Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal ini juga didukung oleh globaliosasi.
Zaman terus berubah-ubah dan manusia mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti
oleh dampak positif dan dampak negative. Ada 2 unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama,
dengan globalisasi manusia dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi
(jadi dipengaruhi atau mempengaruhi). Bentuk kejahatan computer dan cyber :

1. Penipuan computer (computer fraudulent)


Pencurian uang atau harta benda dengan menggunakan sarana computer/cyber dengan
melawan hukum.
2. Penggelapan, pemalsuan pemberian informasi melalui computer yang merugikan pihak
lain dan menguntungkan diri sendiri.
3. Hacking

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Cybercrime dan Cyber law?
2. Apa motif Kejahatan cybercrime dan cyber law?
3. Apa penyebab munculnya cybercrime?
4. Apa jenis-jenis cyber?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Cybercrine dan cyber law
2. Untuk mengetahui motif kejahatan cybercrime dan cyber law
3. Untuk lebihb mengetahui penyebab munculnya cybercrime
4. Untuk mengetahui jenis-jenis cyber

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Cybercrime Perbankan
Kegiatan perbankan yang memiliki potensi Cyber Crime :

1. Layanan Online Shopping (toko online), yang memberi fasilitas pembayaran melalui
kartu kredit
2. Layanan Online Banking (perbankan online)

Kejahatan Kartu Kredit (Credit Card Fraud):

1. Sebelum ada kejahatan kartu kredit melalui internet, sudah ada model kejahatan kartu
kredit konvensional (tanpa internet)
2. Jenis kejahatan ini muncul akibat adanya kemudahan sistem pembayaran menggunakan
kartu kredit yang diberikan online shop
3. Pelaku menggunakan nomer kartu kredit korban untuk berbelanja di online shop

Berikut adalah gambar fenomena carding:

B. Pengertian Cyber Crime


Cyber Crime adalah sebuah bentuk kriminal yang mana menggunakan internet dan
komputer sebagai alat atau cara untuk melakukan tindakan kriminal. Masalah yang berkaitan
dengan kejahatan jenis ini misalnya hacking, pelanggaran hak cipta, pornografi anak, eksploitasi
anak, carding dan masih banyak kejahatan dengan cara internet. Juga termasuk pelanggaran
terhadap privasi ketika informasi rahasia hilang atau dicuri, dan lainnya.

Dalam definisi lain, kejahatan dunia maya adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas
kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya
kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara
online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi
anak, dll.

Walaupun kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas
kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga
digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional dimana komputer atau jaringan komputer
digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.

2
Perangkat Anti Cyber Crime

Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menangani cyber crime adalah memperkuat aspek
hukum dan aspek non hukum, sehingga meskipun tidak dapat direduksi sampai titik nol paling
tidak terjadinya cyber crime dapat ditekan lebih rendah, diantaranya :

1. Modernisasi Hukum Pidana Nasional

Sejalan dengan perkembangan teknologi, cyber crime juga mengalami perubahan yang
significant. Contoh: saat ini kita mengenal ratusan jenis virus dengan dampak tingkat
kerusakan yang semakin rumit.

2. Meningkatkan Sistem Pengamanan Jaringan Komputer

Jaringan komputer merupakan gerbang penghubung antara satu sistem komputer ke


sistem yang lain. Gerbang ini sangat rentan terhadap serangan, baik berupa denial of
service attack atau virus.

3. Meningkatkan pemahaman dan keahlian Aparatur Penegak Hukum

Aparatur penegak hukum adalah sisi brainware yang memegang peran penting dalam
penegakan cyber law. dengan kualitas tingkat pemahaman aparat yang baik terhadap
cyber crime, diharapkan kejahatan dapat ditekan.

4. Meningkatkan kesadaran warga mengenai masalah cyber crime

Warga negara merupakan konsumen terbesar dalam dunia maya. Warga negara memiliki
potensi yang sama besar untuk menjadi pelaku cyber crime atau korban cyber crime.
Maka dari itu, kesadaran dari warga negara sangat penting.

5. Meningkatkan kerjasama antar negara dalam upaya penanganan cyber crime

Berbagai pertemuan atau konvensi antar beberapa negara yang membahas tentang cyber
crime akan lebih mengenalkan kepada dunia tentang fenomena cyber crime terutama
beberapa jenis baru.

