Anda di halaman 1dari 6

Social Construction of Technology

- Teori Konstruksi Sosial Teknologi ( juga disebut sebagai Scot) adalah teori dalam bidang
studi Sains dan Teknologi. Para pendukung Scot -yaitu, konstruktivis sosial - berpendapat
bahwa teknologi tidak mendeterminasi (menentukan) tindakan manusia, tetapi justru
sebaliknya,yaitu teknologiterbentukuntuk menyesuaikan kebutuhan manusia. Mereka juga
berpendapat bahwa teknologi yang digunakan tidak dapat dipahami tanpa memahami lebih
dulu bagaimanasebuah teknologi yang tertanam berhubungan dengan konteks sosialnya.

Kemampuan manusia menentukan perkembangan teknologi menjelaskan bahwa manusia


memiliki kuasa terhadap teknologi. Manusia yang menentukan teknologi akan seperti apa
atau bermanfaat untuk apa. Inilah yang disebut konstruksi sosial terhadap teknologi.
Pinch dan Bijker mengonsepkan Teori Konstruksi Sosial Teknologi yang bermula dari
sepeda. Awal mula teknologi dan desain sepeda ditujukan kepada lelaki. Konstruksi sepeda
itu pun kemudian mengalami perubahan ketika kaum wanita ingin juga bersepeda. Hal itu
terjadi seiring gencarnya gerakan feminisme. Sehingga melahirkan sepeda yang secara desain
ditujukan untuk wanita. Perubahan konsep desain sepeda adalah bentuk konstruksi suatu
teknologi.
Dalam Teori Konstruksi Teknologi didapat empat kajian yang melandasinya. Landasan
pertama adalah kajian fleksibilitas interpretatif. Konsep ini diambil dari program empiris
relativisme dalam ilmu sosial dari ilmu pengetahuan, menunjukan bahwa desain teknologi
merupakan proses terbuka sehingga dapat menghasilkan hasil yang berbeda tergantung pada
keadaan sosial dari proses membangun teknologi itu sendiri. Pemaknaan bebas
memperlihatkan bagaimana sebuah artefak yang sama setelah melalui kebutuhan suatu
kelompok menjadikan artefak itu memiliki beberapa desain yang berbeda.
Landasan kajian yang kedua, menurut Pinch dan Bjiker teknologi memiliki hubungan yang
relevan dengan kelompok sosial. Pada kelompok sosial yang relevan membuat suatu
interpretasi sehingga Semua anggota kelompok sosial tertentu berbagi set yang sama, makna,
melekat pada artefak tertentu. Pengertian relevansi terjadi ketika pada kelompok lainnya
mewujudkan interpretasi berbeda pada artefak yang sama, proses negosiasi atas desainpun
terjadi. Pada setiap artefak yang digunakan oleh tiap kelompok akan mengandung makna dan
arti tersendiri setelah bernegosiasi dengan makna artefak dari kelompok lainnya.
Landasan kajian yang ketiga adalah keberakhiran dan stabilisasi. Penciptaan desain antar
kelompok yang berbeda dapat mengalami kontroversi dalam hal interpretasi gambaran
mengenai artefak teknologi. Konflik tersebut dapat selesai ketika desain artefak tidak lagi
menimbulkan masalah kepada setiap kelompok sosial yang relevan. Hal ini terjadi saat proses
interpretatif multi grup mencapai kesepakatan sehingga tidak terjadi modifikasi desain lebih
lanjut, dan artefak teknologi mencapai bentuk akhirnya yang stabil.
Kajian keempat adalah konstruksi sosial teknologi memiliki kaitan dengan aspek sosial,
budaya dan politik dimana pembangunan artefak itu berlangsung. Kelompok sosial memiliki
cara pandang berbeda dalam menjalankan nilai sosial, budaya dan politik. kelompok sosial
adalah keberagaman. Sehingga, cara kelompok sosial yang beragam dalam mengonsepkan
suatu artefak adalah melalui gagasan yang relevan antar kelompok sosial dalam
mendefinisikan proses desain aretfak teknologi tersebut.
Difusi Media dan Kontsruksi Sosial

