Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Bahasa Indonesia
Disusun oleh:
Rosna
2210333018
Dosen Pembimbing:
Lilimiwirdi,S.S.,M.Hum
JURUSAN KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
Halaman Pengesahan
II
Abstrak
Tunanetra adalah suatu kondisi dimana penglihatan seseorang rusak atau terganggu sebagian
atau seluruhnya. Tunanetra bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu prenatal (sebelum
kelahiran), neonatal (saat melahirkan) dan post natal ( setelah melahirkan). Ada juga faktor lain
penyebab tunanetra yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Adapun karakteristik tunanetra
yaitu kognitif,akademis, struktur tubuh,motorik, perilaku, serta pribadi dan sosial. Tunanetra
dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kepada waktu kejadian, pandangan, studi klinis
dan kelainan mata. Pembelajaran untuk anak tunanetra bisa berdasarkan prinsip individu,
III
Kata Pengantar
Puji sukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya tanpa hambatan yang berarti. Tidak
lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam pada baginda rasul Nabi Muhammad SAW
yang telah menjadi suritauladan serta menghantarkan kita dari masa jahiliah menuju rasa yang
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari dukungan dan
bimbingan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, Penulis ingin mengucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Terkhusus kepada Ibu Lilimiwirdi, S.S., M.Hum. yang
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini, masih memiliki banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari semua pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terutama bagi penulis sendiri dan semua pembacanya.
Rosna
IV
Daftar Isi
Halaman Pengesahan ................................................................................................. l
Abstrak ...................................................................................................................... ll
Bab 1 Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Bab IV Penutup
V
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Allah telah menciptakan individu serupa manusia yang lengkap. Namun, dibalik
kesempurnaan itu terselip sejumlah kaum yang menyimpan ketergantungan dan keterbatasan.
Keterbatasan yang dimiliki manusia tidak selamanya dipandang serupa bagian yang wajar
sehingga terselip aspek yang berprinsip menduga bahwa manusia yang menyimpan
ketergantungan atau keterbatasan tidak sama dengan manusia pada umumnya yang lengkap
raga maupun mentalnya. Anak yang menyimpan ketergantungan tersebut biasa disebut dengan
memperoleh petunjuk dalam jalan pembelajaran. Penyandang tunanetra menjadi salah satu
kategori dari anak berkebutuhan khusus (ABK), yang ditandai dengan hilang atau rusaknnya
indera optis atau visual sesorang. Untuk mengerjakan kegiatan atau berkomunaksi dengan
lingkungannya mereka menggunakan indera non-optis yang masih berfungsi, seumpama indera
informasi dalam jalan pembelajaran. Untuk mengerjakan rencana kegiatan atau berkomunaksi
pada lingkungannya, mereka mencari akal dengan mengabdikan indera non-optis yang masih
1
1.3 Tujuan dan manfaat
2
BAB II
Pembahasan
Pengertian tunanetra secara umum Rogow melalui bukunya membantu anak tunanetra
dengan masalah perkembangan dan tunanetra Mason; akses pendidikan anak dan remaja Hadi
Purwakka (2005:35) memberi istilah buta sebagai tunanetra. Tunanetra adalah istilah umum
yang digunakan untuk menggambarkan semua bentuk kehilangan penglihatan. Istilah ini
menjelaskan jenis kebutaan yang mencakup kebutaan dan low vision. Buta digunakan untuk
menggambarkan seorang anak yang mengutamakan indera peraba untuk belajar, tetapi
Kata “tunanetra” dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata “tuna” yang berarti
rusak atau cacat dan kata “netra” yang berarti mata atau penglihatan, jadi kata tunanetra berarti
rusak penglihatan1. Sedangkan buta adalah orang yang penglihatannya terganggu atau rusak
sama sekali. Jadi orang tunanetra mungkin tidak mengalami kegelapan total, tapi orang buta
Tunanetra adalah suatu kondisi dimana penglihatan seseorang rusak atau terganggu
sebagian atau seluruhnya. Kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat, agar gangguan
“tunanetra yang memerlukan perawatan khusus adalah kelainan yang dialami oleh anak yang
penglihatan sentralnya kurang dari 6/60, atau setelah koreksi optimal tidak dapat menggunakan
kesempatan belajar mengajar yang tersedia, dan biasanya digunakan oleh anak normal /
Tunanetra, menurut Sigelman Hadi (2005: 38), mencakup “tiga hal yaitu kekurangan,
ketidakmampuan dan hambatan atau kendala”. Pendapat beberapa ahli tentang tunanetra dapat
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Departemen Pendidikan Nasional. (2008), 971.