C. Cyber Crime di Indonesia


Ada beberapa fakta kasus cyber crime yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :

1. Pencurian Account User Internet

Merupakan salah satu dari kategori Identity Theft and fraud (pencurian identitas dan
penipuan), hal ini dapat terjadi karena pemilik user kurang aware terhadap keamanan di
dunia maya, dengan membuat user dan password yang identik atau gampang ditebak
memudahkan para pelaku kejahatan dunia maya ini melakukan aksinya.

3
2. Deface (Membajak situs web)

Metode kejahatan deface adalah mengubah tampilan website menjadi sesuai keinginan
pelaku kejahatan. Bisa menampilkan tulisan-tulisan provokative atau gambar-gambar
lucu. Merupakan salah satu jenis kejahatan dunia maya yang paling favorit karena hasil
kejahatan dapat dilihat secara langsung oleh masyarakat.

3. Probing dan Port Scanning

Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan
adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port
scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server
target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target
menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi
hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda
terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci
(menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya.

4. Virus dan Trojan

Virus komputer merupakan program komputer yang dapat menggandakan atau menyalin
dirinya sendiri dan menyebar dengan cara menyisipkan salinan dirinya ke dalam program
atau dokumen lain. Trojan adalah sebuah bentuk perangkat lunak yang mencurigakan
(malicious software) yang dapat merusak sebuah sistem atau jaringan. Tujuan dari Trojan
adalah memperoleh informasi dari target (password, kebiasaan user yang tercatat dalam
system log, data, dan lain-lain), dan mengendalikan target (memperoleh hak akses pada
target).

5. Denial of Service (DoS) attack

Denial of Service (DoS) attack adalah jenis serangan terhadap sebuah komputer atau
server di dalam jaringan internet dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang
dimiliki oleh komputer tersebut sampai komputer tersebut tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan benar sehingga secara tidak langsung mencegah pengguna lain untuk
memperoleh akses layanan dari komputer yang diserang tersebut.

D. Faktor Penyebab Munculnya Cyber Crime

Jika dipandang dari sudut pandang yang lebih luas, latar belakang terjadinya kejahatan di
dunia maya ini terbagi menjadi dua faktor penting, yaitu :

1. Faktor Teknis

Dengan adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayah negara yang
menjadikan dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya antara
4
jaringan yang satu dengan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan
aksinya. Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan pihak yang
satu lebih kuat daripada yang lain.

2. Faktor Sosial Ekonomi

Cyber crime dapat dipandang sebagai produk ekonomi. Isu global yang kemudian
dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan. Keamanan
jaringan merupakan isu global yang muncul bersamaan dengan internet. Sebagai
komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat
keamanan jaringan. Melihat kenyataan seperti itu, Cyber crime berada dalam skenerio
besar dari kegiatan ekonomi dunia.

E. Motif Cyber Crime

Motif pelaku kejahatan di dunia maya (cyber crime) pada umumnya dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu :

1. Motif intelektual

yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi dan menunjukkan
bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan bidang
teknologi informasi. Kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh
seseorang secara individual.

2. Motif ekonomi, politik, dan kriminal

yaitu kejahatan yang dilakukan untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang
berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain. Karena
memiliki tujuan yang dapat berdampak besar, kejahatan dengan motif ini pada
umumnya dilakukan oleh sebuah korporasi.

F. Jenis-Jenis Kejahatan Cyber


1. Joy Computing

Pemakaian komputer orang lain tanpa izin . Hal ini termasuk pencurian waktu operasi
komputer

2. Hacking

Mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal

5
3. The Trojan Horse

Manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atu instruksi pada sebuah
program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk
kepentingan pribadi atau orang lain

4. Data Leakage

Menyangkut bocornya data keluar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan

5. Data Didling

Suatu perbuatan mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah mengubah input
atau output data

6. To Frustate Data Communication

Penyianyiaan data computer

7. Software Privacy

Pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI

G. Pengertian Cyber Law


Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang
berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan
memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber
atau dunia maya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.

Istilah hukum cyber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara
internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan TI. Istilah lain
yang juga digunakan adalah Hukum TI (Law of Information Teknologi), Hukum Dunia Maya
(Virtual World Law) dan Hukum Mayantara.

Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati. Dimana istilah
yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi,
Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika). Secara yuridis,
cyber law tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber
meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya
bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang
yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.

6
H. Tujuan Cyber Law

Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun
penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan
hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan
pencucian uang dan kejahatan terorisme.

Aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet

Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan Cyber Law di Indonesia maka terdapat
beberapa aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai sebuah rezmi hukum khusus
dimana faktor-faktor utama yang meliputi persoalan yang ada didalam dunia maya yaitu :

1. Tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait, Komponen ini menganalisa dan
mementukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan didalam dunia maya.

2. Tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan


berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek
accountability, tanggung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet
(internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan
internet.

3. Tentang apek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek dagang rahasia
yang diterapkan serta berlaku didalam dunia cyber.

4. Tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku dimasing-masing
yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai
bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.

5. Tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet.

6. Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai
bagian dari nilai investasi yang dapat dihitumg sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan atau
akuntansi.

7. Tentanng aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari
perdagangan atau bisnis usaha.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas maka kita akan dapat melakukan penilaian untuk
menganalisa sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme
internet di Indonesia.

7
I. Ruang Lingkup Cyber Law

Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas
persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan
Internet. Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan
atau aspek hukum dari :

a. Hak cipta (Copy right)


b. Hak merk (Trademark)
c. Pencemaran nama baik (Defamation)
d. Fitnah dan penghinaan (Hate speech)
e. Serangan terhadap fasilitas computer (Hacking, Viruses, Ilegal Acssess)
f. Pengaturan sumber daya internet seperti IP Address, domain name
g. Kenyamanan individu (Privacy)
h. Prinsip kehatian-hatian (Duty care)
i. Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
j. Isu prosedural seperti yurisdiksi, pembuktian, penyelidikan, dll
k. Kontrak atau transaksi elektronik dan tanda tangan digital
l. Pornografi
m. Pencurian melalui internet
n. Perlindungan konsumen
o. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti e-commerce, e-government, e-
education, dll

J. Perkembangan Cyber Law di Indonesia

Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cyber crime. Menyusun berbagai
rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia maya.
Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyber law telah mulai diterapkan
dengan baik di Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa kategori kasus Cyber crime yang telah ditangani dalam UU
Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 27 sampai dengan Pasal 35) :

a. Pasal 27 Illegal Contents

· Muatan yang melanggar kesusilaan (Pornograph)

· Muatan perjudian ( Computer-related betting)

· Muatan penghinaan dan pencemaran nama baik

· Muatan pemerasan dan ancaman (Extortion and Threats)

8
b. Pasal 28 Illegal Contents

Berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam


Transaksi Elektronik. (Service Offered fraud)

· Informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan (SARA)

c. Pasal 29 Illegal Contents

· Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman

· Kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

d. Pasal 30 Illegal Access

· Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik milik orang lain dengan cara apa pun.

· Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.

· Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan.

e. Pasal 31 Illegal Interception

· Intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam
suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

· Intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik
Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan
adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.

f. Pasal 32 Data Leakage and Espionag

Mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan,


memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
orang lain atau milik publik.

9
g. Pasal 33 System Interferenc

Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

h. Pasal 34 Misuse Of Device

Memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,


menyediakan, atau memiliki: perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang
atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi cybercrime, sandi lewat Komputer, Kode
Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat
diakses dengan tujuan memfasilitasi cybercrime.

i. Pasal 35 Data Interferenc

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.

K. Contoh Kasus CYBER CRIME dalam Dunia Perbankan

Saat ini terjadi pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebih mengincar barang-barang yang
mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk perdagangan saham
secara online. Pelaku carding dari Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu
kredit, dan hasilnya digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham secara online.
Keuntungan transaksi itu kemudian ditransfer ke sebuah rekening penampungan, yang kemudian
dibagi lagi ke rekening anggota sindikat. Setelah isu carding mereda, kini muncul bentuk
kejahatan baru, yakni pembobolan uang nasabah melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM
untuk membobol dananya

Kepercayaan terhadap perbankan tidak hanya terkait dengan keamanan simpanan nasabah di
bank tersebut, tetapi juga terhadap keamanan sistem dan prosedur, pemanfaatan teknologi serta
sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan kepada nasabah.

Salah satu aspek risiko yang hingga kini belum banyak diantisipasi adalah kegagalan transaksi
perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud) yang dalam risiko perbankan masuk
kategori sebagai risiko operasional. Secara umum, risiko operasional, menurut Basel Accord,
didefinisikan sebagai kerugian akibat terjadinya kegagalan

akibat faktor manusia, proses, dan teknologi yang menyebabkan terjadinya ketidakpastian
pendapatan bank.

