Anda di halaman 1dari 14

Makalah

UPAYA PEMERINTAH DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA CYBER CRIME

Disusun untuk melengkapi tugas Hukum Cyber Crime


Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung

Oleh

ARSA NUGRAHA PUTRA


CECEP MUHAMD ABDUL ROUF
HARDI SYAH HENDRA
ISMAYA DEWI PRIYANI
MUHAMMAD JUHARMOKO
TONI AHMAD SOLEH
NINA YULIAWATI
ALVIN WIJAYA

Dosen Pembimbing:
AKBP. Dr. H. Abdul Muiz, S.H., MH

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang pesat, bertujuan untuk
menjadikan masa depan manusia lebih baik di masa mendatang. Salah satu bentuk
perkembangan IPTEK adalah adanya jaringan internet. The U.S Supreme Court
mendefinisikan internet sebagai "international network of interconnected computers" yang
artinya “jaringan internasional dari komputer, yang saling berhubungan” (Reno v. ACCLU
1997).1
Meningkatnya internet user berjalan beriringan dengan dampak negatif, yang menjadi
ancaman baru bagi masyarakat global itu sendiri, yaitu cyber crime. Indra Safitri (dalam
Maskun) mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya (cyber crime) adalah jenis kejahatan
yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki
karakterisktik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada
tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas sebuah informasi yang disampaikan dan
diakses oleh pelanggan internet.2
Teknologi Informasi Dan Komunikasi mengalami pertumbuhan yang sangat pesat,
baik di Indonesia mau pun di seluruh dunia. Kemajuan teknologi informasi khususnya media
internet, dirasakan banyak sekali memberikan manfaat positif bagi penggunanya
seperti:Kecepatan dalam mengirim dan menerima informasi, kemudahandalam melakukan
aktifitas online, Mempermudah dalam transaksi bisnis, Sosial network yang sangat
menyenangkan, Hiburan permainan tanpa batas. Pemanfaatandan penggunaanteknologi
internetjuga tidak dapat dipungkiri juga membawa dampak negatifyang tidak kalah banyak
dengan manfaat positif.Munculnya kasus kejahatan di dunia maya(cyber crime) seperti;
Maraknya kasus pembobolankartu kreditmelalui aktifitas transaksi bisnis e-commerce,
Banyaknyakasus penyusupandan penyerangan ke beberapa situssaat iniyang sering menjadi
korban adalah situs pemerintah, dibidang akademik maraknya kasus plagiasi dalam dunia
penciptaan karya ilmiah, dan juga banyaknyakasus Pencemaran nama baik akibat semakin
bebas dan mudahnya semua orang dalam mengakses dan mempublikasikan berita maupun
keluhan diforum-forum maupun di sosial media.

