakan Brym itu sejalan dengan pendapat Peter Berger. Menurut
Berger (1963), salah satu yang membuat sosiologi menarik adalah, perspektif
sosiologi itu membuat kita melihat dengan cara baru (pencerahan) dunia di mana
kita hidup selama ini. Dan ini merupakan sebuah “transformasi kesadaran” kita. Dan
kesadaran itu sendiri sangat penting bagi kehidupan manusia, bahkan merupakan
“kondisi bagi kebebasan” (consciousness is a condition of freedom), kata Berger. Itu
sebabnya Berger mengatakan bahwa sosiologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat
humanistik. Bahkan Brym mengatakan bahwa pemahaman sosiologis itu
merupakan hidup dan mati (Brym, 2009). Dijelaskan bahwa, dengan membantu kita
memahami kekuatan-kekuatan sosial yang menyebabkan kematian, sosiologi dapat
menunjukkan bagaimana caranya untuk bisa hidup lebih baik.
Untuk membuktikan bahwa pemahaman sosiologi itu merupakan masalah hidup dan
mati, Brym menunjukkan kekuatan sosial yang menyebabkan tingginya kematian
akibat bencana Katrina di New Orleans, Amerika pada Tahun 2005. Korban
meninggal akibat badai Katrina tersebut jauh lebih tinggi di kalangan penduduk kulit
hitam yang tinggal di wilayah rendah yang rawan banjir. Ini berkaitan dengan
diskriminasi yang masih terjadi di masyarakat. Bantuan-bantuan juga cenderung
lebih cepat dan banyak diberikan kepada kelompok kulit putih. Jadi kelas sosial dan
etnik sangat menentukan “peluang hidup” orang-orang di sana. Ini merupakan
contoh nyata betapa kekuatan sosial itu menentukan hidup mati orang.
Sebenarnya pengaruh kekuatan sosial terhadap nasib hidup orang ini telah dibahas
pula oleh para pendiri Sosiologi. Emil Durkheim, misalnya, menunjukkan bahwa

6
tinggi rendahnya angka bunuh diri itu dipengaruhi oleh tingkat kohesi atau solidaritas
sosial; semakin kuat kohesi sosial suatu masyarakat ada kecenderungan semakin
rendah tingkat bunuh diri warga masyarakat tersebut, dan sebaliknya. Sementara
itu, tokoh lainnya, Karl Marx, menjelaskan bahwa kelas sosial itu menentukan
kehidupan orang; orang-orang yang berada di posisi kelas “pemilik” atau kapitalis,
menikmati hidup yang enak dari hasil kerja para buruh. Para pekerja ini hidup miskin
dan sengsara, dieksploitasi dan ditindas oleh para kapitalis.
Di Indonesia, konflik antara etnis dan agama yang berbeda seperti di Maluku dan di
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat beberapa tahun yang lalu telah menelan
korban jiwa yang tidak sedikit. Ini juga merupakan contoh masalah sosiologis, yakni
pola relasi antar etnis dan antar agama. Demikian juga polarisasi (“perpecahan”) di
masyarakat yang berbasis afiliasi partai politik, khususnya menjelang Pilkada dan
Pilpres.
Perspektif Individual (Weber)
Bagi Max Weber, Sosiologi awalnya adalah ilmu pengetahuan tentang tindakan
sosial. Ia menolak determinisme seperti yang dijelaskan oleh Marx dan Durkheim
yang mengurung manusia dalam sebuah jaringan paksaaan sosial yang tidak
disadari, yaitu struktur sosial. Weber menganggap bahwa paksaan dan
determinisme tersebut (struktur sosial) bersifat relatif. Ia yakin bahwa masyarakat
adalah produk dari tindakan-tindakan individu yang berbuat dalam kerangka fungsi
nilai, motif, dan kalkulasi rasional. Jadi menjelaskan tentang fenomena dan realitas
sosial harus menyadarkan cara manusia mengorientasikan tindakannya. Oleh
karena itu, menurut Weber, Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha
memahami dengan cara melakukan interpretasi atas aktivitas sosial.
Weber menyebut metode yang dikembangkan sebagai verstehen. Oleh karena
sosiolog (sociologist) juga adalah manusia, mengapresiasi lingkungan sosial dimana
mereka berada, memperhatikan tujuan-tujuan dari warga masyarakat bersangkutan
sehingga sosiolog berupaya memahami tindakan mereka. Inilah yang membedakan
antara ilmu sosial dan ilmu alam. Bunga anggrek tidak memilih untuk membuka
daun-daunnya, apel tidak memutuskan jatuh dari pohonnya. Ilmuwan alam tentu
tidak memperlakukan seperti anggrek atau apel untuk menjelaskan perilaku
manusia.
Perhatian Weber pada Teori-teori Tindakan Sosial berorientasi tujuan dan motivasi
pelaku. Perhatian ini tidak berarti bahwa ia hanya fokus pada kelompok kecil dalam
hal interaksi spesifik antar-individu belaka. Seperti Marx, Weber juga
memperhatikan lintasan besar sejarah dan perubahan sosial, dan yakin cara terbaik
untuk memahami berbagai masyarakat adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal
tindakan yang menjadi ciri khasnya.
Akan tetapi berbeda dari Marx dan Durkheim, yang memandang tugas mereka
adalah “mengungkapkan kecenderungan-kecenderungan” dalam kehidupan sosial
manusia, Weber menolak pandangan tersebut. Weber melakukan “rekonstruksi
makna” dibalik kejadian-kejadian sejarah yang menghasilkan struktur-struktur dan
bentuk-bentukan sosial.
Weber berpendapat kita bisa membandingkan struktur beberapa masyarakat
dengan memahami alasan-alasan mengapa warga (individu) masyarakat tersebut
bertindak, kejadian-kejadian historis secara berurutan yang mempengaruhi karakter
mereka, dan memahami tindakan para pelakunya yang hidup pada masa kini. Akan