3
diringkas sebagai berikut: Kebutaan adalah tingkat gangguan penglihatan yang memenuhi
kondisi berikut: ketajaman visual di bawah 20/200. Diameter bidang pandang terluas
1. Hallahan, P. Daniel & Kauffman, M. James (2009: 380), menjelaskan bahwa tunanetra buta
merupakan orang yang mempunyai ketajaman melihat 20/200, maksudnya penyandang hanya
dapat melihat objek pada jarak 20 kaki atau 6 m, sementara orang umumnya mampu melihat
dengan jarak 200 kaki atau 60 m2. atau kurang dari, mata yang lebih baik dengan dikoreksi,
atau seseorang yang memiliki lapang pandang sangat sempit, jarak paling Dalam hal faktor
penyebab, sebagian besar orang awam percaya bahwa ketunanetraan disebabkan oleh hukuman
atas dosa-dosa orang tuanya, namun kalangan yang lebih profesional memandang bahwa hal
tersebut disebabkan oleh faktor keturunan atau terjadinya infeksi beberapa penyakit tertentu.
2. T. Sutjihati Somantri, (2006: 65) mengungkapkan tunanetra merupakan individu yang indra
3. Sari Rudiyati (2002: 25) menjelaskan anak tunanetra adalah anak yang karena dampak
sesuatu hal dria penglihatan mengalami luka atau kerusakan, baik struktural ataupun
4. Ardhi (2013: 21), menyatakan bahwa seseorang dikatakan tunanetra bila dalam
pembelajaran ia memerlukan atau membutuhkan alat alat maupun metode khusus atau dengan
teknik- teknik tertentu sehingga dapat belajar tanpa penglihatan atau penglihatan terbatas.
2
Frieda Mangungsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, LPSPUI, 2014, p.3.
3
Hallahan & Kauffman, Exceptional Children : Introduction to special Education, (International Edition, 10th ed), Allyn and Ba con, 2006,
p. 8
4
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Refika Aditama, p. 102
4
5. Hardman dalam Anastasia Widdjajanti & Imanuel Hitipiew (2007: 5), menjelaskan tunanetra
adalah seorang anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya oleh sebab itu ia
6. Barraga dalam (Purwaka, 2005: 38) menguraikan bahwa orang dengan hambatan
penglihatan adalah seseorang yang mengalami cacat penglihatan sehingga menggangu dalam
belajar dan pencapaian belajar secara optimal sehingga diperlukan berbagai penyesuaian dalam
proses pembelajarannya.
7. Munawir Yusuf, (1996: 21), Istilah tunanetra / buta, menggambarkan kondisi dimana
penglihatan tidak dapat diandalkan lagi meskipun dengan alat bantu sehingga tergantung pada
fungsi indra-indra yang lain. Dampak penglihatan kurang sehingga mempunyai kesulitan
dengan tugas-tugas utama yang menuntut fungsi penglihatan tetapi dapat berfungsi dengan
Adapun faktor penyebabnya, kebanyakan orang percaya bahwa tunanetra adalah hukuman
atas dosa orang tua, namun di kalangan yang lebih profesional dikaitkan dengan warisan atau
tertular penyakit tertentu. Namun, dari sudut pandang orang normal, tunanetra seringkali
memiliki keunggulan positif, seperti kepekaan terhadap suara, sentuhan, ingatan, kemampuan
memainkan alat musik, dan minat yang kuat terhadap nilai-nilai moral dan agama.