1
Ari Juliano Gema, “Cyber Crime Sebuah Fenomena Di Dunia Maya”, dalam National Central
Bureau (NCB) – INTERPOL Indonesia, Jakarta, 02 Januari 2013 dalam http://www.interpol.go.id/id/kejahatan-
transnasional/kejahatan-dunia-maya/89-cybercrime-sebuah-fenomena-di-dunia-maya, diakses 5 Oktober 2017.
2
Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime); Suatu Pengantar (Jakarta, Kencana 2013), hal 48.
Kejahatan dunia maya terus berkembang seiring dengan kemajuan peradaban manusia
melalui teknologi. Tugas penting tidak hanya untuk pemerintah maupun aparat hukum demi
tercapainya pengentasan cybercrime.
Langkah lembaga penegak dan pertahanan hukum di Indonesia yang telah dilakukan
selama ini tergolong kurang koordinasi dan masih dilakukan secara terpisah. Menjadi
prioritas ditengah terus berkembangnya teknologi bagi pemerintah untuk membangun badan
keamanan cyber di Indonesia.
Untuk menjaga ketahanan dan keamanan dari ancaman cybercrime baik dari
Indonesia dan luar negeri perlu kesadaran dari masyarakat, adanya Undang-Undang
cybercrime dan juga memaksimalkan aparat dan penegak hukum.
Kejahatan yang dilakukan di ruang maya pada umumnya bertujuan untuk
menghasilkan keuntungan finansial bagi pelakunya. Berbagai tindakan dilakukan untuk
menyerang sistem keamanan di dunia maya untuk mendapatkan uang. Adapula pelaku yang
menggunakan internet sebagai media untuk menghasilkan uang, misalnya penggunaan
internet untuk perdagangan gelap senjata dan organ tubuh, prostitusi dan pornografi. Dalam
perkembangannya, pelaku kejahatan menggunakan media internet sebagai sarana untuk
menyerang pribadi seseorang tanpa secara langsung atau memang tidak bertujuan untuk
keuntungan finansial, misalnya pencemaran nama baik melalui internet, political hacking,
cyberterrorism, cyberbullying dan sebagainya.
Atas paparan di atas penulis tertatik ingin menulis sebuah tulisan yang berjudul
“Upaya pemerintah dalam mencegah tindak pidana cyber crime”.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya pemerintah dalam pencegahan terhadap tindak pidana cyber
crime?
2. Apa saja hambatan pemerintah dalam pencegahan tindak pidana cyber crime?
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam pencegahan tindak pidana cyber
crime.
2. Untuk mengetahui hambatan pemerintah dalam pencegahan tindak pidana cyber
crime.
B. PEMBAHASAN
1. Upaya pemerintah dalam pencegahan tindak pidana cyber crime
Cybercrime adalah salah satu produk dari globalisasi kejahatan, dimana kejahatan
dilakukan tanpa terbatas pada ruang dan waktu. Muladi dan Diah Sulistyani R.S. 3 Cyber
crime merupakan satu tindakan yang merugikan orang seseorang atau instansi yang berkaitan
dan pengguna fasilitasdengan sistem informasi yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya
sendiri atau orang lain, sehingga cybercrime ini termasuk dalam tindak kejahatan sehingga
diatur dalam Undang-undang no 11 tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik.4
kejahatan ini harus diwaspadai karena kejahatan ini berbeda dengan kejahatan lainnya. Cyber
crime dapat dilakukan tanpa mengenal batas tritorial dan tidak memerlukan interaksi
langsung antar pelaku dengan korban kejahatan.Sehingga bisa dipastikan dengan dengan
global internet, semua negara yang melakukan kegiatan internet akan terkena imbas
perkembangan cyber crime ini.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya penanggulangan
kejahatan internet, sebagai berikut:
a. Mengamankan sistem
Langkah awal yang perlu dilakukan oleh para pengguna teknologi internet dalam
upaya penanggulangan cybercrime adalah melidungi dari kejahatan dengan mengamankan
sistem komputer. Namun kesadaran masyarakat dalam tingkat pengamanan semakin tinggi,
hal ini dapat kita lihat dari hasil survey yang dilakukan oleh CSI/FBI pada tahun 2003,
menyataka bahwa 99% dai 525 responden sudah menggunan perangkat lunak antivirus.
Tujuan utama dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian
sistem karena dimasuki seseorang yang tidak diinginkan.
b. Penganggulangan Global
Saat ini upaya yang dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for
Economic Cooperation and Development(OECD) telah membuat guidlinesbagi para pembuat
kebijakan yang berhubungan dengann computer-related crime.Dimana pada tahun 1986

