Anda di halaman 1dari 7

Dalam artikel jurnal yang saya tinjau dengan judul “Persimpangan Kebebasan

Berekspresi dan Tanggung Jawab Sosial pada Regulasi Jurnalisme Digital di Indonesia”
penulis banyak berbicara perihal bagaimana di era digital saat ini kebebasan berekspresi dan
tanggung jawab di Indonesia terutama pada bidang jurnalisme. Pada prakteknya jurnalisme
mempunyai dua elemen penting yaitu kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial, pada
media konvensioanal maupun media digital. Perkembangan teknologi mempengaruhi dunia
jurnalisme, media digital akan selalu bertransformasi dan berkolaborasi dengan jurnalisme.
Media digital yang hadir pada saat ini merupakan manifestasi dari media-media sebelumnya,
dalam hal ini tekonolgi hanya sebagai pembantu bukan sesuatu yang mampu untuk
mempengaruhi nilai atau value dari jurnalisme. Jurnalisme saat ini dan dahulu dibedakan oleh
hipertekstualitas, interaktivitas, non-linearitas, penggunaan multimedia, konvergensi,
customization, dan personalisasi. Teknologi dan manusia dipandang sebagai kolaborasi yang
membuat ekosistem berjalan, dalam hal ini walaupun jurnalisme konvensional dan digital tidak
jauh berbeda, namun dampak yang timbul memiliki nilai yang berbeda dan inilah yang
dinamakan esensi dari kebebasan.

Dalam artikel jurnal ini penulis mempertanyakan bagaimana konsep kebebasan pada
regulasi jurnalisme media di Indonesia. Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengetahui
elaborasi konsep kebebasan berekspresi sebagai pondasi atas kebebasan pers, serta tanggung
jawab sosial sebagai konsekuensi logis dari kebebasan sebenarnya. Posisi penulis dari kajian
pustaka objektif, penulis melihat dari berbagai tulisan dan buku dan mencoba melakukan
perbandingan antara satu tulisan dengan lainnya kemudian mencoba untuk mengambil
kesimpulan. Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan desk study dengan
pendekatan ekplanatori. Dalam hal ini desk study sebagai penjelas mengenai objek penelitian
secara elaboratif melalui tiga tahapan; Pertama, penulis berusaha mengelaborasi seperti apa
artikulasi kebebasan berekspresi dalam dunia media digital. Kedua, penulis mencoba untuk
membentuk sebuah logika berpikir kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial yang
diimplementasikan dalam praktek jurnalisme digital. Ketiga, elaborasi dari kedua hal tersebut
yang akan menjadi modal atau milestone untuk membaca Undang Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik sebagai hasil dari sistem normatif yang mengatur mengenai jurnalisme
digital di Indonesia. Ketiga tahapan inilah yang menjadi dasar bagi penulis untuk menganalisis
dan basis elaborasi untuk menggunakan explanatory approach dalam penelitian tersebut.

Penulis mendapatkan beberapa hal yang penting mengenai kebebasan berekspresi di


dunia digital terutama bagi jurnalisme. Kebebasan terdiri dari tiga bagian, yaitu kebebasan
untuk berpendapat, kebebasan untuk bercita-cita dan kebebasan untuk beekumpul, ketiga
kebebasan tersebut sah dan tidak akan ada yang melarang selama perbuatan tersebut tidak
mengganggu kehidupan orang lain. Perspektif elaborasi yang digunakan yaitu manusia
ditempatkan sebagai aktor di ekosistem media digital, maksudnya walaupan media digital
sebagai bentuk fisik namun nilai yang muncul dari medium tersebut tidak lepas dari perbuatan
manusia. Pada konteks jurnalisme digital hal ini diimplementasikan dari seorang aktor
berhubungan dengan dunia jurnalisme digital, seperti seorang jurnalis yang memanfaatkan
media sosial untuk mendeliberalkan informasi, bagaimana editor dan masyarakat terlibat dalam
proses gatewatching atau pada Chief Operations Officer (COO) menciptakan ambient yang
nyaman dalam platform berita yang ia kelola. Indonesia sebagai negara yang menganut sistem
demokrasi menjunjung tinggi kebebasan, kebebasan merupaka hal yang esensial dalam
kehidupan politik dan sosial. Seharusnya tidak ada yang mampu untuk mengendalikan ekspresi
seseorang, karena dengan adanya kebebasan berekspresi memberikan ruang bagi masyarakat
untuk mengemukakan pendapat dan ekspresinya di ruang publik dan memberikan ruang
berpartisipasi sebagai pihak yang mampu mengontrol pemerintahan atau penguasa.

