Anda di halaman 1dari 14

Upaya Penanggulangan Cyber Crime

Alfian Permana Putra


202010370311270

TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
JANUARI 2023
Abstract
Teknologi informasi memegang peran yang penting, baik di masa kini maupun
masa yang akan datang. Internet adalah salah satu bagian dari perkembangan
teknologi informasi yang telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan
manusia. Internet dapat diartikan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang
menembus batas-batas antar negara dan mempercepat penyebaran ilmu
pengetahuan serta mempermudah segala kegiatan yang dilakukan manusia.
Walaupun begitu, setiap sisi positif pasti memiliki sisi negative. Internet berlaku
dalam hal ini banyak kejahatan yang dapat terjadi dalam cyberspace yang
dinamakan cybercrime.
Saat ini, kata "aman" belum dapat kita rasakan dalam dunia cyber. Kelemahan
dari sisi keamanan dunia maya dapat menjadi bencana global yang mengancam
sektor bisnis, keamanan nasional, perilaku, perlindungan anak, dan sistem
pemerintahan. Tingginya angka kejahatan dunia maya melalui DoS, Hacking,
menyebarkan/ membuat virus, pencurian identitas dan lainnya telah merugikan
banyak orang dan berbagai pihak. Dengan begitu banyak Cybercrime yang
muncul, diperlukan segera sebuah upaya penanggulangan cybercrime Berbagai
penanggulangan yang dianggap efektif masih dilakukan hingga saat ini, walaupun
tidak menghindari para pelaku Cybercrime, setidaknya dapat mengecilkan
kemungkinan seseorang menjadi salah satu korban dari Cybercrime atau
penanggulangan saat Cybercrime terjadi.
Pendahuluan
Internet sudah menjadi salah satu kewajiban dalam hidup saat ini.
Kemudahan yang ditawarkan Internet semakin membuat manusia terlena. Internet
menghubungkan setiap penggunanya. Tidak ada batasan waktu, wilayah ataupun
gender. Teknologi Informasi saat ini seolah-olah menjadi pedang bermata dua,
karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kemajuan, kesejahteraan,
dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan
hukum.

Selain sebagai media penyedia informasi, melalui internet pula kegiatan


komunitas komersial menjadi bagian terbesar dan pesat pertumbuhannya serta
menembus berbagai batas Negara. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja akan
menambah trend dalam perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk
kreatifitas manusia. Akan tetapi dampak negaif pun tidak bisa dihindari. Tatkala
pornografi marak dimedia internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
Seiring dengan berkembangnya teknologi internet, menyebabkan munculnya
kejahatan yang disebut dengan cybercrime atau kejahatan melalui jaringan
internet

Bagi Sebagian Besar masyarakat yang terbiasa menggunakan teknologi


komunikasi,cybercrime bukanlah istilah yang asing terdengar.Cybercrime atau
kejahatan di ruang maya merupakan sebuah fenomena yang tidak terbantahkan.
Terdapat berbagai kasus cybercrime yang kian hari kian meningkat,terutama di
negara-negara yang tidak memiliki kepastian hukum dalam bidang komunikasi
modern. Indonesia sendiri salah satu negara dengan penduduk terpadat didunia
juga tidak lepas dari persoalan tersebut. Indonesia menyumbang 2,4% kejahatan
cyber di dunia. Angka ini naik 1,7% dibanding tahun 2010 lalu di mana Indonesia
menempati peringkat 28. Hal ini tak lain disebabkan oleh terus meningkatnya
jumlah pengguna internet di Indonesia

Oleh karena itu, untuk mencegah merajalelanya cybercrime, maka perlu


dibuat aturan hukum yang jelas untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia
maya. Bahkan, dengan pertimbangan bahwa pengembangan teknologi informasi
dapat menimbulkan bentuk-bentuk kejahatan baru, terutama dalam
penyalahgunaan teknologi informasi. Hukum yang salah satu fungsinya menjamin
kelancaran proses pembangunan nasional sekaligus mengamankan hasil-hasil
yang telah dicapai harus dapat melindungi hak para pemakai jasa internet
sekaligus menindak tegas para pelaku Cybercrime. Melihat dari sifatnya
Cybercrime termasuk dalam kategori borderless cryme (kejahatan tanpa batasan
ruang dan waktu), sehingga dalam memberantas tindak kejahatan Cybercrime,
diperlukan Langkah-langkah yang kompleks, terintegrasi serta berkesinambungan
dari banyak pihak, tidak hanya tugas penegak hukum semata.

