Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ILMU FIQIH

“KAJIAN FIQIH INFORMASI MEDIA SOSIAL”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK IV (EMPAT)

JURUSAN SISTEM INFORMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah g berjudul [Kajian Fiqih Informasi
Media Sosial] tepat waktu. Makalah [Kajian Fiqih Informasi Media Sosial] disusun
guna memenuhi tugas pada [Mata Kuliah Ilmu Fikih]. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang [Kajian
Fiqih Informasi Media Sosial].

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada [Ibu Hastuti


S.Pdi.,M.Pdi.] selaku [dosen mata kuliah ilmu fikih]. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, November 2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Fikih dalam literatur klasik sering diidentikkan sebagai kumpulan


hukum furu’ (cabang) berupa wajib, sunah, makruh, haram, dan lain
sebagainya. Ini membuat fikih sering dianggap oleh banyak orang sebagai
disiplin ilmu yang kaku, karena cenderung hitam-putih. Di lingkungan
Muhammadiyah, terminologi fikih diperluas maknanya tidak hanya sekadar
kumpulan hukum furu’, tapi juga himpunan dari banyak nilai dasar, kaidah
dan prinsip dalam beragama. Menurut Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih
dan Tajdid PP Muhammadiyah), fikih semacam itu dibangun di atas tiga
lapisan norma yang saling terkait satu sama lain, yaitu (1) peraturan-peraturan
hukum konkret (al-ahkam al-farʻiyyah), (2) asas-asas umum (al-usul al-
kulliyyah), dan (3) nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah). Dengan kata lain
kita dapat mengatakan bahwa suatu peraturan hukum kongkret itu
berlandaskan kepada atau dipayungi oleh asas umum dan asas umum itu pada
gilirannya berlandaskan kepada atau dipayungi oleh nilai dasar. Fikih
Informasi ada beberapa nilai-nilai dasar yang dapat dijadikan pedoman.
Sebagai contoh adalah nilai dasar tabayun yang secara eksplisit digambarkan
dalam al-Quran pada surat al-Hujurat ayat 6. Dari nilai dasar itu dapat
diturunkan asas umum dalam kehidupan komunikasi media sosial berupa
“transparansi dan klarifikasi berita.” Dari asas umum ini pada gilirannya
diturunkan menjadi peraturan kongkret tentang larangan menyebarkan suatu
berita sebelum diketahui validitas sumbernya.
1.2. MetodePenulisan
      Makalah ini merupakan salah satu tugas untuk mendapatkan nilai
dalam mata kuliah Ilmu Fikih Jurusan Sistem Informasi. Penyusunan malakah
ini, berisikan tentang ilmu fiqih . Makalah ini merupakan hasil pengumpulan
data dan informasi melalui media internet yang di dalamnya terdapat banyak
artikel dan informasi yang menjelaskan .

1.3. TujuanPenulisan
        Makalah ini di susun agar pemahaman tentang menjadi lebih mudah di
mengerti bagi setiap orang yang membacanya. Dan khususnya untuk para
pengguna media online, makalah ini merupakan informasi yang harus
diaplikasikan dalam menggunakan media internet sebagai wadah untuk
melakukan berbagai aktifitas dengan baik dan hati-hati.
1.4. Sistematika Penulisan
Sebelum membahas lebih lanjut, sebaiknya penulis menjelaskan
dahulu secara garis besar mengenai sistematika penulisan, sehingga
memudahkan pembaca memahami isi makalah ini. Dalam penjelasan
sistematika penulisan makalah ini adalah :
Sampul Makalah
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I  Pendahuluan
Berisikan tentang :
1.1  Latar belakang
1.2  Metode Penulisan
1.3  Tujuan Penulisan
1.4  Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
Berisikan tentang :
2.1  Pengertian Cyber law
2.2. Ruang Lingkup Cyber Law
2.3. Topik Seputar Cyber Law
2.4. Komponen Dari Cyber Law
2.5. Asas-asas Cyber Law
2.6. Contoh Kasus Cyber Law
Bab III Penutup
Berisikan tentang :
3.1  Kesimpulan
3.2  Saran
Daftar Pustaka
BAB II
FIKIH INFORMASI SOSIAL MEDIA

