Anda di halaman 1dari 28

Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Bahasa Indonesia

Disusun oleh:
Rosna
2210333018

Dosen Pembimbing:
Lilimiwirdi,S.S.,M.Hum

JURUSAN KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
Halaman Pengesahan

Judul : Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra


Penulis : Rosna, Mahasiswa Jurusan Kebidanan,
Universitas Andalas

Karya ini disahkan di Padang pada tanggal 23 Mei 2023

Mengesahkan Padang, 23 Mei 2023


Dosen Pembiming, Penulis,

Lilimiwirdi, S.S., M.Hum. Rosna

II
Abstrak

Tunanetra adalah suatu kondisi dimana penglihatan seseorang rusak atau terganggu sebagian

atau seluruhnya. Tunanetra bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu prenatal (sebelum

kelahiran), neonatal (saat melahirkan) dan post natal ( setelah melahirkan). Ada juga faktor lain

penyebab tunanetra yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Adapun karakteristik tunanetra

yaitu kognitif,akademis, struktur tubuh,motorik, perilaku, serta pribadi dan sosial. Tunanetra

dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kepada waktu kejadian, pandangan, studi klinis

dan kelainan mata. Pembelajaran untuk anak tunanetra bisa berdasarkan prinsip individu,

pengalaman penginderaan, keutuhan atau totalitas, dan kegiatan mandiri.

III
Kata Pengantar

Puji sukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktunya tanpa hambatan yang berarti. Tidak

lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam pada baginda rasul Nabi Muhammad SAW

yang telah menjadi suritauladan serta menghantarkan kita dari masa jahiliah menuju rasa yang

penuh hikmah seperti yang kita rasakan saat ini.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari dukungan dan

bimbingan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena

itu, Penulis ingin mengucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Terkhusus kepada Ibu Lilimiwirdi, S.S., M.Hum. yang

telah membimbing penulis selama penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini, masih memiliki banyak kesalahan dan

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

dari semua pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

memberikan manfaat maupun inspirasi terutama bagi penulis sendiri dan semua pembacanya.

Padang, 23 Mei 2023

Rosna

IV
Daftar Isi
Halaman Pengesahan ................................................................................................. l

Abstrak ...................................................................................................................... ll

Kata Pengantar........................................................................................................ III

Daftar Isi .................................................................................................................. IV

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................1

1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................................ 2

Bab II Pembahasan

2.1 Pengertian Tunanetra .............................................................................................. 3

2.2 Faktor yang mempengaruhi tunanetra ..................................................................... 5

2.3 Karakteristik tunanetra ............................................................................................ 7

2.4 Klasifikasi tunanetra ............................................................................................. 10

2.5 Pembelajaran untuk anak tunanetra ....................................................................... 12

Bab III Metode Penelitian

3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................................... 14

3.2 Lokasi dan Waktu ................................................................................................. 16

3.3 Hasil dan Pembahasan .......................................................................................... 17

Bab IV Penutup

5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 22

5.2 Saran .................................................................................................................... 22

Daftar Pustaka .......................................................................................................... 24

V
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Allah telah menciptakan individu serupa manusia yang lengkap. Namun, dibalik

kesempurnaan itu terselip sejumlah kaum yang menyimpan ketergantungan dan keterbatasan.

Keterbatasan yang dimiliki manusia tidak selamanya dipandang serupa bagian yang wajar

sehingga terselip aspek yang berprinsip menduga bahwa manusia yang menyimpan

ketergantungan atau keterbatasan tidak sama dengan manusia pada umumnya yang lengkap

raga maupun mentalnya. Anak yang menyimpan ketergantungan tersebut biasa disebut dengan

anak berkebutuhan khusus.

Penyandang tunanetra menempuh hidup rintangan pngelihatannya bagian dalam

memperoleh petunjuk dalam jalan pembelajaran. Penyandang tunanetra menjadi salah satu

kategori dari anak berkebutuhan khusus (ABK), yang ditandai dengan hilang atau rusaknnya

indera optis atau visual sesorang. Untuk mengerjakan kegiatan atau berkomunaksi dengan

lingkungannya mereka menggunakan indera non-optis yang masih berfungsi, seumpama indera

pendengaran, perabaan, pembau, dan perasa (pencecapan).

Penyandang tunanetra menempuh rintangan pngelihatannya dalam menerima petunjuk dan

informasi dalam jalan pembelajaran. Untuk mengerjakan rencana kegiatan atau berkomunaksi

pada lingkungannya, mereka mencari akal dengan mengabdikan indera non-optis yang masih

berfungsi, seumpama indera pendengaran, perabaan, pembau, dan perasa (pengecapan).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian tunanetra?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi tunanetra?