7
tetapi tidak mungkin mengeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur sosial.
Untuk membantu upaya perbandingan tersebut, Weber berpendapat bahwa
Sosiologi seharusnya menggunakan rentang konsep seluas mungkin.
Weber menggunakan suatu klasifikasi dari empat tipe tindakan yang dibedakan
dalam konteks motif para pelakunya. Pertama adalah tindakan tradisional yang
didasarkan pada motif-motif kepatuhan terhadap tradisi atau adat-istiadat; kedua,
tindakan afektif yang didasarkan pada motif-motif pelampiasan emosi atau
perasaan; ketiga, tindakan rasional berorientasi nilai yang didasarkan pada motif-
motif pengejaran nilai-nilai sosial tertentu; dan keempat, tindakan rasional
instrumental yang didasarkan pada motif-motif efisiensi dan efektifitas pencapaian
tujuan.
Tabel 1 Matrik tipe tindakan sosial, pernyataan individu, dan contoh fakta sosial
No Tipe Tindakan Sosial Pernyataan Individu Contoh Aktivitas Sosial

1. Tindakan tradisional “Saya melakukan ini Aktivitas sehari-hari


karena saya selalu seperti makan dengan
melakukannya” menggunakan sendok-
garpu dan mengucapkan
salam kepada teman
2. Tindakan afektif “Apa boleh buat saya Tindakan emosional para
lakukan” penjudi dan rentenir
3. Tindakan rasional “Yang saya tahu hanya Mencapai kemenangan
berorientasi nilai melakukan ini” dan mendapatkan
keuntungan
4. Tindakan rasional “Tindakan ini paling efisien Penaklukan suatu wilayah
berorientasi instrumental untuk mencapai tujuan ini, dengan strategi tertentu
dan inilah cara terbaik
untuk mencapainya”

Menurut Weber, tindakan rasional menjadi ciri masyarakat modern, yaitu


mewujudkan dirinya sebagai pengusaha kapitalis, ilmuwan, konsumen atau pegawai
yang bekerja/bertindak sesuai dengan logika tersebut (Tabel 1). Sekalipun demikian
Weber menegaskan bahwa:
Jarang sekali aktivtas sosial yang hanya berorientasi pada satu tipe tindakan
sosial. Jenis aktivitas tersebut hanya berupa tipe-tipe murni yang dibangun
untuk tujuan riset Sosiologi. Aktivitas riil itu kurang lebih sebanding dan lebih
sering berkombinasi.
Keempat tipe tindakan tersebut saling-berkelindan menjadi satu aktivitas sosial.
Sebagai contoh, biasanya seorang konsumen memilih suatu produk disesuaikan
dengan penghasilannya (tindakan rasional berorientasi nilai) dan kemampuan yang
dimilikinya (tindakan rasional berorientasi instrumental). Namun ia bisa saja
didorong memilih karena kebiasaan konsumsinya (tindakan tradisional) atau karena
keinginan yang tak tertahankan lagi (tindakan afektif).
Perspektif Struktur (Durkheim dan Marx)
Topik mengenai struktur sosial akan dibahas secara mendalam pada bab
selanjutnya. Oleh sebab itu, di bagian ini hanya dibahas secara selintas. Secara
singkat struktur sosial merupakan kondisi sosial yang sedikit banyak mempengaruhi