A. FIQIH

2.1. PENGERTIAN
Secara etimologis, fiqh berasal dari kata faqqaha yufaqqhihu fiqhan

yang artinya memahami. Secara terminologis, fiqh adalah ilmu tentang

hukum-hukum syariah yang bersifat amaliyah (amalan) dan digali dari dalil-

dalil yang jelas. Abd Wahab Khallaf dalam Ilmu Ushul al-Fiqh menulis bahwa

secara umum tujuan mempelajari fiqh adalah untuk mengetahui hukum-

hukum Syar'i ucapan dan perbuatan manusia. Kemudian, setelah

mengetahuinya, hukum-hukum tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Ustadz Ahmad Sarwat Lc dalam kitab Ngaji Menggunakan Kitab

menjelaskan lebih detail tujuan ilmu fiqh. Ilmu fiqih bertujuan untuk

mendalami Al-Qur'an, alkitab dan sumber hukum lainnya yang dianggap

produk sah.
2.3.  FIQIH INFORMASI MEDIA SOSIAL
Revolusi informasi telah membawa manfaat di satu sisi dan dampak

negatif di sisi lain. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memudahkan

orang memperoleh, mengelola, menyimpan, dan mengirimkan informasi

dalam berbagai bentuk dan variasi. Peningkatan komunikasi memberikan

individu lebih banyak pilihan, sehingga membantu individu untuk keluar

dari isolasi [2]. Menyadari kompleksnya masalah dan dampak negatif

perkembangan teknologi informasi pemerintah telah memberlakukan

undang-undang nomor 19 tahun 2016 menggantikan undang-undang nomor

11 tahun 2008 terkait informasi dan transaksi email . Kebebasan informasi

melalui jejaring sosial tak terbatas berpotensi mengancam prinsip kejujuran,

solidaritas, persatuan dan hak-hak individu. Disinilah pendekatan agama

harus ditempuh untuk melihat dan membimbing dalam hidup Lebih dari di

dunia maya atau media online, terutama media sosial. Bimbingan agama

untuk memecahkan masalah diyakini efektif, diyakini sebagai sumber

konduktor , di mana harus diarahkan. Komunitas perlu menerima pedoman,

termasuk nilai, prinsip, dan aturan tentang bagaimana menggunakan dan

menggunakan media sosial sebagai dunia baru. Kebenaran tidak jelas Untuk

menghindari penggunaan media sosial untuk menyebarkan informasi,

termasuk kategori berita palsu (Hoax), pimpinan pusat Muhammadiyah, oleh

perpustakaan. Dewan Informasi telah menerbitkan buku fikih Informasi


sebagai Pedoman bagi masyarakat umum untuk menggunakan media sosial

dengan lebih baik. Pembuatan Buku fikih Informasi ini menjawab kebutuhan

akan pedoman hidup di era informasi. Karena arus informasi yang cepat,

semuanya berubah dengan cepat [3]-[6] Informasi Fiqh juga mencakup

pengembangan Kode Etik untuk Media Sosial. Inilah penggunaan Quran dan

hadits, serta hikmah dan media sosial sebagai sarana konversi Amar ma`ruf

nahimunkar dengan mauizhahhasanah. Kode Etik yang dikenal dengan

akhlakul medsosiyah[7], mengharapkan pengguna media sosial untuk tidak:

(2) Melakukan ujaran kebencian, intimidasi, , dan permusuhan berdasarkan

antarsuku, ras, atau golongan. (3) Pendistribusian materi pornografi, maksiat,

dan hal-hal yang dilarang syariat. (4) Menyebarkan hoaks dan informasi

palsu ketika memiliki niat baik. (5) Bagikan konten Benar, tetapi tidak sesuai

dengan lokasi atau waktu. Selain itu, media sosial sebenarnya digunakan

sebagai media untuk untuk tetap berhubungan, Bermuamalah berbagi

informasi dan mendakwahkan ma'ruf nahimunkar bersama. Konten yang

disampaikan mencerahkan, intelektual, sesuai dengan norma sosial dan

agama, sesuai dengan etika Indonesia, dan tidak melanggar hak lainnya.

Media sosial juga dapat digunakan sebagai media untuk saling

mengingatkan, menasehati dengan etika dan kebaikan yang tinggi sesuai

ajaran Islam, serta untuk meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan.
2.4  ADAB MEDIA SOSIAL
Pada Era Digital, publik banyak disuguhi berita-berita yang sangat

tidak bertanggung jawab. Berita hoax merebak kemana-mana. Kalau kita

tidak selektif dan klarifikatif (QS. Al-Hujurat [49]: 6), maka informasi itu

akan mengganggu aktivitas dan ibadah kita. Ketika kita membagikan

(sharing) tulisan yang tidak bertanggung jawab, maka akibatnya akan

banyak orang yang tersesat akibat ulah kita. Jika kita tahu berita itu tidak

bermanfaat, maka sudah seharusnya ditinggalkan. Rasulullah shallallahu

‘alaihi wasallam bersabda: ‫ِم ْن ُحس ِْن إِ ْساَل ِم ال َمرْ ِء تَرْ ُكهُ َما اَل يَ ْعنِي ِه‬

“Sebaik-baik keislaman seseorang, adalah meninggalkan apa yang tidak

bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi).