Agar tercapainya kebebasan berekspresi paling tidak ada tiga syarat utama agar
kebebasan tersebut dapat terlaksana, pertama yaitu informasi yang didapat oleh masyarakat
mencukupi. Kedua, masyarakt diperbolehkan untuk menyebarluaskan informasi. Ketiga,
masyarakat dibebaskan untuk mendiskusikan perihal informasi yang mereka terima. Namun
satu hal yang perlu diingat kebebasan yang dimaksud bukan kebebasan sewenang-wenangnya,
kebebasan dalam konteks ini perlu memiliki batasan agar tercapainya keteraturan dan
kerukunan. Pembatasan dilakukan bukan untuk merenggut hak individu atas kebebasan, tetapi
mengarah pada kebebasan harus mempertimbangkan tanggung jawab sosial. Kebebasan juga
terdapat pada dunia jurnalisme, kebebasan berekspresi berlaku untuk seluruh media dan
jurnalisme, baik pada media cetak, penyiaran (televisi dan radio), dan media digital. Kebebasan
berekspresi yang diwujudkan pada jurnalisme digital dielaborasikan dengan pertimbangan
kebebasan berekspresi sebagai pondasi yang berlaku bagi keseluruhan media digital. Tentu
kebebasan tidak bersifat mutlak, banyak muncul tantangan yang terkadang menghadang
kebebasan tersebut.

Regulasi bisa menjadi jalan tengah dari semua kebingungan tersebut, karena dengan
adanya sebuah peraturan yang disepakati bersama maka semua orang akan menurut terhadap
regulasi tersebut. Alsan mengapa media memerlukan regulasi yaitu: Pertama, dengan adanya
regulasi masyarakat mampu untuk memiliki kualitas informasi tertentu, membantu
mendapatkan informasi yang kredibel dan bisa dipertanggungjawabkan. Kedua, kerap sekali
media disalahgunakan karena media merupakan sarana yang empuk untuk pelaku ekonomi
menggaet konsumen sebesar-besarnya, dengan adanya regulasi masyarakat akan lebih mudah
untuk memilah hal-hal penting yang menguntungkan diri masing-masing. Ketiga, negara yang
kaya akan perbedaan tentunya memiliki budaya dan kebiasaan masing-masing, oleh sebab itu
harus ada suatu regulasi yang bisa menjadi standard bersama untuk berekspresi agar terciptanya
masyarakat yang rukun dan adil. Hasil dari penelitian tersebut sudah cukup menjawab dari
pertanyaan yang penulis coba tanyakan, karena telah dijabarkan secara detail arti dari
kebebasan berekspresi dan batasan dari berekspresi seperti apa.

Kesimpulan dari artikel tersebut yaitu jurnalisme digital merupakan bentuk baru dari
jurnalisme konvensional, mulai dari praktik, alat yang digunakan, cara kerja dan distribusi
informasi. Jurnalisme digital melahirkan istilah baru yaitu gatewatching yang membuat
siapapun punya ruang untuk berkontribusi dalam jurnalisme, dengan adanya jaringan saat ini
siapapun mampu mengakses informasi seluas-luasnya. Kebebasan berekspresi ini muncul
bersamaan dengan tanggung jawab sosial, regulasi sebagai medium yang mengatur segala
batasan tersebut. di Indonesia ada Undang Undang Informasi dan Transaksi (UU ITE).
Undang-undang ini lahir untuk menjaga arus informasi dan transaksi informasi pada ruang
lingkup media digital di Indonesia, namun penulis memberikan kritikan terhadap undang-
undang ini karena menganggap belum mampu untuk mewadahi pembatasan kebebasan bagi
jurnalisme. Masyarakat dan jurnalisme sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab sosial
tentunya harus sudah dijamin dalam undang-undang tersebut. Oleh sebab itu tanggapan saya
mengenai tulisan ini yaitu tulisan ini sudah cukup baik karena telah menjabarkan secara detail
mengenai kebebasan, seperti apa kebebasan di Indonesia, peran masyarakat terutama
jurnalisme dalam kebebasan, bahkan memberikan gambaran mengenai regulasi yang mengatur
kebebasan dalam dunia informasi digital terutama. Tulisan ini juga telah mencakup banyak hal
dan memberikan penjelasan yang komprehensif serta mudah untuk dipahami.

