Anda di halaman 1dari 34

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Problematika pendidikan yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah terdapatnya kesenjangan yang cukup lebar antara pengetahuan yang dimiliki para siswa dengan sikap dan perilakunya. Banyak siswa yang tahu atau hafal materi pelajaran, tetapi tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya tersebut bagi peningkatan kualitas kehidupannya. Sebagai contoh, siswa tahu tentang makanan sehat, tetapi perilaku makannya tidak menunjukkan perilaku makan yang sehat, siswa lebih banyak yang menyukai dan memilih fast food dan soft drink daripada makan nasi dan sayur serta minum susu. Pengetahuan menjadi sesuatu yang hanya dihafal saja tetapi tidak berpengaruh dalam kehidupannya. Pengetahuan hanya mampir sebentar dan kemudian menguap begitu saja, seolah tidak berbekas dalam kehidupan siswa. Kalau kita cermati, proses belajar yang diperoleh siswa lebih banyak pada belajar tentang (learning about thing) daripada belajar menjadi (learning how to be). Menurut John Dewey, pembelajaran sejati adalah lebih berdasar pada penjelajahan yang terbimbing dengan pendampingan daripada sekedar transmisi pengetahuan. Pembelajaran merupakan individual discovery. Pendidikan memberikan kesempatan dan pengalaman dalam proses pencarian informasi, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan bagi kehidupannya sendiri. Melalui proses pembelajaran yang berpusat pada siswa maka fungsi guru berubah dari pengajar (teacher) menjadi mitra pembelajaran (fasilitator). Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilaku. Melalui proses pembelajaran dengan keterlibatan aktif mahasiswa ini berarti dosen tidak mengambil hak anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, maka mahasiswa memperoleh kesempatan dan fasilitasi untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas mahasiswa. Pembelajaran yang inovatif dengan metode yang berpusat pada mahasiswa (student centered learning) memiliki keragaman model pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif
1

dari mahasiswa. Metode-metode tersebut diantaranya adalah: (a).Berbagi informasi (information sharing) dengan cara: curah gagasan (brainstorming), kooperatif, kolaboratif, diskusi kelompok (grup discussion), diskusi panel (panel discussion), simposium dan seminar, (b).Belajar dari pengalaman (experience based) dengan cara: simulasi, bermain peran (roreplay), permainan (game), dan kelompok temu, (c).Pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving based) dengan cara: studi kasus, tutorial, dan lokakarya. Metode pembelajaran berpusat pada mahasiswa (student centered learning) kini dianggap lebih sesuai dengan kondisi eksternal masa kini yang menjadi tantangan bagi mahasiswa untuk mampu mengambil keputusan secara efektif terhadap problematika yang dihadapinya. Student Centered Learning (SCL), yaitu suatu bentuk pembelajaran yang pada intinya menggerakkan mahasiswa untuk bertumbuh pemikiran, keterampilan, dan sikapnya menurut kapasitasnya, dan dosen berperan sebagai Fasilitator dan Motivator. Dosen membimbing mahasiswa dengan menyeleksi-menerangkan bahan ajar dan alat media ajar sehingga mahasiswa itu sendiri dapat mempelajari bahan ajar dengan menggunakan alat media tersebut, untuk mencapai tujuan pembelajaran secara mandiri. Di samping itu, dosen bertanggung jawab menciptakan suasana akademik yang kondusif untuk kegiatan pembelajaran. Mahasiswa belajar melalui pendekatan penyelesaian problem secara kreatif. Mahasiswa dihadapkan pada masalah nyata di bidang dan ilmu yang terkait dan diberi tugas untuk menyelesaikannya sebagai suatu cara pembelajaran . Dosen diharapkan dapat menerima kesalahan dalam proses pembelajaran sebagai hal yang wajar dan memotivasi untuk memperbaiki secara terus menerus. Jadi proses pembelajaran yang diterapkan benar benar menyatu dengan materi pembelajaran yang diformat sesuai dengan dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif secara benar menurut empat pilar pembelajaran. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa maka mahasiswa harus berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisis, dan dapat memecahkan masalah-masalahnya sendiri. Tantangan bagi dosen sebagai pendamping pembelajaran mahasiswa, untuk dapat menerapkan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa perlu memahami tentang konsep, pola pikir, filosofi, komitmen metode, dan strategi pembelajaran.

I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, yaitu bentuk pembelajaran yang pada intinya menggerakkan mahasiswa untuk bertumbuh pemikiran, keterampilan, dan sikapnya menurut kapasitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran secara mandiri. Maka, dipandang perlu untuk melakukan studi mengenai salah satu sistem pembelajaran mandiri di fakultas kedokteran yaitu Clinical Skill Lab (CSL) berupa kemampuan mahasiswa di klinik nantinya. Masalah berkaitan yang ingin diteliti yaitu: Pelaksanaan Clinical Skill Lab (CSL) di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Materi Clinical Skill Lab (CSL) yang diperoleh dari internet 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui mengetahui perbedaan antara Pelaksanaan Clinical Skill Lab (CSL) di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia semester empat (TA.20092010) dengan materi Clinical Skill Lab (CSL) yang diperoleh mahasiswa dari internet menurut persepsi mahasiswa. Tujuan Khusus 1. Mengetahui materi Clinical Skill Lab dari perkuliahan di Fak.Kedokteran UMI untuk sistem respirasi, sistem reproduksi, dan sistem urologi. 2. Mengetahui materi Clinical Skill Lab dari internet untuk sistem respirasi, sistem reproduksi, dan sistem urologi. 3. Mengetahui perbedaan materi Clinical Skill Lab dari perkuliahan di Fak.Kedokteran UMI dengan materi Clinical Skill Lab dari internet. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam upaya tercapainya pembelajaran yang mandiri dari mahasiswa kedokteran. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atas sukses tidaknya proses pembelajaran mandiri bagi mahasiswa kedokteran. 3. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman yang berharga dalam memperluas wawasan keilmuan dan menjadi sarana pengembangan diri melalui penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1. Clinical Skill Lab (CSL) Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perkembangan dalam penyediaan layanan kesehatan, medis dan pendidikan keperawatan telah menyebabkan proliferasi laboratorium keterampilan klinis (CSL) di banyak sekolah. Lab ini memiliki keunggulan yang efektif digunakan dalam pendidikan sarjana dan pascasarjana dan pendidikan kedokteran berkelanjutan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan di samping spesialisasi lain pendidikan kesehatan. Di CSL, berbagai pendekatan klinis standar yang digunakan untuk siswa untuk menerima pelatihan pelengkap dalam cara yang sistematis yang aman dan dilindungi, dengan menggunakan strategi pendidikan yang efektif sesuai dengan kebutuhan pendidikan mereka dan tingkat experience. Di seluruh dunia, beberapa sekolah kedokteran dan lainnya profesi perawatan kesehatan telah terintegrasi CSL dalam kurikulum mereka. Meskipun pengakuan mereka sebagai alat pendidikan yang efektif, sedikit literatur yang tersedia di dalam pendidikan kedokteran CSL. Sebagai sekolah yang lebih mengintegrasikan CSL ke dalam kurikulum mereka, adalah penting untuk meninjau tren ini untuk memperkenalkan pembaca dengan sifatnya, faktor-faktor yang menyebabkan, keuntungan pembangunan dan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaannya. Tinjauan ini juga akan menyarankan beberapa pedoman yang dapat membantu dalam mengatasi masalah pelaksanaan. CSL adalah sebuah fasilitas di mana siswa dan staf yang berkualitas belajar klinis, komunikasi, dan keterampilan teknologi informasi untuk tingkat tertentu kompetensi sebelum atau dikoordinasikan dengan kontak langsung pasien. Tujuan dari CSL untuk mendukung akuisisi, pemeliharaan dan peningkatan keterampilan klinis mahasiswa dalam profesi perawatan kesehatan. Mereka menyediakan tangan pengalaman belajar untuk praktek keterampilan klinis, yang dianggap penting bagi manajemen yang efektif dan aman pasien masa depan. Selain itu, lab ini membantu untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan belajar yang diperlukan dan penilaian yang tepat sebelum mendekati nyata pasien. Nama alternatif untuk CSL mungkin ditemui dalam literatur. Ini termasuk fasilitas pelatihan keterampilan klinik, pusat keterampilan klinis, klinis pusat ketrampilan sumber daya, keterampilan pusat, unit keterampilan klinis, pusat belajar keterampilan dan keterampilan profesional laboratorium. Laboratorium
4

