Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Media, khususnya media online, memegang peranan penting dalam menghadirkan
informasi yang up-to-date dan faktual kepada masyarakat. Dalam berita penyuntingan, media
online menjadi media yang sangat dikagumi khalayak karena yang cepat akses informasinya
dan mudah. Kapan saja, di mana saja, siapa saja dapat menemukan informasi menggunakan
gadget apa pun yang terhubung dengan internet. Berita dari media online juga berkisar dari
politik, ekonomi, hukum dan berita bisnis hingga berita infotainment. 
Kemajuan media online saat ini tentunya telah memudahkan masyarakat untuk
mencari relevan berita dan informasi yang akurat dan faktual. Media online disebut juga
media baru, hal-hal baru dalam media baru meliputi informasi yang disajikan dapat diakses
atau dibaca kapan saja, di mana saja, di seluruh dunia, selama ada komputer dan perangkat
lain yang memiliki koneksi internet (Romli, 2012). Media dan jurnalis menjadi satu karena
jurnalis membutuhkan media untuk menginformasikan berita yang diterimanya dan media
membutuhkan jurnalis untuk mengisi media dengan informasi ini Kegiatan meliputi media,
kegiatan yaitu pengambilan itu, pengumpulan, pengolahan dan publikasi informasi. Tentu
saja ada aturan yang harus dipatuhi oleh semua jurnalis. Wartawan sebenarnya harus bisa
melakukan persnya aktivitas sesuai dengan regulasi yang berlaku, yakni regulasi hukum dan
aturan kode etik jurnalistik. Tujuannya agar wartawan bertanggung jawab atas profesinya
yaitu mencari dan memberikan informasi secara benar.
Oleh karena itu, peran media ditentukan oleh seberapa baik informasi disajikan secara
seimbang. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memainkan peran penting dan harus
didukung dalam masyarakat demokratis, dan merupakan komponen demokratis negara dan
pemerintah. Profesionalisme seorang wartawan terkait dengan perannya dalam melakukan
kegiatan jurnalistik merupakan aspek penting yang harus dimiliki. Peran jurnalis sebagai
jembatan antara lokal masyarakat dan pemerintah adalah mewakili kepentingan publik. Salah
satu cara untuk menghasilkan berimbang beritayang mewakili kepentingan publik adalah
dengan menjaga profesionalisme jurnalis. 

Media Etika berkaitan dengan bagaimana orang media moral harus berperilaku. Etika
media adalah nilai nilai seperti kepercayaan, rasa hormat, tanggung jawab, keadilan,
kebenaran dan pengendalian diri yang harus dipraktekkan oleh orang -orang media secara
sukarela, untuk menjaga dan mempromosikan kepercayaan masyarakat dan untuk menjaga
mereka kredibilitas sendiri dan tidak mengkhianati keyakinan dari orang-orang. Penelitian ini
bersifat deskriptif . Makalah ini berfokus pada studi Media terikat oleh hukum dan etika. Data
sekunder dikumpulkan untuk penelitian ini dari buku, jurnal, website, makalah penelitian.
Etika media penting untuk penyiaran yang tepat, menghindari kesalahan penyajian informasi,
untuk menghindari konflik kepentingan. Hal ini penting untuk mempromosikan nilai-nilai
yang universal, kebenaran, akuntabilitas dan supremasi hukum kesetaraan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan sebagai
berikut: “Bagaimana keterkaitan antara media dengan hukum dan etika”.

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui Bagaimana
keterkaitan antara media dengan hukum dan etika yang berlaku.

