Anda di halaman 1dari 5

CERMAT DALAM MENYUARAKAN ASPIRASI PERS DI ERA

DIGITALISASI
Qori’atul Maghfiroh
Cabang Tulungagung
Komisariat Thariq Bin Ziyad
Pendahuluan
Di era digital saat ini, kemajuan teknologi informasi telah
mengubah cara dalam menerima dan memperoleh informasi
dari media. Teknologi digital membuat semakin mudah dan
cepat mendapatkan berita, yang berdampak besar bagi dunia
pers dan jurnalisme. Salah satu dampak utama dari era digital
ini adalah munculnya media baru seperti media sosial, blog, dan
situs berita online. Hal ini menawarkan kesempatan baru bagi
masyarakat untuk menerima berita dan informasi dengan cepat
dan mudah. Maka dari itu diharapkan setiap orang cermat serta
selektif dalam bermedia sosial diera digital ini.

Pembahasan

Munculnya berbagai media baru di era digital tentunya


harus disandingkan dengan pers yang ada. Surat kabar digital
dapat menjadi ancaman bagi pers dan sekaligus juga bisa
dikatakan peluang untuk mengambil langkah matang untuk
mendorong diri mereka sendiri untuk menjadi lebih baik.

Untuk menjawab tantangan diera digital ini, media yang


dulunya masih tradisional kini berkembang dan mulai
mengambil beberapa inisiatif strategis seperti: memperluas
jangkauannya melalui situs web, aplikasi seluler, dan media
sosial. Beberapa media tradisional bahkan mengadopsi format
digital yang lebih interaktif dan dinamis, seperti video, gambar,
dan infografis, untuk menarik pembaca dan bersaing dengan
media digital. Singkat kata, era digital telah membawa banyak
perubahan dalam dunia pers dan jurnalisme. Media digital
menawarkan cara baru untuk mengumpulkan informasi.
Kebebasan berekspresi dan berbicara adalah hak individu
dan kolektif yang memungkinkan orang untuk mengirim,
mencari, menerima dan berbagi berbagai informasi,
mengembangkan dan mengungkapkan pendapat/pandangan
mereka sesuka mereka. Kebebasan berekspresi dapat dilihat
dengan dua cara, yaitu: hak untuk menerima, menerima dan
mengirimkan informasi dan hak untuk mengekspresikan diri
dalam media apapun. Diskusi tentang penduduk asli digital dan
praktik pendidikan saat ini terkait erat dengan kebebasan
berekspresi secara online. Generasi “digital natives” dan “digital
imigrans” juga aktif di dunia digital. Generasi digital imigran
tidak memiliki pengalaman yang baik di dunia digital, namun
generasi digital native tidak memiliki alat informasi yang
memadai saat beroperasi di dunia digital.1 Pasca reformasi,
beberapa upaya dilakukan untuk memperbaiki sistem
demokrasi di Indonesia. Namun, tampaknya reformasi tersebut
masih dilaksanakan secara parsial, terbatas pada mekanisme
dan belum menyentuh substansi demokrasi. Lebih lanjut, saat
ini terdapat kesenjangan antara perlindungan kebebasan
berekspresi antara komunitas individu dan komunitas pers.
Kebebasan berekspresi dalam pers relatif lebih baik
dibandingkan dengan kebebasan individu warga negara.
Komunitas pers memiliki dewan pers yang melindungi pers dari
penindakan atas setiap penyampaian pendapat yang
dipublikasikan, sementara individu warga negara yang
pengetahuannya tentang etika dan implikasi hukum dalam
menyampaikan pendapat secara online relatif lebih lemah
daripada komunitas pers.

Kebebasan berekspresi yang merupakan salah satu norma


demokrasi telah berkembang setidaknya sejak dikeluarkannya
ketetapan MPR RI nomor: XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi

1
Rizi Setiawan, Kebebasan Ekspresi Individual dalam Pembangunan Manusia Era
Digital, In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP Vol.01 No.02, 2017, hlm. 05
Manusia (HAM), Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR RI). Regulasi ini menandai perubahan cara
pandang dari kedaulatan yang sebelumnya diatur secara ketat
oleh negara terkait transfer komunikasi dan informasi menjadi
hak sipil yang dilindungi oleh negara. Selain itu, kebebasan
berpendapat juga tercantum dalam UUD Pasca Amandemen
yaitu Pasal 28E, Sub 2 dan 3, dan Pasal 28F UUD 1945. Warga
negara berhak untuk meyakini, menyatakan pikiran dan
sikapnya sesuai dengan hati nuraninya. (Pasal 28E ayat 2);
Warga negara berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul
dan berbicara (Pasal 28E, ayat 3); dan warga negara berhak
untuk berkomunikasi dan menerima informasi untuk
mengembangkan kepribadian dan lingkungan sosialnya, serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan informasi melalui segala saluran yang tersedia
untuk disampaikan (Pasal 28F). Kebebasan berekspresi juga
merupakan hak semua orang menurut Pasal 19 Piagam Hak
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB): “Setiap orang
berhak atas kebebasan berpendapat dan berbicara. Hal ini
termasuk kebebasan untuk menyatakan pendapat secara bebas
dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan Ide di semua
media dan independen dari batas-batas daerah2. Pada tataran
hukum, nampaknya ada perbedaan antara kebebasan
berpendapat di komunitas pers dan di masyarakat umum. Pers
dilindungi oleh Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, yang
mengalihkan kekuasaan penguasaan pers dari pemerintah
kepada masyarakat (melalui Dewan Pers). Dengan demikian,
syarat-syarat hukum, etika, dan kesalahan teknis dalam
pemberitaan pers diselesaikan oleh dewan pers secara prioritas.
Kebebasan berekspresi komunitas pers juga diperkuat dengan
penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) dan Dewan Pers pada 9
2
Muhammad Fuady, Surat Kabar Digital sebagai Media Konvergensi di Era Digital,
Jurnal Komunikasi, Vol.03 No.01, 2002, hlm. 58
Februari 2012 untuk mengoordinasikan penegakan hukum dan
melindungi kebebasan pers.Kebebasan berekspresi seseorang
sebenarnya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal,
UU ITE dibuat dengan tujuan untuk melindungi secara hukum
identitas dan aktivitas warga negara di dunia online. Namun,
undang-undang ini sebenarnya membatasi kebebasan berbicara
dengan cara-cara berikut:

Pertama, undang-undang ini tidak menetapkan batasan yang


jelas dan tegas mengenai definisi pencemaran nama baik; kedua,
hukuman yang dijatuhkan lebih berat dibandingkan dengan
KUHP yaitu hukuman maksimal 4 tahun penjara; Ketiga,
penerapan hukum ini berlaku hampir di semua bidang
kehidupan. Mulai dari warga biasa, pelajar, guru, pekerja,
perguruan tinggi, pimpinan instansi pemerintahan, ibu rumah
tangga dan kalangan lainnya.3 Alasan masalah pelibatan UU ITE
bagi perseorangan lebih sering diidentikkan dengan fakta bahwa
perseorangan tersebut tidak mampu menghadapi atau hidup
dalam dunia sosial era digital. Individu yang terperangkap
dianggap tidak mampu melakukan tindakan rasional dan etis
dan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka di dunia
maya. Pergerakan proses individuasi sosial jauh lebih cepat
daripada keberdayaan individu dalam menemukan jati dirinya
dan beradaptasi dengan budaya baru. Etika dan norma terus-
menerus digantikan oleh sistem hukum formal, sehingga tidak
lagi hanya berfungsi sebagai sarana bagi individu untuk
bertindak dalam masyarakat. Di sisi lain, lembaga-lembaga yang
ada saat ini tidak cukup tanggap untuk mengelola peralihan dari
hukum adat ke perundang-undangan formal. Oleh karena itu
kita sebagai pengguna sosial media di era yang semakin maju ini
harus lebih bijak lagi dalam menggunakan hak kita dalam
berpendapat dimanapun. Kita harus menghindari segala bentuk

3
Nurlis Effendi, Hukum Pers dan Etika Jurnalistik Diera Digital (Lampung: UPPM
universitas malahayati.2022), Hal. 50
ujaran kebencian serta hal-hal yang bisa merugikan diri kita
bahkan berimbas ke orang lain. Jadilah pribadi yang selektif
serta bijak dalam hal berdemokrasi. Pers merupakan peluang
kita sebagai bentuk penyambungan aspirasi untuk kesejahteraan
semua orang.

Penutup
Hingga saat ini pers adalah bentuk penyaluran aspirasi
masyarakat diera revormasi hingga sekarang. Adanya
perkembangan teknologi memudahkan siapa saja menyuarakan
pendapatnya lewat media apa pun.
Dulu penyampaian apirasi masih bersifat tradisional yaitu
menggunakan media cetak seperti koran. Dimasa sekarang sudah
jauh sangat lebih mudah seperti melalui nternet, yang notabenya
setiap kalangan sudah bisa mengaksesnya. Jadi setiap aspirasi
yang kita suarakan mudah tersampaikan lewat internet tersebut.
Akan tetapi dari semua kemudahan tersebut, kita tidak boleh
terlena, dan menyampaikan segala sesuatu tanpa memikirkan
dampak yang ditimbulkan. Selalu ada aturan-aturan serta etika
yang harus kita perhatikan sebelum mengambil tindakan apapun.

Kesimpulan
Dari penulisan diatas dapat disimpulkan bahawa diera
digital ini kita harus lebih selektif serta cermat dalam bermedia
sosial, terfokus dalam bidang pers. Saat menyampaikan segala
sesuatu hendaknya kita memahami tertebih dahulu aturan-aturan
serta hukum yang berlaku dalam bidang tersebut.
Daftar Rujukan
Effendi, D. N. (2022). Hukum Pers Dan Etika Jurnalistik Di Era
Digital (Vol. 1). UPPM universitas malahayati.

Fuady, M. (2002). Surat Kabar Digital sebagai Media Konvergensi


di Era Digital. Mediator: Jurnal Komunikasi, 3(1), 55-61.
Setiawan, R. (2017, May). Kebebasan Ekspresi Individual dalam
Pembangunan Manusia Era Digital. In Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan FKIP (Vol. 1, No. 2).

Anda mungkin juga menyukai