keterampilan klinis dapat berkontribusi terhadap hasil beberapa kurikulum atau kompetensi. Ini mungkin termasuk: keterampilan wawancara komunikasi dan pasien, pemeriksaan fisik, keterampilan prosedural laboratorium dan klinis, keterampilan diagnostik dan terapeutik, berpikir kritis, penalaran dan kemampuan memecahkan masalah, sikap profesional dan kesadaran dasar etika kesehatan, kerja tim, organisasi dan manajemen skills. Selain itu, CSL juga cocok untuk peningkatan keterampilan lain seperti penelitian, penilaian kritis, obat-obatan berdasarkan bukti, presentasi ilmiah, teknologi informasi dan kompetensi. Ini termasuk perluasan metode penyampaian, adopsi strategi pendidikan, penyediaan kesempatan penilaian dan pengakuan mekanisme dukungan. Keterampilan klinis laboratorium CSL telah menjadi salah satu fasilitas penting dalam kurikulum kedokteran sarjana. Berbagai pelatihan keterampilan baru-baru ini diperkenalkan yang meliputi pemeriksaan klinis, keterampilan diagnostik dan terapeutik serta keterampilan komunikasi. Meskipun nilai pendidikan CSL sangat baik diakui, sangat sedikit yang ditulis tentang hal itu dalam literatur.

II.2. CSL Sistem Respirasi Materi ini diberikan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran semester empat yang merupakan bagian dari mata kuliah Sistem Respirasi. Tujuan pemberian materi ini adalah untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam penanganan penyakit pada sistem respirasi, dimana pada materi ini diberikan skenario yang menunjukkan suatu gejala klinik dari penyakit sistem respirasi yang banyak ditemukan yaitu batuk dan sesak pada dewasa. Mahasiswa diharapkan mendiskusikan bukan hanya pada inti masalah tapi juga semua hal yang berhubungan dengan permasalahan tersebut, misalnya patomekanisme penyakit dimana harus dibicarakan tentang anatomi, histologi, fisiologi, serta proses biokimia yang terjadi. Hal yang ditekankan disini adalah bagaimana memecahkan masalah yang diberikan dan bukan hanya untuk diagnosanya.

II.2.1. Anamnesis Pasien dan Pemeriksaan Fisik Diagnostik Paru Anamnesis adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter (pemeriksa) dan pasien yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi lainnya yang berkaitan yang dapat mengarahkan diagnosis penyakit pasien. Banyak keluhan yang akan disampaikan oleh pasien tentang penyakitnya, walaupun demikian tidak semua keluhan atau informasi-informasi yang disampaikan
5

dapat bermakna atau berkaitan dengan sistem Respirasi sehingga diperlukan suatu teknik bertanya untuk menggali informasi tersebut. Pemeriksaan fisik pada sistem Respirasi sebenarnya dimulai dari pemeriksaan hidung sampai ke pemeriksaan paru, tapi pada CSL ini hanya menjelaskan tentang teknik pemeriksaan fisis paru. Pemeriksaan fisis paru ini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan tanda-tanda (sign) yang berkaitan dengan penyakit. Pada CSL ini pemeriksaan dilakukan dengan maniken ataupun dengan orang coba. Khusus pemeriksaan auskultasi disiapkan tape yang berisi bunyi nafas fisiologis dan patologis. Indikasi 1. Untuk membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit dari seorang pasien. 2. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya 3. Mengetahui perkembangan dan kemajuan terapi 4. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna pada pasien Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa diharapkan mampu melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi secara berurutan dan mampu mengetahui keadaan normal dan abnormal pada sistem tersebut. Tujuan Instruksional Khusus 1. Melakukan anamnesa pasien dengan lengkap dan sistematis. 2. Melakukan pemeriksaan inspeksi : a. Melakukan inspeksi dari depan dan dari belakang toraks b. Mampu membedakan bentuk normal dan abnormal rongga toraks 3. Melakukan pemeriksaan palpasi a. Mampu merasakan perbandingan gerakan nafas kanan dan kiri penderita b. Mampu membandingkan fremitus suara kiri dan kanan penderita 4. Melakukan pemeriksaan perkusi a. Mampu melakukan pemeriksaan perkusi dari atas ke bawah secara sistematis b. Mampu melakukan perkusi untuk mengetahui batas paru-hepar

5. Melakukan auskultasi a. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi secara sistematis b. Mampu mendengarkan suara nafas saat inspirasi dan ekspirasi c. Mampu melakukan auskultas dinding toraks belakang d. Mampu membedakan suara nafas normal dan abnormal Media dan alat bantu pembelajaran 1. Daftar panduan belajar untuk anamnesia 2. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan fisis diagnostik paru 3. Stetoskop, lap, air mengalir, probandus/manekin/auscultation trainer dan smartscope/ 4. Amplifier speaker system/dual head training stetoskop 5. Status penderita, pulpen, pensil Metode pembelajaran 1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar 2. Ceramah 3. Diskusi 4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi) 5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan system skor

II.2.2. Penilaian Foto Thorax pada Sistem Respirasi Foto toraks adalah foto X-ray pada toraks yang dibuat untuk membantu melihat kelainan-kelainan yang ada pada rongga toraks. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang cukup penting dalam penegakan diagnosa penyakit utamanya sistem respirasi. Pada foto toraks ini kita dapat melihat kelainan-kelainan yang ada pada paru, pleura, organorgan mediastinum, tulangtulang dan pada jaringan lunak sekitarnya. Dalam pembuatan foto toraks haruslah diperlihatkan beberapa keadaan sehingga foto toraks yang dihasilkan dapat memenuhi syarat. Indikasi Foto Toraks: 1. 2. 3. 4. 5. Pasien dengan riwayat batuk. Pasien dengan sesak Nyeri dada Untuk check up Kelainan-kelainan pada dinding toraks

Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti pembelajaran ini maka mahasiswa mampu melakukan penilaian terhadap foto toraks dengan kelainan-kelainan penyakit sistem respirasi. Tujuan Instruksional Khusus 1. Mampu menentukan jenis posisi foto toraks 2. Mampu membedakan foto toraks yang memenuhi syarat/tidak 3. Mampu menentukan adanya kelainan pada paru-paru dan pleura Media dan alat bantu pembelajaran 1. Daftar panduan belajar untuk teknik penilaian foto 2. Light box 3. Foto toraks Metode Pembelajaran 1. Demonstrasi sesuai daftar panduan belajar 2. Ceramah 3. Diskusi 4. Partisipasi aktif dalam skill lab 5. Evaluasi melalui check list

