Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-NYA kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikn Tugas Makalah ini dengan tepat waktunnya yang berjudul
“Komunitas & Demokrasi pada Cyberspace“
Makalah penelitian ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka penyusun menerima segala saran dan kritik
agar penyusun dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir
penyelesaian. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memudahkan segala
usaha kita.
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Hal ini tentunya berdampak baik bagi perkembangan negara ini. Akan
tetapi, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai berkaitan seiring dengan
banyaknya aliran informasi yang diterima. Fenomena hoax telah mencemari
atau menebar racun dalam pelaksanaan demokrasi saat ini. Filsuf Jerman,
Jurgen Habermas, percaya bahwa masyarakat perlu menerapkan apa yang ia
sebut sebagai demokrasi deliberatif, yaitu kesempatan kepada banyak pihak
untuk menyampaikan pendapat mereka, yang paling berbeda sekalipun, dan
kemudian membiarkan masyarakat mengambil keputusan atas informasi yang
beragam tersebut.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komunitas
2.1.1. Pengertian Komunitas
Istilah kata komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berasal
dari kata dasar communis yang artinya masyarakat, publik atau banyak orang.
Wikipedia Bahasa Indonesia menjelaskan pengertian komunitas sebagai sebuah
kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya
memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia,
individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber
daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa.
Komunitas (community) adalah sebuah kelompok sosial yang terdiri dari
beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan
dan habitat yang sama, komunitas dalam konteks manusia, individu-individu di
dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi,
kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal
dari bahasa Latin communitas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat
diturunkan dari communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua atau
banyak”. Menurut Mac Iver dalam Mansyur, community diistilahkan sebagai
persekutuan hidup atau paguyuban dan dimaknai sebagai suatau daerah
masyarakat yang ditandai dengan beberapa tingkatan pertalian kelompok sosial
satu sama lain. Keberadaan komunitas biasanya didasari oleh beberapa hal
yaitu : a. Lokalitas, b. Sentiment Community.
Menurut Mac Iver dalam Soerjono Soekanto, unsur-unsur dalam sentiment
community adalah :
a. Seperasaan
Unsur seperasaan muncul akibat adanya tindakan anggota dalam
komunitas yang mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok
dikarenakan adanya kesamaan kepentingan.
b. Sepenanggungan
5
Sepenanggungan diartikan sebagai kesadaran akan peranan dan tanggung
jawab anggota komunitas dalam kelompoknya.
c. Saling memerlukan
Unsur saling memerlukan diartikan sebagai perasaan ketergantungan
terhadap komunitas baik yang sifatnya fisik maupun psikis.
6
Kekuatan pengikat suatu komunitas, terutama adalah kepentingan bersama
dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya yang biasanya, didasarkan
atas kesamaan latar belakang budaya, ideologi, sosial-ekonomi. Di samping itu
secara fisik suatu komunitas biasanya diikat oleh batas lokasi atau geografis.
Masing-masing komunitas, karenanya akan memiliki cara dan mekanisme
yang berbeda dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang
dihadapinya serta mengembangkan kemampuan kelompoknya.
2.2 Demokrasi
2.2.1. Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demokratia” yang berarti
kekuasaan rakyat. Demokrasi berasal dari kata “Demos” dan “Kratos”. Demos
yang memiliki arti rakyat dan Kratos yang memiliki arti kekuasaan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Demokrasi adalah gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
7
Aristoteles pun mengatakan apabila seseorang hidup tanpa kebebasan
dalam memilih cara hidupnya, maka sama saja seperti budak.
4. Demokrasi menurut H. Harris Soche ialah suatu bentuk pemerintahan
rakyat, karenanya kekuasaan pemerintahan melekat pada rakyat juga
merupakan HAM bagi rakyat untuk mempertahankan, mengatur dan
melindungi diri dari setiap paksaan dalam suatu badan yang diserahkan
untuk memerintah.