Definisi Cybercrime
Cybercrime atau kejahatan berbasis komputer, adalah kejahatan yang
melibatkan komputer dan jaringan. Dalam beberapa literatur, cybercrime sering
diidentikkan sebagai computer crime. TheU.S. Department of Justice memberikan
pengertian computer crime sebagai:"…any illegal act requiring knowledge of
computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution".
Pengertian lainnya diberikan oleh Organization of European Community
Development, yaitu: "any illegal, unethical or unauthorized behavior relating to
the automatic processing and/or the transmission of data". Andi Hamzah dalam
bukunya Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer (1989) mengartikan:
"kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan
komputer secara ilegal".

Cybercrimes dapat didefinisikan sebagai: "Pelanggaran yang dilakukan terhadap


perorangan atau sekelompok individu dengan motif criminal untuk secara sengaja
menyakiti reputasi korban atau menyebabkan kerugian fisik atau mental atau
kerugian kepada korban baik secara langsung maupun tidak langsung,
menggunakan jaringan telekomunikasi modern seperti Internet (jaringan termasuk
namun tidak terbatas pada ruang Chat, email, notice boards dan kelompok) dan
telepon genggam (Bluetooth / SMS / MMS)"

Dari beberapa pengertian di atas, computer crime dirumuskan sebagai


perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai
sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan
ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

Beberapa jenis kejahatan cyber crime, antara lain adalah:

1. Carding, jenis kejahatan yang dilakukan dengan bertransaksi


menggunakan kartu kredit milik orang lain secara ilegal. Pelaku
biasanya mencari cara untuk mengetahui nomor kartu kredit
korban, kemudian menggunakannya untuk membeli sesuatu secara
2. Phising, tindakan melakukan penipuan dengan cara mengelabui
korban. Misalnya melalui email, mengirimkan link palsu, website
tipuan, dll. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data penting
korban, seperti kartu identitas, password, kode PIN dan OTP pada
akun banking
3. Ransomware, malware yang bisa menginfeksi komputer dan
mengambil data korban. Pelaku bisa mengancam korban dengan
data yang didapatkan sehingga mereka mendapatkan uang tebusan.
4. Pinjaman Online Ilegal, biasanya pelaku menggunakan foto ktp
dan foto selfie korban untuk dijual di pasar gelap, dipakai untuk
pencucian uang, dan tindak kejahatan lainnya.
5. Konten ilegal, menyebarkan informasi yang tidak benar dan
melanggar hukum. Contohnya adalah berita bohong atau fitnah
(hoax), mengandung unsur pornografi, dan informasi yang
menyangkut rahasia negara atau propaganda pemerintah.

Penanggulangan Cybercrime

Berdasarkan berbagai kasus cybercrime yang telah terjadi dan pasti akan
bertambah, perlu kiranya dilakukan percepatan dalam menuntaskan kasus
cybercrime. Untuk menanggulangi kejahatan internet yang semakin meluas maka
diperlukan suatu kesadaran dari masing-masing negara akan bahaya
penyalahgunaan internet. maka berikut adalah langkah ataupun cara
penanggulangan cybercrime secara umum adalah :

1.Pengamanan Sistem
Tujuan yang paling nyata dari suatu sistem keamanan adalah meminimasi
dan mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem, karena dimasuki oleh
pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sitem ini harus terintegrasi pada
keseluruhan subsistem untuk mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-
celah unauthorized actions yang merugikan.

Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi


sistem sampai akhirnya tahap pengamanan fisik dan pengamanan data.
Pengamanan sistem melalui jaringan dapat juga dilakukan dengan melakukan
pengamanan terhadap FTP, SMTP, Telnet. dan Pengamanan Web Server.

2. Penanggulangan Global

OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development)


telah merekomendasikan beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap
negara dalam penanggulangan Cybercrime, yaitu :

1. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional dengan hukum


acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional.
2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional
sesuai standar internasional.
3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum
mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-
perkara yang berhubungan cybercrime.
4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah
cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
5. Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional
maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara
lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties.

3.Perlunya Cyberlaw
Cyberlaw merupakan istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan TI.
Istilah lain adalah hukum TI (Low of IT), Hukum Dunia Maya (Virtual World
Law) dan hukum Mayantara. Perkembangan teknologi yang sangat pesat
membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi
tersebut. Hanya saja, hingga saat ini banyak negara yang belum memiliki
perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek
pidana maupun perdata-nya.

Kekhawatiran akan kejahatan mayantara di dunia sebetulnya sudah dibahas secara


khusus dalam suatu lokakarya (“Workshop On Crimes To Computer Networks”)
yang diorganisir oleh UNAFEI selama kongres PBB X/2000 berlangsung. Adapun
kesimpulan dari lokakarya tersebut adalah:

 CRC (conputer-related crime) harus dikriminalisasikan.


 Diperlukan hukum acara yang tepat untuk melakukanb penyidikan dan
penuntutan terhadap penjahat cyber.
 Harus ada kerjasama pemerintah dan industri terhadap tujuan umum
pencegahan dan penanggulangan kejahatan komputer agar internet
menjadi tempat yang aman.
 Diperlukan kerja sama internasional untuk menelusuri para penjahat di
internet.
 PBB harus mengambil langkah / tindak lanjut yang berhubungan dengan
bantuan dan kerjasama teknis dalam penganggulangan CRC.

Ruang lingkup dari cyberlaw adalah:

 hak cipta, hak merek, pencemaran nama baik (defamation), hate speech
(fitnah, penistaan dan penginaan),
 serangan terhadaap fasilitas komputer (hacking, viruses, ilegal acccess),
pengaturan sumber daya internet 9IP addrees, domain name),
 kenyaman individu (privacy), tindakan kriminal yang biasa menggunakan
TI sebagai alat,
 isu prosedural (yurisdiksi, pembuktian, penyidikan), transaksi elektronik
dan digital, pornografi,
 perlindungan konsumen, pemanfaatan internet dalam aktifitas keseharian
(e-commerce, e-government, e-education, e-medics).

Contoh cyberlaw di Amerika adalah:

 US Child Onleine Protection Act (COPA): adults verification required on


porn sites.
 US Child Pornography Protection Act: extend law to include computer-
based child porn.
 US Child Internet Protection Act (CIPA): requires schools dan libraries to
filter.
 US New Laws adn Rulemaking: spam. deceptive, tactics, mousetrapping.

4.Perlunya Dukungan Lembaga Khusus

Lembaga khusus yang dimaksud adalah milik pemerintah dan NGO (Non
Government Organization) diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan
di internet. Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang
cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta
melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime. Indonesia sendiri
sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team) yang
diperlukan bagi orang-orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan
komputer.

Strategi Penanggulangan Cyber Crime

a. Strategi Jangka Pendek

1. Penegakan hukum pidana: salah satu manivestasi untuk mebuat hukum tidak
hanya sebagai barang hukum tidak hanya senagai barang rongsokan yang tidak
berguna.
2. Mengoptimalkan UU khusus lainnya. Sector cyber space banyak bersentuhan
dengan sektor-sektor laun yang telah memiliki aturan khusus dalam
pelaksanaannya. Ada beberapa aturan yang bersentuhan dengan dunia cyber yang
dapat digunakan untuk menjerat pelaku cybercrime, sehingga sepak terjangnya
semakin sempit.