Sesuai An-Nahl [16] ayat 125, di balik kita men-sharing atau menyampaikan

sesuatu lewat media massa atau media sosial, maka harus dilatari dengan

kebijaksanaan, nasihat yang baik dan argumentasi yang terbaik. Adab dalam

bermedia sosial, tak ubahnya seperti adab kita dalam berinteraksi sehari-hari.

Jika dalam hubungan sosial kita tidak menjaga adab, pasti akan dibenci

orang. Demikian pula dalam media sosial, tulisan yang menyakiti orang pasti

akan membekas pada hati mereka. Bedanya, jika dengan lisan akan terhapus,

tapi dengan tulisan kata-kata itu akan tetap ada selama dibaca orang. Karena

itu, salah satu adab yang harus dijaga ketika bermedia sosial adalah menjaga

tangan kita dari segala sesuatu yang menyakiti orang lain. Bisa jadi, orang
yang tersakiti tak akan memaafkan mereka. Apa lagi kalau sudah viral,

bagaimana kita akan meminta maaf.

Mau tidak mau memang kita dihadapkan dengan media sosial (jejaring

sosial). Karena itu adalah bagian saran komunikasi dan berbagi masa

kini.Dengan adanya jejaring sosial, seharusnya bisa menambah keimanan

dan ketakwaan kita. Ini karena, dengan media sosial kita lebih mudah

mengakses dalil-dalil baik dari al-Qur`an, Hadits, maupun dalil-dalil

lainnya.Fenomena maraknya berita hoax, dan pembagian berita-berita tak

bermutu sudah disinyalir Nabi sejak lima belas abad yang lalu. Imam Ahmad

meriwayatkan:

‫ا‬eeَ‫ َحتَّى تُ ِعينَ ْال َمرْ أَةُ َزوْ َجه‬،‫ار ِة‬ َّ ‫َي السَّا َع ِة تَ ْسلِي َم ْالخَا‬
َ ‫ َوفُ ُش َّو التِّ َج‬،‫ص ِة‬ ِ ‫أَ َّن بَ ْينَ يَد‬

‫ َوظُهُو َر‬،ِّ‫ َو ِك ْت َمانَ َشهَا َد ِة ْال َحق‬،‫ور‬ ْ َ‫ َوق‬،‫ار ِة‬


ُّ َ‫ َو َشهَا َدة‬،‫ط َع اأْل َرْ َح ِام‬
ِ ‫الز‬ َ ‫َعلَى التِّ َج‬

‫ْالقَلَ ِم‬

“Sesungguhnya menjelang kiamat, akan terjadi pengkhususan salam hanya

untuk orang tertentu, maraknya perdagangan hingga seorang istri membantu

suaminya berdagang, terputusnya silaturahim, kesaksian palsu,

menyembunyikan kesaksian yang benar, dan bermunculannya pena.” (HR.

Ahmad).
Banyaknya bermunculan pena maksudnya, tulisan-tulisan begitu banyak

hingga menjadi viral. Postingan-postingan yang banyak seperti yang terjadi

sekarang ini adalah indikator kuat terjadinya hari kiamat. Pada waktu itu

umat sudah sampai pada taraf ketergantungan dan hampir tidak bisa pisah

darinya. Jadi, tersebarnya pena bukan saja berkaitan dengan tulisan belaka.