5. Demokrasi menurut International Commission of Juris tadalah bentuk
pemerintahan dimana hak dalam membuat suatu keputusan politik harus
diselenggarakan oleh rakyat melalui para wakil yang terpilih dalam suatu
proses pemilu.
8
b. Pemerintahan tidak berdasarkan konstitusional
Pemerintahan dijalankan berdasarakan kekuasaan. Konstitusinya
memberi kekuasaan yang besar pada negara atau pemerintah.
c. Rule of Power
Prinsip negara kekuasaan yang ditandai dengan supremasi kekuasaan
yang besar pada negara atau pemerintah.
a) Pembentukan pemerintah tidak berdasarkan musyawarah tetapi
melalui dekrit
b) Pemilihan umum yang tidak demokratis. Pemilihan umum
dijalankan hanya untuk memperkuat keabsahan penguasa atau
pemerintah negara.
c) Manajemen dan kepemimpinan yang tertutup dan tidak bertanggung
jawab
d) Tidak ada dan atau dibatasinya kebebasan berpendapat, berbicara
dan kebebasan pers.
e) Penyelesaian perpecahan atau perbedaan dengan cara kekerasan dan
penggunaan paksaan.
f) Tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia bahkan sering
terjadi pelanggaran hal asasi manusia.
g) Menekan dan tidak mengakui hak-hak minoritas warga negara.
9
b. Demokrasi Tidak Langsung
Merupakan sistem demokrasi yang dijalankan menggunakan
system perwakilan
2.4 Cyberspace
2.4.1. Pengertian Cyberspace
Cyberspace atau dalam bahasa Indonesia: Dunia Maya adalah media
elektronik dalam jaringan komputer yang banyak dipakai untuk keperluan
komunikasi satu arah maupun timbal-balik secara online (terhubung langsung).
Dunia maya ini merupakan integrasi dari berbagai peralatan teknologi
komunikasi dan jaringan komputer (sensor, tranduser, koneksi, transmisi,
prosesor, signal, pengontrol) yang dapat menghubungkan peralatan komunikasi
(komputer, telepon genggam, instrumentasi elektronik, dan lain-lain) yang
tersebar di seluruh penjuru dunia secara interaktif. Cyberspace juga dapat
diartikan sebagai suatu Imaginary Location (tempat aktivitas elektronik
10
dilakukan ) dan juga menjadi sebuah massy virtual yang terbentuk melalui
komunikasi yang terjalin dalam sebuah jaringan komputar (interconnected
computer networks).
Istilah “dunia maya” pertama kali muncul dalam seni visual di akhir 1960-
an, ketika seniman Denmark Susanne Ussing (1940-1998) dan pasangannya
arsitek Carsten Hoff (b. 1934) menyebut diri mereka sebagai Atelier
Cyberspace. Di bawah nama itu mereka membuat serangkaian instalasi dan
gambar berjudul “ruang sensorik” yang didasarkan pada prinsip sistem terbuka
yang beradaptasi dengan berbagai pengaruh, seperti gerakan manusia dan
perilaku baru material.
Secara umum dan fungsinya, Cyberspace dapat diklasifikasikan menjadi 2,
yakni:
1. Cognitive Information Cyberspace (CIC), yang didalamnya terdapat
Information Cyberspace (IC). IC berguna untuk menyampaikan dan
menyediakan segala bentuk informasi di dunia maya.
2. Cognitive Communication Cyberspace (CCC) , yang didalamnya terdapat
Communication Cyberscape (CC). CC berguna sebagai media komunikasi
di dalam dunia maya.
11
Perubahan terjadi karena ada penyesuaian pada pemanfaatan teknologi
memang harus dikembangkan dalam konteks sosial, budaya, dan
humanisme pada umumnya. Karena dasar dari perkembangan budaya itu
sendiri adalah nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara
tradinsional maupun bersumber dari ajaran agama. Teknologi yang tidak
dikembangkan dalam konteks nilai-nilai dalam masyarakat cenderung
menimbulkan gejolak budaya bahkan agama yang akan mengacaukan
keseimbangan dalam masyarakat.