3
Muladi dan Diah Sulistyani R.S., 2016, Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan Kebijakan
Kriminal, Alumni, Bandung, hal. 24.
4
Sinta Dewi Rosadi, 2015, Cyber Law (Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional, Regional,
dan Nasional), PT Refika Aditama, Bandung, hal. 103.
OECD mengumumkan telah berhasil mempublikasikan laporan yang berjudul Computer-
related Crime.
Laporan OECD tersebut berhasil survey terhadap peraturan perundang-undangan
negara-negara anggota beserta rekomendasi perubahan penanggulangan computer-related
crime terebut. Dari berbgai upaya yang dilakukan tersebut, jelas bahwa cybercrime
membutuhkan global action dalam penanggulangnnya.
Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara untuk
penanggulangan cybercrime:
• Melakukan moderenisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang
diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
• Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar
internasional.
• Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya
pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan
cybercrime.
• Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta
pentingnya mencegah kejahatan tersebut.
• Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional, maupun multilateral,
dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual
assistance treaties.
c. Perlunya cyber law
Perkembangna teknologi yang sangat pesat, membutuhkan membutuhkan pengaturan
yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut seperti undang-undang no 11 tahun
2008. Peraturan ini sangat diperlukan dikarenakan begitu banyak pelanggrang yang dilakukan
dalam dunia maya saat ini.
d. Perlunya dukungan lembaga khusus
Lembaga-lembaga khusus, baik milik negara maupun NGO (Non Goverment
organization), sangat diperlukan sebagai upaya penanggulangann kejahatan internet. Amerika
Serikat memiliki Computer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai divoso
khusus dari U.S Department of Justice. Institut ini memberikan informasi tentang cybercrime,
melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus
dalam penaggulangan cybercrime.
Indonesia sendiri memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response
Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah
keamanan komputer.
2. Hambatan pemerintah dalam pencegahan tindak cyber crime
Berbicara Mengenai Kendala keterbatasan personil seperti tenaga ahli IT dan cyber
forensic, fakta ini juga diperkuat oleh laporan dari Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi
Khusus Bareskrim Polri Kombes (Pol) Agung Setya. Beberapa waktu lalu kami bertemu
dengan pihak polisi china, bekerjasama tentang kejahatan siber. Mereka menggeleng-
gelengkan kepala begitu tahu penyidik cybercrime Indonesia hanya berjumlah 18 orang,
sedangkan jumlah anggota polisis cyber di Negara china mencapai 18.000 (delapan belas
ribu)orang personil. Agung merasa jumlah personil yang membidangi kejahatan siber di
indonesia memang kurang. Padahal kejahatan jenis ini meningkat pada tahun-tahun terakhir,
seharusnya penebalan personil untuk mengantisipasi efek negatif kejahatan ini dilaksanakan
segera Disamping itu Subdirektorat cybercrimeyang bernaung di direktoratnya mencatat,
jumlah laporan kejahatan siber pada tahun 2012 hanya 781 laporan. Dari jumlah tersebut,
hanya 86 laporan yang berhasil diselesaikan. Tahun 2013 jumlah laporanya melonjak menjadi
1.347 laporan dengan penyelesaian laporan 115 saja. Adapun tahun 2014, terdapat 1.324
laporan dengan penyelesaian perkara sebanyak 307, sementara sepanjang januari hingga
oktober 2015, terdapat 1.325 laporan dengan jumlah perkara yang diselesaikan sebanyak 355.
Agung mengapresiasi rencana pemerintah untuk membentuk badan cybernasional. Dia hanya
berharap pembentukan badan tersebut turut mengikutsertakan kepolisisan sebagai unsur yang
penting1.1http://nasional.kompas.com/read/2015/12/19/19450071/Polisi.Cyber.Crime.RI.Cu
ma.18.Personel.Polisi.China.Geleng-geleng.Kepala(diakses pada 25 april 2016)
1. Terbatasnya Personil Tenaga Ahli
Terbatasnya jumlah personil tenaga ahli antara Negara indonesia dan china sangatlah
berbeda jauh dalam jumlah personilnya. Lebih ironis lagi laporan tingkat kejahatan siber di
Indoensia semakin meningkat, dengan keterbatasan personil dan tenaga ahli di pihak
kepolisisan Indonesia maka penyelesaian kasus tersebut tidak bisa diselesaikan dengan cepat.
Akibatnya dirasakan langsung oleh pihak korban atau kejahatan siber. Kualitas fasilitas
teknologi informasi di Indonesia memang sudah cukup baik, namun tidak sebanding dengan
jaminan keamanan oleh para pengguna.
Keterbatsan tenaga ahli pada pihak kepolisian memang merupakan factor yang sangat
besar, dengan jumlah anggota ahli yang terbatas ini pengungkapan dan penyidikan kasus
kejahatan dunia maya tidak bisa diselesaikan dengan waktu yang cepat, sehingga akan
membuat para pelaku lebih leluasa dalam beraksi. Terlebih lagi diketahui bahwa jumlah
anggota cyber policeIndonesia hanya berjumlah 18 orang, jumlah tersebut tidak sebanding
dengan banyaknya kasus yang masuk dalam laporan kepolisisan tentang kejahatan dunia
maya, yang paling marak ialah kejahatan perbankan.
Jika kita melihat Negara china cyber police Negara itu memiliki jumlah anggota