Jumlah kata: 1.005 kata

Referensi:

Allen-Robertson, James. 2016. “The materiality of digital media: The hard disk drive,
phonograph,
magnetic tape and optical media in technical close-up”. New Media & Society, 19(3), 455–
470.
doi:10.1177/1461444815606368.
Anderson, C.W. 2013. Rebuilding the News: Metropolitan Journalism in The Digital Age.
Philadelphia:
Temple University Press.
IPTEK-KOM, Vol. 22 No. 1, Juni 2020: 77 - 93 eISSN 2527 - 4902
| 92
Anggara, et.al. 2010. Kontroversi Undang-undang ITE. Jakarta : Defrag Publishing.
Bertens, K. 2013. Etika. Yogyakarta: Kanisius.
Castells, M. 2009. Communication Power. Oxford: Oxford University Press.
Chadwick, A. 2013. The Hybrid Media System: Politics and Power. New York: Oxford
University Press.
Couldry, Nick. 2012. Media, Society, World: Social Theory and Digital Media Practice.
Cambridge: Polity
Press.
Czarniawska, Barbara.2014. Social Science Research: From Field to Desk. Thousand Oaks,
New Delhi: Sage
Publications.
Darmanto. 2015. “Kebijakan Penyiaran untuk Mendukung Pembinaan Bahasa Indonesia”.
IPTEK-KOM,
Vol.17, No.2, Desember 2015: 129-142. http://dx.doi.org/10.33164/iptekkom.17.2.2015.129-
142.
Dutton, William H, etc. 2011. Freedom of Connection Freedom of Expression : The
Changing Legal and
Regulatory Ecology Shaping the Internet. Unesco : Unesco Publishing.
https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000191594.
Fink, Arlene. 1998. Conducting Research Literature Review: From Paper to Internet.
Thousand Oaks, New
Delhi: Sage Publications.
Flew, Terry. 2014. New Media 4th Edition. South Melbourne, Victoria: Oxford University
Press.
Franklin, B. 2014. “The Future Of Journalism”. Digital Journalism, 2(3), 254–272.
doi:10.1080/21670811.2014.930253.
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan, dan Prornografi.
Yogyakarta:
Kanisius.
Hallin, D.C., Mancini, Paolo. 2004. Comparing Media System. New York : Cambridge
University Press.
Hjarvard, S. 2008. “The Mediatization of Society: A Theory of Media as Agents of Social
and Cultural
Change”. Nordicom Review, Vol 29 (2): 105-134. DOI: https://doi.org/10.1515/nor-2017-
0181.
Hjarvard, S. 2013. The Mediatization of Culture and Society. London, New York: Routledge.
Kawamoto, Kevin. 2003. Digital Journalism: Emerging Media and the Chaning Horizons of
Journalism.
Lanham, Boulder, New York, Toronto, Oxford: Rowmand & LIttlefield Publishers, Inc.
Lievrouw, A Leah. 2006. The Handbook of New Media. Thousand Oaks, London : Sage
Publications.
Lister, Martin, et.al. 2008. New Media A Critical Introduction 2nd Edition. London, New
York : Routledge.
Lupac, Petr. 2018. Beyond the Digital Divide: Contextualizing the Information Society.
United Kingdom,
North America, Japan: Emerald Publishing.
Ragnedda, Massimo., Muschert, Glenn W. 2015. “Max weber and Digital Divide Studies”.
International
Journal of Communication, Vol 9: 2757-2762.
McQuail, Denis. 2010. Mass Communication Theory 6th Edition. Los Angeles, London, New
Delhi,
Singapore, Washington: Sage Publications.