Tapi semua yang dihadirkan melalui ide atau gagasan kita dalam bentuk

tulisan, gambar, slide misalnya, maka itu masuk dalam kandungan Hadits

ini. Informasi-informasi sekarang begitu deras. Jika kita tidak membekali

diri dengan keimanan dan ketakwaan, maka kita akan kesulitan memfilter

informasi yang masuk. Bagaimana kita mengetaui kebenaran informasi,

sementara di media sosial kita tidak ada penanggung jawab. Semua orang

menjadi reporter, editor, dan penyunting atas dirinya sendiri. Jika kata-kata

yang kita produksi tidak disuntung dengan baik, maka akan menyesatkan

orang lain. Pemimpin redaksi Al-Bayan di Arab Saudi menyatakan, “Medan

jihad yang paling strategis saat ini adalah media sosial. Karena itu

seharusnya setiap Muslim mengambil peran strategis ini melalui media

sosial yang dimiliki. Media sosial seperti pisau bermata dua. Jika digunakan

dengan baik, maka akan menyelamatkan kita. Jika tidak, maka akan

menjerumuskan kita. Karenanya, pilihlah jalan surga bersama media sosial.

Pilihlah jalan kebaikan dengan cara menyebarkan kebaikan melalui media

sosial. Jagalah adab-adab. Jangan gampang memfitnah, karena fitnah lebih

kejam dari pembunuhan (QS. Al-Baqarah [2] : 191).


Dari pembahasan ini bisa disimpulkan adab yang perlu dijaga dalam

bermedsos adalah: Pertama, tidak asal menyebar berita sebelum diseleksi

dan diklarifikasi. Kedua, bekali diri dengan keimanan dan ketakwaan

sebelum mengakses atau memposting tulisan. Ketiga, berjihad menebar

kebaikan melalui media sosial.

2.5  KEGUNAAN MEDIA SOSIAL DALAM ISLAM


Kegunaanya adalah sebagai berikut; :

1) Sarana menebar kebaikan

Informasi yang tersebar di media sosial sedikit banyak

menjelaskan kejernihan moral penulisnya. Orang yang berpikiran

terbuka yang ingin menyebarkan manfaat secara tertulis jangan

terburu-buru memposting berita. Ladang pahala justru mengalir ketika

segala sesuatu yang kita khotbahkan memiliki khazanah dan

keuntungan islami. Ketika niat baik diaktifkan, seperti lebah yang

hanya mencari madu, indra kita tidak lagi tertarik untuk membuat atau

menulis apa pun yang menyebabkan fitnah.


2). Mengingatkan Hisab tentang semua Tindakan

Menyadari sepenuhnya semua detail akuntansi atau

perhitungan yang kita buat dapat menjadi administrator utama dalam

mengendalikan tindakan kita. Di akhir kehidupan, ada hari terakhir

untuk menyadarkan manusia akan batasan usia. Keseimbangan antara

kebaikan dan kejahatan akan menjadi titik penentu keberadaan

manusia di akhirat: surga atau neraka. Anda harus menjaga

akuntabilitas ini saat menggunakan media sosial. Semua yang Anda

lakukan di media sosial juga merupakan catatan nirlaba dan akan

dipertanggungjawabkan di masa depan.

3). Cross-check before opinion (Tabayun)

Kesalahpahaman jika pesan yang ditampilkan hanya untuk

meminta popularitas atau "suka" pembaca tanpa memperhatikan

kebenaran atau fitnah yang ditimbulkan. Fenomena “speaking finger”,

yaitu kebiasaan berbagi berita tanpa mencari kebenaran berita, sering

terjadi. Berkat kontribusi dua jempol kita, pesan hoax telah menyebar.

Oleh karena itu, mengetahui kebenaran sebelum berita menyebar

adalah wajib. “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah

mereka mengucapkan perkataan yang paling baik (benar).

Sesungguhnya, setan menimbulkan perselisihan di antara mereka.

Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia” (Q.S Al-

Israa' Ayat 53).


4) "CCTV" di kedua bahu

Perasaan bahwa Anda masih diawasi oleh malaikat yang

dikirim oleh Allah di bahu kanan dan kiri Anda harus membuat tubuh

dan pikiran Anda berpikir sebelum bertindak . Memantau 24 jam saat

jantung masih berdetak, tidak cukup menjadi pengendali segala

tindakan? Begitu pula dengan aktivitas media sosial. Suka, komentar,

atau pembagian kami akan diamati dan kemudian dimintai

pertanggungjawaban.

5) Ruang keikhlasan tidak menampar Riya

Misi atau niat hanya terjadi pada satu arah, yaitu kejujuran

dengan penguasa kehidupan. Kita tidak bisa melihat, apalagi membuat

penilaian tentang, niat seseorang. Jadikan misi Anda untuk menuai

pahala-Nya yang tak terhitung jumlahnya tanpa mengharapkan pujian

yang semakin populer. Ini akan menjadi dasar bagi kami untuk terus

melakukan hal-hal yang positif.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai