CYBERCRIME
DI SUSUN OLEH :
10823166
1MA06
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
1. Pengertian CyberCrime
2. Jenis Jenis dan motif CyberCrime
3. Sudut pandang Hukum Mengenai Cyber Crime
4. Pencegahan dan Penanggulangan Cybercrime
1.3 Tujuan
(Geen Straf Zonde Schuld). Asas ini tentu sulit jika diterapkan
pada korporasi, karena umumnya yang dikenal kesalahan
terdapat pada orang. Oleh karena itu untuk mengantisipasi
kejahatan berdimensi baru dengan melihat sifat dan bentuknya
maka perlu digunakan asas pertanggungjawaban yang lain,
berdasarkan fakta penderitaan yang ditimbulkan terhadap si
korban, yang dikenal sebagai Asas Res ipsa Loquitur (fakta
sudah berbicara lain). Dalam hal ini doktria yang diterapkan
terhadap pertanggungjawaban korporasi adalah Strict Liability
(pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan), dan Vicarious
Liability (pertanggungjawaban pidana yang dibebankan pada
seseorang atas peruatan orang lain).pertimbangan yang
mendasari hal ini karena akibat kejahatan berdimensi baru yang
dapat merusak kepentingan masyarakat luas, menyerang
keselamatan orang banyak, mencermarkan lingkungan hidup.
2. Cracker
3. Carder
5. Phreaker
b. Cyberstalking
c. Cyber-Tresspass
2. Illegal Contents.
Merupakan suatu modus kejahatan cybercrime dengan cara
memasukkan data atau informasi ke Internet tentang sesuatu
hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap
melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.
3. Data Forgery.
Adalah modus kejahatan dalam dunia maya yang dilakukan
dengan cara memalsukan data pada dokumen-dokumen
penting yang tersimpan sebagai scripless document melalui
internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-
dokumen e-commerce dengan membuat seolaholah terjadi
“salah pengetikan” yang pada akhirnya akan
menguntungkan si pelaku, karena korban akan memasukkan
data pribadi dan nomor kartu kredit yang patut diduga akan
disalah gunakan oleh si pelaku.
3. Kejahatan dunia maya yang berkaitan dengan isi atau muatan data
atau sistem komputer.
Secara yuridis, cyber crime hingga saat ini belum memiliki definisi
yang baku. Sebagian berpendapat cyber crime identik dengan
computer crime namun ada pula yang berpendapat berbeda.
Alasannya adalah tidak semua cyber crime tersebut menggunakan
komputer sebagai alat, namun bias menggunakan juga alat yang
lain. Permasalahan yurisdiksi juga mempengaruhi kinerja aparat
penegak hukum untuk melakukan proses peradilan karena cyber
crime melintasi batas teritorial bahkan di luar teritorial negara.
Hukum pidana belum mampu memberikan keefektifan dalam
penegakan hukumnya, karena pasal yang terdapat dalam KUHP
yang berkaitan dengan cyber crime sangsi yang dikenakan cukup
ringan. Padahal beberapa kasus yang terjadi mengakibatkan
kerugian yang besar sehingga tidak sepadan dengan akibat yang
ditimbulkan. Cyber crime dalam KUHP memerlukan penafsiran
yang luas sebagai jalan menuju kepastian hukum.
Selain itu, kebijakan kriminalisasi yang tertulis dalam golongan
cyber crimetelah dirumuskan dalam RKUHP yang terdapat pada
Buku Kedua (Bab VIII): Tindak Pidana yang membahayakan
keamanan Umum bagi Orang, Barang, Lingkungan Hidup.
Bagian Kelima: Pasal 373-379 tentang Tindak Pidanaterhadap
Informatika dan Telematika, yang mengatur tindak pidana illegal
access, illegal interception, data interferencedan system
interference, penyalahgunaan nama domain, dan pornografi anak.
Dalam pembahasan perkembangan hukum pidana yang akan
datang,penyelesaian dan pencegahan cybercrimekudu diimbangi
dengan penertiban dan pengembangan seluruh sistem hukum
pidana, yang mencakup pembangunan struktur, budaya, serta
substansi hukum pidana. Dalam kondisi demikian, kebijakan
hukum pidana menempati letak yang strategis dalam
perkembangan hukum pidana modern. Kebijakan hukum pidana
berniat untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan semua orang.
2.Perjudian
5.Penguntitan (cyberstalking)
7.Ujaran kebencian
Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur tentangpidana
tersebut, yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang dirancang untuk menimbulkan
kebencian atau permusuhan individu/kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan
(SARA)”.
8.Akses illegal
2.Kemampuan penyidik
a.Alat bukti
4.1 Kesimpulan
https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/view/8718
https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jsi/article/view/18
https://ejournal.ipdn.ac.id/konstituen/article/view/3208
https://openjournal.unpam.ac.id/index.php/SKD/article/view/2339
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JIN/article/view/815/0
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jatayu/article/download/3808
9/18895/0
https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/qanun/article/download/1132/8
25
https://proceeding.unesa.ac.id/index.php/sniis/article/download/133/11
9/423
https://ojs.unsulbar.ac.id/index.php/j-law/article/view/2811
https://journal.umy.ac.id/index.php/ijclc/article/view/11264