II.2.3. Nebulizer Indikasi nebulizer: 1. 2. 3. 4. Asma Bronchialis Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi Sindroma Obstruksi Post TB Untuk mengeluarkan dahak

Cara Penggunaan Alat : 1. Buka tutup tabung obat, masukkan cairan obat kedalam alat penguap sesuai dosis yang telah ditentukan. 2. Gunakan mouth piece atau masker (sesuai kondisi pasien) tekan tombol on pada nebulizer.Jika memakai masker, maka uap keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam inhalasi ini dilakukan terus menerus sampai obat habis. Jika memakai mouth piece, maka tombol pengeluaran aerosol di tekan sewaktu inspirasi, hirup uap yang keluar, perlahanlahan dan dalam. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai obat habis (1015 menit)

Interpretasi: 1. 2. Bronchospasme berkurang atau menghilang Dahak berkurang

Catatan : 1. 2. 3. Kumur daerah tenggorok pre penggunaan. Pasien harus dilatih menggunakan alat secara benar Perhatikan jenis alat yang digunakan. Pada alat tertentu maka uap obat akan keluar pada penekanan tombol, pada alat lain obat akan keluar secara continue.

II.2.4. Pengambilan dan Pengiriman Swab Nasopharingeal dan Oropharingeal Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah menyelesaikan pelatihan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengambilan dan transport swab nasopharingeal dan oropharingeal secara baik, benar dan efisien. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah selesai melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu.: 1. melakukan persiapan penderita dengan benar 2. melakukan persiapan alat/bahan dengan benar 3. memberikan inform concent yang baik dan benar kepada penderita dan/atau keluarganya. 4. melakukan cuci tangan rutin dan asepsis dengan benar 5. memasang sarung tangan steril dengan benar, dan melepaskannya setelah pekerjaan selesai. 6. menempatkan pasien posisi yang tepat 7. mengambil usap nasopharingeal dan oropharingeal dengan benar 8. menyiapkan usap nasopharingeal dan oropharingeal untuk pengiriman dengan benar. 9. melakukan pengiriman spesimen ke laboratorium secara benar dan tepat Alat dan bahan yang diperlukan: sabun cair Kain kasa steril larutan antiseptik Sarung tangan steril lidi kapas steril Air bersih transport medium/medium hank Spatel lidah

tempat sampah medis Handuk kecil atau tissue tempat sampah non-medis Indikasi:

NaCl fisiologis Baskom berisi larutan lisol 5% Ember berisi lisol 5%

1. Penderita dengan suspek flu burung dan flu babi 2. Penderita suspek influenza Acuan Flu burung atau flu unggas yang juga sering disebut avian influenza, pada umumnya tidak menyerang manusia. Beberapa tipe terbukti dapat menyerang manusia atau suatu tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih ganas dan menyerang manusia. Penyakit mematikan ini telah menjadi pandemi di dunia. Mulai timbul kepanikan di beberapa negara ketika wabah tersebut menyebabkan kematian yang sangat cepat dengan tingkat kematian (case fatality rate) mencapai lebih dari 80%. Penyakit flu burung ini tercatat pertama kali diidentifikasi di Italia lebih dari 100 tahun lalu. Pada mulanya, penyakit ini adalah penyakit hewan yang menyerang bangsa unggas. Avian influenza adalah penyakit virus yang menyerang berbagai jenis unggas, meliputi ayam, kalkun, merpati, unggas air, burung-burung piaran, hingga ke burungburung air. Virus ini juga didapatkan pada babi, kuda, dan binatang laut menyusui seperti ikan paus dan anjing laut. Terakhir terungkap virus H5N1 telah diidentifikasi pada harimau, kucing dan macan tutul, yang sebelumnya dianggap sebagai binatang yang tidak dapat dicemari oleh virus flu burung. Babi juga dapat tertular dan sebagai perantara penularan ke manusia. Belakangan terungkap virus bukan hanya menempel di kulit, tetapi dibiakkan dan bermutasi di peredaran darah binatang babi. Penyebab flu burung pada bangsa unggas adalah virus influenza tipe A. Virus menakutkan ini adalah termasuk family Orthomyxoviridae dari genus influenza. Ukuran diameter Virions adalah 80 hingga 120 nanometer yang berbentuk filament. Susunan virus terdiri dari 8 segmen berbeda dari negative-stranded RNA. Subtipe H5 dan H7 virus flu burung adalah yang menyebabkan wabah dengan tingkat kematian tinggi (patogenik). Hanya ada satu galur dari virus flu burung yang tingkat kemampuan mematikannya tinggi atau high-phatogenic avian influenza (HPAI) H5N1 yang dapat menginfeksi manusia (Zoonosis). Virus flu burung dianggap lebih berbahaya dari SARS (Severe acute respiratory syndrome), karena kemampuan virusnya untuk membangkitkan hampir keseluruhan

10

respon bunuh diri dalam system imunitas tubuh manusia. Dari beberapa hasil studi yang ada menunjukkan bahwa unggas yang sakit oleh influenza A atau virus H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus ini dapat bertahan hidup di air sampai empat hari pada suhu 22 derajat celcius dan lebih dari 30 hari pada nol derajat celcius. Di dalam kotoran dan tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus ini mati pada pemanasan 56 derajat Celcius dalam 3 jam atau 60 derajat celcius selama 30 menit. Bahan disinfektan formalin dan iodine dapat membunuh virus menakutkan ini. Virus flu burung hidup di dalam saluran pencernaan unggas. Burung yang terinfeksi virus akan mengeluarkan virus ini melalui saliva, cairan hidung, dan kotoran. Virus Avian influenza dapat ditularkan ke manusia dengan cara; pertama kontaminasi langsung dari lingkungan burung terinfeksi yang mengandung virus kepada manusia. Kedua, lewat perantara binatang babi. Penularan diduga terjadi dari kotoran secara oral atau melalui saluran napas. Flu burung dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas dengan kematian yang tinggi. Penyakit ini dapat juga menyerang manusia, lewat udara yang tercemar virus itu. Hingga kini belum ada bukti yang akurat adanya penularan dari manusia ke manusia. Juga belum terbukti adanya penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Orang yang mempunyai resiko besar untuk terserang flu burung adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas. Sebagian besar kasus manusia telah ditelusuri pada kontak langsung dengan ayam yang sakit. Cara pelaksanaan: 1. 2. Siapkan dan periksalah alat-alat dan bahan yang akan digunakan Mintalah klien untuk duduk santai sambil menyandarkan kepalanya pada sandaran kepala kursi. (Klien anak-anak: dipangku orang yang mengantar.) 3. Masukkan swab ke dalam lubang hidung sejajar dengan rahang atas. Biarkan beberapa detik agar cairan hidung terhisap. Putarlah swab sekali atau dua kali. 4. Lakukan usapan pada kedua lubang hidung berikan sedikit penekanan pada lokasi di mana swab diambil. 5. Lakukan usapan pada bagian belakang pharynx dan daerah tonsil, hindarkan menyentuh bagian lidah. 6. Kemudian masukkan swab sesegera mungkin ke dalam cryotube (tabung tahan pendinginan) yang berisi 2 ml media transport virus (Hanks BSS + antibiotika).