8
pikiran, keputusan dan tindakan seseorang (Sibeon, 2004). Secara konkrit, struktur
sosial ini bisa berupa peran-peran sosial yang mapan, kelompok sosial, organisasi
sosia, dan aturan-aturan atau kelembagaan (Harper, 1989), dan bisa juga berupa
stratifikasi sosial atau kelas sosial (Kinseng, 2017).
Di dalam Sosiologi, ada aliran pemikiran atau perspektif yang menekankan
pentingnya peranan struktur sosial ini dalam mempengaruhi tindakan atau perilaku
manusia. Salah satu tokoh “pendiri sosiologi” yang menekankan pentingnya peranan
struktur sosial ini adalah Emile Durkheim. Dalam kaitan ini, Durkheim
mengemukakan sebuah konsep penting, yakni “fakta sosial” (social fact). Apa yang
dimaksud dengan fakta sosial? Durkheim menjelaskan fakta sosial sebagai berikut:
“Sebuah fakta sosial adalah setiap cara bertindak, ajeg atau tidak, yang mampu
melakukan hambatan eksternal terhadap individu; atau, setiap cara bertindak
yang umum pada suatu masyarakat, sementara pada saat yang sama
keberadaannya bersifat independen atau terlepas dari manifestasi individual”
(Durkheim, 1938/1966).
Durkheim menekankan “kekuatan pemaksa” dari fakta sosial itu terhadap individu-
individu dalam masyarakat. Salah satu contoh klasik dan terkenal mengenai
pengaruh fakta sosial atas individu ini adalah perilaku bunuh diri. Seperti sudah
disinggung sebelumnya, menurut Durkheim pada masyarakat yang tanpa aturan
yang jelas atau “kacau-balau” (disebut Durkeim anomie), angka bunuh diri lebih
tinggi daripada di masyarakat yang memiliki aturan-aturannya jelas. Durkheim,
misalnya, menunjukkan “pengaruh” agama terhadap tingkat bunuh diri. Dengan kata
lain, Durkheim menunjukkan pengaruh kekuatan sosial sebagai penyebab bunuh
diri, bukan pengaruh sifat-sifat individu (aspek psikologi).
Konsep lain yang penting dari Durkheim adalah solidaritas sosial. Durkheim
membedakan dua jenis solidaritas sosial, yakni solidaritas mekanis dan solidaritas
organis. Solidaritas mekanis adalah solidaritas yang berbasis kesamaan, misalnya
kesamaan etnis, agama, jenis kelamin, dan sebagainya. Sementara itu, solidaritas
organis adalah solidaritas yang terbangun akibat adanya saling ketergantungan
antara beragam orang pada masyarakat yang telah mengalami diferensiasi yang
kompleks. Sebaliknya, secara umum solidaritas mekanis dijumpai pada masyarakat
yang lebih sederhana, belum mengalami diferensiasi yang kompleks.
Tokoh sosiologi lain yang juga sangat menekankan peranan struktur sosial adalah
Karl Marx. Marx seringkali disebut menganut paham deterministik karena
menganggap perilaku manusia itu ditentukan (determined) oleh posisi kelas orang
tersebut. Pernyataan Marx yang sangat terkenal adalah: “Bukan kesadaran
manusia yang menentukan keadaan mereka, tetapi sebaliknya keadaan sosial
merekalah yang menentukan kesadaran mereka” (Magnis-Suseno, 1999). Sejalan
dengan itu, Marx berpandangan bahwa aktor yang melakukan perubahan sosial
adalah kelas sosial, bukan manusia secara individu. Marx mengatakan bahwa
“sejarah seluruh masyarakat yang ada hingga sekarang adalah sejarah perjuangan
kelas” (Wallace and Wolf, 2006). Pertentangan atau konflik antara para buruh dan
para kapitalis (pemilik alat produksi/modal) bukan karena sifat-sifat individu mereka;
bukan karena para buruh iri, bukan juga karena para kapitalis rakus dan egois,
melainkan karena kepentingan kedua kelas sosial itu secara objektif memang
berlawanan. Para pemilik modal itu mengupayakan keuntungan sebanyak mungkin
bukan karena mereka rakus atau anti sosial, melainkan karena hanya dengan cara
itu mereka bisa bertahan sebagai pengusaha (Magnis-Suseno, 1999). Demikianlah