A. Prenatal(sebelum lahir)
Tahap prenatal adalah sebelum bayi lahir, saat bayi dalam kandungan dan diketahui telah
mengalami cedera. Berdasarkan faktor, faktor prenatal dibagi menjadi periode embrionik,
periode janin muda, dan janin aktini. Pada tahap ini, anak sangat rentan terhadap efek syok atau
5
trauma kimia5. Faktor lain yang mempengaruhi anak tunanetra adalah berkaitan dengan kondisi
anak sebelum lahir yaitu gen (sifat keturunan), keadaan psikologis ibu, malnutrisi, keracunan
Masa neonatal adalah masa ketika seorang anak dilahirkan. Beberapa faktor antara lain bayi
lahir prematur, lahir dengan alat (gerakan forceps), posisi bayi tidak normal, kelahiran kembar
Kelainan postnatal, yaitu kelainan yang muncul setelah anak lahir atau selama tahap
perkembangan anak. Selama ini, cedera bisa terjadi karena kecelakaan, suhu tubuh terlalu
tinggi, kekurangan vitamin, bakteri7. Serta kecelakaan yang bersifat eksternal, seperti terbentur
benda keras atau tajam, cairan kimia berbahaya, kendaraan dan lain-lain8.
Menurut Pradopo (1977), faktor-faktor penyebab terjadinya tunanetra pada seseorang adalah
sebagai berikut:
a. Faktor endogen
Faktor endogen atau faktor genetik adalah faktor yang sangat erat hubungannya dengan
masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Adapun ciri-ciri
tunanetra yang disebabkan oleh faktor keturunan adalah bola mata yang normal tetapi tidak
dapat menerima energi positif sinar atau cahaya, yang kadang-kadang seluruh bola matanya
5
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik., 12-13
6
E. Kosasih, Cara Bijak., 182.
7
Ibid
8
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati,
2014),44.
6
b. Faktor eksogen atau faktor luar
Faktor eksogen atau faktor dari luar yang menyebabkan tunanetra terdiri dari:
- Penyakit, yaitu virus rubella yang menjadikan seseorang mengalami campak pada
tingkat akut yang ditandai dengan kondisi panas yang meninggi akibat penyerangan
virus yang lama kelamaan akan mengganggu saraf penglihatan fungsi indera yang akan
menjadi permanen, dan ada juga yang diakibatkan oleh kuman syphilis, degenerasi atau
perapuhan pada lensa mata yang mengakibatkan pandangan mata menjadi mengeruh.
- Kecelakaan, yaitu kecelakaan fisik akibat tabrakan atau jatuh yang berakibat langsung
yang merusak saraf netra atau akibat rusaknya saraf tubuh yang lain atau saraf tulang
belakang yang berkaitan erat dengan fungsi saraf netra, akibat terkena radiasi ultra
violet atau gas beracun yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan fungsi mata
untuk melihat, dan dari segi kejiwaan yaitu stress psikis akibat perasaan tertekan,
tunanetra permanen.
a) kognitif
anak. Lowenfeld, seperti dikutip Ardhi Wijaya, memaparkan efek kegelapan dan fiksi terhadap
perkembangan kognitif anak. Ia mengidentifikasi batasan anak dalam tiga bidang, yaitu:
1. Tingkat dan variasi pengalaman, pengalaman anak tunanetra bersumber dari indera
yang masih berfungsi pada tubuhnya, terutama indera pendengaran dan peraba. Namun,
kedua indera tersebut tidak dapat memberikan informasi yang komprehensif, seperti
7
2. Kemampuan berpindah tempat, karena keterbatasan penglihatan, anak tunanetra harus
belajar berjalan dan mengenali sekelilingnya agar dapat bergerak dengan aman, efisien
dan efektif.
waktu yang relatif lebih lama untuk mengenali lingkungan sekitar mereka 9.
b) Akademisi
Kemampuan akademik anak tunanetra umumnya sama dengan anak normal lainnya. Kebutaan
mereka mempengaruhi kemampuan mereka untuk membaca dan menulis. Media dan alat yang
tepat sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan membaca dan menulis tersebut. Anak
tunanetra total dapat membaca dan menulis braille, sedangkan anak low fision menggunakan
c) Struktur tubuh
Kondisi fisik yang sangat mencolok dari seorang anak tunanetra adalah kelainan pada matanya.