1.4. Manfaat Penulisan


Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi tinjauan dan referensi bagi para peneliti
khususnya dalam bidang Ilmu Komunikasi serta memberikan kontribusi terhadap
perkembangan peneliti dalam mendalami tentang keterikatan media dengan hukum dan etika
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media
Menurut Nahida Begum N (2014), Media berperan sebagai penyebar informasi dan
saluran komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Media mendidik masyarakat
dengan memberikan kekayaan informasi yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dan
politik ekonomi masyarakat. Meningkatnya tuntutan etika media, mendorong banyak
organisasi media untuk membingkai kode etik tertentu untuk mengatur kinerja karyawan dan
untuk melindungi diri mereka dari peraturan dan regulasi pemerintah. Matthias Rath (2003),
menggambarkan hubungan antara empirisme dan etika. Etika media membutuhkan
empirisme. Baginya "empirisme" berarti penelitian metodis yang berusaha menggambarkan
secara langsung atau realitas yang dapat dipahami tidak langsung, yang melihat dirinya
sebagai fondasi dari semua model yang mencoba menjelaskan ini realitas. Etika termasuk
disiplin. Etika bergantung pada penelitian empiris yang mengacu pada bidang masing masing
tindakan agar dapat mengeluarkan pernyataan yang masuk akal yang mencakup legitimasi
bidang kegiatan.. Voltmer (2013, hlm. 129-130) mencatat, bahwa "organisasi media
menggabungkan berbagai seringkali norma, mode operasional, dan kebijakan regulasi yang
bertentangan, yang ada secara paralel dan terkadang hampir tidak mungkin untuk
didamaikan. McQuail (2005) menyatakan bahwa Media harus memberikan prioritas dalam
berita dan informasi untuk menghubungkan dengan negara berkembang lainnya yang dekat
secara geografis, budaya atau politik.