9
pandangan Karl Marx yang menekankan pentingnya struktur sosial daripada
individu.

PENELITIAN DAN PENERAPAN SOSIOLOGI


Pendekatan Ilmiah dan Metodologi Kajian terhadap Masyarakat:
Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif
Pertama, perlu diingat bahwa sosiologi adalah sebuah ilmu. Seperti kata Peter L.
Berger, “Sociology has, from its beginnings, understood itself as a science” (Berger,
1963:12). Serupa dengan itu, Robert J. Brym mengatakan bahwa “Sociology is the
systematic study of human action in social context” (Brym, 2009). Sebagai sebuah
ilmu, maka pengetahuan yang dihasilkan oleh sosiologi tentunya harus berbasis
data yang diperoleh dengan metode ilmiah. Oleh karena subjek yang diteliti dalam
sosiologi adalah fenomena sosial, maka kita perlu memahami metode penelitian
social. Metode penelitian social ini merupakan sebuah topic tersendiri, bahkan
menjadi satu mata kuliah tersendiri mulai di S1, S2, dan S3. Di sini hanya dijelaskan
secara sangat singkat, sebagai sebuah perkenalan saja.
Dalam penelitian sosial dikenal dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif
dan kualitatif (Tabel 2). Pada metode penelitian kuantitatif, data terutama berupa
angka-angka yang kemudian dianalisis secara statistika. Data primer biasanya
diperoleh dari responden dengan metode survey ataupun sensus. Variabel dan
indikator harus sudah jelas pada penelitian kuantitatif. Variabel tersebutlah yang
akan diuji secara statistika, misalnya korelasi antara tingkat pendidikan dengan
tingkat pendapatan, atau regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan petani.
Tabel 2 Perbedaan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif

Sementara itu, pada penelitian kualitatif salah satu data yang penting adalah kata-
kata atau pernyataan-pernyataan dari informan atau dari individu yang dijadikan
sebagai “kasus”, misalnya seorang buruhtani atau seorang petani kaya, dsb. Selain