11

7.

Putuskan tangkai plastik di daerah mulut botol/tabung agar botol/tabung dapat ditutup dengan rapat.

8. 9.

Bungkus tabung ini dengan tisu bersih dan masukkan ke tabung kemas. Masukkan juga kertas koran yang telah diremas-remas untuk menghindari terjadinya benturan-benturan pada tabung saat pengiriman.

10. Masukkan tabung ini kedalam kotak pengiriman primer (bahan boleh dari pipa paralon atau sejenis tupper ware). 11. Label dengan identitas lengkap

II.2.5. Teknik Pembuatan Preparat Hapus, Pewarnaan dan Pemeriksaan Mikroskopik. Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah selesai mengikuti pelatihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu melakukan cuci tangan rutin, membuat preparat hapus, melakukan pewarnaan preparat hapus, dan melakukan pemeriksaan mikroskopik secara baik, benar dan efisien dari spesimen sputum. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar Dapat melakukan cuci tangan rutin dengan benar dan efisien Dapat melakukan cuci tangan asepsis dengan benar dan efisien Dapat membuat preparat hapus dari spesimen sputum dengan benar dan efisien. Dapat melakukan pewarnaan tahan asam dengan benar dan efisien. Dapat melakukan pemeriksaan mikroskop untuk preparat yang diwarnai, dengan benar dan efisien. Persiapan alat dan bahan air mengalir sabun cair lap tangan atau tissue tempat sampah medis tempat sampah nonmedis 3 buah kaca benda (untuk 3 orang mahasiswa) Sputum penderita
12

Sengkelit Lampu spiritus Rak pewarnaan Kapas Alkohol 70% Obor Kecil

Mikroskop (3 mikroskop untuk satu kelompok

Emersion oil Xylol

mahasiswa) Dibawa oleh masing-masing mahasiswa: Spidol permanen Masker Satu lbr kertas saring Kertas lensa (lap kacamata) Korek api

Zat untuk Pewarnaan Ziehl Neelsen Larutan karbol fuchsin Larutan Alkohol Asam Larutan Methylen blue

II.3. CSL Sistem Reproduksi Skills Laboratorium Sistem Reproduksi ini berisi 4 keterampilan utama yaitu pemeriksaan Pemeriksaan Antenatal, Pemeriksaan Ginekologis, Konseling AKDR dan memasukkan lengan AKDR dalam kemasan steril, serta Teknik Menyusui. Pemeriksaan Obstetri meliputi keterampilan pemeriksaan antenatal (termasuk didalamnya

keterampilan komunikasi yang menekankan pada keluhan-keluhan yang dialami ibu hamil), pemeriksaan fisik abdomen ibu hamil berupa inspeksi, palpasi menurut Leopold dan auskultasi monoaural denyut jantung janin dengan stetoskop Laenec. Pada Pemeriksaan Ginekologi meliputi keterampilan pemasangan spekulum vagina dan pemeriksaan bimanual dengan cara yang benar dan aman. Keterampilan Konseling dan Memasukkan AKDR dalam Kemasan Steril khususnya CuT 380 A. Diharapkan setelah selesai mengikuti kegiatan keterampilan klinik ini, mahasiswa dapat memahami dan melakukan pemeriksaan Obstetri, Pemeriksaan Ginekologi, Keterampilan konseling dan memasukkan AKDR kedalam kemasan steril serta Tehnik menyusui dengan benar.

II.3.1. Pemeriksaan Obstetri Pemeriksaan obstetri meliputi banyak prosedur yang masing-masing berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang dilakukan. Untuk pemeriksaan dasar obstetri, pada umumnya diperlukan pemeriksaan antenatal, pemeriksaan fisik ibu hamil meliputi
13

inpeksi, palpasi dan auskultasi. Pemeriksaan antenatal hanya memfokuskan pada hal-hal penting yang harus segera dikenali dan bagaimana kondisi-kondisi tertentu berubah sesuai dengan berlanjutnya usia kehamilan. Pemeriksaan fisik berupa palpasi dan auskultasi bertujuan untuk mengetahui usia kehamilan, letak, presentasi, jumlah janin, kondisi janin dan kesesuaian muatan dengan jalan lahir. Pada akhir pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan akan mampu : 1. Melakukan anamnesa lengkap pada ibu hamil 2. Melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh pada ibu hamil atau model anatomik II.3.2. Pemeriksaan Ginekologi Pemeriksaan ginekologi adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan secara bimanual untuk menentukan atau mengetahui kondisi organ genitalia wanita, berkaitan dengan upaya pengenalan atau penentuan ada tidaknya kelainan pada bagian tersebut. Pemeriksaan ini merupakan rangkaian dari suatu prosedur pemeriksaan yang lengkap sehingga hasil pemeriksaan ini terfokus pada tampilan genitalia eksterna dan upaya untuk mengetahui arah, besar, konsistensi uterus dan serviks, kondisi adneksa, parametrium dan organ-organ disekitar genitalia interna (rongga pelvik). Pada akhir pembelajaran ini, mahasiswa akan mampu untuk: 1. Melakukan pemasangan spekulum vagina dengan benar dan aman 2. Melakukan pemeriksaan bimanual dengan benar II.3.3. Keterampilan Konseling AKDR dan Pemasangan AKDR Keterampilan konseling AKDR dan memasukkan lengan AKDR dalam kemasan steril dirancang untuk menyiapkan tenaga kesehatan lini terdepan agar mampu dan terampil dalam melakukan konseling dan memasukkan lengan AKDR Copper T 380 A dengan baik dan benar. Pada akhir pembelajaran ini, mahasiswa akan mampu untuk: 1. Meningkatkan sikap positif terhadap manfaat dan pemakaian AKDR yang tepat. Melakukan seleksi klien yang mencakup riwayat hidup dan pemeriksaan fisis 2. Melaksanakan praktek pencegahan infeksi yang dianjurkan untuk mengurangi infeksi pasca pemasangan dan penularan hepatitis B/AIDS 3. Memasukkan lengan AKDR Cu T 380 A didalam kemasan sterilnya tanpa menggunakan sarung tangan. 4. Memberikan konseling sebelum dan setelah pemasangan AKDR

14

II.3.4. Teknik Menyusui Keterampilan teknik menyusui diberikan agar mahasiswa mengetahui teknik menyusui yang benar sehingga dapat memberikan bimbingan kepada ibu setelah persalinan.

Gbr. 1. Berbagai posisi menyusui

II.4. CSL Sistem Urologi II.4.1. Anamnesis & Pemeriksaan Fisis Sistem Urogenital Anamnesis adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter sebagai pemeriksa dan pasien yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi lainnya yang berkaitan sehingga dapat mengarahkan diagnosis penyakit pasien. Keluhan yang diajukan seorang pasien yang diambil dengan teliti akan banyak membantu menentukan diagnosis dari suatu penyakit. Banyak macam keluhan yang diajukan oleh seorang penderita sistem urogenital. Walaupun demikian tidak selalu keluhan-keluhan mengenai urogenital yang berhubungan dengan kelainan pada saluran kemih dan genitalia, sehingga diperlukan suatu kesabaran dalam mengambil anamnesis dari seorang pasien.