personil sebanyak 18.000 orang. Ini bukti bhwa pemerintah china sudah menganggap serius
betapa besarnya ancaman dari dunia maya di Negara itu. Dengan adanya kerjasama
pemerintah indonesia dan china diharapkan para penegak hukum bisa lebih paham dan cepat
dalam bertindak. Keterbatasan personil yang ahli juga memang diakui oleh Teguh Arifiyanto
ketua umum ICLC (Indonesia Cyber Law Community) yang juga sering ikut terjun langsung
dilapangan bekerjasama dengan polri dalam mengungkap kasus kejahatan dunia maya, selain
pihak kepolisisan pihak lain yang ikut membantu adalah Kementrian Komunikasi Dan
Informasi (KOMINFO) yang mana memang terkait langsung pada kebijakan penggunaan
fasilitas teknologi informasi dan internet di Indonesia. Dari informasi yang didapat penulis
anggota kepolisian masih belum terlalu melek akan teknologi, bahkan banyak diantara
anggota cyber police Indonesia masih baru memakai computer. Bisa dikatakan kemampuan
polisis indonesia dalam dunia maya masih dalam tahap standar atau pemula.
Keterbatasan jumlah personil tenaga ahli sebenarnya bisa diatasi dengan adanya
pelatihan-pelatihan baik oleh kepolisian atau pihak universitas dan perguruan tinggi negri
atau swasta yang terdapat fakultas teknologi informasi. Langkah ini perlu dilakukan untuk
merekrut tenaga-tenaga ahli teknologi informasi terutama sekali para pelajar dan mahasiswa
yang memiliki keahlian dibidang IT (Information technology)pihak dosen dan mahasiswa
memiliki peran yang sangat startegis sebab merekalah yang paling bisa mengikuti
perkembangan IT.
Para praktisi juga bisa memebrikan peran penting dalam memberikan masukan-
masukan kepada pihak pemerintah dalam keamanan jaringan computer dan internet.
Mendesaknya kebutuhan tenaga ahli juga harus diimbangi dengan adanya sarana dan
prasarana serta fasilitas peralatan yang canggih dan maju dalam mendukung keamanan
jaringan dan juga untuk memudahkan pelacakan pelaku kejahatan agar kasus kejahatan dunia
maya dapat di atasi dengan cepat.
2. Terbatasnya Anggaran Operasional
Kendala lain yang krusial adalah terbatasnya dana anggaran operasional, penulis
mengutip pernyataan dari Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Barskrim
Brigjen Pol A Kamil Razak, masalah yang cukup krusial selain perangkat hukum, yaitu SDM
yang belum mencukupi, anggaran serta sarana dan prasarana untuk menunjang pengungkapan
kasus-kasus cyber crime. Sekarang ini anggaran yang ada hanya cukup untuk satu perkara per
satu bulan. Padahal kenyataanya satu bulan bisa sampai 15 kasus.
Jumlah anggaran yang kurang menjadi penyebab faktor yang sangat besar dalam
pengungkapan kasus kejahaatan siber, dengan keterbatasan anggaran maka akan berdampak
langsung pada peralatan yang digunakan oleh pihak kepolisian untuk melacak pelaku
kejahatan siber.Seperti yang dikutip dari situs berita kriminalitas.com, Sebagai contoh
perbandingan penulis membandingkan rancangan anggaran cyber di Amerika Serikat yang
mencapai USD 19.miliar dollar pada tahun 2017, keadaan ini mengahruskan pemerintah
Amerika Serikat karena menambah anggaran yang cukup besar tersebut disebabkan oleh
2http://news.detik.com/berita/2714416/penanganan-kasus-cyber-crime-terganjal-regulasi
dan-anggaran(diakses pada tanggal 9 mei 2016). Ancaman dunia maya (cyber) di Amerika
Serikat juga angat meningkat tajam. Pemerintah amerka serikat dibawah kordinasi langsung
presiden barack obama peningkatan anggaran untuk keamanan cyber di amerka tidak lepas
dari berbagai ancaman-ancaman yang cukup besar terutama yang datang dari luar Negara
amerika, selain ancaman pencurian data intelejen, pencurian data diri warga sipil Amerika
dan perbankan, ancaman yang paling serius ialah cyber terrorism.
Presiden obama juga menandatangani perintah eksekutif untuk memebntuk dewan
privasi federal, sebuah lembaga kordinasi untuk yang bertugas mengembangkan buku acuan
komprhensif mengenai pengumpulan dan penyimpanan data pribadi warga, selain tiu ususlan
anggaran pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar 62 juta dolar untuk mempekerjakan
pakar dunia maya bagi pemerintah. Sudah satya pemerintah melalui KOMINFO dan pihak
institusi kepolisisan mulai menambah anggaran untuk keamanan cyberagar kasus
penyalahgunaan teknologi informasi dapat diminimalisir. Program kerja yang dilakukan oleh
presiden amerika barack obama tersebut selain menambah anggaran untuk keamanan dunia
maya, pemerintah Amerika Serikat juga iukut melibatkan dan memberdayakan para pakar-
pakar dan tenaga ahli dunia maya agar dapat ambil bagian untuk menjaga keamanan dunia
maya dinegara tersebut.
Langkah yang dilakukan oleh Presiden Amerika serikat Barack Obama juga bisa
diterapkan di Indoensia dengan memberdayakan dan mempekerjakan para pakar dan tenaga
ahli dunia maya di Indonesia untuk keamanan jaringan, walaupun membutuhkan waktu yang
tidak sebentar setidaknya langkah tersebut bisa diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk
mengurangi keterbatsan tenaga ahli. Kejahatan dunia maya diindonesia yang paling banyak
ialah kejahatan perbankan dengan motif untuk mendapatkan keuntungan berupa uang. Walau
masih bersifat kejahatan perbankan, namun jika terus dibiarkan maka bukan tidak mungkin
cepat atau lambat cyberterorrismjuga akan mengancam Indonesia.