10
itu, data kualitatif dapat juga berupa angka-angka dan materi audiovisual (foto,
benda, film, dll). Oleh sebab itu, metode pengumpulan data kualitatif yang utama
adalah wawancara mendalam, tidak menggunakan kuesioner tetapi menggunakan
daftar pertanyaan terbuka (panduan pertanyaan). Selain wawancara, data kualitatif
juga didapatkan melalui focus group discussion (FGD) maupun pengamatan
(observasi). Hasil wawancara, diskusi kelompok maupun pengamatan itu dituangkan
secara detail dalam catatan harian. Kalau pada penelitian kuantitatif datanya
dianalisis dengan menggunakan metode statistika (seperti korelasi, regresi, uji beda,
dsb), maka data kualitatif dianalisis dengan cara yang berbeda. Secara garis besar,
proses analisis data kualitatif meliputi reduksi dan interpretasi data
(Creswell,1994:154). Reduksi data itu meliputi antara lain penyederhanaan,
pemilihan, pengelompokkan, data yang ada di catatan harian. Hasil reduksi tersebut
lalu disajikan secara deskriptif dan diinterpretasi, termasuk diabstraksikan.
Secara umum, penelitian kualitatif bersifat induktif, yaitu dimulai dari “bawah” atau
dari data empiris di lapangan, baru diabstraksi. Sementara itu, penelitian kuantitatif
umumnya bersifat deduktif, yaitu dimuai dari teori yang sudah ada, kemudian
“diturunkan” ke dalam variabel-variabel yang akan diuji secara statistika. Dengan
metode pengambilan sampel yang ketat, biasanya hasil analisis data kuantitatif
digunakan untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum (berlaku untuk seluruh
populasi penelitian), sedangkan hasil analisis data kualitatif tidak selalu dapat ditarik
menjadi kesimpulan umum.
Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat
Sosiologi dapat diterapkan hampir dalam semua aspek kehidupan masyarakat
termasuk pembangunan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai
pembangunan yang berkelanjutan di masyarakat adalah dengan melakukan
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat. Proses-proses pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat terkini berorientasi pada “pembangunan yang berpusat
pada rakyat” (people center development) dengan berbasiskan pada partisipasi
masyarakat (community) dan pemangku-kepentingan (stakeholders) lainnya, baik
dari kalangan lembaga swadaya, sektor swasta, dan pemerintah. Oleh karena itu,
proses-proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat dimulai dengan
melaksanakan suatu pemetaan sosial dan komunitas (social and community
mapping).
Dalam pelaksanaan pemetaan sosial dan komunitas, yang akan memetakan realitas
sosial di dalam suatu komunitas dan antar-komunitas, konsep-konsep dan teori-teori
Sosiologi, misalnya mulai dari memahami masyarakat secara sosiologis, konsep-
kosep interaksi, struktur sosial, pola-pola kebudayaan, kelembagaan, grup,
organisasi dan birokrasi, pelapisan sosial, kekuasaan dan wewenang, sampai
dengan konsep-konsep pola-pola komunikasi, gender, interaksi manusia dan
lingkungannya (ekologi manusia), dan perubahan sosial, merupakan konsep-konsep
penting untuk memaparkan realitas dan fenomena sosial dalam suatu komunitas
dan antar-komunitas. Pemahaman dan penjelasan realitas dan fenomena sosial
suatu komunitas dan antar-komunitas tersebut menjadi landasan untuk pemetaan
sosial dan komunitas. Berdasarkan pemetaan sosial dan komunitas inilah proses-
proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat dilakukan.
Proses-proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat dapat dilakukan oleh
pemerintah, misalnya pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
baik di perkotaan maupun di pedesaan. Sektor swasta juga dalam aktivitas

11
bisnisnya melakukan program-program pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat, misalnya pada program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang
dikenal dengan program CSR (Corporate Social Responsibility), yaitu program
badan usaha untuk menginternalisasikan (mempertimbangkan) dampak aktivitas
badan usaha/swasta terhadap masyarakat sekitar ke dalam bisnis badan usaha.
Warga masyarakatpun dalam satuan komunitas, baik komunitas pedesaan (rural
community) maupun komunitas perkotaan (urban community), disokong oleh
gerakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga melaksanakan aksi-aksi
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat.
Dalam konteks tatakelola (good governance) aksi-aksi dan program-program
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat telah dilakukan upaya-upaya
mensinergikan peran pemerintah, dukungan swasta, dan gerakan masyarakat
(komunitas) dalam program-program pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat yang berbentuk kerjasama, kemitraan, dan kolaborasi multipihak
tersebut. Agar sinergis dan outcomes dari program pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat yang dilakukan mutipihak tersebut tercapai maka
berbagai pihak tersebut sepakat bahwa aksi-aksi pemberdayaan dan
pengembangan masyarakat berlandaskan dan merujuk pada pemetaan sosial dan
komunitas yang dilakukan bersama (community and stakeholders participation).

Gambar 1
Tatakelola Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat
Dalam perkembangannya, pemetaan sosial dan komunitas yang menjadi dasar dan
rujukan untuk pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, mulai memadukan
analisis sosiologi dan pemanfaatan teknologi digital. Dalam analisis, misalnya upaya
pemetaan sosial pada suatu masyarakat (komunitas) dimulai dengan melakukan
analisis isi (content analysis) terhadap isu-isu yang berkembang dalam masyarakat