2.2 Etika dan Hukum


Etika adalah pengawas batin dari moralitas yang layak, cita-cita dan pendapat yang
digunakan orang untuk menganalisis atau menafsirkan situasi dan kemudian memutuskan apa
cara yang benar untuk berperilaku.  Menurut Macquarie Dictionary of Australian English,
etika adalah suatu sistem ideologi yang layak yang dengannya gerakan dan saran individu
dapat dimediasi benar atau salah. Jay-black dan Chris Robert dalam bukunya “Melakukan
Etika di Media'', menyatakan bahwa Etika berasal dari banyak kata, salah satunya adalah
bahasa Yunani “Ethos” yang berarti watak atau yang dimaksud dengan akhlak yang baik.
Berita sangat penting di media. Berita, data, materi juga disebut sebagai etika informasi yang
merupakan cabang moral yang berkonsentrasi pada hubungan antara konstruksi, organisasi,
penyiaran, penggunaan informasi, nilai-nilai moral dan kode etik yang memimpin perilaku
manusia dalam masyarakat. Ini memberikan penting agenda untuk mempertimbangkan
masalah etika mengenai privasi berita, agensi moral, masalah konservasi baru, masalah yang
timbul dari siklus hidup informasi. 
Lasson (2009) mengungkapkan bahwa Independensi sangat penting bagi etika media.
Amerika Serikat dan Inggris menyumbangkan 'objektivitas' sebagai prinsip substansial dalam
kaitannya dengan profesional jurnalisme. Untuk menjaga objektivitas, reporter atau jurnalis
perlu bergantung pada norma-norma tertentu yang merupakan saksi mata peristiwa,
konfirmasi fakta dengan berbagai sumber dan mencoba untuk menyajikan semua aspek
penting dari sebuah berita. Plaisance (2009), menggambarkan Idealisme dan Relativisme
sebagai prinsip penting etika dalam media. Idealisme berarti perasaan mencari tujuan
filantropi dan Relativisme adalah kepercayaan untuk memutuskan apa yang benar dan apa
yang salah. Hal ini mengandalkan keterampilan sendiri dan hak internal. Menurut Ralph. E
Hanson (2015) etika media berkaitan dengan nilai, aturan, regulasi, yang berlaku untuk
semua jenis media. Etika itu bermacam-macam, etika media adalah salah satunya yang tidak
mudah dipahami karena berkaitan dengan organisasi khusus atau profesi. Esan (2016, p.8)
mengemukakan bahwa Media berpengaruh sehingga mereka berlimpah dan mengedarkan
pengetahuan dan sudut pandang tertentu. Baik di kota atau desa terpencil, bahkan ketika
orang tidak secara aktif mencarinya, mereka didekati dengan berbagai bentuk komunikasi.
Media bersifat universal, lebih mudah diambil melalui variabilitas platform. Demokratisasi
media saat ini berarti orang-orang selain operator media profesional terlibat secara aktif
dalam pembuatan dan distribusi konten.
Hukum dan etika media komunikasi merupakan peraturan perilaku formal yang dipaksakan
oleh otoritas berdaulat, seperti pemerintah kepada rakyat atau warga negaranya. Dalam ranah
media massa, ada beberapa regulasi yang mengatur penyelenggaraan dan pemanfaatan media
massa. Selain undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang dibuat oleh lembaga
legislatif ataupun pemerintah tersebut, perlu adanya pedoman berperilaku lain yang tidak
memberi sanksi fisik, baik berupa penjara atau denda, namun lebih pada sanksi moral untuk
mengatur manusia dalam berinteraksi dengan media yang memiliki aspek yang kompleks
berupa etika (Wilensky, 2005: 167).
Etika merupakan suatu perilaku yang mencerminkan itikad baik untuk melakukan suatu tugas
dengan kesadaran, kebebasan yang dilandasi kemampuan. Dalam konteks komunikasi, maka
etika yang berlaku harus sesuai dengan norma-norma setempat. Pertimbangan etis bukan
hanya di antara baik dan buruk, juga harus merujuk kepada patokan nilai, standar benar dan
salah. Setiap profesi memiliki kode etik, yaitu norma yang berasal dari suatu komunitas
professional sebagai acuan nilai bagi pelaku profesi. Etika suatu profesi mengandung
orientasi sosial dalam menghadirkan profesinya agar punya figur dan martabat di tengah
masyarakat. Ashadi Siregar menyatakan ketika belajar etika komunikasi, biasanya bertolak
dari dua sumber, pertama berkaitan dengan teori normatif dalam melihat interaksi media
sebagai institusi sosial dengan institusi lainnya dalam struktur sosial. Sumber kedua
mengenai teori moral yang mendasari perilaku dari pelaku profesi media. Perilaku dari
pengelola media pada hakikatnya lahir dari preferensi yang terbentuk dalam diri setiap orang
(Siregar, 2006: 7). Dalam perspektif komunikasi, untuk mengukur kualitas etika yang baik,
dapat dilihat dari sejauhmana kualitas teknis berkomunikasi sesuai dengan nilai-nilai
kebaikan yang berlaku. Etika komunikasi ini kadang sering dilupakan oleh sebagian oknum
media massa dalam memberikan beritanya kepada publik, dengan dalih kebebasan dan nilai
berita. Etika media diperumit oleh standar kinerja yang berbeda-beda yang dibuat oleh media
massa untuk diri mereka sendiri. Hal ini diperumit lagi oleh rentang ekspektasi dalam audiens
massa. Satu standar etika tidak mungkin berlaku untuk semua media massa (Vivian, 2008:
619). Etika media lebih bersifat institusional daripada bersifat publik, misalnya kode etik
jurnalistik dibuat untuk menjaga kredibilitas wartawan dan pekerja media dengan
menerapkan standar profesi kewartawanan yang harus dipatuhi.