3. Rekruitment aparat penegak hukum. DIutamakan dari masyarakat yang


menguasai dunia komputer dan internet di samping kemampuan lain yang
dipersyaratkan.

b. Strategi Jangka Menengah

1. Cyber police : orang-orang khusus yang dilatih dan dididik untuk melakukan
penyidikan cybercrime. Pola pembentukannya merupakan bagian dari upaya
reformasi kepolisian.

2. Kerjasama internasional. Hal ini dikarenakan kejahatan modern sudah


melintasi batas-batas nnegara yang dilakukan berkat dukungan teknologi, sistgem
komunikasi, dan trasnportasi. Hal ini dapat menunjukkan adanya sistem
kepolisian yang terbuka, dan mendapatkan keuntungan dalam kerjasama
mengatasi penjahat-penjahat internasional yang masuk melintasi wilayah hukum
Indonesia.

c. Strategi Jangka Panjang

1. Membuat UU cybercrime. Tujuannya adalah untuk pemberatan atas


tindakan pelaku agar dapat menimbulkan efek jera dan mengatur sifat khusus dari
sistem pembuktian.

2. Membuat perjanjian bilateral. Media internet adalah media global, yang


tidak memiliki batasan waktu dan tempat. Cybercrime dapat melibatkan beberapa
negara, sehingga perlu hubungan di jalur bilateral untuk menaggulanginya.

CyberLaw Di Indonesia
. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah
hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi
hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang
juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information
technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.

Cyberlaw di Indonesia sangat tertingal, jika dibandingkan dengan negara


lain. Kasus cybercrime diproses dengan menggunakan KUHP, UU,
Telekomunikasi, UU Hak Cipta, UU Perlindungan Konsumen. Namun, masih
banyak cyber yang lolos dari jerat hukum. UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
tidak dilaksanakan dengan maksimal, RUU tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) hanya membahas kejahatan untuk transaksi elektronik, tidak
kejahatan lain (mis: spamming, pencemaran nama baik, fitnah, dll).

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai


sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum”
yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan
“payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh
undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik,
diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita
bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak
terlaksana.

Dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun


masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang
mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di
dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking,
membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk
pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI,
penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi
disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di
Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu
rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi
Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan
Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah
menjadi beberapa undang-undang.

Maraknya cybercrime menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah dalam


menyelesaikannya. Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang
terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya. Diperlukan
sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak
dapat dipidana, kecuali  berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas
yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah
satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu
dikaji lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana
yang dalam faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam
hal ini terhadap kejahatan penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.

Penegakan Hukum

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) masih dijadikan sebagai dasar


hukum untuk menjaring cybercrime, khususnya jenis cybercrime yang memenuhi
unsur-unsur dalam pasal-pasal KUHP. Beberapa dasar hukum dalam KUHP yang
digunakan oleh aparat penegak hukum antara lain:

1. Pasal 167 KUHP


2. Pasal 406 ayat (1) KUHP
3. Pasal 282 KUHP
4. Pasal 378 KUHP
5. Pasal 112 KUHP
6. Pasal 362 KUHP
7. Pasal 372 KUHP
Selain KUHP adapula UU yang berkaitan dengan hal ini, yaitu UU No 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana aturan
tindak pidana yang terjadi didalamnya terbukti mengancam para pengguna
internet. Sejak ditetapkannya UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik pada 21 April 2008, telah menimbulkan banyak korban.
Berdasarkan pemantauan yang telah penulis lakukan paling tidak telah ada 4
orang yang dipanggil polisi dan menjadi tersangka karena diduga melakukan
tindak pidana yang diatur dalam UU ITE. Para tersangka atau korban UU ITE
tersebut merupakan pengguna internet aktif yang dituduh telah melakukan
penghinaan atau terkait dengan muatan penghinaan di internet. (data terlampir)