15

Disamping anamnesis/pemeriksaan fisik, ketrampilan diagnostik dalam hal ini pemeriksaan rektum (colok dubur), kateterisasi, pemeriksaan sekret urethra, radio diagnostik juga dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. II.4.2. Pengambilan Preparat Langsung & Pengiriman Sekret Urethra Pengambilan Specimen (bahan pemeriksaan) bertujuan untuk mengetahui penyebab penyakit dengan tepat sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat pula. Cara pengambilan dilakukan secara steril (bebas hama) dan memakai alat yang juga steril. Bagian distal urethra dibersihkan sebelum pengambilan specimen, karena bagian tersebut tidak bebas hama & biasanya mengandung mikroba yang sama dengan yang ditemukan pada daerah glans penis. Cara transportasi dimana reparat hapus setelah fiksasi aman ditransport dalam bungkusan tissue (supaya preparat tidak tergores atau hilang) dan dikirim dalam amplop berlabel pada suhu kamar. Specimen dalam medium transpor aman dikirim pada suhu kamar karena transpor medium memungkinkan kehidupan semua mikroorganisme tanpa bermetabolisme (tidak berkembangbiak). Specimen ini tidak boleh disimpan pada suhu dingin (lemari es) karena suhu dingin dapat mematikan N. gonorrhoae. II.4.3. Pemasangan Kateter Indikasi pemasangan kateter: 1. Retensi urine 2. Obstruksi urethra akibat perubahan anatomis : Hipertrophy prostat, Kanker prostat, atau penyempitan urethra. 3. Kondisi untuk memonitor urine pada pasien-pasien trauma/kritis 4. Pengumpulan urine untuk tujuan diagnostik 5. Nerve-related bladder dysfunction misalnya trauma spinalis 6. Kepentingan Imaging pada traktus UG bagian bawah 7. Setelah suatu operasi Persiapan : Bersihkan daerah genital sebelum pemasangan kateter. Tutup daerah genitalia dengan duk sterile setelah dilakukan desinfeksi pada daerah OUE dan sekitarnya. Pemasangan : Dilakukan pemberian xylocain jelly pada OUE atau lubrikasi dengan jelly pada kateter. Kemudian dilakukan insersi kateter pada penderita dalam posisi berbaring terlentang (pada wanita lithotomi). Apabila telah sampai ke vesica urinaria
16

(biasanya ditandai dengan mengalirnya urine ke luar), balon kateter dikembangkan dengan spoit berisi air steril 10-20 ml, untuk menahan kateter agar tidak keluar, kemudian urine bag dipasang lalu dilakukan fiksasi kateter pada pangkal paha. Pencabutan : Dilakukan dengan mengempiskan balon kateter dengan cara mengisap air/udara pada spoit 10-20 ml. Setelah balok kateter mengempis, kateter ditarik keluar. Perhatian : Hati-hati megembangkan balon kateter sebelum mengetahui dengan tepat posisi kateter, apakah sudah di dalam vesica urinaria atau belum. Pengembangan balon kateter diurethra dapat menyebabkan nyeri (ketika balon dikembangkan) dan ruptur pada urethra (perdarahan) II.4.4. Pemeriksaan Prostat Dengan Colok Dubur Pemeriksaan colok dubur untuk prostat dilakukan secara baik, benar dan efisien. Indikasi dilakukan pemeriksaan colok dubur adalah: 1. Retentio urine 2. Aliran urine berkurang, nocturia, urine menetes (dribbling) 3. Pemeriksaan untuk menilai traktus gastrointestinalis (Rectal Toucher) Untuk pelaksanaannya lakukan inspeksi pada perineum dengan memisahkan kedua bokong (otot gluteus) dengan tangan kiri. Nilailah kulit sekitar perineum seperti tanda inflamasi, sinus pilonidal, fistula ani, prolaps rectum dan hemorrhoid. Masukkan jari telunjuk secara perlahan ke orificium anal (perineum) dan tekan secara perlahan untuk merelaksasikan spinkter ani eksterna. Selanjutnya masukkan telunjuk sampai mencapai ampulla rectum, sambil menilai semua bagian rectum untuk menilai adanya massa atau tekanan pada daerah rectum kemudian pertahankan bagian ventral telunjuk menghadap ke dinding anterior rectum. Doronglah telunjuk menuju jam 12, dan rasakan alur median yang memisahkan 2 kelenjar prostat, teruskan sampai mencapai bagian teratas prostat (pole atas) saat alur median menghilang. Bila telunjuk diteruskan ke atas, maka di tiap sisi midline dapat dicapai vesica seminalis yang dalam keadaan normal tidak teraba. Nilailah permukaan prostat (halus atau bernodul), konsistensinya (elastik, keras, halus), bentuknya, ukurannya (normal, membesar, atrofi), sensitifitas terhadap tekanan (normal atau tidak), mobilitas atau terfiksasi. Setelah selesai, keluarkan jari dan berilah penderita tissue untuk membersihkan dirinya. Pada Hipertophy prostat benigna (BPH) biasanya pembesarannya bilateral, teraba elastis seperti karet dan permukaan mukosa rectum licin. Pada Carcinoma teraba
17

benjolan seperti batu dan bernodul-nodul, dan pembesaran unilateral. Pada prostatitis akut kelenjar membesar dan teraba lunak, tegang dan sangat sensitif terhadap tekanan (nyeri tekan). II.4.5. Tindakan Sirkumsisi Tindakan sirkumsisi dilakukan dengan baik, legeartis dan efisien. Sirkumsisi (khitan, sunat) adalah tindakan pembuangan dari sebagian atau seluruh kulup (prepusium) penis dengan tujuan tertentu. Kontra indikasi dilakukannya sirkumsisi yaitu: Hipospadia Hemofilia Kelainan darah (diskrasia darah)

II.4.6. Penilaian Foto BNO-IVP Penilaian foto BNO-IVP dimaksudkan agar mahasiswa mampu melakukan penilaian pada beberapa hasil pemeriksaan radiologis kasus-kasus sistem Urogenitalia. Indikasi dilakukannya pemeriksaan BNO-IVP yaitu: 1. 2. 3. 4. Bila terdapat kelainan pada ginjal, ureter dan vesica urinaria. Mencari secara tepat gangguan aliran urine pada traktus uropoitika Batu saluran kemih merupakan penyebab tersering Menilai fungsi ginjal

II.4.7. Aspirasi Suprapubik Aspirasi supra pubik adalah tehnik pengambilan sampel urin melalui aspirasi kulit abdomen pada daerah suprapubik. Cara ini dilakukan bila pengambilan sampel urin untuk pemeriksaan biakan tidak dapat dilakukan secara langsung ataupun melalui kateterisasi. Indikasi dilakukannya aspirasi supra pubik yaitu: 1. Untuk diagnosis ISK pada anak jika spesimen urin dari kateter steril tidak dapat dilakukan atau sampel urin dari kateter tidak dapat digunakan karena kontaminasi. 2. Pada pasien dengan trauma uretra luas yang merupakan kontra indikasi pemasangan kateter via uretra 3. Untuk pemeriksaan urin/unrinalisis dan biakan urin pada neonatus dan anak yang tidak mampu menampung urin secara pancar tengah. 4. 5. 6. Sumbatan uretra Fimosis Uretritis dan parauretritis

18

Kontra Indikasi: 1. 2. 3. Kandung kencing yang kecil atau yang tidak teraba Sikatriks karena operasi lower abdomen sebelumnya Tumor kandung kencing yang belum diketahui