3. Lemahnya Pengawasan Pemerintah
Lemahnya pengawasan penggunaan internet berpotensi besar akan menciptakan
peluang terjadinya kejahatan cyber crime (dunia maya). Karena kejahatan dengan
3http://kriminalitas.com/khawatir-dengan-cyber-crime-obama-naikkan-anggaran-keamanan
cyber/ Menggunakan teknologi terjadi jika ada akses internet yang cukup memadai. Fasilitas
internet Di indonesia bisa dikatakan sudah memadai baik dari segi kecepatan akses
dankemduahan pemasangan jaringan akses internet. Dalam hal pengawasan pemerintah telah
mengontrol pengawasan trafik konten negatif internet yang dapat diakses di indonesia.
Seperti pemblokiran situs-situs porno, SARA, kekerasan dan situs-situs website
yangdianggap menyalahi norma kesusilaan. Dari segi prosedur pemasangan jaringan koneksi
internet di indonesia dari yang dipaparkan oleh narasumber hamper 95% persen dikandalikan
oleh pihak swasta, peran dari pemerintah hanya 5% saja, jika ISP (Internet Service Provider)
seluruhnya pihak swasta yang menegendalikan maka berakibat pada akan terjadi lemahnya
pengawasan oleh pihak pemerintah, biaya yang cukup murah serta akses kecepatan internet
yang cukup memadai maka akan sangat rawan dalam penyalahgunaan penggunaan jaringan
internet.
Seperti halnya providerXL dan Indosat yang hamper semua sahamnya dimiliki oleh
pihak asing merupakan lahan bisnis yang sangat besar bagi pihak swasta untuk meraup
keuntungan dari penyediaan jasa internet di indonesia, tongginya pengguna internet di
indoensia juga salah satu faktor pihak sawasta melakukan ekspansi ke indonesia. Dengan
leluasanya pihak swasta mengendalikan jaringan koneksi di Indonesia dinilai salah satu
penyebab maraknya menyalahgunaan internet (Internet Misuse). Tidak adanya kebijakan dan
langkah prventif menjadi faktor utama, para pengguna bisa dengan bebas mengakses data-
data tertentu yabg mana bisaa disalahginakan oleh pengguna yang tidak bertamggung jawab.
Dalam jangka panjang maka alamat Ip Addressdan domain name asal indonesia akan di black
list oleh dunia internasional sehingga kerugianpun akan ditanggung oleh rakyat indonesia
Penggunaan fasilitas internet sangatlah dibutuhkan oleh pengguna teknologi informasi dalam
hal ini pihak yang bertanggung jawab adalah penyedia jasa layanan internet atau ISP (internet
service provider)yang harus menyediakan pelayanan maupun servis ketika ada kerusakan,
namun dikarenakan dikendalikan oleh pihak swasta Maka penulis berpendapat ada celah
hukum yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dalam
menyalahgunakan fasilitas internet, jika dilihat dari Undang-Undang No 11 Informasi Dan
Transaksi Elektronik Wawancara teguh arifiyadi 4 mei 2016 Tahun 2008 misalnya yang
terdapat pada pasal 13, pasal 14, pasal 15 dan pasal 16. Pasal tersebut lebih fokus untuk
menitikberatkan penyelenggaraan sistem elektronik harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan
oleh pengguna jasa elektronik. Sedangkan pasal 23, pasal 24, pasal 25 dan pasal 26 yang
mengatur tentang Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual Dan Perlindungan Hak Pribadi,
Tidak ada satupun pada pasal-pasal tersebut yang menyebutkan pengawasan penggunaan
internet .Pasal 23 hingga pasal 26 lebih cenderung fokus pada hak kekayaan intelektual atau
semacam hak paten. Dengan adanya campur tangan pemerintah dalam mengawasi perizinan
pemasangan akses jaringaninternet diharapkan tingkat kejahatan dunia maya dapat
diminimalisir.
4. Kendala Prosedural Hukum UU ITE 2008
Maraknya kasus kejahatan dunia maya di Indonesia dinilai banyak kalangan terdapat
adanya celah hukum yang ada di indonesia yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan
dunia maya, dari data laporan serangan dunia maya yang telah dicantumkan oleh penulis pada
bab 2 penulis juga mencari informasi dari nara sumber yaitu Bapak Lukito Edi Nuigroho
yang merupakan dosen di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Informatika Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta Beliau berpendapat bahwa Undang-Undang Informasi Dan Transaksi
Elektronik No 11 Tahun 2008 (UU ITE 2008) masih belum diterapkan secara efektif.5
Dikarenakan para penegak hukum masih belum terlalu familiar dengan kejahatan dunia
maya, sehingga implementasi UU ITE 2008 belum maksimal. Selain itu penyebab yang lebih
mendasar adalah kenyataan bahwa transaksi di dunia maya memang rawan penerobosan dan
potensi keuntungan yang bisa diperoleh dari kejahatan tersebut juga luar biasa besar.
Walaupun pada undang-undang ITE 2008 sudah mencantumkan perbuatan yang dilarang
dalam dunia maya yang terdapat pada pasal 27 sampai pasal 37. Kenyataan pelanggaran pada
dunia maya juga tidak berhenti malah semakin meningkat berdasarkan laporan dari berbagai
macam pengamat dan laporan statistik kejahatan dunia maya di Indonesia.
Walaupun jumlah pengguna internet di indonesia masuk pada nomor urut yang
terbesar ke 6 di dunia, tidak dapat langsung diakitkan dengan jumlah serangan dunia maya di
indonesia. 5Wawancara Lukito EdiNugroho Yogyakarta 8-mei 2016.
Hal senada juga disampaikan oleh teguh arifiyadi. Lemahnya perangkat hukum UU
ITE 2008 dipastikan teekndala dari pihak personil penegak hukum itu sendiri, masih banyak
para penegak yang belum memahami makna dari UU ITE 2008 terutama mengenai perbuatan