Ada beberapa gejala kehilangan penglihatan yaitu mata juling, sering berkedip, menyipitkan
mata, kelopak mata merah, infeksi mata, gerakan mata tidak teratur11.
d) Motorik
Kemerosotan penglihatan tidak berdampak besar pada keterampilan motorik anak. Anak-anak
hanya perlu belajar dan sedikit lebih banyak waktu untuk bergerak. Seiring waktu, anak akan
mengenali sekelilingnya dan dapat bergerak dengan aman dan efisien 12.
e) Perilaku
9
Ardhi Wijaya, Seluk-Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya (Jogjakarta: Javalitera, 2012), 25.
10
Laili S. Cahya, Buku Anak., 14-15.
11
Esthy Wikasanti, Pengembangan., 11.
12
Op cit.13-14.
8
Secara tidak langsung, kecacatan anak tunanetra mempersulit perilaku mereka sehari-hari.
Manifestasi dari perilaku ini mungkin termasuk menggosok mata secara berlebihan, menutupi
atau melindungi satu mata, memiringkan kepala atau mencondongkan tubuh ke depan,
kesulitan membaca atau pekerjaan lain yang membutuhkan penggunaan mata, berkedip lebih
mengalami kesulitan dalam mengamati dan meniru perilaku sosial dengan benar, namun ciri
sosial yang sering diamati pada anak tunanetra adalah hambatan kepribadian seperti curiga,
Menurut Sari Rudiyat (2002: 34-38), ciri-ciri anak tunanetra adalah sebagai berikut:
a) Kecurigaan terhadap orang lain, dipengaruhi oleh disfungsi visual menerima informasi
visual dalam komunikasi dan komunikasi. Seorang anak tunanetra tidak memahami ekspresi
lawan bicara atau hanya mendengar suara. Hal ini mempengaruhi ketika lawan bicara berbicara
kepada orang lain dengan berbisik atau samar-samar, dalam hal ini dapat menyebabkan
b) Kemarahan, perasaan marah juga dipengaruhi oleh keterbatasan dirinya diperoleh dar i
kabar angin atau auditori. Bercanda dan saling membicarakan dapat menyebabkan anak
tunanetra tersakiti dalam komunikasi. Perasaan marah juga harus diatasi saat mengenalkan
keterbatasan. Hal ini dikarenakan konsep-konsep abstrak seperti fatamorgana, pelangi, dll
13
Op cit.11-12
14
Ibid.
9
memiliki bagian-bagian yang tidak dapat diubah menjadi instrumen konkrit yang dapat
menjelaskan konsep-konsep tersebut secara detail, sehingga hanya dapat dijelaskan secara
verbal.
d) Perasaan rendah diri, keterbatasan anak tunanetra mempengaruhi konsep diri. Konsekuensi
dari tunanetra adalah perasaan rendah diri saat berinteraksi dengan orang lain dan bersaing
dengan mereka. Hal ini karena visi memainkan peran penting dalam memperoleh informasi.
e) Adatan adalah upaya untuk merangsang anak tunanetra melalui panca indranya tak terlihat.
Bentuk-bentuk umum ini termasuk gerakan bolak-balik mengayunkan tubuh ke depan dan ke
g) Berpikir kritis, informasi visual yang terbatas dapat memotivasi anak tunanetra berpikir
kritis tentang masalah tersebut. Dibandingkan dengan anak yang cerdas, ketika mereka
memecahkan masalah, mereka memiliki banyak informasi eksternal yang dapat dipengaruhi
h) Vertigo atau pemberani, anak tunanetra yang sudah memiliki citra diri yang baik akan
a) Tunanetra prenatal dan kongenital adalah individu yang lahir tanpa penglihatan dan karena
b) Tunanetra setelah lahir atau buta dini adalah individu yang pernah memiliki penglihatan
tetapi kehilangannya di usia muda. Tunanetra jenis ini sudah memiliki kesan dan pengalaman
c) Tunanetra usia sekolah atau tunanetra remaja adalah individu yang memiliki penglihatan dan
10
d) Buta di masa dewasa adalah orang yang kehilangan penglihatannya di masa dewasa
e) Tunanetra di usia tua adalah mereka yang karena usianya kehilangan penglihatannya di usia
tua
2. Berdasarkan pandangannya
a) Tunanetra ringan (low fision) adalah orang yang mengalami gangguan penglihatan tetapi
masih dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang menggunakan penglihatannya. Salah satu ciri
low fision memakai kacamata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas 15.