2. Cyberspace sebagai Model Komunikasi Baru
Konvergensi teknologi media massa adalah hasil dari proses adaptasi
panjang dari sumber yang evolusioner dari setiap momen bersejarah.
Dengan deminkian media baru menjadi perpanjangan dari media
tradisional dalam cyberspace (dunia maya) yang memungkin untuk
mengakses informasi publik di berbagai perangkat digital. Teknologi baru
juga membantu untuk menghubungkan orang-orang yang berbeda di luar
ruang virtual.
3. Manfaat dari Cyberspace
a. Menghubungkan orang dengan komputer. Contohnya; Remote
connections untuk pengecekan terhadap sekian banyak servers yang
tersebar dibeberapa tempat (kota dan negara).
b. Menghubungkan komputer dengan komputer. Contohnya; Remote
connections terhadap setiap PC yang terhubung dengan jaringan LAN
di network tertentu.
c. Menghubungkan orang dengan bank; Internet Banking
d. Menghubungkan orang dengan orang. Contohnya; Surat menyurat,
atau yang disebut e-mail. Fax through internet (internet Fax)
e. Menghubungkan orang dengan profesional bidang tertentu.
Contohnya; Dunia medis. (Dokter jaman sekarang bisa melakukan
operasi ordiagnosis dari jarak ribuan miles dengan menggunakan
media internet,tidak lagi harus didepan sang pasien).
12
4. Kejahatan dalam Cyberspace
Segala macam tindak kejahatan di dunia maya (cyberspace) atau
kejahatan dengan menggunakan komputer dan jaringan komputer, untuk
kemudian disebut dengan cybercrime. Secara umum, ada dua bentuk
serangan terhadap data yang disimpan di jaringan komputer, yaitu hacking
dan cracking. Hacking adalah usaha memasuki secara ilegal sebuah
jaringan dengan maksud bisa hanya sekedar mengamati, menyadap,
mencuri data, dan sebagainya.
Adapun Cracking, adalah usaha memasuki secara ilegal sebuah
jaringan dengan maksud menghancurkan atau merusak data yang disimpan
dikomputer yang ada dijaringan tersebut.
1. Unauthorized acces
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki dan
menyusup ke dalam suatu sistem jaringan computer secara tidak sah ,
tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan computer
yang dimasukinya.
2. Illegal content
Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan cara memasukkan data atau
informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis , dan
dapat dianggap sebagai melanggar hukum atau mengganggu ketertiban
pada masyarkat umum.
3. Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sebuah
email.
4. Data forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang ada di internet.
5. Cyber espionage , sabotage dan Exortion
Cyber espionage merupakan sebuah kejahatan dengan cara memanfaatkan
jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain
, dengan memasuki sistem jaringan computer pihak sasaran. Sabotage and
13
Exortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat
gangguan perusakan atau penghancuran terhadap suatu data program
computer atau sistem jaringan computer yang terhubung dengan internet.
6. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan
seseorang dengan memanfaatkan computer, seperti misalnya
menggunakan email dan dilakukan secara berulang-ulang.
7. Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu
kredit milik orang lain dan digunakan untuk transaksi
8. Hijacking
Hijacking merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melakukan
pembajakan hasil karya orang lain
9. Cyber Terorism
Tindakan cybercrime termasuk cyber terrorism jika mengancam
pemerintah atau warganegara , termasuk cracking ke situs pemerinah atau
militer.