19

BAB III KERANGKA KONSEP


III.1. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti Sistem pembelajaran yang menuntut untuk belajar mandiri dimanfaatkan sebaikbaiknya oleh mahasiswa fakultas kedokteran. Hal ini memberikan kreativitas mereka untuk belajar melalui berbagai media, salah satunya melalui media internet. Materi pembelajaran yang diperoleh melalui media tersebut seyogyanya sesuai dengan materi yang diberikan melalui perkuliahan (CSL)

III.2. Defenisi Operasional Dan Kriteria Obyek 1. Clinical Skill Lab (CSL) CSL adalah sebuah fasilitas di mana siswa dan staf yang berkualitas belajar klinis, komunikasi, dan keterampilan teknologi informasi untuk tingkat tertentu kompetensi sebelum atau dikoordinasikan dengan kontak langsung pasien. 2. Internet Internet (Inter-Network) merupakan sekumpulan jaringan komputer yang

menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun perorangan. Internet menyediakan akses untuk layanan telekomnunikasi dan sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia. Layanan internet meliputi komunikasi langsung (email, chat), diskusi (Usenet News, email, milis), sumber daya informasi yang terdistribusi (World Wide Web, Gopher), remote login dan lalu lintas file (Telnet, FTP), dan aneka layanan lainnya. 3. Student Centered Learning (SCL) Yaitu suatu bentuk pembelajaran yang pada intinya menggerakkan mahasiswa untuk bertumbuh pemikiran, ketrampilan, dan sikapnya menurut kapasitasnya. 4. Sistem Reproduksi Sistem reproduksi adalah sistem yang berfungsi untuk berkembang biak. Terdiri dari testis, ovarium dan bagian alat kelamin lainnya. 5. Sistem Respirasi Sistem pernapasan adalah sistem yang memiliki fungsi untuk mengambil oksigen, menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida ke luar tubuh. Terdiri dari hidung, faring, laring, trakea / trakhea, bronki dan paru-paru.
20

6. Sistem Urologi Sistem urologi adalah suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Pola Hubungan antar variabel yang diteliti

Sistem Reproduksi Sistem Respirasi

Perkuliahan Student Centered Learning (SCL) Clinical Skill Lab (CSL) Internet

Sistem Urologi

Sistem Reproduksi Sistem Respirasi Sistem Urologi

21

BAB IV METODE PENELITIAN


IV.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis kualitatif data diperoleh dengan metode interview. IV.2. Waktu Dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 25 Juli 6 Agustus 2011 yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia IV.3. Populasi Dan Sampel Populasi adalah semua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia angkatan 2009-2010. Sampel adalah tiga puluh persen (30%) dari total Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia semester empat tahun angkatan 2009-2010. IV.4. Cara Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. IV.5. Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer yang berasal dari hasil wawancara dengan metode interview dengan responden untuk pelaksanaan CSL di fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. IV.6. Instrument penelitian Penelitian ini menggunakan bantuan tape recorder dan Quisioner. IV.7. Pengelolahan Dan Penyajian Data Data diolah secara manual dan elektronik dengan menggunakan komputer. Dan Analisis data kualitatif secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi. IV.8. Etika Penelitian Sebelum melakukan penelitian maka peneliti menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari hasil wawancara.
22

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN


V.1. Latar Belakang Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (FK-UMI), didirikan di Makassar, pada tanggal 8 Juni 1992. Sejak didirikannya, FK-UMI telah meluluskan lebih dari 300 orang dokter. Awal berdirinya, FK-UMI memulai kegiatan akademik dengan jumlah mahasiswa yang sangat sedikit (45 orang) hingga saat ini mampu menampung kurang lebih 1000 mahasiswa yang aktif baik di pre-klinik (tahap akademik) maupun klinik (tahap profesi). Letaknya yang sangat strategis baik secara geografis maupun ekonomis, mempunyai fasilitas Rumah Sakit Pendidikan sendiri (RS. Ibnu Sina) yang letaknya berhadapan dengan kampus UMI, menjadikan fakultas ini mempunyai prospek yang sangat baik dalam konsep pengembangan keterampilan klinik, pengenalan lebih dini dengan masalah klinik dan pelayanan kesehatan primer di masa mendatang.

V.2. Inovasi Kurikulum Perubahan yang sangat bermakna dalam konteks dan metode pembelajaran kedokteran yang sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi kedokteran, turut membawa FK-UMI untuk melakukan inovasi kurikulum dari kurikulum berbasis tradisional/ departemental menjadi kurikulum berbasis kompetensi dengan pendekatan sistem (terintegrasi). Perubahan ini berdampak pada lebih singkatnya masa studi, dari 12 semester menjadi hanya 10 semester dengan kurikulum baru ini, yakni 6 semester tahapan akademik dan 4 semester tahapan profesi. Pada semester pertama akan ditawarkan matakuliah Mekanisme Dasar Penyakit, Dasar Diagnosis dan Terapi, dan Kesehatan Masyarakat. Kuliah berdasarkan sistem akan dimulai pada semester ke-dua pada tahun pertama, sampai berakhir keseluruhan pada tahun ke-tiga. Kurikulum berbasis kompetensi dengan sistem (terintegrasi) ini, disusun berdasarkan struktur dan fungsi organ dengan berbagai penyakit yang terlibat di dalamnya. Salah satu kelebihan sistem ini, karena melakukan pendekatan pembelajaran secara terintegrasi, vertikal dan komprehensif dari pre-klinik, para-klinik dan ilmu-ilmu klinik. Metode pembelajaran dalam penerapan kurikulum baru ini, lebih bervariasi, menuntut partisipasi aktif mahasiswa (student centered learning), dengan pendekatan problem-based learning (PBL), yang meliputi kegiatan tutorial dalam diskusi kelompok kecil di samping kuliah pakar, praktikum di
23

laboratorium, penelusuran kepustakaan, baik melalui perpustakaan konvensional maupun elektronik (internet), dan kegiatan ketrampilan klinik (clinical skills lab). Setelah menjalani 3 tahun tahapan akademik, mahasiswa akan menjalani tahapan profesi yang disebut kepaniteraan klinik (clinical clerkship) selama 2 tahun, di beberapa rumah sakit (hospital based clinical diciplines) maupun pusat pelayanan primer seperti puskesmas dan balai pengobatan (community based). Pada tahapan ini mahasiswa mempunyai kesempatan mengaplikasikan pengetahuan, ketrampilan komunikasi dan ketrampilan klinik secara langsung pada pasien sebagaimana pada praktek yang sesungguhnya.

V.3. Visi dan Misi Visi: Menuju Fakultas Kedokteran UMI yang mandiri dengan melakukan penguatan kapasitas institusi untuk menghasilkan alumni yang memiliki daya saing. Misi : 1. Menghasilkan dokter yang berilmu amaliah dan beramal ilmiah, konsisten terhadap ajaran Islam. 2. Menghasilkan dokter yang profesional, terampil, dan mampu menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat. 3. Menghasilkan dokter yang mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan nilai-nilai Islam.