b) Tunanetra setengah berat adalah orang yang kehilangan sebagian penglihatannya. Namun,
tunanetra jenis ini masih dapat mengikuti kegiatan belajar normal dan membaca teks tebal
c) Tunanetra berat adalah Orang yang tidak dapat melihat sama sekali.
a) Tunanetra yang ketajaman penglihatannya masih antara 20/70 dan 20/200 dan
b) Tunanetra yang ketajaman penglihatannya kurang dari 20/200 atau bidang pandangnya
a) Myopia (rabun jauh) adalah seseorang yang mengalami kesulitan melihat benda pada jarak
jauh, yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata minus. b) Hipermiopia (rabun dekat) adalah
seseorang yang mengalami kesulitan melihat benda dekat, yang masih dapat dikoreksi dengan
kacamata plus.
c) Astigmatisme adalah seseorang yang memiliki kelainan pada bentuk kornea yang tidak
beraturan dan mempengaruhi simetri penglihatan. Jadi harus diperbaiki dengan kaca silinder.
15
Ibid., 37-41.
11
2.5. Pembelajaran untuk anak tunanetra
Di dalam Aqila Cerdas Bukunya menguraikan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
a) Prinsip individu
Prinsip individual adalah suatu kondisi dimana guru harus memperhatikan perbedaan siswa
tunanetra. Seperti perbedaan umum setiap siswa, cacat mental, fisik, kesehatan dan visual.
Pengalaman indrawi siswa tunanetra sangat penting untuk pemahaman mereka. Siswa
membutuhkan pengalaman dunia nyata dari apa yang mereka pelajari. Dengan demikian,
Asas totalitas mengandung arti bahwa pengajaran yang diterapkan pada siswa tunanetra harus
menggunakan seluruh fungsi panca indranya agar tetap berfungsi dengan baik. Pengertian ini
digunakan guru untuk mengidentifikasi objek yang dipelajari siswa secara utuh dan mendalam.
Misalnya seorang tunanetra ingin mengenal bentuk burung, pembelajaran terapan harus
mampu memberikan informasi yang lengkap dan baik tentang bentuk, ukuran, kenampakan
permukaan, kehangatan, suara dan ciri-ciri burung. Sehingga anak dapat mengidentifikasi
Dalam proses pembelajaran, guru dapat berperan aktif dan sebagai inisiator dan pemberi
semangat agar anak dapat belajar secara mandiri. Pada prinsip ini, belajar tidak hanya
mendengar dan mencatat, tetapi juga merasakan dan mengalaminya secara langsung 16.
16
Aqila Smart, Anak Cacat., 83-88.
12
BAB III
Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
SEKOLAH INKLUSI
Menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, subjek penelitian ini adalah orangtua dari
wawancara. Data yang telah didapat selama penelitian akan diperiksa dengan menggunakan
teknik keabsahan data seperti perpanjangan pengamatan, triangulasi, audit dengan dosen
pembimbing.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Metode ini dipilih karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
berupa kata-kata. Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah deskriptif, data yang dikumpulkan
adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Azzahro, Affifah & Kurniadi,
2017). Pendapat lain mengatakan penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian yang berusaha
menggungkapkan gejala- gejala yang terjadi di lapangan melalui pengumpulan data dari latar
alami yang memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci (Fitriyah, Chusniatul &
Rahayu, 2013).