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Etika Media
Etika media adalah subdivisi dari tindakan dunia nyata dan pertimbangan moral
mereka di bidang kehidupan publik, pribadi dan profesional, kesehatan, hukum, teknologi
dan kepemimpinan yang berhubungan dengan moral dan standar media. Hal ini juga dikenal
sebagai Etika Jurnalistik. Komunikasi yang etis membantu orang untuk tumbuh secara
maksimal, dengan menekankan nilai individu lain. Kedua belah pihak dalam pertukaran
komunikasi dapat diandalkan, dihargai dan dihargai untuk memiliki komunikasi yang positif.
Seseorang tidak dapat membayangkan hidup tanpa aturan, nilai, dan etika. Hukum dan etika
adalah untuk semua orang yang mencakup individu, bisnis, masyarakat, jurnalis, dan media.
Kekuatan dan inspirasi menipu dari media sudah lama terwujud. Organisasi media dan
jurnalis menyediakan dan menyebarkan informasi untuk kesejahteraan publik. Shiela Reaves
(1989) dalam artikelnya, "Digital Alteration of Photographs in Magazines: An Examination
of the Ethics" membahas isu-isu etika Media dalam fotografi. Peningkatan dalam sistem
Fotografi memungkinkan media untuk menampilkan gambar yang memproduksi citra
keaslian yang lebih baik kepada pembacanya melalui surat kabar dan majalah. Seperti yang
dinyatakan Reaves,komputer teknologi foto yang baru memungkinkan editor untuk
mengubah konten gambar fotografi, warna, dan objek atau orang dapat dihapus atau
ditambahkan ke gambar. Negatif juga dapat dihasilkan dari gambar yang diubah untuk
membuktikan bahwa foto itu nyata. Kode etik jurnalistik didasarkan pada premis bahwa
media berita hadir untuk memberikan warga negara informasi yang dibutuhkan agar dapat
berfungsi dalam masyarakat yang bebas dan demokratis.etis Tanggung jawab seorang
Jurnalis atau reporter media adalah menyediakan informasi dengan memenuhi kebutuhan
masyarakat. Isu yang adil dan terkini harus disampaikan kepada masyarakat secara akurat,
mengumpulkan dan menyajikan cerita baru sesuai kompleksitasnya, Menyajikan perspektif
yang beragam, Memantau pemerintah dan perusahaan. Pelaporan media yang bertanggung
jawab meliputi: Memastikan keakuratan (walaupun itu berarti menyebabkan penundaan),
Melaporkan kebenaran, Tetap setia kepada warga negara dengan mengutamakan kepentingan
publik di atas segalanya, Media harus melakukan pengamatan dan ketidaksetujuan yang tepat
terkait dengan informasi yang dikumpulkan. Media harus mengumpulkan informasi dengan
tujuan yang jelas dan tidak memihak. Menurut Stephen JA Ward,digital etika media
bertransaksi dengan isu-isu etika dan aturan media berita digital yang berbeda. Ini terdiri dari
jurnalisme online, blogging, jurnalisme foto digital, jurnalisme warga, dan media sosial.
3.2. Kode Etik Media
Kode Etik Media adalah akselerator dalam memberikan informasi yang berharga bagi
perkembangan masyarakat dan masyarakat tetapi terkadang media untuk keuntungan atau
keuntungan pribadi mencemarkan nama baik atau menyalahkan orang/lembaga dengan
menulis terhadap individu/lembaga dalam berita. Kode etik penting untuk diikuti untuk
mengendalikan penyuapan, pencemaran nama baik, kecurangan, pemerasan, keuntungan
pribadi, dll. Etika media adalah subdivisi dari dunia nyata kegiatan, prinsip dan pertimbangan
moral di bidang kehidupan publik, pribadi dan profesional, kesehatan, hukum , teknologi dan
kepemimpinan. ` Jalannya tindakan seseorang tergantung pada ketersediaan moral informasi.
Melisande (2009) mengungkapkan bahwa Etika media berupaya menghindari dominasi
peredaran materi; multiplisitas, perbedaan isi media, fokus pada objektivitas dengan
mempertimbangkan semua aspek dari suatu isu, yang meningkatkan tingkat kebenaran dalam
pemberitaan. Menurut Pasal 3 Kode Etik Media Elektronik, jurnalis harus menghindari
stereotip dan prasangka ketika meliput suatu masyarakat. Mereka harus menentang lawan
bicara yang mengekspresikan stereotip dan prasangka dalam wawancara dan diskusi.