5
Sinta Dewi Rosadi, 2015, Cyber Law (Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional, Regional,
dan Nasional), PT Refika Aditama, Bandung, hal. 103
yang dilarang pada pasal 27 hingga 37. Kendala ini berdampak tidak maksimalnya penerapan
hukum UU ITE tersebut di indonesia, kendala lain yang terdapat pada UU ITE yaitu pada bab
10 (X) pasal 43 ayat 3 tentang penyidikan yang berbunyi “Penggeledahan dan/atau penyitaan
terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas
izin ketua pengadilan negeri setempat”.Pasal 43 ayat 3 tersebut bisa dikatakan sebagai batu
sandungan oleh pihak penyidik dalam menagkap pelaku atau tersangka kejahatan dunia
maya.6
Pasal ini sering kali dikeluhkan sebab penindakan terhadap pelaku hanya bisa
dilakukan jika sudah mendapat izin dari kantor pengadilan setempat, pasal ini dinilai kurang
efektif karena kantor pengadilan hanya buka pada 5 hari kerja seangkan pada hari sabtu dan
minggu kantor pengadilan akan tutup, jika seandainya pelaku yang terduga kuat tidak segara
ditindak maka akan dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti berupa jejak kejahatan.
Jika barang bukti tidak ditemukan maka pelaku tidak dapat dijerat secara hukum sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku, pasal 43 ayat 3 tersebut perlu diadakanya revisi.
Sebagai pebandingan pihak otoritas cyber policesingapura berhak menahan pelaku yang
terduga kuat sebagai pelaku kejahatan dunia maya tanpa harus terlebih dahulu mengantongi
suart izin penahanan dari kantor pengadilan.
Langkah ini dilakukan untuk menghindari hilangnya barang bukti yang digunakan
oleh pelaku dalam menjalankan aksinya. Dengan menerapkan langkah hukum yang sama
dengan cyber policesingapura maka pemerintah Indoensia dalam hal ini penegak hukum
seperti kepolisisan akan mampu menangani kasus kejahatan dunia maya lebih cepat
dibandingkan dengan harus terlebih dahulu mengurus suart izin penahanan pada pengadilan
setempat. Maka dari itu revisi undang-undang ITE 2008 pada pasal 43 ayat 3 perlu segera
dilakukan untuk memudahkan pengungkapan dan penanganan kasus agar jaminan keamanan
dan kenyamanan pengguna internet bisa terjamin. Dari berbagai rangkuman Kendala-kendala
pemerintah Indonesia dalam menaggulangi kejahatan cyber crimediatas maka dapat
disimpulkan bahwa secara garis besar adalah terbatasnya personil tenaga ahli, terbatasnya
anggaran, lemahnya pengawasan pemerintah dan masalah prosedural hukum UU ITE 2008.
Selain masalah teknis seperti keterbatasaan jumlah anggota personil yang ahli dalam bidang
cyber crimelangkah yang dapat dilakukan adalah dengan menagdakan pelatihan-pelatihan
anggota polri yang fokus dalam kejahatan khusus cyber, dan alangkah baiknya ikut membuat