13
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Suharsimi
hipotesis”.
terdiri dari Anak dengan gangguan penglihatan, pendengaran, intelegensi, fisik dan motorik,
pervasif.
khusus dari Anak dengan gangguan penglihatan,pendengaran, intelegensi, fisik dan motorik,
pervasif.
SEKOLAH INKLUSI
Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri 1 Bukittinggi yang beralamat di Jl. Manggis
Gantiang Kecematan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi Provinsi Sumatra Barat.
Tahun 2019.
14
3. FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA KEAKTIFAN BELAJAR ANAK
Waktu penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan Agustus-September 2015 mulai
dari mengurus perijinan dan melakukan pengambilan data. Penelitian ini dilakukan di SLB
Negeri 1 Bantul yang beralamat di Jalan Wates Km 3, Kalibayem. Setting penelitian dilakukan
pada waktu pembelajaran di dalam kelas, ruang komputer, dan ruang musik.
Pemberian materi disampaikan oleh Drs. Sambira Mambela, M.Pd dan Lutfi Isni Badiah,
paparan materi kemudian dilakukan tanya jawab dan diskusi dengan orang tua anak
SEKOLAH INKLUSI
Ketika anak tunanetra tersebut berusia 4 tahun, dan keluarganya telah berdomisili di Kota
Padang, maka yang diupayakan pertama kali oleh orangtua nya adalah pendidikan bagi
anaknya, saat itu belum ada taman kanak-kanak yang menyediakan pelayanan bagi anak
berkebutuhan khusus, maka orangtua anak tunanetra ini menyekolahkan anaknya di tk biasa di
dekat rumahnya, saat sudah menjalani pembelajaran di jenjang tk, anak tunanetra ini sudah
mulai diikutsertakan lomba-lomba antar TK, seperti lomba bernyanyi, karena guru-guru di tk
15
nya sudah melihat potensi anak tunanetra ini sejak awal, maka ketika mengikuti lomba
bernyanyi, yang saat itu kebetulan salah satu jurinya ialah dosen di jurusan pendidikan luar
biasa UNP, beliau melihat potensi yang dimiliki anak tunanetra tersebut, dan setelah
pengumuman pemenang diumumkan dan anak tunanetra ini mendapatkan juara 1, lalu ibu
dosen PLB yang merupakan jurinya berbincang-bincang dengan orangtua dari anak tunanetra,
beliau menyarankan agar tamat dari TK ini anak tunanetra ini tidak disekolahkan di SLB,
karena anak tunanetra ini pintar seperti anak normal pada umumnya, jadi amat disayangkan
jika di sekolah di SLB maka tidak akan bisa bersaing, dan ibu dosen memberikan rekomendasi
untuk bersekolah di SDN 09 Koto Lua, lalu semenjak mengikuti lomba di tk, lantas banyak
lomba-lomba lain yang diikuti oleh anak tunanetra ini ketika semasa SD. Mulai dari ini lah
orangtua dari anak tunanetra menyadari bahwa anaknya tidaklah berbeda dengan anak normal
pada umumnya, mulai ketika si anak tunanetra memasuki jenjang sekolah dasar, ketika nilai-
nilai akademik nya selalu tertinggi dikelas, dan tidak menunjukkan perbedaan atau diskriminasi
yang dialami anak tunanetra di lingkungan sekolah. Sejak SD, pihak sekolah selalu melibatkan
anak tunanetra ini dalam berbagai lomba, baik yang bersifat akademik maupun non akademik,
dari sini lah mulai banyak prestasi-prestasi yang diraih anak tunanetra. Ketika prestasi dari
anak tunanetra ini sudah banyak diraih, maka dari sinilah muncul bentuk dukungan sosial yang
berupa dukungan penghargaan dan rasa bangga orangtua terhadap anaknya. Memasuki jenjang
pendidikan di tingkat SMP, anak tunanetra ini bersekolah di SMPN 23 Padang. Atas dukungan
orang tua, guru-guru di sekolah, serta guru pembimbing khusus di SMPN 23, anak tunanetra
ini selalu diikutsertakan dalam berbgi lomba, baik tingkat SMP se Kota Padang, maupun
tingkat provinsi, terakhir lomba yang diikuti oleh anak tunanetra ini adalah perlombaan di
bidang olahraga tingkat provinsi dan akan dilanjutkan ke tingkat nasional pada cabang olahraga
lari 50 meter, semua upaya dan dukungan telah dikerahkan bagi kelancaran lomba ini, baik dari
16
pihak orangtua maupun pihak sekolah terutama guru pendamping khusus, dan usaha
membuahkan hasil, anak tunanetra ini berhasil lolos mewakili Provinsi Sumbar.