14
umum. Hak atas kebebasan berekspresi meliputi hak untuk mencari, menerima,
dan memberikan informasi dengan cara apapun, tanpa memandang batas
negara, serta kebebasan untuk menyampaikan ide/pendapat, pemikiran atau
gagasan tanpa campur tangan/intervensi. Kebebasan ini dapat dilakukan secara
lisan, dalam bentuk cetak/cetak, dalam bentuk seni/budaya, atau dengan cara
lain yang dipilihnya
Meskipun terdapat jaminan untuk bebas berekspresi, tetap diatur pula
batasannya. Hampir semua negara dalam konstitusi atau undang-undangnya
membolehkan pemerintah untuk mengambil tindakan membatasi beberapa hak
berdasarkan situasi darurat di negaranya. Pembatasan yang bisa dilakukan
salah satunya adalah, terhadap kebebasan berekspresi. Akan tetapi, menurut
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga,
pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dalam dan untuk kondisi tertentu
yang tersebut harus diatur berdasarkan hukum; diperlukan dalam masyarakat
demokratis; serta untuk melindungi ketertiban umum, kesehatan publik, moral
publik, keamanan nasional, keselamatan publik serta hak dan kebebasan orang
lain. Di alam demokrasi, hak publik untuk bebas berekspresi (public’s right to
expression) menjadi salah satu penjamin sehatnya sistem. Ia menjadi bagian
tak terpisahkan dari hal lain yang tak kalah penting, yaitu hak publik untuk
tahu (public’s right to know). Keduanya merupakan syarat tegas yang harus
dipenuhi apabila negara kita mengangankan kebebasan pers menjadi pilar
demokrasi. Kedua hak tersebut juga menjadi bagian tak terpisahkan dari
pengakuan universal terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Apabila salah
satunya terancam, hal lain sulit berjalan. Apalah artinya jika setiap warga
negara dapat menerima limpah ruah informasi, namun tak bebas dalam
berekspresi dan/atau saling membagikan hasil olahan informasi itu?
Sekarang, kita hidup dalam dinamika lingkungan informasi
mengagumkan. Bagi sebagian orang yang beruntung, oleh sebab internet, akses
mereka terhadap informasi global hampir tak terbatas. Dalam hitungan menit
bahkan detik, peristiwa di satu titik di permukaan bumi dapat diterima
beritanya di belahan bumi yang lain. Demikian pula setiap opini, komentar,
15
ataupun curahan hati kita baik dalam bentuk tulisan, suara, maupun gambar
dapat kita unggah melalui blog, facebook, twitter, dan instagram saat kita
berada di dalam kamar pribadi yang tertutup rapat sekalipun, sementara orang
dari seluruh penjuru dunia dengan segera berpotensi mengetahuinya. Ini
sungguh sebuah kehebatan teknologi informasi yang sulit dilakukan oleh moda
komunikasi sebelumnya. Internet memberikan lebih banyak kesempatan bagi
warga untuk memproduksi dan menyalurkan buah pikirnya. Oleh karena
potensi besar itu, kesempatan untuk memenuhi hak untuk tahu dan berekspresi
menjadi semakin terbuka.
Internet bukan milik siapapun—walaupun bagi sebagian besar warga di
negara berkembang seperti Indonesia aksesnya masih sangat terbatas.
Berkatnya, kita bisa mengalami kondisi surplus informasi. Kita berpotensi
dapat mengontrol setiap kejadian di ruang publik melalui amatan
komprehensif, analisis mendalam, opini, kritik, maupun komentar sekadarnya.
Hal itu pun bisa kita lalukan dalam skala geografis yang mengagumkan.
Bayangkan saja, kita bisa berkomentar mengenai salah satu kandidat calon
presiden sambil tiduran di kasur, kamar mandi, warung, kantor, sekolah, halte,
angkutan umum, bahkan sambil membonceng motor di jalan raya. Bila benar
pemanfaatannya, surplus informasi ini seharusnya bisa berakselerasi menjadi
surplus kontrol. Jika sebelumnya spirit watchdog berada terutama di pundak
pers dan LSM, bisa jadi kini peran itu benar-benar menjadi milik setiap warga.