12
tersebut, yakni dengan menggunakan tools penelusuran dan analisis informasi yang
dikenal sebagai Informational Retrieval yang berbasis computational thinking (CT)
dan digital dapat diketahui apa isu-isu yang sedang berkembang dalam masyarakat
tersebut, misalnya konflik, atau jejaring, atau ekonomi lokal, atau yang lainnya. Isu-
isu ini dapat menjadi titik masuk atau langkah awal memaparkan bagaimana
sesungguhnya peta sosial atau komunitas suatu masyarakat. Misalnya, diketahui
bahwa isu yang mengemuka adalah konflik, maka pemetaan sosial dan komunitas
dapat menelusuri siapa yang berkonflik, apa penyebab dan sumber konflik,
bagaimana eskalasi konflik, sampai dengan dapat menjelaskan tidak hanya proses-
proses sosial yang terjadi tetapi dapat pula menjelaskan bagaimana sistem
stratifikasi dalam komunitas tersebut, apakah pelapisan sosial yang terjadi telah
menunjukkan kesenjangan sosial yang dapat menimbulkan konflik dan seterusnya
(Gambar 1).
Disamping itu, dengan menggunakan Informational retrieval, dapat pula informasi
yang diperoleh menjadi titik tolak proses pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat. Misalnya, hasil analisis isi (content analysis) menunjukkan bahwa
ekonomi lokal menjadi isu yang berkembang dalam suatu masyarakat, maka dari isu
ekonomi lokal tersebut dapat dipaparkan dan dianalisis bagaimana strategi
pengembangan ekonomi lokal dalam pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat. Sebagai contoh, dalam suatu aksi pemberdayaan dan pengembangan
masyarakat dengan menggunakan tools tersebut dapat diidentifikasi bahwa
strateginya adalah bertumpu pada kelembagaan ekonomi suatu masyarakat, seperti
koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan mengembangkan market
place yang dimotori oleh “champion” sebagai sosok socio-enterpreneur (Boks-2)
dalam suatu masyarakat yang mampu menggerakan ekonomi lokal tidak hanya
berorientasi pada keuntungan (profit) tetapi juga pada kemanfaatan (benefit) bagi
warga komunitas.

Boks-2
LIMA SOSOK SOCIOPRENEUR INDONESIA PALING INSPIRATIF, PATUT
DIIDOLAKAN
Berawal dari permasalahan sosial hingga saat ini yang masih banyak ditemui di Indonesia. Beberapa
orang ini tergerak hatinya untuk menjalankan usaha yang tidak hanya untuk mengambil keuntungan
semata, tetapi ada upaya untuk menolong sesama yang membutuhkan bantuan. Dari latar belakang
yang berbeda mereka punya satu tujuan yang sama yaitu bermanfaat bagi sesama berkontribusi untuk
kemajuan bangsa. Sudah banyak penggerak sociopreneur Indonesia yang sukses dan pastinya sangat
menginspirasi. Berikut lima sosok Sociopreneur Indonesia yang buktikan wirausaha dengan membantu
sesama bisa sukses.

1. Gamal Albinsaid
Dilatarbelakangi oleh kisah nyata. Jakarta, 5 Juni 2005 lalu, Dokter Gamal menyaksikan sendiri seorang
anak bernama Khaerunissa tidak bisa pergi berobat dan menghembuskan nafas terakhirnya di gerobak
sampah ayahnya. Bocah tiga tahun itu menderita karena diare berkelanjutan. Khaerunissa tidak bisa ke
dokter hanya karena ayahnya tidak memiliki uang untuk berobat. Berangkat dari keprihatinan tersebut, ia
pun mendirikan Klinik Asuransi Sampah. Masyarakat kurang mampu bisa mendapatkan fasilitas
kesehatan dengan menukarkan sampah. Atas ide inovatifnya tersebut, ia pun meraih banyak sekali
penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri.

13
2. Alfatih Timur
Berawal dari keinginan gotong royong yang memfasilitasi kebutuhan dana masyarakat untuk berobat
maupun sebagai sarana beramal kepada yang terkena musibah. Timi bersama rekannya mendirikan
kitabisa.com. Pendirian kitabisa.com sendiri terinspirasi saat dirinya melakukan riset terhadap situs-
situs penggalangan dana yang ada di dunia, salah satunya crowdfunding.com. Di tahun 2017,
kitabisa.com berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp 162,8 miliar. Di tahun 2016, ia pun
dinobatkan sebagai salah satu 30 Under 30 Forbes Asia atas inovasinya tersebut.

3. Azalea Ayuningtyas
Masalah malnutrisi yang diidap para ibu dan anak-anak di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada
saat itu sudah sedemikian serius. Sekitar 45 persen anak-anak dan 50 persen ibu-ibu yang tinggal di
wilayah tersebut menderita malnutrisi. Ayu, lulusan Harvard University, Amerika, ini, bersama 6 orang
rekannya membangun kewirausahaan sosial di Flores. Lewat Du’Anyam, Ayu dan teman-temannya
membantu ibu-ibu dan wanita di 15 desa di Flores untuk lebih banyak menghasilkan produk kerajinan
anyaman dari daun lontar dengan menghasilkan tas, sepatu, dan beragam souvenir serta produk
kerajinan berbahan daun lontar lain. Hingga saat ini, ada 12 hotel di Bali yang telah menjadi mitranya.
Du'Anyam juga menitipkan produknya ke sejumlah mal seperti Pacific Place dan Grand Indonesia.