24

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


VI.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 2 minggu dari tanggal 25 Juli 6 Agustus 2011 yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia mengenai perbadaan materi Clinical Skill Lab (CSL) yang diperoleh mahasiswa melalui internet dengan melalui perkuliahan di fakultas kedokteran. Partisipan adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar yang telah mengikuti praktek perkuliahan Clinical Skill Lab (CSL) untuk sistem respirasi, sistem reproduksi, dan sistem urologi. Diawali dengan

memperlihatkan video dari internet kemudian membahas perbedaan yang mereka temukan antara cuplikan video tersebut dengan materi yang mereka dapatkan dari praktek perkuliahan Clinical Skill Lab (CSL). Selanjutnya partisipan akan mengisi quisoner serta mencocokkan persamaan dan membedakan antara daftar tilik perkuliahan dengan video yang telah mereka saksikan. Sistem Respirasi a. Pemasangan Nebulizer Dari hasil penelitian terhadap partisipan, diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa alasan yang membedakan materi Clinical Skill Lab dari praktek perkuliahan dengan video yang mereka saksikan dari internet. Sedangkan beberapa partisipan justru menganggap tidak ada perbedaan. Perbedaan yang mereka dapatkan dari video tersebut berupa tidak adanya inform consent kepada pasien, tidak adanya persiapan penderita, tidak adanya interaksi dengan pasien, dan langsung ke teknik pemasangan. Berikut petikan wawancara dengan partisipan: ...di internet toh tidak ada inform consentnya, kayak perkenalan diri sama anamnesis pasien. Trus, pasiennya juga tidak dipersiapkan. Tidak dikasi tau bagaimana seharusnya posisinya, bagaimana seharusnya dia hisap itu obat... ...tidak ada interaksinya pemeriksa dengan pasien... ...di internet langsung ji napasang nebulizernya. Nda ada sapa-sapanya. Kalau di praktek banyak tahap-tahapnya...

25

...banyak bedanya dengan daftar tilik. Di internet banyak yang tidak nalakukan, medical consent tidak, persiapan alatnya tidak maksimal, nda ada juga interaksi dengan pasien... Sedangkan partisipan yang menganggap tidak adanya perbedaan menyatakan seperti berikut: ...intinya sama ji. Malah lebih praktis yang dari internet daripada yang diperkuliahan... ...sama ji. Alatnya ji yang berbeda sama yang di kampus. Selain itu mirip ji sama yang dipraktekkan... b. Pengambilan dan Pengiriman Swab Nasopharingeal Dari hasil penelitian, sebagian besar partisipan mengatakan terdapat perbedaan yang mereka temukan dari video internet tentang pengambilan dan pengiriman swab nasopharingeal dengan yang mereka dapatkan dari praktek perkuliahan pada Clinical Skill Lab (CSL). Alasan perbedaan mereka seperti hasil wawancara berikut: ...tidak ada inform consentnya. Tidak ada penjelasannya ke pasien tentang apa dan bagaimana itu swab dilakukan. Pasiennya juga tidak dipersiapkan seperti di daftar tilik... Sedangkan partisipan lain mengutarakan perbedaan yang mereka dapatkan dari sisi pemeriksanya. Mereka mengatakan: ...dari video tidak ditampilkan cara melepaskan APD yang terperinci seperti yang ada di daftar tilik dan yang dipraktekkan... Beberapa partisipan juga menyatakan bahwa tidak ada perbedaan secara mendasar antara materi dari video maupun dari praktek perkuliahan. Kalaupun ada hanya pada bagaimana memberikan penjelasan kepada pasiennya. Seperti pernyataan salah satu dari partisipan: ...intinya sama ji. Tergantung kita ji bagaimana mau kembangkan interaksi dengan pasien. Kalau dari segi pengambilan dan penyimpanan tidak jauh berbeda ji. Yang berbeda mungkin dari jenis alatnya saja. Yang penting kan bagaimana kita menggunakan APD dan bagaimana kita melakukan swabnya...
26

Sistem Reproduksi a. Pemeriksaan Obstetri Dari hasil penelitian dan hasil wawancara dengan partisipan setelah menyaksikan cuplikan video pemeriksaan obstetri berupa pemeriksaan Leopold, auskultasi, dan antenatal, diperoleh beberapa alasan yang mereka anggap berbeda dari praktek yang mereka peroleh dari perkuliahan. Berikut beberapa alasan diantaranya: ...nda jelas apa nabilang pemeriksanya di video. Tidak ada kayaknya inform consentnya sama persiapan penderitanya. Asuhan antenatalnya juga tidak ada. Hanya tentang Leopold sama pemeriksaan auskultasi... ...selain itu, tidak ada juga pemeriksaan umumnya ibu hamil. Tidak ditimbang dan tidak ada pemeriksaan tanda vital. Itu bedanya sama yang di daftar tilik... ...anamnesisnya juga kurang lengkap... Selain dari segi interaksi dengan pasien dan pemeriksaan, juga diutarakan mengenai perbedaan dari alat yang digunakan. Seperti yang dari hasil wawancara berikut: ...untuk pemeriksaan auskultasi, sumber dari internet tidak menggunakan steteskop monoaurel tapi dengan alat yang lain... ...untuk DJJ, di video menggunakan alat stetoskop dopler... Tidak semua partisipan mengungkapkan perbedaan. Beberapa diantara mereka mengatakan tidak ada yang berbeda dengan praktek mereka di kampus. ...tidak adaji bedanya. Malah di video lebih lengkap karena terakhirnya, setelah diperiksa, dia gambar ki hasil pemeriksaannya... b. Pemasangan AKDR Copper T 380 A Dari hasil penelitian, sebagian besar partisipan menyatakan bahwa proses pemasangan AKDR yang mereka saksikan melalui video internet tidak selengkap dengan yang mereka dapatkan pada praktek Clinical Skill Lab (CSL). Berikut hasil wawancara dengan partisipan: ...di video tidak pakai manekin, langsung saja dipasang. Tidak ada kayak inform consent, perkenalan pemeriksa. Tidak lengkap ki, tidak ada bicara-bicaranya...
27

...tidak ada di video pemeriksaan panggul. Konseling-konselingnya juga kepada pasien tidak ada. Padahal selain bagaimana memasang AKDR, kita juga dituntut bagaimana memberikan konseling kepada calon pengguna AKDR. Bagaimana juga memberikan penjelasan kepada ibu yang memasang AKDR setelah pemasangannya... Hanya sedikit partisipan yang menganggap tidak ada perbedaan dari video dan dari materi praktikum mereka tanpa memberikan alasan yang jelas. Sistem Urologi a. Pemasangan Kateter pada Pria Dari hasil penelitian diperoleh beberapa alasan partisipan yang menyatakan adanya perbedaan, baik dari sisi pemeriksa, interaksi dengan pasien, alat, dan cara pemasangan. Namun tetap ada partisipan yang menyatakan tidak ada perbedaan yang mendasar. Berikut kutipan hasil dari wawancara dengan partisipan: ...prosedur awal yaitu mencuci tangan, tidak ada. Di video langsung menggunakan sarung tangan, sedangkan di daftar tilik dilakukan cuci tangan sebelum memakai sarung tangan... ...tidak ada inform consent di video, anamnesis sama sapa pasien juga tidak ada. Langsung dipraktekkan caranya pasang kateter... ...di video doek steril tidak digunakan. Trus, tindakan setelah pemasangan juga tidak ada. Lebih jelas di kuliah CSL... ...tidak ada proses dekontaminasi alat di video... Selain itu ada pula yang menyatakan tidak ada perbedaan antara video dari internet dengan apa yang mereka peroleh dari kuliah CSL. b. Pemasangan Kateter pada Wanita Serupa dengan hasil penelitian pada video pemasangan kateter pada pria, pemasangan kateter pada wanita menuai alasan perbedaan yang sama. Dimulai dari proses mencuci tangan, inform consent, anamnesis, interaksi dengan pasien, pemasangan doek, serta dekontaminasi alat.