Mill, John Stuart. 2005. On Liberty: Perihal Kebebasan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Miller, Dale E. 2010. J.S. Mill: Moral, Social, and Political Thought. Cambridge, Malden:
Polity Press.
Morris-Suzuki, Tessa. 2011. Beyond Computopia. New York: Routledge.
Negroponte, Nicholas. 1996. Being Digital. London: Coronet Books
O’Rourke, K.C. 2003. John Stuart Mill and Freedom of Expression. London, New York:
Routledge.
Parikka, Jussi. 2012. What is Media Archeology. Cambridge: Polity Press.
Peters, Michael A. 2020. “Digital Socialism or Knowledge Capitalism”. Educational
Philosophy and Theory,
Volume 52, 2020, Issue1.. https://doi.org/10.1080/00131857.2019.1593033.
Phillips, Fred., et.al. 2017. “The Knowledge Society’s Origins and Current Trajectory”.
International
Journal of Innovation Studies, 1: 175-191. https://doi.org/10.1016/j.ijis.2017.08.001.
Picard, R. G. 2014. “Panel I: The Future of the Political Economy of Press Freedom”.
Communication Law
and Policy, 19(1), 97–107. doi:10.1080/10811680.2014.860832..
Rianto, Puji. (2019). “Perbandingan Paradigma Otoritarianisme dan Demokrasi dalam
Regulasi Media
Massa di Indonesia”. IPTEK-KOM, Vol.21, No.2, Desember 2019: 123-138. DOI:
http://dx/doi.org/10.33164/iptekkom.21.2.2019.123-138.
IPTEK-KOM, Vol. 22 No. 1, Juni 2020: 77 - 93 eISSN 2527 - 4902
| 93
Robertson, James Allen. 2017. “The Materiality of Digital Media: The Hard Disk Drive,
Phonograph,
Magnetic Tape, and Optical Media in Technical Close Up”. New Media and Society 2017,
Vol 19
(3): 455-470. DOI: https://doi.org/10.1177/1461444815606368.
Schroeder, Ralph. 2017. “Toward a Theory of Digital Media”. Information, Communication,
and Society.
Routledge. DOI: http://dx.doi.org/10.1080/1369118X.2017.1289231.
Soukup, Paul A. 2015. “Smartphones”. Communication Research Trends, 34(4), 3-39.
Steensen, Steen., et.al.2019. “What Does Digital Journalism Studies Look Like?” Digital
Journalism,
Volume7: 320-342. https://doi.org/10.1080/21670811.2019.1581071.
Stephenson, Randall. 2019. “A Truth-Seeking Justification for Press Freedom?” Oxford
Journal of Legal
Studies, Volume 39, Issue 3, Autumn 2019, Pages 681-704.
https://doi.org/10.1093/ojls/gqz012..
Virajati, Cakra., Setianto, Widodo Agus. (2019). “Kebijakan redaksi Media dalam
Pemberitaan
Kehumasan.” IPTEK-KOM, Vol.21, No.1: 59-73.
http://dx.doi.org/10.33164/iptekkom.21.1.2019.59-73.
Whitten-Woodring, J., Van Belle, D. A. 2017. “The Correlates of Media Freedom: An
Introduction of the
Global Media Freedom Dataset”. Political Science Research and Methods, 5(01): 179–188.
doi:10.1017/psrm.2015.68. doi: https://doi.org/10.1017/psrm.2015.68.
Williams, Malcoms. (2003). Making Sense of Social Research. London, Thousand Oaks,
New Delhi: Sage
Publications.
Zeno-Zencovich, Vincenzo. 2008. Freedom of Expression: A Critical and Comparative
Analysis. Oxon:
Routledge-Cavendish.
Zelezny, John D. 2010. Communications Law: Liberties, Restraints, and the Modern Media.
Boston :
Wadsworth.

Anda mungkin juga menyukai