pelaksanaan pembelajaran oreintasi dan mobilitas bagi anak tunanetra di SLB Negeri 1
Bukittinggi dapat disimpulkan bahwa rancangan pembelajaran orientasi dan mobilitas bagi
anak tunanetra di SLB Negeri 1 Bukittinggi tediri atas silabus dan RPP yang dibuat sendiri oleh
guru kelas dan berpedoman kepada kurikulum yang dimiliki sekolah kemudian disesuaikan
dengan perkembangan dan kemampuan anak tunanetra, proses pelaksanaan orientasi mobilitas
bagi anak tunanetra di SLB Negeri 1 Bukittinggi hanya dilaksanakan 2 jam pembelajaran dalam
seminggu, yang mana pelaksanaan pembelajaran terdiri dari beberapa bagian yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup, evaluasi rancangan pembelajaran dan proses
pelaksanaan pembelajaran orientasi dan mobilitas dilaksanakan sendiri oleh guru setelah
melaksanakan pembelajaran orientasi dan mobilitas dengan cara menilai langsung bagaimana
Faktor internal penyebab rendahnya keaktifan belajar anak tunanetra kurang lihat di SLB
Negeri 1 Bantul berasal dari minat subjek terhadap mata pelajaran tertentu dan motivasi belajar.
Pada mata pelajaran bahasa Indonesia, Agama, Kewarganegaraan kurang memiliki minat
belajar sehingga sikap yang ditampakkan subjek diam, lesu, kurang bersemangat, sering
mengantuk di kelas, dan cepat merasa lelah. Hal ini dikarenakan subjek belum mampu
17
membaca dan menulis dengan lancar, membaca dan menulis merupakan hal yang dirasa sulit
bagi subjek, sementara mata pelajaran tersebut lebih banyak kegiatan membaca dan menulis.
Subjek lebih berminat pada mata pelajaran Matematika, IPA, komputer, dan musik dengan
adanya penggunaan media benda konkret dan melibatkan musik selama pembelajaran. Hal ini
dikarenakan pembelajaran berbasis aktivitas dan tidak membosankan serta tidak mengharuskan
subjek untuk banyak membaca dan menulis. Rendahnya keaktifan disebabkan karena motivasi
belajar subjek rendah, dibuktikan dengan mudah menyerah dan tidak menyelesaikan soal yang
diberikan guru. Alasannya, karena materi yang diberikan dirasa sulit oleh subjek. Rendahnya
keaktifan belajar juga disebabkan adanya trauma yang dialami subjek di sekolah terdahulu.
Subjek sering mendapat sebutan sebagai “anak bodoh” dan sering ditolak masuk ke kelas oleh
guru. Subjek juga mendapat ejekan dan penolakan untuk bermain bersama oleh teman di
sekolah terdahulu. Perlakuan yang diterima subjek pada sekolah terdahulu menyebabkan
subjek kurang percaya diri, tidak mudah bergaul dengan orang lain, pendiam, serta
Faktor eksternal penyebab rendahnya keaktifan belajar anak tunanetra kurang lihat di SLB
Negeri 1 Bantul meliputi hubungan subjek dengan teman bergaul di sekolah dikarenakan
subjek pernah mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan baik secara verbal maupun non
verbal. Media belajar yang digunakan guru pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Agama, dan
Kewarganegaraan kurang sesuai dengan minat subjek. Guru hanya menggunakan buku tulis
dan media kartu lembaga. Orang tua terlalu melindungi subjek selama di sekolah, sehingga
subjek kurang berani dan percaya diri dalam beraktivitas. Akibatnya, kemandirian subjek
kurang berkembang.