10
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, proses operasional sebagian besar bank saat ini
dilakukan selama 24 jam tanpa mengenal batasan jarak, khususnya bagi bank-bank yang telah
dapat melakukan aktivitas operasionalnya melalui delivery channels, misalnya ATM, internet
banking, phone banking, dan jenis transaksi media elektronik banking lainnya.

Dengan demikian, ngendalian dan pengawasan operasio- nal harus dilakukan pula secara 24 jam
dan harus bersifat menyeluruh. Peng-awasan dan pengendalian operasional ndak dapat lagi
dilakukan dengan metode sample semata untuk memastikan bahwa operasional bank telah
berjalan dengan baik.

Situs Bank “Aspal” Mengecoh Nasabah

Dunia perbankan dalam negeri juga digegerkan dengan ulah Steven Haryanto, yang
membuat situs asli tetapi palsu layanan perbankan lewat Internet BCA. Lewat situs-situs
“Aspal”, jika nasabah salah mengetik situs asli dan masuk ke situs-situs tersebut, identitas
pengguna (user ID) dan nomor identifikasi personal (PIN) dapat ditangkap. Tercatat 130 nasabah
tercuri data-datanya, namun menurut pengakuan Steven pada situs Master Web Indonesia,
tujuannya membuat situs plesetan adalah agar publik memberi perhatian pada kesalahan
pengetikan alamat situs, bukan mengeruk keuntungan.

Bentuk Potensi Cybercrime dalam Perbankan

Beberapa bentuk potensi cyber crime dalam kegiatan perbankan antara lain :

1. Typo site : Pelaku membuat nama situs palsu yang sama persis dengan situs asli dan membuat
alamat yang mirip dengan situs asli. Pelaku menunggu kesempatan jika ada seorang korban salah
mengetikkan alamat dan masuk ke situs palsu buatannya. Jika hal ini terjadi maka pelaku akan
memperoleh informasi user dan password korbannya, dan dapat dimanfaatkan untuk merugikan
korban

2. Keylogger/keystroke logger : Modus lainnya adalah keylogger. Hal ini sering terjadi pada
tempat mengakses Internet umum seperti di warnet. Program ini akan merekam karakter-karakter
yang diketikkan oleh user dan berharap akan mendapatkan data penting seperti user ID maupun
password. Semakin sering mengakses Internet di tempat umum, semakin rentan pula terkena
modus operandi yang dikenal dengan istilah keylogger atau keystroke recorder ini. Sebab,
komputerkomputer yang berada di warnet digunakan berganti-ganti oleh banyak orang. Cara
kerja dari modus ini sebenarnya sangat sederhana, tetapi banyak para pengguna komputer di
tempat umum yang lengah dan tidak sadar bahwa semua aktivitasnya dicatat oleh orang lain.
Pelaku memasang program keylogger di komputer-komputer umum. Program keylogger ini akan
merekam semua tombol keyboard yang ditekan oleh pengguna komputer berikutnya. Di lain
waktu, pemasang keylogger akan mengambil hasil “jebakannya” di komputer yang sama, dan dia
berharap akan memperoleh informasi penting dari para korbannya, semisal user id dan password.

11
3. Sniffing : Usaha untuk mendapatkan user ID dan password dengan jalan mengamati paket data
yang lewat pada jaringan komputer

4. Brute Force Attacking : Usaha untuk mendapatkan password atau key dengan mencoba semua
kombinasi yang mungkin.

5. Web Deface : System Exploitation dengan tujuan mengganti tampilan halaman muka suatu
situs.

6. Email Spamming : Mengirimkan junk email berupa iklan produk dan sejenisnya pada alamat
email seseorang.

7. Denial of Service : Membanjiri data dalam jumlah sangat besar dengan maksud untuk
melumpuhkan sistem sasaran.

8. Virus, worm, trojan : Menyebarkan virus, worm maupun trojan dengan tujuan untuk
melumpuhkan sistem komputer, memperoleh datadata dari sistem korban dan untuk
mencemarkan nama baik pembuat perangkat lunak tertentu.

Contoh cybercrime dalam transaksi perbankan yang menggunakan sarana Internet sebagai basis
transaksi adalah sistem layanan kartu kredit dan layanan perbankan online (online banking).
Dalam sistem layanan yang pertama, yang perlu diwaspadai adalah tindak kejahatan yang
dikenal dengan istilah carding. Prosesnya adalah sebagai berikut, pelaku carding memperoleh
data kartu kredit korban secara tidak sah (illegal interception), dan kemudian menggunakan kartu
kredit tersebut untuk berbelanja di toko online (forgery). Modus ini dapat terjadi akibat lemahnya
sistem autentifikasi yang digunakan dalam memastikan identitas pemesan barang di toko online.

Kegiatan yang kedua yaitu perbankan online (online banking). Modus yang pernah muncul di
Indonesia dikenal dengan istilah typosite yang memanfaatkan kelengahan nasabah yang salah
mengetikkan alamat bank online yang ingin diaksesnya. Pelakunya sudah menyiapkan situs palsu
yang mirip dengan situs asli bank online (forgery). Jika ada nasabah yang salah ketik dan masuk
ke situs bank palsu tersebut, maka pelaku akan merekam user ID dan password nasabah tersebut
untuk digunakan mengakses ke situs yang sebenarnya (illegal access) dengan maksud untuk
merugikan nasabah. Misalnya yang dituju adalah situs www.klikbca.com, namun ternyata
nasabah ybs salah mengetik menjadi www.klickbca.com

L. CYBERCRIME PERBANKAN BERBASIS IT

Masalah cyber crime dalam dunia perbankan kini kembali menjadi pusat perhatian.

Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang bermotif ekonomi. Jika dulu
pelakunya mengincar barang-barang mahal dan langka, kini berupa uang. Meski sudah banyak
pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara, nyatanya praktik
kejahatan itu masih marak dengan cara yang beraneka. Kejahatan dunia maya sudah meresahkan

12
masyarakat, termasuk dunia perbankan. Kejahatan dunia maya di Indonesia sudah sangat
terkenal. Terus berkembangnya teknologi informasi (TI) juga membuat praktik cyber crime,
terutama carding, kian canggih.

Carding adalah bentuk cyber crime yang paling kerap terjadi. Maka, tak heran jika dalam kasus
credit card fraud, Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara kedua tertinggi di dunia setelah
Ukraina. Saat ini terjadi pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebih mengincar barang-
barang yang mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk
perdagangan saham secara online. Pelaku carding dari Indonesia berfungsi sebagai pihak yang
membobol kartu kredit, dan hasilnya digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli
saham secara online. Keuntungan transaksi itu kemudian ditransfer ke sebuah rekening
penampungan, yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat.

Setelah isu carding mereda, kini muncul bentuk kejahatan baru, yakni pembobolan uang nasabah
melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk membobol dananya Kepercayaan terhadap
perbankan tidak hanya terkait dengan keamanan simpanan nasabah di bank tersebut, tetapi juga
terhadap keamanan sistem dan prosedur, pemanfaatan teknologi serta sumber daya manusia
dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. Salah satu aspek risiko yang hingga kini belum
banyak diantisipasi adalah kegagalan transaksi perbankan melalui teknologi informasi
(technology fraud) yang dalam risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional.

Secara umum, risiko operasional, menurut Basel Accord, didefinisikan sebagai kerugian akibat
terjadinya kegagalan akibat faktor manusia, proses, dan teknologi yang menyebabkan terjadinya
ketidakpastian pendapatan bank. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, proses
operasional sebagian besar bank saat ini dilakukan selama 24 jam tanpa mengenal batasan jarak,
khususnya bagi bank-bank yang telah dapat melakukan aktivitas operasionalnya melalui delivery
channels, misalnya ATM, internet banking, phone banking, dan jenis transaksi media elektronik
banking lainnya. Dengan demikian, pengendalian dan pengawasan operasional harus dilakukan
pula secara 24 jam dan harus bersifat menyeluruh. Pengawasan dan pengendalian operasional
tidak dapat lagi dilakukan dengan metode sample semata untuk memastikan bahwa operasional
bank telah berjalan dengan baik.

Penerapan teknologi dan sistem informasi perbankan di Indonesia menunjukkan perkembangan


pesat, baik dilihat dari tingkat teknologi yang digunakan maupun luas cakupan penerapannya
dalam operasional perbankan. Fungsi teknologi informasi itu sendiri secara umum untuk
meningkatkan efisiensi dan keefektifan operasional perbankan, yang secara makro selanjutnya
akan meningkatkan kontribusi perbankan dalam meningkatkan perekonomian nasional, sesuai
dengan fungsi perbankan sebagai agent of development, agent of trust, dan agent of equality.
Apalagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah mendorong bank-bank untuk
memanfaatkan medium teknologi informasi seperti Internet dalam menjalankan transparansi
guna mencapai good corporate governance di industri perbankan nasional.