Orang-orang yang dituduh berdasarkan UU ITE tersebut kemungkinan


seluruhnya akan terkena pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yakni
dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah. UU ITE dapat
digunakan untuk menghajar seluruh aktivitas di internet tanpa terkecuali jurnalis
atau bukan. Karena rumusannya yang sangat lentur. (lihat tabel lampiran)

Untuk sanksi hukuman pelaku kejahatan siber sebenarnya tergantung


dengan tingkat kejahatan. Selain itu dalam Hukum Pidana juga dibedakan pada
kejahatannya. Misal Pasal 367 KUHP mengenai kasus berupa Carding. Ada juga
378 KUHP mengenai penipuan dalam bentuk apapun. Selain itu terdapat 335
KUHP mengenai pengancaman atau pemerasan lewat email. Lalu memaksa
korban untuk melakukan hal yang diinginkan penjahat.

Terdapat juga 311 KUHP mengenai pencemaran nama baik dalam


internet. Mungkin hal ini sering kita temui karena dipilih oleh para selebriti.
Terutama yang ingin menjerat karena menyebar hoax yang merugikannya.

Selain itu ada juga hukuman pidana penjahat cyber pada 303 KUHP
mengenai perjudian. Termasuk 282 KUHP tentang penyebaran konten pornografi.
Begitu juga menyebarkan foto dan video pribadi yang tidak diinginkan. Kita juga
wajib memahami aturan UU No. 19 Tahun 2002. Hal ini termasuk membajak
film, musik atau foto berlisensi. Tentu bisa dikenai pidana apabila pemiliknya
memberi laporan pihak berwajib.
Bila kita tidak ingin terjerat masalah hukum, maka cara menghindari cyber
crime cukup mudah. Misalnya menghindari membagi berita hoax dan ujaran
kebencian. Begitu juga menghindari link phising dan skimming. Melihat semua
hal buruk yang dapat terjadi, kita tidak boleh meremehkan cara penggunaan
internet positif. Bukan hanya melakukan tapi menghindari. Tentu agar tidak
terkena sanksi pidana untuk pelaku cyber crime.

Kesimpulan

Dalam perkembangan teknologi yang semakin pesat ini sangat


memungkinkan terjadinya kejahatan cybercrime. Karena, orang biasanya hanya
terfokus pada media sosial masing-masing ataupun bagaimana mereka
berhubungan dengan orang lain biar dianggap eksis tanpa memerhatikan
keamanannya. Perlu adanya kesadaran bahwa dengan perkembangan teknologi
yang pesat menimbulkan dampak positif dan negatif, maka dari itu perlu adanya
sikap waspada pada diri-diri kita dalam memasuki dunia teknologi informasi.

Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime.


The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah
membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan
computer-related crime, di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan
laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy.
Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan Negara-
negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi
computer-related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi
juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.
Sistem perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara khusus
mengenai kejahatan komputer melalui media internet. Beberapa peraturan yang
ada baik yang terdapat di dalam KUHP maupun di luar KUHP untuk sementara
dapat diterapkan terhadap beberapa kejahatan, tetapi ada juga kejahatan yang
tidak dapat diantisipasi oleh undang-undang yang saat ini berlaku.

Daftar Pustaka

Gani,A. Cybercrime (Kejahatan Berbasis Komputer.5(1).16-29

Fuady,M,E. “Cybercrime”: Fenomena Kejahatan Melalui Internet di


Indonesia.6(2).255-264

David I. Bainbridge, 1993, Komputer dan Hukum

Irfan Z. Pencegahan Dan Penanganan Cybercrime di Indonesia

Parker D (1983). Fighting Computer Crime, U.S.: Charles Scribner's Sons.

https://freezcha.wordpress.com/2011/02/28/penanggulangan-cybercrime/ Diakses
pada tanggal 1/1/2023

http://group-eptik.blogspot.com/2013/04/kesimpulan-dan-saran.html Diakses pada


tanggal 1/1/2023

Anda mungkin juga menyukai