18
Secara umum, anak tunanetra harus belajar dengan menggunakan tulisan braille, yaitu dengan
dengan lingkungan sekitar, misalnya yang mengalami buta fungsional, mereka harus mampu
memanfaatkan sisa penglihatannya untuk membantu mereka dalam proses belajar orientasi
mobilitas. Sedangkan anak low vision juga harus dikenalkan dengan tulisan awas sehingga
Selain membutuhkan tulisan braille untuk dapat belajar, anak- anak dengan ketunanetraan juga
memerlukan pendekatan yang berbeda pada proses belajarnya. Guru perlu menggunakan media
pembelajaran yang mirip dengan bentuk nyata (tiruan,replika), sehingga anak tunanetra dapat
belajarnya. Namun demikian, anak tunanetra juga perlu pengalaman nyata untuk memperluas
pengetahuan dan mempermudah proses belajar seperti halnya anak- anak pada umumnya.
Lebih daripada itu, dalam lingkungan masyarakat anak-anak perlu bantuan aksesibilitas untuk
dapat memanfaatkan fasilitas umum yang tersedia. Sebagai contoh trotoar atau lantai yang
dilengkapi dengan bidang timbul yang dapat memudahkan mereka untuk mengidenfi arah
mereka berjalan. Selain itu diperlukan pula, tulisan- tulisan braile yang terpasang pada ruang
umum untuk memudahkan mereka dalam menemukan fasilitas yang mereka perlukan.
19
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Tunanetra adalah suatu kondisi dimana penglihatan seseorang rusak atau terganggu
sebagian atau seluruhnya. Kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat, agar gangguan
penglihatan tidak menjadi penghambat perkembangan fisik dan psikisnya. Tunanetra bisa
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu prenatal (sebelum kelahiran), neonatal (saat melahirkan)
dan post natal ( setelah melahirkan). Ada juga faktor lain yang menyebabkan terjadinya
tunanetra yaitu faktor endogen seperti genetik, ada juga faktor eksogen seperti penyakit,
kecelakaan, dll.
Anak tunanetra secara fisik sama dengan anak-anak pada umumnya, namun terdapat
beberapa hal yang membedakan antara keduanya. Ada beberapa ciri-ciri atau karakteristik dari
perkembangan dan proses belajar anak. Akademisi kemamu akademik anak tunanetra
umumnya sama dengan anak normal lainnya. Struktur tubuh, kondisi fisik yang sangat
mencolok dari seorang anak tunanetra adalah kelainan pada matanya. Motorik kemerosotan
penglihatan tidak berdampak besar pada keterampilan motorik anak. Perilaku secara tidak
langsung, kecacatan anak tunanetra mempersulit perilaku mereka sehari-hari. Pribadi dan
pembagian tunanetra dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kepada berdasarkan waktu
kejadian, berdasarkan pandangan, berdasarkan studi klinis dan berdasarkan kelainan mata.
4.2 Saran
Kami selaku penulis dari karya tulis ini berharap karya ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Seseorang yang memiliki keterbatasan khususnya tunanetra bukanlah hal yang harus di
20
kucilkan dalam masyarakat, karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu
pula dengan anak tunanetra. Semoga melalui karya ini kita bisa memahami tentang tunanetra.
Bagi orang tua, agar bisa mengetahui bagaimana tunanetra, mengetahui penyebab tunanetra,
klasifikasi tunanetra, dll sehingga dapat membantu orang tua menjaga anaknya.
21
Daftar Pustaka
pena.
Utomo & Muniroh, Nadya. (2019). Pendidikan Anak Dengan Hambatan Penglihatan.Prodi.
Widiati, Sri, dkk. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: PT Luxima
Metri Media.
Widjaya, Ardhi. (2012). Seluk Beluk Tunanetra & Strategi Pembelajarannya. Yogyakarta:
Javalitera.
Yulianti, Indri & Ahmad Sopandi,Asep. (2019). Pelaksanaan Pembelajaran Orientasi dan
22
23