4. Agis Nur Aulia


Banyak pemuda yang enggan terjun di bidang pertanian karena dianggap tak menjanjikan atau kurang
bergengsi. Tapi hal itu tak berlaku bagi Agis, sarjana muda cumlaude dari Univeritas Gajah Mada
malah serius menggarap pertanian terpadu dan mengajak anak muda lainnya untuk ikut bertani. Pasca
mengikuti program Indonesia Bangun Desa (IBD), Agis memutuskan kembali ke kampung halaman
untuk mengembangkan potensi di desanya. Keinginannya untuk berkontribusi mewujudkan
swasembada pangan, mendorong Agis merintis usaha peternakan sapi perah, kambing etawa, dan
domba. Lewat model pertanian dan peternakan yang ia gagas, sudah lebih dari 500 petani belajar di
Jawara Banten Farm. Ini menurutnya berlum termasuk petani-petani yang setiap bulannya datang dari
berbagai daerah mulai dari Aceh, Yogyakarta, Jawa Barat bahkan petani dari NTT. Mereka kebanyakan
ingin mencontoh model pertanian yang dibangun oleh Jawara Banten Farm.

5. Dea Valencia
Wanita lulusan Universitas Multimedia Nusantara, Tanggerang ini. Memang selalu memiliki cita-cita
untuk menjadi social culture entrepreneur yang mampu membawa batik ke pasar internasional. Dea
tidak bekerja sendiri. Kepekaannya terhadap kaum difabel membuat Dea ingin pula memberdayakan
mereka. Di bisnis yang ia jalani, Dea dibantu dan didukung penuh oleh 80 orang karyawan, 40 orang di
antaranya merupakan kaum difabel yang memiliki semangat dan kerja keras. Batik Kultur Dea pun
semakin sukses bukan hanya di dalam negeri namun juga di luar negeri seperti Australia, Amerika
Serikat, Inggris, Jepang, Belanda, Jerman, dan beberapa negara lainnya. Dan kini meski usianya masih
muda, Dea mampu meraup omset hingga milyaran rupiah dari usaha batiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Berger, Peter L., 1963. Invitation to Sociology. A Humanistic Perspective.
Anchor Books, New York, USA.

14
Brym, Robert J., 2009. Sociology as a Life or Death Issue. Nelson Education,
Ontario, Canada.

Charon, J M 1980. The Meaning of Sociology. Alfred Publishing Co. Inc. America.

Durkheim, Emile, 1938/1966. The Rules of Sociological Method (Eight Edition).


Translated by Sarah A. Solovay and John H. Mueller. The Free Press, New
York and Collier-MacMillan Limited, London.

Giddens, Anthony, 2003. The Constitution of Society. Teori Strukturasi untuk


Analisis Sosial. Diterjemahkan oleh Drs. Adi Loka Sujono. Penerbit Pedati,
Pasuruan, Indonesia.

Harper, Charles L., 1989. Exploring Social Change. Prentice-Hall, Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey, USA.

Kinseng, Rilus A., 2017. Struktugensi: Sebuah Teori Tindakan. Sodality: Jurnal
Sosiologi Pedesaan, Vol.5 No.2, Agustus 2017

Plummer, Ken, 2010. Sociology the Basics. Routledge, Taylor and Francis Group,
London and New York.

Mouzelis, Nicos P., 2008. Modern and Postmodern Social Theorizing. Bridging
the Divide. Cambridge University Press,Cambridge, UK.

Sibeon, Roger, 2004. Rethinking Social Theory. SAGE Publications, London,


Thousand Oaks, New Delhi.

Suseno, Frans-M. 1999. Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke


Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Wallace, Ruth A. and Alison Wolf, 2006. Contemporary Sociological Theory.


Expanding the Classical Tradition (Sixth Edition), Pearson, Prentice Hall, New
Jersey.

15

Anda mungkin juga menyukai