13
Dalam peraturan BI, BI secara jelas meminta bank-bank untuk memanfaatkan media Internet,
yaitu homepage atau website yang dimiliki dan dikelolanya, dan mewajibkan untuk
menampilkan laporan keuangannya di media Internet sebagai upaya meningkatkan transparansi.
Penggunaan teknologi di bank seperti ATM , mobile ATM, internet banking, website, dan
transaksi via email, merupakan bentuk pelayanan bank yang diharapkan dapat memudahkan
nasabah. Bahkan nasabah sekarang ini banyak melakukan transaksi perbankan melalui saluran
elektronik (electronic chanel) atau teknologi informasi.

Transaksi melalui saluran ini memang memiliki serangkaian keunggulan. Selain praktis, cara ini
dapat menghemat biaya. Meskpun demikian, transaksi dengan memanfaatkan teknologi
informasi juga memunyai potensi kegagalan atau dampak negatif yang justru menyebabkan
kerugian bagi nasabah. Masalahnya sekarang, bagaimana jika terjadi pembobolan uang nasabah
melalui ATM yang dilakukan orang lain? Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap kasus
tersebut? Dari beberapa pengaduan nasabah yang pernah mengalami kerugian akibat ATM-nya
yang dibobol orang lain, perbankan mengelak untuk bertanggung jawab atau mengganti
kerugian. Lantas, sejauh mana UU ITE dapat memberikan perlindungan terhadap nasabah yang
mengalami kegagalan atau kerugian dengan adanya transaksi melalui teknologi informasi (mesin
ATM)? Apalagi banyak pula tindakan pihak lain yang memang sengaja bertindak atau
melakukan kejahatan dengan menggunakan teknologi informasi (cyber crime).

Kehadiran UU ITE seharusnya tidak sekadar menjerat orang-orang yang melakukan cyber crime.
Lebih dari itu, UU ITE juga harus dapat memberikan jawaban terhadap siapa yang harus
bertanggung jawab dengan adanya kerugian yang menimpa nasabah akibat cyber crime tersebut.
Jika pihak bank tidak mau bertanggung jawab, lantas bagaimana perlindungan nasabah?
Munculnya kejahatan perbankan (cyber crime) juga harus didukung adanya aturan yang
memadai, baik yang dikeluarkan oleh badan regulasi yang terkait seperti Bank Indonesia maupun
oleh badan semacam self regulatory body.

Pemerintah selama ini belum menganggap kejahatan IT sebagai prioritas utama dalam kebijakan
penegakan hukum dibandingkan penanganan terorisme, makar, serta gerakan separatis di
beberapa daerah. Bagi perbankan sendiri, upaya untuk mencegah technology fraud ataupun cyber
crime ini bisa dilakukan melalui perbaikan sistem prosedur operasional bank dan melakukan
pengecekan atau review secara berkala terhadap kapasitas dan kecukupan pengendalian risiko
perbankan atau risk control sebagai early warning system atau sistem peringatan dini. Ini
dilakukan sebagai bagian dari oversight supervision yang dilakukan terhadap bank. Meski
langkah preventif harus dilakukan, tidak kalah penting adalah adanya jaminan perlindungan
hukum terhadap nasabah dari kemungkinan adanya technology fraud ataupun cyber crime.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Daria hasil penulisan makalah ini penulis dapat mengambil beberaa kesimpulan diantaranya
sebagaiu berikut:

1. Cybercrime adalah segala bentuk kejahatan di dalam dunia maya atau internet
2. Cybercrime sangat merugikan pihak korban, karena data-data yang penting dan rahasia
dapat diambil.
3. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi cybercrime yakni
dengan membuat undang-undang tentang tindak pidana cybercrime.

B. Saran

Setelah menulis makalah ini penulis mempunyai beberapa saran kepada beberapa pihak
diantaranya :

1. Kepada pemerintah supaya lebih tegas lagi mengenai kasus-kasus cybercrime.


2. Kepada para pakar IT, supaya membuat program pengamanan data lebih optimal lagi
sehingga kasus-kasus kejahatan dunia maya dapat diminimalkan.
3. Kepada teman-teman mahasiswa supaya jangan menggunakan ilmu yang kita miliki
untuk melakukan kejahatan di internet.

15
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Hasyim Ali.1970. Bank MANAGEMENT. Jakarta : BUMI AKSARA

http://cyberlawwwww.blogspot.co.id/2013/06/cybercrime-perbankan.htm

16

Anda mungkin juga menyukai