6
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu
pada bab 10 (X) pasal 43 ayat 3 tentang penyidikan
kerjasama kepada para praktisi-praktisi dan juga para pelajar atau mahasiswa yang ahli dalam
bidang dunia maya atau cyber.

Analisis Penulis
Adapun hambatan-hambatan yang ditemukan di dalam proses penyidikan antara lain
adalah sebagai berikut:
* Perangkat Hukum yang Belum Memadai
Lemahnya peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan terhadap pelaku
cybercrime, sedangkan penggunaan pasal-pasal yang terdapat di dalam KUHP seringkali
masih cukup meragukan bagi penyidik. Oleh sebabitu perlu dibuat undang-undang yang
khusus mengatur cybercrime.
* Kemampuan Penyidik
Secara umum penyidik Polri masih sangat minim dalam penguasaan operasional komputer
dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemampuan melakukan penyidikan
terhadap kasus-kasus kejahatan dunia maya. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh
(determinan) adalah:
a. Kurangnya pengetahuan tentang komputer
b. Pengetahuan teknis dan pengalaman para penyidik dalam menangani kasus-kasus
cybercrime masih terbatas
c. Faktor sistem pembuktian yang menyulitkan para penyidik
Dalam hal menangani kasus cybercrime diperlukan penyidik yang cukup berpengalaman
(bukan penyidik pemula), pendidikannya diarahkan untuk menguasai teknis penyidikan dan
menguasai administrasi penyidikan serta dasar-dasar pengetahuan di bidang komputer dan
profil hacker.
* Alat Bukti
Persoalan alat bukti yang dihadapi di dalam penyidikan terhadap Cybercrime antara lain
berkaitan dengan karakteristik kejahatan cybercrime itu sendiri, yaitu:
a. Sasaran atau media cybercrimeadalah data dan atau sistem komputer atau sistem
internet yang sifatnya mudah diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelakunya.
Oleh karena itu, data atau sistem komputer atau internet yang berhubungan dengan
kejahatan tersebut harus direkam sebagai bukti dari kejahatan yg telah dilakukan.
Permasalahan timbul berkaitan dengan kedudukan media alat rekaman (recorder)
yang belum diakui KUHAP sebagai alat bukti yang sah.
b. Kedudukan saksi korban dalam cybercrimesangat penting disebabkan cybercrime
seringkali dilakukan hampir-hampir tanpa saksi. Di sisi lain, saksi korban seringkali
berada jauh di luar negeri sehingga menyulitkan penyidik melakukan pemeriksaan
saksi dan pemberkasan hasil penyidikan.