Lalu, bagamaimana sebuah komunikasi bisa berjalan dengan baik? Bahwa untuk
berkomunikasi sangat membutuhkan media sebagai penghantar. Media yang merupakan salah
satu dari bagian teknologi ini sangat tergantung kepada manusia dan organisasi. Dalam buku
Media Now karangan Straubhaar-LaRose dan Davenport, tertulis bahwa difusi teknologi
sangat tergantung pada pengalaman seseorang saat memanfaatkan media tersebut
sebelumnya. Media ada untuk membantu kebutuhan social (Wright,1974).
Artinya, dalam konstruksi social media memegang penuh peranan sebagai transmisi
dalam sebuah proses komunikasi. Setiap orang bebas dalam memanfaatkan teknologi sesuai
dengan fungsi dan kebutuhannya. Bahkan sangat dimungkinkan untuk mengawinkan
teknologi.

Contohnya: ketika kuliah, kemajuan teknologi mahasiswa tidak lagi memerlukan


kertas untuk menulis atau mencatat penjelasan dosen. Mahasiswa bisa menggunakan tablet
sebagai sarana mencatat. Atau bisa juga dengan menggunakan computer. Namun,
keterbatasan dalam kecepatan penulisan melalui teknologi Ipad, mengharuskan mahasiswa ini
menuliskan catatan tersebut di kertas. Hal ini dikarenakan setiap ingin menambahkan note,
harus loading kembali. Kemampuan kertas yang mampu menangkap keinginan mahasiswa
dengan menulis berbagai note dalam satu lembar, menjadikannya pilihan utama bagi
mahasiswa. Sehingga, mahasiswa memutuskan untuk memanfaatkan Ipad untuk menulis
dalam bentuk diagram yang lebih ringkas, sedangkan tulisan yang lebih banyak ada di kertas
ini yang dinamakan dengan merging technology.
Dari semua teori ini dapat di ambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah bagian dari
kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial dan diri sendiri. Proses penyampaian pesan bisa
dengan memanfaatkan teknologi sangat bergantung kepada pengalaman dan behaviour
orang. Komunikasi tetaplah sebuah proses symbol to symbol. Pemanfaatan teknologi ini
sangat bergantung pula dengan budaya (culture) si pelaku proses komunikasi.
Komunikasi adalah sebuah konstruksi social. komunikasi terbangun dalam sebuah
system yang saling berkaitan satu sama lain. Teknologi media yang terus berkembang sejalan
dengan industry adalah merupakan stimulant atau alat bagi proses komunikasi. Ada nilai
interpelasi dan entertainment (kepuasan) di setiap pemanfaatan teknologi. Teknologi tidak
akan bisa berdiri sendiri. Teknologi akan sangat bergantung kepada manusia, budaya dan
organisasi.
Sebagaimana yang telah diungkapkan dalam buku Media Now (edisi 7), ada tiga
tipikal orang dalam pemanfaatan teknologi. Kategori pertama adalah orang yang mengikuti
trend, ini disebut sebagai pembentuk awal agar menjadi mayoritas sebuah teknologi. Kelas
kedua adalah orang yang hanya melihat sesuatu yang dibuat, ia disebut sebagai pengikut. Ia
bisa berubah karena mungkin organisasi lingkungan orang tersebut hidup mengharuskannya
memanfaatkan teknologi baru. Sehingga akhirnya ia pun memanfaatkan sebagai sebuah
keharusan. Sedang tipikal ketiga yaitu orang yang hanya menunggu dan disebut sebagai
tertinggal. Tipikal ini adalah orang yang sudah tidak punya pilihan. Ia masuk di dalam
kebaruan teknologi tanpa sebuah pilihan. Karena majoritas sudah memanfaatkan teknologi
baru. Contoh, handphone versi android. Awalnya hanya dipakai oleh orang-orang yang
mengikuti trend. Setelah diketahui bahwa fungsinya banyak, maka sejumlah orang mengikuti
dan akhirnya karena produksi telephone non android ditiadakan dan digantikan oleh android.
Sehingga akhirnya semua orang menggunakan hp android.
Maka, nilai teknologi dalam sebuah komunikasi bergantung kepada individu dan
culture. Bisa memberi nilai - nilai transimisi, interpelasi atau entertainment. Teknologi
deterministic pararel dengan cultural deterministic. Individu yang menententukan kapan mau
menggunakan teknologi dan keperluaannya. Komunikasi dalam konstruksi sosial. Ada di
dalam sebuah sistem yang berkesinambungan. Komunikasi adalah sebuah kebutuhan diri
sebagai manusia.

Kehidupan manusia di zaman modern ini sarat akan pengaruh media massa elektronik
yang ber-virtual learning. Sekarang belum diketahui ada berapa banyak sarjana dan spesialis
cetakan media baru sebagai salah satu wadah pendidikan holistik lintas lokasi dan birokrasi.
Mereka tak wajib keluar masuk ruang kelas untuk mendengarkan kuliah-kuliah.

Ruang konstruksi sosial sangat diwarnai oleh media baru yang mendatangkan
perubahan dan pergeseran sosial. Hanya, dampak ganda media baru perlu disikapi dengan arif
sehingga masyarakat tidak mudah terjebak dalam perangkap dekadensi moral dan spiritual.

Kebaruan media

Dunia media massa kembali mempertanyakan di manakah letak kebaruan media baru
itu? Relativitas kebaruan (newness) dunia media massa modern, menurut Terry Flew dari
Universitas Teknologi Queensland, Brisbane (2005), tampak dalam relasi humanistik antara
kemajuan teknologi-teknologi (hardware, software, serta muatannya) dan dinamika kultural
yang mencakup gaya hidup dan keadaan komunitas. Relasi lintas bidang ini mempercepat
gerak digitalisasi yang mengubah alunan irama hidup manusia secara global. Kelahiran
masyarakat informasi termasuk buah proses digitalisasi teknologi media massa.

Kebaruan media ini sebenarnya bukan terutama yang terletak pada kecanggihan
teknologi modern, melainkan tersembunyi di dalam kesadaran batiniah dan perilaku insan
media massa. Dualisme dunia media massa (sebagai pedang bermata ganda) sangat
mempengaruhi dan bahkan ditentukan oleh disposisi baru pelaku media massa. Jelas,
kebaruan ini sama sekali tidak bersifat deterministik, tetapi mendukung perubahan dan
perbaikan sosial dalam masyarakat kontemporer.

Proses globalisasi media baru akan melahirkan deteritorialisasi dunia politik,


ekonomi, dan kebudayaan. Media ini menembus sekat - sekat ruang yang membatasi
keberadaan manusia. Hanya, apakah kebaruan personal dan teknis ini dengan sendirinya akan
menjamin kemaslahatan suatu masyarakat.
Rekonstruksi sosial

Program rekonstruksi ini berusaha membentuk komunitas - komunitas berkeutamaan


(virtual communities) dengan menekankan peran telepresence dan telementoring. Tanpa
mekanisme kontrol terpadu dan menyeluruh, rencana perombakan dan rekonstruksi sosial
dari kawasan kota - kota besar hingga ke daerah-daerah terpencil hanya akan tinggal sebuah
impian saja.

Sebagai corong reformasi, media baru akan mensosialisasikan nilai-nilai keadaban


kontemporer, milasnya tanggung jawab, kejujuran, kebaikan, keadilan, kesetiakawanan
sosial, dan kesejahteraan umum. Proses internalisasi nilai-nilai berkeutamaan sosial ini
menuntut kepekaan insan pers untuk memasyarakatkan informasi - informasi konstruktif.

nation building (dan bukan politik identitas seperti sekarang!) sebagai konsensus para
arsitek negara kita dapat dijadikan acuan sistem rekonstruksi ini. Hanya, bagaimanakah aktor
utama media baru dapat mengisi kerangka rekonstruksi sosial ini dengan itikad - itikad baik
guna untuk merevisi dan mereformasi iklim sosial.

Rekonstruksi sosial ini akan berjalan baik kalau didukung personalia media baru yang
bukan hanya terampil, tetapi juga sungguh menyadari pentingnya perbaikan lingkungan
hukum, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kebudayaan, dan agama.

Proses Kelahiran Konstruksi Sosial Media Massa


Dari konten konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi sosial media massa
melalui beberapa tahapan - tahapan sebagai berikut:

1) Tahap menyiapkan materi konstruksi


Ada tiga hal penting dalam tahap atau proses persiapan materi konstruksi, yaitu:
a) Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui, saat ini hampir
tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti, media massa
digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin
penciptaan uang dan penggandaan modal. Semua elemen media massa, termasuk di dalamnya
orang - orang media massa berpikir untuk melayani kapitalisnya, ideologi mereka adalah
membuat media massa laku di masyarakat.
b) Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini adalah empati,
simpati, dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung - ujungnya adalah untuk
menjual berita dan menaikkan rating untuk kepentingan kapitalis.
c) Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada kepentingan
umum dalam arti yang sebenarnya adalah visi setiap media massa, namun, akhir-akhir ini visi
tersebut tak pernah menunjukkan jati dirinya, walaupun slogan - slogan tentang visi ini tetap
terdengar.