3.3. Kebebasan Media


Kebebasan media sangat penting dalam mencapai prinsip-prinsip etika: kebebasan
media merupakan prasyarat yang sangat diperlukan untuk mempraktikkan jurnalisme secara
efektif. Bahkan dalam situasi kebebasan penuh media, para jurnalis mengalami situasi di
mana mereka tidak sepenuhnya yakin tentang kelayakan bertindak. Media yang menderita
karena kurangnya kebebasan bahkan tidak dapat berpikir untuk mematuhi prinsip-prinsip
etika profesional. Etika menderita terutama dalam situasi ketika jurnalis dikurung dari
kebebasan berekspresi, atau ketika fokus pada memuaskan kepentingan pemilik dan tidak
fokus dalam mematuhi norma-norma etika. Yang pasti, kebebasan bermedia yang diatur oleh
kode, peraturan dan undang-undang membuat kita lebih perhatian, namun wartawan dan
media tempat mereka bekerja akan ikhlas jika terlepas dari etika tidak memperhatikan
hukum. Dengan kata lain, peran utama media adalah menyediakan informasi, pendidikan,
berita, dan acara berkualitas kepada masyarakat. Informasi tersebut harus segar, disajikan
secara adil dan profesional serta sesuai dengan etika profesi jurnalistik dan dengan
menghormati hak orang lain. Menghindari situasi konflik kepentingan, keyakinan politik dan
pribadi selama bekerja tetap menjadi utama tantangan bagi jurnalis dalam pekerjaan sehari-
hari mereka untuk menginformasikan secara adil dengan cara yang tidak memihak dan bebas
dari campur tangan politik. Surat kabar asing terkemuka dan serius memberikan banyak
perhatian dan memberikan prioritas mutlak dan akurat, pelaporan yang adil dan profesional,
bukan hanya karena takut merusak citra mereka, tetapi juga karena tanggung jawab di depan
hukum dan hukuman akhirnya dalam kasus-kasus ketika tidak benar, tidak akurat atau
pencemaran nama baik cerita muncul dalam konten mereka. Informasi yang dimiliki oleh
jurnalis media serius tidak dapat digunakan untuk kepentingan pribadi, kelompok, politik,
sehingga tidak bias menjadi acuan untuk berkembang menjadi lembaga yang bertanggung
jawab melayani publik. Terlebih lagi, tidak seorang pun tidak boleh dan tidak berhak
mempublikasikan informasi yang tidak akurat dan tendensius, tuduhan yang tidak berdasar
justru sebaliknya harus diadili dan akibatnya harus membayar mahal karena bertindak tidak
bertanggung jawab. Penghormatan terhadap privasi yang diatur oleh tindakan hukum,
perlindungan sumber, menahan diri dari memeras kolega, profesional, warga negara dan
sejenisnya, adalah salah satu prinsip penting yang perlu dikejar oleh jurnalis dan media serius
di negara-negara demokrasi - negara yang memiliki politik dan institusional budaya, dan
menumbuhkan rasa hormat terhadap etika profesi jurnalistik. Ketika jurnalis, editor, dan
pemilik media di atas segalanya, menghormati peraturan dan kode etik, maka menghindari
kebencian ujaran di depan umum menjadi tugas yang mudah untuk dilakukan. Patut
disebutkan pada kesempatan ini adalah fakta bahwa kode etik mengatur berbagai prosedur
operasional di media, dan sekaligus hubungan antara media dan publik. Kode etik di seluruh
dunia dimaksudkan untuk melestarikan nilai-nilai pribadi; untuk memerangi penyebaran
kebohongan dimana mana dan terhadap semua orang, untuk mencegah ujaran kebencian
terhadap kelompok etnis, ras, agama dan politik, serta tindakan ofensif berorientasi gender;
untuk mencegah privasi dan berbagai nilai publik, seperti: keamanan nasional, ketertiban
umum, ketertiban konstitusional (demokratis) dll. Kurangnya etika editing dan
profesionalisme media sering bermanifestasi dengan leksem rasial, ujaran kebencian dan
bentuk-bentuk pendekatan tidak profesional lainnya. Namun, dalam sebagian besar kasus,
ekspresi kosakata tersebut tidak sistematis, institusional, atau propagandis.

BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Media memegang peranan penting dalam menghadirkan informasi yang aktual dan faktual
kepada masyarakat. Kemajuan media online saat ini tentunya telah memudahkan masyarakat
untuk mencari relevan berita dan informasi yang benar. Peran media di ruang publik dalam
membentuk opini publik, menyusun debat publik dan membuat pemerintah bertanggung
jawab kepada rakyat patut dipuji. Ini menyediakan link komunikasi antara individu dan
kelompok. Semua media menghormati reputasi negara dan kepentingan penduduk. Media
harus selalu memberikan benar informasi yang dan memadai kepada otoritas, kelompok,
perusahaan, organisasi atau penduduk lain. peran media nilai utamanya adalah dalam
menafsirkan standar dasar masyarakat tentang benar dan salah dalam lingkungan kerja
pegawai negeri. Peran media sangat masuk akal dengan mengikuti etika media, bekerja dalam
kerangka hukum, nilai-nilai, keyakinan dan juga dituntut untuk mencapai hasil yang efektif
dan efisien untuk menyeimbangkan utilitas, hak, keadilan dan kepentingan pribadi. Fokus
media pada margin keuntungan yang tinggi, sensasionalisme, tingkat ketidaktepatan yang
tinggi dalam memberikan informasi kepada publik, kesalahan yang dibiarkan tidak
diperbaiki, liputan isu-isu penting yang buruk adalah beberapa masalah saat ini di media yang
mengangkat masalah etika. Cara etis untuk mencapai tanggung jawab lebih sulit, tetapi semua
orang media harus siap menghadapi seperti itu tantanganjika mereka ingin melindungi
kemurnian media mereka. Kode etik universal harus diikuti tanpa perbedaan budaya dan
ekonomi dalam berbagai tradisi media.

Daftar Pustaka

Asep Syamsul M. Romli. 2012. Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online.
Bandung. : Nuansa Cendikia.
Nahida Begum N., Media Ethics: Different Perspectives. Department of Political Science,
Bangalore University.
Matthias Rath, Media Assessment: The Future of Media Ethics, Published in: Angela
Schorr/William Campbell/Michael Schenk (Eds.): Communication.
Voltmer, K. (2013) The media in transitional democracies. Cambridge: Polity Press.
McQuail, D. (2005) McQuail’s Mass Communication Theory. 5th Edition, Sage
Publications Ltd., London.
Geetali Tilak. (2020).THE STUDY AND IMPORTANCE OF MEDIA ETHICS.
International Journal of Disaster Recovery and Business Continuity Vol.11, No. 1 (2020),
pp. 448- 466.
Lasson, K. (2009). Betraying truth: ethics abuse in Middle East reporting. Journal for the
Study of Antisemitism. Retrieved from http://www.jsantisemitism.org/
Plaisance, P. L. (2009). Media ethics: Key principles for responsible practice. Los Angeles:
Sage.
Hanson, R. E. (2015). Mass Communication: Living in a Media World. Los Angeles: Sage.
Esan, O. (2016). Introduction: Media practices and national challenges
Wilensky, Harold. D. (2005). Mass Society and Mass Culture: Interdependence or
Independence. St. New York: Martin’s Press Inc.
Siregar, Ashadi. (2006). Etika Komunikasi. Yogyakarta: Pustaka.
Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana.
Jay Black and Chris Roberts, “Doing Ethics in Media, Theories and Applications
Reaves, Shiela. Digital Alteration of Photographs in Magazines: An Examination of the
Ethics. Paper presented at the Annual Meeting of the Association for Education in
Journalism and Mass Communication, 1989.
Melisande Middleton “Social Responsibility in the Media” Center for International Media
Ethics, Oxford University, March 2009
Sabedini, Musa, "Journalism Ethics and Law" (2014). UBT International Conference. 32

Anda mungkin juga menyukai