28

...sama ji dengan pria. Tidak ada inform consent. Langsung ditampilkan cara pemasangannya. Oh iya, doek steril juga tidak ada dipakai... V.2. Pembahasan Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan tentang interpretasi dari hasil penelitian dan keterbatasan penelitian ini. Interpretasi hasil penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian dengan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada BAB sebelumnya. Keterbatasan penelitian ini akan dibahas dengan membandingkan proses penelitian yang telah dilalui dengan kondisi ideal yang seharusnya dicapai. Dari tinjauan pustaka, Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). Umumnya pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Khusus untuk pemeriksaan abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum palpasi. Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus melakukan komunikasi dokter (pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting sebagai awal dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan diagnosis penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang belum kita lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan. Menurut hasil penelitian di atas yang diperoleh dari partisipan, hampir semua sistem pada video yang ditayangkan tidak menampilkan adanya anamnesis dan atau interaksi antara pemeriksa dan pasien. Sedangkan dalam Clinicall Skill Lab (CSL) mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan klinis, keterampilan diagnostik dan terapeutik serta keterampilan komunikasi. Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi
29

adalah penting. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ). Hal tersebut di atas sangatlah jelas bahwa tindakan informed consent seharusnya dilakukan pemeriksa sebelum melakukan tindakan. Oleh sebab itu, mahasiswa fakultas kedokteran yang nantinya akan bertindak sebagai pemeriksa yang bertindak sebaiknya mengetahui bagaimana pelaksanaan informed consent. Melalui Clinical Skill Lab (CSL) hal tersebut dapat dipelajari dan dipraktekkan. Sedangkan dari video internet, mereka kurang bisa mengembangkan kemampuan tersebut. Selain kedua pokok perbedaan di atas, masalah perbedaan alat yang digunakan juga paling sering mengemuka menjadi alasan partisipan dalam membedakan pelaksanaan praktek Clinical Skill Lab (CSL) di kampus dengan yang mereka lihat melalui video internet. Dapat disimpulkan karena cepatnya perkembangan penggunaan teknologi sehingga pemakaian alat-alat yang mendukung pemeriksaan lebih baiklah yang digunakan. Sumber dari internet juga merupakan sumber dari luar negeri yang memungkinkan perbedaan peralatan yang lebih maju yang digunakan. Demikian mengenai pokok perbedaan yang partisipan utarakan dari penelitian ini. Adapun dalam penelitian ini, kelemahan dan keterbatasan yang dialami peneliti, adalah: 1. Kemampuan peneliti masih kurang dalam hal wawancara dan observasi yang masih kurang optimal, sehingga data yang diperoleh tidak maksimal. 2. Pengumpulan data dengan wawancara, memungkinkan partisipan menjawab dengan tidak jujur atau tidak mengerti pertanyaan yang dimaksud, sehingga kurang mewakili secara kualitatif. 3. Instrument dan lembar wawancara dirancang oleh peneliti sendiri tanpa melaksanakan uji coba terlebih dahulu, sehingga perlu diuji coba lagi untuk validitas dan realibitasnya. 4. Waktu untuk ekplorasi konsep diri klien ini, sangat membutuhkan waktu yang panjang dan tempat yang tenang, karena banyak sekali hal-hal yang perlu diklarifikasi untuk setiap individu.

30

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1. Kesimpulan Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Pelaksanaan Clinical Skill Lab (CSL) di kampus memberikan keterampilan wawancara komunikasi dan pasien, pemeriksaan fisik, keterampilan prosedural laboratorium dan klinis, keterampilan diagnostik dan terapeutik, berpikir kritis, penalaran dan kemampuan memecahkan masalah, sikap profesional dan kesadaran dasar etika kesehatan, kerja tim, organisasi dan manajemen skills. 2. Materi pelaksanaan Clinical Skill Lab (CSL) melalui internet memberikan kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri dan menganalisa serta

berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaannya. Materi yang diperoleh tidak selengkap yang diperoleh mahasiswa pada praktek perkuliahan, namun paling tidak dapat memperkaya pengetahuan mahasiswa. 3. Perbedaan mendasar dari praktek pelaksanaan Clinic Skill Lab (CSL) di kampus dengan yang diperoleh mahasiswa dari internet melalui video yaitu dari sisi anamnesis, pemeriksaan fisis, informed consent, dan perbedaan alat yang digunakan.

VII.2. Saran 1. Sebaiknya dalam pelaksanaan praktek Clinical Skill Lab (CSL) juga diselingi perbandingan materi dari internet berupa video (seperti pada penelitian) sehingga mahasiswa dapat memperkaya pengetahuan mereka dan segera menanyakan kepada pembimbing bila terdapat perbedaan yang ditemukan. 2. Memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk belajar mandiri namun tetap membimbing. Misalnya memberikan literatur-literatur mana yang sebaiknya mereka ketahui.

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Sebiany, Abdulaziz M. Keterampilan laboratorium klinis. In: Saudi Medical Journal. 2003. Available at: http://www.smj.org.sa/DetailArticle.asp?ArticleId=1559 2. NH, Al-Yousuf. Laboratorium keterampilan klinis sebagai alat belajar bagi mahasiswa kedokteran dan profesional kesehatan. In: NCBI. 2004. Available at: http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.ncbi.nlm. nih.gov/pubmed/15138518 3. Tahir, Dr. dr. Hj. A. Mardiah, Sp.OG. dkk. Buku Panduan Keterampilan Klinik Sistem Reproduksi. 2010. 4. Tim penyusun. Penuntun Pembelajaran Keterampilan Klinik Sistem Urogenital. 2010. 5. Tabri, Dr. Nur Ahmad ,Sp.Pd dan Dr. Sri Asriyani. Buku Panduan Kerja Latihan Keterampilan Klinik. 2010. 6. Afiatin, Tina. Pembelajaran Berbasis Student Centered Learning. Available at: www.inparametric.com 7. Hafas, Gita. Informed Consent. Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009. Available at: http://www.ilunifk83.com/t143-informed-consent

32

RIWAYAT HIDUP
Nurul Haerani Sukindar, lahir di Ujung Pandang, 7 Mei 1986. Anak sulung dari dua bersaudara dan merupakan buah cinta kasih pasangan dr.H.Sukindar Mardjuki dan Dra.Hj.Hatijah Narang. Penulis menempuh pendidikan dasar pada tahun 1992 hingga 1998 pada SD Negeri 066 Inpres Pekkabata. Pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 1 Polewali dan tamat pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMA Negeri 1 Polewali mulai dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004. Sempat melanjutkan pendidikan di Universitas Hasanuddin dengan mengambil jurusan Pengembangan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik pada tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Universitas Muslim Indonesia pada Fakultas Kedokteran.

33

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR, JULI 2011

HASIL PENELITIAN

PERBEDAAN MATERI PELAKSANAAN CLINIC SKILL LAB (CSL) DENGAN MATERI CLINIC SKILL LAB MELALUI INTERNET

Oleh : Nurul Haerani Sukindar 110 205 0080 Pembimbing : Dr. dr. H. A. Armyn Nurdin, MSc

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011

34

Anda mungkin juga menyukai