3. Apakah karakteristik tunanetra?

4. Apakah klasifikasi tunanetra?

5. Bagaimana pembelajaran untuk anak tunanetra?

1
1.3 Tujuan dan manfaat

1. Mampu mengetahui pengertian tunanetra

2. Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tunanetra

3. Mampu mengetahui karakteristik tunanetra

4. Mampu mengetahui klasifikasi tunanetra

5. Mampu mengetahui pembelajaran untuk anak tunanetra

2
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Tunanetra

Pengertian tunanetra secara umum Rogow melalui bukunya membantu anak tunanetra

dengan masalah perkembangan dan tunanetra Mason; akses pendidikan anak dan remaja Hadi

Purwakka (2005:35) memberi istilah buta sebagai tunanetra. Tunanetra adalah istilah umum

yang digunakan untuk menggambarkan semua bentuk kehilangan penglihatan. Istilah ini

menjelaskan jenis kebutaan yang mencakup kebutaan dan low vision. Buta digunakan untuk

menggambarkan seorang anak yang mengutamakan indera peraba untuk belajar, tetapi

tunanetra mengacu pada anak yang mengutamakan indra penglihatannya.

Kata “tunanetra” dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal dari kata “tuna” yang berarti

rusak atau cacat dan kata “netra” yang berarti mata atau penglihatan, jadi kata tunanetra berarti

rusak penglihatan1. Sedangkan buta adalah orang yang penglihatannya terganggu atau rusak

sama sekali. Jadi orang tunanetra mungkin tidak mengalami kegelapan total, tapi orang buta

sudah pasti mengalami kegelapan total.

Tunanetra adalah suatu kondisi dimana penglihatan seseorang rusak atau terganggu

sebagian atau seluruhnya. Kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat, agar gangguan

penglihatan tidak menjadi penghambat perkembangan fisik dan psikisnya. Pengertian

“tunanetra yang memerlukan perawatan khusus adalah kelainan yang dialami oleh anak yang

penglihatan sentralnya kurang dari 6/60, atau setelah koreksi optimal tidak dapat menggunakan

kesempatan belajar mengajar yang tersedia, dan biasanya digunakan oleh anak normal /

pencegahan” (Bratanata, 1979).

Tunanetra, menurut Sigelman Hadi (2005: 38), mencakup “tiga hal yaitu kekurangan,

ketidakmampuan dan hambatan atau kendala”. Pendapat beberapa ahli tentang tunanetra dapat

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Departemen Pendidikan Nasional. (2008), 971.

3
diringkas sebagai berikut: Kebutaan adalah tingkat gangguan penglihatan yang memenuhi

kondisi berikut: ketajaman visual di bawah 20/200. Diameter bidang pandang terluas

mendukung sudut 20 derajat atau kurang.

Menurut para ahli, definisi tunanetra:

1. Hallahan, P. Daniel & Kauffman, M. James (2009: 380), menjelaskan bahwa tunanetra buta

merupakan orang yang mempunyai ketajaman melihat 20/200, maksudnya penyandang hanya

dapat melihat objek pada jarak 20 kaki atau 6 m, sementara orang umumnya mampu melihat

dengan jarak 200 kaki atau 60 m2. atau kurang dari, mata yang lebih baik dengan dikoreksi,

atau seseorang yang memiliki lapang pandang sangat sempit, jarak paling Dalam hal faktor

penyebab, sebagian besar orang awam percaya bahwa ketunanetraan disebabkan oleh hukuman

atas dosa-dosa orang tuanya, namun kalangan yang lebih profesional memandang bahwa hal

tersebut disebabkan oleh faktor keturunan atau terjadinya infeksi beberapa penyakit tertentu.

berdiameter tidak lebih dari 20 derajat 3.

2. T. Sutjihati Somantri, (2006: 65) mengungkapkan tunanetra merupakan individu yang indra

penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam

kegiatan sehari-hari seperti orang awas4.

3. Sari Rudiyati (2002: 25) menjelaskan anak tunanetra adalah anak yang karena dampak

sesuatu hal dria penglihatan mengalami luka atau kerusakan, baik struktural ataupun

fungsional, sehingga kondisi penglihatannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

4. Ardhi (2013: 21), menyatakan bahwa seseorang dikatakan tunanetra bila dalam

pembelajaran ia memerlukan atau membutuhkan alat alat maupun metode khusus atau dengan

teknik- teknik tertentu sehingga dapat belajar tanpa penglihatan atau penglihatan terbatas.

2
Frieda Mangungsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, LPSPUI, 2014, p.3.
3
Hallahan & Kauffman, Exceptional Children : Introduction to special Education, (International Edition, 10th ed), Allyn and Ba con, 2006,
p. 8
4
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Refika Aditama, p. 102

4
5. Hardman dalam Anastasia Widdjajanti & Imanuel Hitipiew (2007: 5), menjelaskan tunanetra

adalah seorang anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya oleh sebab itu ia

bergantung pada indera lainnya seperti pendengaran ataupun perabaan.

6. Barraga dalam (Purwaka, 2005: 38) menguraikan bahwa orang dengan hambatan

penglihatan adalah seseorang yang mengalami cacat penglihatan sehingga menggangu dalam

belajar dan pencapaian belajar secara optimal sehingga diperlukan berbagai penyesuaian dalam

proses pembelajarannya.