* Fasilitas Komputer Forensik


Untuk membuktikan jejak-jejak para hacker, cracker dan phreackerdalam melakukan
aksinya terutama yang berhubungan dengan program-program dan data-data komputer,
sarana Polri belum memadai karena belum ada komputer forensik. Fasilitas ini diperlukan
untuk mengungkap data-data digital serta merekam dan menyimpan bukti-bukti berupa soft
copy, seperti image, program, dan sebagainya. Dalam hal ini Polri masih belum mempunyai
fasilitas forensic computing yang memadai. Fasilitas forensic computingyang akan didirikan
Polri diharapkan akan dapat melayani tiga hal penting yaitu evidence collection, forensic
analysis, expert witness.
C. PENUTUPAN
Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa pemerintah dalam upaya
pencegahan tindak pidana cyber crime sudah berupaya untuk memberantas kejahatan ini
namaun di satu sisi kejatan dunia maya ini sangat sulit untuk di usut atau di cegah sehingga
butuh waktu dan alat yang memadai dalam pemberantasan kejatan cyber crime ini.
Terbukti upaya pemerintah dalam memberantas kejahatan cyber crime ini dengan melahirkan
beberapa undang-undang yang bertujuan untuk menjaga privasi dari setiap masyarakat agar
tidak terjerumus kedalam kejatahan cyber crime ini.
DAFTAR PUSTAKA
Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime); Suatu Pengantar (Jakarta, Kencana 2013), hal 48.
Muladi dan Diah Sulistyani R.S., 2016, Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan
Kebijakan Kriminal, Alumni, Bandung, hal. 24.
Sinta Dewi Rosadi, 2015, Cyber Law (Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional,
Regional, dan Nasional), PT Refika Aditama, Bandung, hal. 103.
Ari Juliano Gema, “Cyber Crime Sebuah Fenomena Di Dunia Maya”, dalam National
Central Bureau (NCB) – INTERPOL Indonesia, Jakarta, 02 Januari 2013 dalam
http://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/kejahatan-dunia-maya/89-
cybercrime-sebuah-fenomena-di-dunia-maya, diakses 5 Oktober 2017.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik

Anda mungkin juga menyukai