2) Tahap sebaran konstruksi


Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret
strategi sebaran media massa masing-masing berbeda, namun pada prinsip utamanya adalah
real-time. Media elektronik memiliki konsep real-time yang berbeda dengan media cetak
lainnya. Karena sifatnya yang langsung (live), maka yang dimaksud dengan real-time oleh
media elektronik adalah seketika disiarkan, seketika itu juga pemberitaan sampai ke pemirsa
atau pendengar. Namun bagi varian - varian media cetak, yang dimaksud dengan real-time
terdiri dari beberapa konsep hari, minggu, atau bulan. Walaupun media cetak memiliki
konsep real-time yang tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama
sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut.

3) Tahap pembentukan konstruksi


a) Tahap pembentukan konstruksi realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan telah sampai pada pembaca
dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahapan
yang berlangsung. Pertama, konstruksi realitas pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi
media massa yang terbentuk di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada (
tersaji ) di media massa sebagai suatu realitas kebenaran.

Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama.
Bahwa pilihan orang untuk menjadi pembaca dan pemirsa media massa adalah karena
pilihannya untuk bersedia pikiran - pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Ketiga,
menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif dimana seseorang secara habit
tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa
dilepaskan.

b)Tahap pembentukan konstruksi citra


Konstruksi citra yang dimaksud bisa berupa bagaimana konstruksi citra pada sebuah
pemberitaan ataupun bagaimana konstruksi citra pada sebuah iklan. Konstruksi citra pada
sebuah pemberitaan biasanya sudah disiapkan oleh orang - orang yang bertugas di dalam
redaksi media massa, mulai dari wartawan, editor, dan pimpinan redaksi. Sedangkan
konstruksi citra pada sebuah iklan biasanya disiapkan oleh para pembuat iklan, misalnya
copywriter. Pembentukan konstruksi citra ialah bangunan yang diinginkan oleh tahap-tahap
konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk
dalam dua model, yakni model good news dan model bad news. Model good news adalah
sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan
yang baik. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung
mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra buruk pada objek pemberitaan.

4) Tahap konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa memberi
argumentasi dan akunbilitas terhadap pilihannya untuk terlibat di dalam tahap pembentukan
konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi
terhadap alasan - alasannya konstruksi sosial. Sedangkan bagi pemirsa dan pembaca, tahapan
ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam
proses konstruksi sosial.

KESIMPULAN
Teknologi tidak dapat dilihat hanya sebatas artefak yang dihasilkannya, tetapi teknologi juga
dapat dilihat dari sisi keterkaitannya terhadap pemaknaan yang terungkap dari setiap
kelompok social yang bersentuhan dengan teknologi tersebut. Ketika kelompok social
tersebut memaknai sebuah artefak, maka ini merupakan proses fleksibilitas interpretative,
dimana artefak teknologi ditafsirkan dengan suatu makna yang diberikan kepada teknologi
tersebut. Pemaknaan yang tetap terbentuk, jika pemaknaan oleh berbagai kelompok social
mulai stabil dan kemudian berhenti sehingga kemudian ditutup oleh sebuah makna yang kuat
dari kelompok sosial yang dominan. Maka consensus makna terhadap artefak tersebutpun
terbentuk. Pemaknaan bebas untuk sebuah artefak dari tiap kelompok disebut sebagai
fleksibilitas interpretative terhadap artefak teknologi. Kajian yang memaknai artefak hasil
teknologi dari berbagaik kelompok social menunjukan bahwa teknologi di dikonstruksi
secara social, dimana masyarakat secara teknis membentuk teknologi untuk dapat
dimanfaatkan oleh masayarakat itu sendiri. Interfensi teknologi oleh konstruksi social ini
menjadi factor non teknis dalam memahami dan menganalisa perkembangan teknologi.

Anda mungkin juga menyukai