7. Munawir Yusuf, (1996: 21), Istilah tunanetra / buta, menggambarkan kondisi dimana

penglihatan tidak dapat diandalkan lagi meskipun dengan alat bantu sehingga tergantung pada

fungsi indra-indra yang lain. Dampak penglihatan kurang sehingga mempunyai kesulitan

dengan tugas-tugas utama yang menuntut fungsi penglihatan tetapi dapat berfungsi dengan

alat bantu khusus namun tetap terbatas.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tunanetra

Adapun faktor penyebabnya, kebanyakan orang percaya bahwa tunanetra adalah hukuman

atas dosa orang tua, namun di kalangan yang lebih profesional dikaitkan dengan warisan atau

tertular penyakit tertentu. Namun, dari sudut pandang orang normal, tunanetra seringkali

memiliki keunggulan positif, seperti kepekaan terhadap suara, sentuhan, ingatan, kemampuan

memainkan alat musik, dan minat yang kuat terhadap nilai-nilai moral dan agama.

Faktor penyebab kebutaan atau tunanetra :

A. Prenatal(sebelum lahir)

Tahap prenatal adalah sebelum bayi lahir, saat bayi dalam kandungan dan diketahui telah

mengalami cedera. Berdasarkan faktor, faktor prenatal dibagi menjadi periode embrionik,

periode janin muda, dan janin aktini. Pada tahap ini, anak sangat rentan terhadap efek syok atau

5
trauma kimia5. Faktor lain yang mempengaruhi anak tunanetra adalah berkaitan dengan kondisi

anak sebelum lahir yaitu gen (sifat keturunan), keadaan psikologis ibu, malnutrisi, keracunan

obat, virus, dll6.

B. Neonatal (saat lahir)

Masa neonatal adalah masa ketika seorang anak dilahirkan. Beberapa faktor antara lain bayi

lahir prematur, lahir dengan alat (gerakan forceps), posisi bayi tidak normal, kelahiran kembar

atau kesehatan bayi.

C. Post natal (setelah lahir)

Kelainan postnatal, yaitu kelainan yang muncul setelah anak lahir atau selama tahap

perkembangan anak. Selama ini, cedera bisa terjadi karena kecelakaan, suhu tubuh terlalu

tinggi, kekurangan vitamin, bakteri7. Serta kecelakaan yang bersifat eksternal, seperti terbentur

benda keras atau tajam, cairan kimia berbahaya, kendaraan dan lain-lain8.

Menurut Pradopo (1977), faktor-faktor penyebab terjadinya tunanetra pada seseorang adalah

sebagai berikut:

a. Faktor endogen

Faktor endogen atau faktor genetik adalah faktor yang sangat erat hubungannya dengan

masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Adapun ciri-ciri

tunanetra yang disebabkan oleh faktor keturunan adalah bola mata yang normal tetapi tidak

dapat menerima energi positif sinar atau cahaya, yang kadang-kadang seluruh bola matanya

tertutup oleh selaput putih atau keruh.

5
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik., 12-13
6
E. Kosasih, Cara Bijak., 182.
7
Ibid
8
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati,
2014),44.

6
b. Faktor eksogen atau faktor luar

Faktor eksogen atau faktor dari luar yang menyebabkan tunanetra terdiri dari:

- Penyakit, yaitu virus rubella yang menjadikan seseorang mengalami campak pada

tingkat akut yang ditandai dengan kondisi panas yang meninggi akibat penyerangan

virus yang lama kelamaan akan mengganggu saraf penglihatan fungsi indera yang akan

menjadi permanen, dan ada juga yang diakibatkan oleh kuman syphilis, degenerasi atau

perapuhan pada lensa mata yang mengakibatkan pandangan mata menjadi mengeruh.

- Kecelakaan, yaitu kecelakaan fisik akibat tabrakan atau jatuh yang berakibat langsung

yang merusak saraf netra atau akibat rusaknya saraf tubuh yang lain atau saraf tulang

belakang yang berkaitan erat dengan fungsi saraf netra, akibat terkena radiasi ultra

violet atau gas beracun yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan fungsi mata

untuk melihat, dan dari segi kejiwaan yaitu stress psikis akibat perasaan tertekan,

kesedihan hati yang amat mendalam yang mengakibatkan seseorang mengalami

tunanetra permanen.

2.3. Ciri-ciri anak tunanetra

a) kognitif

Keterbatasan atau gangguan penglihatan mempengaruhi perkembangan dan proses belajar

anak. Lowenfeld, seperti dikutip Ardhi Wijaya, memaparkan efek kegelapan dan fiksi terhadap

perkembangan kognitif anak. Ia mengidentifikasi batasan anak dalam tiga bidang, yaitu:

1. Tingkat dan variasi pengalaman, pengalaman anak tunanetra bersumber dari indera

yang masih berfungsi pada tubuhnya, terutama indera pendengaran dan peraba. Namun,

kedua indera tersebut tidak dapat memberikan informasi yang komprehensif, seperti

informasi tentang warna, ukuran, dan lokasi.

7
2. Kemampuan berpindah tempat, karena keterbatasan penglihatan, anak tunanetra harus

belajar berjalan dan mengenali sekelilingnya agar dapat bergerak dengan aman, efisien

dan efektif.

3. Komunikasi dengan lingkungan,anak tunanetra mengalami kesulitan berkomunikasi

dengan lingkungannya karena keterbatasan penglihatannya. Mereka membutuhkan

waktu yang relatif lebih lama untuk mengenali lingkungan sekitar mereka 9.

b) Akademisi

Kemampuan akademik anak tunanetra umumnya sama dengan anak normal lainnya. Kebutaan

mereka mempengaruhi kemampuan mereka untuk membaca dan menulis. Media dan alat yang

tepat sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan membaca dan menulis tersebut. Anak

tunanetra total dapat membaca dan menulis braille, sedangkan anak low fision menggunakan

huruf bercetak tebal10.

c) Struktur tubuh

Kondisi fisik yang sangat mencolok dari seorang anak tunanetra adalah kelainan pada matanya.

Ada beberapa gejala kehilangan penglihatan yaitu mata juling, sering berkedip, menyipitkan

mata, kelopak mata merah, infeksi mata, gerakan mata tidak teratur11.

d) Motorik

Kemerosotan penglihatan tidak berdampak besar pada keterampilan motorik anak. Anak-anak

hanya perlu belajar dan sedikit lebih banyak waktu untuk bergerak. Seiring waktu, anak akan

mengenali sekelilingnya dan dapat bergerak dengan aman dan efisien 12.

e) Perilaku

9
Ardhi Wijaya, Seluk-Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya (Jogjakarta: Javalitera, 2012), 25.
10
Laili S. Cahya, Buku Anak., 14-15.
11
Esthy Wikasanti, Pengembangan., 11.
12
Op cit.13-14.

8
Secara tidak langsung, kecacatan anak tunanetra mempersulit perilaku mereka sehari-hari.

Manifestasi dari perilaku ini mungkin termasuk menggosok mata secara berlebihan, menutupi

atau melindungi satu mata, memiringkan kepala atau mencondongkan tubuh ke depan,

kesulitan membaca atau pekerjaan lain yang membutuhkan penggunaan mata, berkedip lebih

dari biasanya, atau mudah tersinggung dalam mengerjakan sesuatu 13

f) Pribadi dan sosial

Keterbatasan penglihatan anak tunanetra mempengaruhi keterampilan sosial mereka. Mereka

mengalami kesulitan dalam mengamati dan meniru perilaku sosial dengan benar, namun ciri

sosial yang sering diamati pada anak tunanetra adalah hambatan kepribadian seperti curiga,

mudah tersinggung, dan ketergantungan yang tinggi terhadap orang-orang disekitarnya14.

Menurut Sari Rudiyat (2002: 34-38), ciri-ciri anak tunanetra adalah sebagai berikut:

a) Kecurigaan terhadap orang lain, dipengaruhi oleh disfungsi visual menerima informasi

visual dalam komunikasi dan komunikasi. Seorang anak tunanetra tidak memahami ekspresi

lawan bicara atau hanya mendengar suara. Hal ini mempengaruhi ketika lawan bicara berbicara

kepada orang lain dengan berbisik atau samar-samar, dalam hal ini dapat menyebabkan

hilangnya keamanan dan ketidakpercayaan yang cepat terhadap orang lain.

b) Kemarahan, perasaan marah juga dipengaruhi oleh keterbatasan dirinya diperoleh dar i

kabar angin atau auditori. Bercanda dan saling membicarakan dapat menyebabkan anak

tunanetra tersakiti dalam komunikasi. Perasaan marah juga harus diatasi saat mengenalkan

anak tunanetra pada lingkungannya.

c) Verbalisme,pengalaman dan pengetahuan anak tunanetra tentang konsep abstrak memiliki

keterbatasan. Hal ini dikarenakan konsep-konsep abstrak seperti fatamorgana, pelangi, dll

13
Op cit.11-12
14
Ibid.

9
memiliki bagian-bagian yang tidak dapat diubah menjadi instrumen konkrit yang dapat

menjelaskan konsep-konsep tersebut secara detail, sehingga hanya dapat dijelaskan secara

verbal.

d) Perasaan rendah diri, keterbatasan anak tunanetra mempengaruhi konsep diri. Konsekuensi

dari tunanetra adalah perasaan rendah diri saat berinteraksi dengan orang lain dan bersaing

dengan mereka. Hal ini karena visi memainkan peran penting dalam memperoleh informasi.

e) Adatan adalah upaya untuk merangsang anak tunanetra melalui panca indranya tak terlihat.

Bentuk-bentuk umum ini termasuk gerakan bolak-balik mengayunkan tubuh ke depan dan ke

belakang, menggerakkan kaki sambil duduk, menggelengkan kepala, dll.

g) Berpikir kritis, informasi visual yang terbatas dapat memotivasi anak tunanetra berpikir

kritis tentang masalah tersebut. Dibandingkan dengan anak yang cerdas, ketika mereka

memecahkan masalah, mereka memiliki banyak informasi eksternal yang dapat dipengaruhi

terutama oleh informasi visual.

h) Vertigo atau pemberani, anak tunanetra yang sudah memiliki citra diri yang baik akan

percaya diri untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan pengalamannya.

2.4. Klasifikasi Tunanetra

1 Berdasarkan waktu kejadian

a) Tunanetra prenatal dan kongenital adalah individu yang lahir tanpa penglihatan dan karena

itu tidak memiliki pengalaman visual atau penglihatan.

b) Tunanetra setelah lahir atau buta dini adalah individu yang pernah memiliki penglihatan

tetapi kehilangannya di usia muda. Tunanetra jenis ini sudah memiliki kesan dan pengalaman

visual, namun tetap tidak kuat dan mudah dilupakan.

c) Tunanetra usia sekolah atau tunanetra remaja adalah individu yang memiliki penglihatan dan

pengalaman dan kehilangan penglihatannya pada usia muda

10
d) Buta di masa dewasa adalah orang yang kehilangan penglihatannya di masa dewasa

e) Tunanetra di usia tua adalah mereka yang karena usianya kehilangan penglihatannya di usia

tua

2. Berdasarkan pandangannya

a) Tunanetra ringan (low fision) adalah orang yang mengalami gangguan penglihatan tetapi

masih dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang menggunakan penglihatannya. Salah satu ciri

low fision memakai kacamata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas 15.

b) Tunanetra setengah berat adalah orang yang kehilangan sebagian penglihatannya. Namun,

tunanetra jenis ini masih dapat mengikuti kegiatan belajar normal dan membaca teks tebal

dengan kaca pembesar.

c) Tunanetra berat adalah Orang yang tidak dapat melihat sama sekali.

3. Berdasarkan studi klinis

a) Tunanetra yang ketajaman penglihatannya masih antara 20/70 dan 20/200 dan

penglihatannya dapat diperbaiki dengan berbagai alat bantu

b) Tunanetra yang ketajaman penglihatannya kurang dari 20/200 atau bidang pandangnya

kurang dari 20 derajat.

4. Berdasarkan kelainan mata

a) Myopia (rabun jauh) adalah seseorang yang mengalami kesulitan melihat benda pada jarak

jauh, yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata minus. b) Hipermiopia (rabun dekat) adalah

seseorang yang mengalami kesulitan melihat benda dekat, yang masih dapat dikoreksi dengan

kacamata plus.

c) Astigmatisme adalah seseorang yang memiliki kelainan pada bentuk kornea yang tidak

beraturan dan mempengaruhi simetri penglihatan. Jadi harus diperbaiki dengan kaca silinder.

15
Ibid., 37-41.

11
2.5. Pembelajaran untuk anak tunanetra

Di dalam Aqila Cerdas Bukunya menguraikan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam

proses pendidikan bagi anak tunanetra, antara lain:

a) Prinsip individu

Prinsip individual adalah suatu kondisi dimana guru harus memperhatikan perbedaan siswa

tunanetra. Seperti perbedaan umum setiap siswa, cacat mental, fisik, kesehatan dan visual.

b) Prinsip pengalaman penginderaan

Pengalaman indrawi siswa tunanetra sangat penting untuk pemahaman mereka. Siswa

membutuhkan pengalaman dunia nyata dari apa yang mereka pelajari. Dengan demikian,

strategi pembelajaran guru hendaknya memungkinkan siswa tunanetra mengalami langsung

materi yang dipelajarinya.

c) Prinsip keutuhan atau totalitas

Asas totalitas mengandung arti bahwa pengajaran yang diterapkan pada siswa tunanetra harus

menggunakan seluruh fungsi panca indranya agar tetap berfungsi dengan baik. Pengertian ini

digunakan guru untuk mengidentifikasi objek yang dipelajari siswa secara utuh dan mendalam.

Misalnya seorang tunanetra ingin mengenal bentuk burung, pembelajaran terapan harus

mampu memberikan informasi yang lengkap dan baik tentang bentuk, ukuran, kenampakan

permukaan, kehangatan, suara dan ciri-ciri burung. Sehingga anak dapat mengidentifikasi

objek dengan sempurna.

d) Prinsip kegiatan mandiri.

Dalam proses pembelajaran, guru dapat berperan aktif dan sebagai inisiator dan pemberi

semangat agar anak dapat belajar secara mandiri. Pada prinsip ini, belajar tidak hanya

mendengar dan mencatat, tetapi juga merasakan dan mengalaminya secara langsung 16.

16
Aqila Smart, Anak Cacat., 83-88.

12
BAB III
Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian

1. DUKUNGAN ORANGTUA TERHADAP PRESTASI ANAK TUNANETRA DI

SEKOLAH INKLUSI

Menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, subjek penelitian ini adalah orangtua dari

tunanetra.Kemudian mengumpulkan data dengan menggunakan teknik observasi dan teknik

wawancara. Data yang telah didapat selama penelitian akan diperiksa dengan menggunakan

teknik keabsahan data seperti perpanjangan pengamatan, triangulasi, audit dengan dosen

pembimbing.

2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI

ANAK TUNANETRA DI SLB NEGERI 1 BUKITTINGGI

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Metode ini dipilih karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini

berupa kata-kata. Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah deskriptif, data yang dikumpulkan

adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Azzahro, Affifah & Kurniadi,

2017). Pendapat lain mengatakan penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian yang berusaha

menggungkapkan gejala- gejala yang terjadi di lapangan melalui pengumpulan data dari latar

alami yang memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci (Fitriyah, Chusniatul &

Rahayu, 2013).

3. FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA KEAKTIFAN BELAJAR ANAK

TUNANETRA KURANG LIHAT (LOW VISION) KELAS 3 SEKOLAH DASAR DI

SLB NEGERI 1 BANTUL

13
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Suharsimi

Arikunto (2005: 234) menyatakan bahwa “penelitian deskriptif hanya bermaksud

menggambarkan atau menerangkan gejala, tidak dimaksudkan untuk menguji

hipotesis”.

4. KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat di PK-PLK Cinta Ananda Kabupaten Sumenep

dilaksanakan dengan memberikan materi tentang:

1. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, dijelaskan klasifikasi anak berkebutuhan khusus

terdiri dari Anak dengan gangguan penglihatan, pendengaran, intelegensi, fisik dan motorik,

pervasif.

2. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus, dijelaskan tentang masing- masing karateristik

khusus dari Anak dengan gangguan penglihatan,pendengaran, intelegensi, fisik dan motorik,

pervasif.

3.2 Lokasi dan Waktu

1. DUKUNGAN ORANGTUA TERHADAP PRESTASI ANAK TUNANETRA DI

SEKOLAH INKLUSI

Di SMPN 23 Padang. Tahun 2020.

2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI

ANAK TUNANETRA DI SLB NEGERI 1 BUKITTINGGI

Penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri 1 Bukittinggi yang beralamat di Jl. Manggis

Gantiang Kecematan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi Provinsi Sumatra Barat.

Tahun 2019.

14
3. FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA KEAKTIFAN BELAJAR ANAK

TUNANETRA KURANG LIHAT (LOW VISION) KELAS 3 SEKOLAH DASAR DI

SLB NEGERI 1 BANTUL

Waktu penelitian ini dilakukan selama dua bulan pada bulan Agustus-September 2015 mulai

dari mengurus perijinan dan melakukan pengambilan data. Penelitian ini dilakukan di SLB

Negeri 1 Bantul yang beralamat di Jalan Wates Km 3, Kalibayem. Setting penelitian dilakukan

pada waktu pembelajaran di dalam kelas, ruang komputer, dan ruang musik.

4. KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pemberian materi disampaikan oleh Drs. Sambira Mambela, M.Pd dan Lutfi Isni Badiah,

S.Pd.,M.Pd pada tanggal 23 Maret 2018. Kegiatan dilaksanakan dengan menyampaikan

paparan materi kemudian dilakukan tanya jawab dan diskusi dengan orang tua anak

berkebutuhan khusus. Di akhir kegiatan dilakukan pengambilan kesimpulan dari paparan

materi tersebut oleh pemateri dan juga oleh peserta.

3.3 Hasil dan Pembahasan

1. DUKUNGAN ORANGTUA TERHADAP PRESTASI ANAK TUNANETRA DI

SEKOLAH INKLUSI

Ketika anak tunanetra tersebut berusia 4 tahun, dan keluarganya telah berdomisili di Kota

Padang, maka yang diupayakan pertama kali oleh orangtua nya adalah pendidikan bagi

anaknya, saat itu belum ada taman kanak-kanak yang menyediakan pelayanan bagi anak

berkebutuhan khusus, maka orangtua anak tunanetra ini menyekolahkan anaknya di tk biasa di

dekat rumahnya, saat sudah menjalani pembelajaran di jenjang tk, anak tunanetra ini sudah

mulai diikutsertakan lomba-lomba antar TK, seperti lomba bernyanyi, karena guru-guru di tk

15
nya sudah melihat potensi anak tunanetra ini sejak awal, maka ketika mengikuti lomba

bernyanyi, yang saat itu kebetulan salah satu jurinya ialah dosen di jurusan pendidikan luar

biasa UNP, beliau melihat potensi yang dimiliki anak tunanetra tersebut, dan setelah

pengumuman pemenang diumumkan dan anak tunanetra ini mendapatkan juara 1, lalu ibu

dosen PLB yang merupakan jurinya berbincang-bincang dengan orangtua dari anak tunanetra,

beliau menyarankan agar tamat dari TK ini anak tunanetra ini tidak disekolahkan di SLB,

karena anak tunanetra ini pintar seperti anak normal pada umumnya, jadi amat disayangkan

jika di sekolah di SLB maka tidak akan bisa bersaing, dan ibu dosen memberikan rekomendasi

untuk bersekolah di SDN 09 Koto Lua, lalu semenjak mengikuti lomba di tk, lantas banyak

lomba-lomba lain yang diikuti oleh anak tunanetra ini ketika semasa SD. Mulai dari ini lah

orangtua dari anak tunanetra menyadari bahwa anaknya tidaklah berbeda dengan anak normal

pada umumnya, mulai ketika si anak tunanetra memasuki jenjang sekolah dasar, ketika nilai-

nilai akademik nya selalu tertinggi dikelas, dan tidak menunjukkan perbedaan atau diskriminasi

yang dialami anak tunanetra di lingkungan sekolah. Sejak SD, pihak sekolah selalu melibatkan

anak tunanetra ini dalam berbagai lomba, baik yang bersifat akademik maupun non akademik,

dari sini lah mulai banyak prestasi-prestasi yang diraih anak tunanetra. Ketika prestasi dari

anak tunanetra ini sudah banyak diraih, maka dari sinilah muncul bentuk dukungan sosial yang

berupa dukungan penghargaan dan rasa bangga orangtua terhadap anaknya. Memasuki jenjang

pendidikan di tingkat SMP, anak tunanetra ini bersekolah di SMPN 23 Padang. Atas dukungan

orang tua, guru-guru di sekolah, serta guru pembimbing khusus di SMPN 23, anak tunanetra

ini selalu diikutsertakan dalam berbgi lomba, baik tingkat SMP se Kota Padang, maupun

tingkat provinsi, terakhir lomba yang diikuti oleh anak tunanetra ini adalah perlombaan di

bidang olahraga tingkat provinsi dan akan dilanjutkan ke tingkat nasional pada cabang olahraga

lari 50 meter, semua upaya dan dukungan telah dikerahkan bagi kelancaran lomba ini, baik dari

16
pihak orangtua maupun pihak sekolah terutama guru pendamping khusus, dan usaha

membuahkan hasil, anak tunanetra ini berhasil lolos mewakili Provinsi Sumbar.

2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI

ANAK TUNANETRA DI SLB NEGERI 1 BUKITTINGGI

pelaksanaan pembelajaran oreintasi dan mobilitas bagi anak tunanetra di SLB Negeri 1

Bukittinggi dapat disimpulkan bahwa rancangan pembelajaran orientasi dan mobilitas bagi

anak tunanetra di SLB Negeri 1 Bukittinggi tediri atas silabus dan RPP yang dibuat sendiri oleh

guru kelas dan berpedoman kepada kurikulum yang dimiliki sekolah kemudian disesuaikan

dengan perkembangan dan kemampuan anak tunanetra, proses pelaksanaan orientasi mobilitas

bagi anak tunanetra di SLB Negeri 1 Bukittinggi hanya dilaksanakan 2 jam pembelajaran dalam

seminggu, yang mana pelaksanaan pembelajaran terdiri dari beberapa bagian yaitu kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup, evaluasi rancangan pembelajaran dan proses

pelaksanaan pembelajaran orientasi dan mobilitas dilaksanakan sendiri oleh guru setelah

melaksanakan pembelajaran orientasi dan mobilitas dengan cara menilai langsung bagaimana

hasil pembelajaran yang sudah dilakukan.

3. FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA KEAKTIFAN BELAJAR ANAK

TUNANETRA KURANG LIHAT (LOW VISION) KELAS 3 SEKOLAH DASAR DI

SLB NEGERI 1 BANTUL

Faktor internal penyebab rendahnya keaktifan belajar anak tunanetra kurang lihat di SLB

Negeri 1 Bantul berasal dari minat subjek terhadap mata pelajaran tertentu dan motivasi belajar.

Pada mata pelajaran bahasa Indonesia, Agama, Kewarganegaraan kurang memiliki minat

belajar sehingga sikap yang ditampakkan subjek diam, lesu, kurang bersemangat, sering

mengantuk di kelas, dan cepat merasa lelah. Hal ini dikarenakan subjek belum mampu

17
membaca dan menulis dengan lancar, membaca dan menulis merupakan hal yang dirasa sulit

bagi subjek, sementara mata pelajaran tersebut lebih banyak kegiatan membaca dan menulis.

Subjek lebih berminat pada mata pelajaran Matematika, IPA, komputer, dan musik dengan

adanya penggunaan media benda konkret dan melibatkan musik selama pembelajaran. Hal ini

dikarenakan pembelajaran berbasis aktivitas dan tidak membosankan serta tidak mengharuskan

subjek untuk banyak membaca dan menulis. Rendahnya keaktifan disebabkan karena motivasi

belajar subjek rendah, dibuktikan dengan mudah menyerah dan tidak menyelesaikan soal yang

diberikan guru. Alasannya, karena materi yang diberikan dirasa sulit oleh subjek. Rendahnya

keaktifan belajar juga disebabkan adanya trauma yang dialami subjek di sekolah terdahulu.

Subjek sering mendapat sebutan sebagai “anak bodoh” dan sering ditolak masuk ke kelas oleh

guru. Subjek juga mendapat ejekan dan penolakan untuk bermain bersama oleh teman di

sekolah terdahulu. Perlakuan yang diterima subjek pada sekolah terdahulu menyebabkan

subjek kurang percaya diri, tidak mudah bergaul dengan orang lain, pendiam, serta

menyebabkan subjek menjadi kurang aktif dalam pembelajaran di kelas.

Faktor eksternal penyebab rendahnya keaktifan belajar anak tunanetra kurang lihat di SLB

Negeri 1 Bantul meliputi hubungan subjek dengan teman bergaul di sekolah dikarenakan

subjek pernah mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan baik secara verbal maupun non

verbal. Media belajar yang digunakan guru pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Agama, dan

Kewarganegaraan kurang sesuai dengan minat subjek. Guru hanya menggunakan buku tulis

dan media kartu lembaga. Orang tua terlalu melindungi subjek selama di sekolah, sehingga

subjek kurang berani dan percaya diri dalam beraktivitas. Akibatnya, kemandirian subjek

kurang berkembang.

4. KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

18
Secara umum, anak tunanetra harus belajar dengan menggunakan tulisan braille, yaitu dengan

memanfaatkan indera perabanya untuk mengidentifikasi tulisan braille. Meskipun demikian,

anak-anak tunanetra juga dilatihkan memanfaatkan sisa penglihatannya untuk berorientasi

dengan lingkungan sekitar, misalnya yang mengalami buta fungsional, mereka harus mampu

memanfaatkan sisa penglihatannya untuk membantu mereka dalam proses belajar orientasi

mobilitas. Sedangkan anak low vision juga harus dikenalkan dengan tulisan awas sehingga

tidak terbatas belajar dengan tulisan braille.

Selain membutuhkan tulisan braille untuk dapat belajar, anak- anak dengan ketunanetraan juga

memerlukan pendekatan yang berbeda pada proses belajarnya. Guru perlu menggunakan media

pembelajaran yang mirip dengan bentuk nyata (tiruan,replika), sehingga anak tunanetra dapat

memanfaatkan indera perabanya untuk membantu mendapatkan informasi dalam kegiatan

belajarnya. Namun demikian, anak tunanetra juga perlu pengalaman nyata untuk memperluas

pengetahuan dan mempermudah proses belajar seperti halnya anak- anak pada umumnya.

Lebih daripada itu, dalam lingkungan masyarakat anak-anak perlu bantuan aksesibilitas untuk

dapat memanfaatkan fasilitas umum yang tersedia. Sebagai contoh trotoar atau lantai yang

dilengkapi dengan bidang timbul yang dapat memudahkan mereka untuk mengidenfi arah

mereka berjalan. Selain itu diperlukan pula, tulisan- tulisan braile yang terpasang pada ruang

umum untuk memudahkan mereka dalam menemukan fasilitas yang mereka perlukan.

19
BAB IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

Tunanetra adalah suatu kondisi dimana penglihatan seseorang rusak atau terganggu

sebagian atau seluruhnya. Kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat, agar gangguan

penglihatan tidak menjadi penghambat perkembangan fisik dan psikisnya. Tunanetra bisa

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu prenatal (sebelum kelahiran), neonatal (saat melahirkan)

dan post natal ( setelah melahirkan). Ada juga faktor lain yang menyebabkan terjadinya

tunanetra yaitu faktor endogen seperti genetik, ada juga faktor eksogen seperti penyakit,

kecelakaan, dll.

Anak tunanetra secara fisik sama dengan anak-anak pada umumnya, namun terdapat

beberapa hal yang membedakan antara keduanya. Ada beberapa ciri-ciri atau karakteristik dari

anak tunanetra yaitu kognitif, keterbatasan atau gangguan penglihatan mempengaruhi

perkembangan dan proses belajar anak. Akademisi kemamu akademik anak tunanetra

umumnya sama dengan anak normal lainnya. Struktur tubuh, kondisi fisik yang sangat

mencolok dari seorang anak tunanetra adalah kelainan pada matanya. Motorik kemerosotan

penglihatan tidak berdampak besar pada keterampilan motorik anak. Perilaku secara tidak

langsung, kecacatan anak tunanetra mempersulit perilaku mereka sehari-hari. Pribadi dan

sosial, keterbatasan penglihatan anak tunanetra mempengaruhi keterampilan sosial mereka.

pembagian tunanetra dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kepada berdasarkan waktu

kejadian, berdasarkan pandangan, berdasarkan studi klinis dan berdasarkan kelainan mata.

4.2 Saran

Kami selaku penulis dari karya tulis ini berharap karya ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

Seseorang yang memiliki keterbatasan khususnya tunanetra bukanlah hal yang harus di

20
kucilkan dalam masyarakat, karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu

pula dengan anak tunanetra. Semoga melalui karya ini kita bisa memahami tentang tunanetra.

Bagi orang tua, agar bisa mengetahui bagaimana tunanetra, mengetahui penyebab tunanetra,

klasifikasi tunanetra, dll sehingga dapat membantu orang tua menjaga anaknya.

21
Daftar Pustaka

Ayuning Putiriana Pitaloka,Asyiharinur.dkk. (2022). Konsep Dasar Anak Berkebutuhan

Khusus. Masaliq:Jurnal Pendidikan dan Sains. Vol.2.No.1.

Febrian Kristiana,Ika & Ganes Widayanti,Costrie.(2016). Psikologi Anak Berkebutuhan

Khusus. Semarang: UNDIP Press.

Irdamurni.(2018). Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Kuningan,Jawa Barat:Goresan

pena.

Nisa,Khairun,dkk. (2018). Karakteristik Dan Kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus.

Abadimas Abi Buana.Vol.02.No.1.

Suharsiwi.(2017). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: CV Prima Print.

Utomo & Muniroh, Nadya. (2019). Pendidikan Anak Dengan Hambatan Penglihatan.Prodi.

PJ JPOK FKIP ULM PRESS.

Widiati, Sri, dkk. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: PT Luxima

Metri Media.

Widjaya, Ardhi. (2012). Seluk Beluk Tunanetra & Strategi Pembelajarannya. Yogyakarta:

Javalitera.

Yulianti, Indri & Ahmad Sopandi,Asep. (2019). Pelaksanaan Pembelajaran Orientasi dan

Mobilitas Bagi Ank Tunanetra di SLB Negeri 1 Bukittinggi. Jurnal Penelitian

Pendidikan Kebutuhan Khusus. Volume Nomor Tahun 2019.

22
23

Anda mungkin juga menyukai