Hampir setiap pejabat publik mengaku suka akan kritik dan terbuka
terhadap komplain. Tetapi belum tentu bila yang datang adalah kritik pedas dan
komplain panas. Kritik dan komplain warga biasa di dunia maya sudah terbukti
dapat memobilisasi simpati banyak warga yang lain untuk bergerak
memerjuangkan keadilan di dunia nyata. Prita Mulyasari, dalam kasusnya
dengan Rumah Sakit Omni International, sudah mengalaminya. Demikian pula
kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendapat banyak dukungan
warga sipil yang bergerak secara riil menyambung aspirasi mereka melalui
media sosial. Warga negara (citizen) lebih mudah bergerak bersama karena
lebih cepat terkoneksi. Gerakan swadaya ini sangat patut diapresiasi, baik Prita
16
yang mulanya bergerak sendiri, maupun para pendukung KPK yang kolektif
sejak semula. Kalau sudah demikian, sebenarnya tanggung jawab pemerintah
lebih sederhana, yaitu memfasilitasi seluruh kegiatan tersebut dengan jaminan
rasa aman bagi warga.
Pemerintah patut mendeteksi dan mengerti sejauh mana rasa aman warga
perlahan-lahan tergerus mendengar banyak warga biasa diadukan ke polisi dan
dituntut di pengadilan karena kiritik dan komentarnya di internet. Pemerintah
harus mengubah mindset dalam menilai kebebasan berekspresi terlebih di
dunia yang sudah semakin canggih ini. Apabila internet hanya dilihat dari satu
sisi saja, yaitu potensi negatifnya, maka tak menutup kemungkinan
terkesampingkannya potensi besar kebebasan berekspresi.
Apabila masih ada pasal dalam UU ITE yang justru memberangus rasa
aman, berarti kontraproduktif dengan prinsip demokrasi. Jika setiap warga
merasa aman dan nyaman dalam berpendapat, maka setiap orang yang merasa
dikritik—atau tersinggung—pun dapat mengeluarkan pendapat tandingan
sebagai counter terhadap kritik yang ia rasa tidak benar itu. Budaya kritik dan
counter kritik seperti ini memerlukan persiapan dan „latihan‟ yang panjang.
Bila bangsa kita semakin menghargai proses ini dan tak keluar dari koridor
reformasi, maka akal sehat menjadi tumpuan setiap warga dalam mencari
informasi dan mengekspresikan pikirannya. Hal ini akan membawa atmosfer
positif bagi setiap pengguna ruang publik dalam menggapai shared values
bersama.
17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Media sosial memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan demokrasi
di Indonesia. Media sosial dapat membuat masyarakat semakin terbuka akan
kinerja pemerintah dan mampu menyampaikan pendapatnya melalui media
sosial yang semakin mudah diakses oleh seluruh kalangan masyarakat. Peran
media sosial dalam masyarakat diharapkan dapat memberikan dampak yang
positif dalam masyarakat. Dan juga dengan media sosial masyarakat mampu
melaksanakan demokrasi yang baik dan sesuai dengan UUD 1945.
Penyimpangan di media sosial pada zaman ini tentu dapat mempengaruhi
jalannya demokrasi Indonesia. Maka dari itu, sebagai pengguna harus kritis
dalam mencari informasi, tidak mudah percaya, dicari faktanya dulu serta
memberi teguran kepada orang yang menyebarkan berita hoax. Salah satu
upaya pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut yaitu membuat kebijakan
atau aturan tentang penyalahgunaan media sosial, seperti UU ITE. Memerangi
hoax menuntut keterlibatan semua lapisan masyarakat untuk bahu-membahu
bersama pemerintah membangun kesadaran bersama sehingga dapat
memanfaatkan media sosial secara bertanggung jawab dengan konten-konten
positif.
3.2. Saran
Pemerintah seharusnya dapat mempertimbangkan peraturan yang
berpotensi mengancam kebebasan berekspresi, dan memastikan tak ada orang
yang bisa dikriminalisasi dengan peraturan tersebut agar terdapat Indonesia
yang demokrasi.
18
Daftar Pustaka
19
20