Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL 2023/2024

MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA

OLEH: AHMAD ALFARISI

NIM: 30502300053

EMAIL: aalfarisi222@gmail.com

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG


PERLUNYA PENGEMBANGAN SERTA PEMBAHARUAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA UNTUK
MENGATASI KEJAHATAN MODERN YANG DINAMAKAN DENGAN CYBER CRIME

Oleh :

AHMAD ALFARISI

A.PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang pesat, kini dimungkinkan
untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi melalui perangkat mobile.Kegiatan yang
biasanya dilakukan di dunia nyata kini banyak diperdagangkan melalui gadget (seperti perbankan dan
pengiriman surat ke dalam kegiatan dunia maya). perkembangan dari. Transaksi berpindah dengan
menggunakan i-Pad, Smartphone, handphone, laptop. Kita tidak lagi mengalami kesulitan untuk
mengakses informasi dari seluruh penjuru dunia. Selain banyaknya teknologi informasi dan komunikasi
yang telah memberikan dukungan untuk banyak perangkat mobile, juga karena banyak tersedianya
hotspot gratis dibanyak tempat. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga diiringi
dengan meluasnya penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga menjadi masalah yang
sangat meresahkan yaitu terjadinya kejahatan yang dilakukan di dunia maya atau yang biasa dikenal
dengan istilah “cybercrime”.

Berbagai kejahatan telah terjadi di dunia maya ini, kasus-kasus tersebut tentu saja merugikan dan
berdampak negatif, kejahatan dunia maya semacam ini tidak hanya Miftakhur Rokhman Habibi-Isnatul
Liviani Al-Qānūn, Vol. 23, No. 2, Desember 2020 402 mencakup Indonesia, tetapi juga mencakup seluruh
dunia. Beberapa kejahatan yang terjadi disebabkan oleh maraknya penggunaan e-mail, e-banking dan e-
commerce di Indonesia. Semakin banyaknya kasus cybercrime (khususnya di Indonesia) telah menarik
perhatian pemerintah untuk segera memberlakukan undang-undang yang dapat digunakan untuk
menjebak pelaku kejahatan di dunia maya. Pemerintah Indonesia sendiri telah memasukkan UU
Cybercrime (UU Siber) ke dalam UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, dan berharap dengan adanya UU ITE
Nomor 11 Tahun 2008 dapat mengatasi, mengurangi, dan menghentikan pelaku kejahatan di dunia maya.
Penentuan sebagai tindak pidana merupakan kebijakan kriminal, yang menurut Sudarto sebagai usaha
yang rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kajahatan.1 Di dalam kebijakan kriminal mencakup
kebijakan hukum pidana yang disebut juga sebagai kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum
pidana, karena di samping dengan hukum pidana untuk menanggulangi kejahatan, dapat dengan sarana-
sarana non-hukum pidana.

Hukum pidana selaku fungsi kontrol sosial digunakan untuk memberantas tindak pidana berbentuk
pelanggaran norma terkait penggunaan teknologi informasi yang berpotensi pidana, buat melindungi
masyarakat dari bahaya tindak pidana tersebut. Korupsi tidak mustahil diredakan sekiranya semua pihak
turut benar-benar komited dalam membasmi. Suatu kejahatan apabila tidak dilakukan pembasmian atau
penanggulangan, maka secara kriminologis akan memberikan beberapa dampak buruk, antara lain: (1)
meningkatnya kejahatan, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas; (2) memunculkan bentuk-bentuk
kejahatan baru di luar perhitungan umat manusia, yang bisa saja merupakan

B. PERMASALAHAN

Kenyataan menunjukkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang sampai saat ini masih berlaku
di Indonesia dan yang masih menjadi salah satu hukum positif, sudah sangat ketinggalan dan tidak dapat
lagi untuk mengantisipasi kejahatan-kejahatan yang timbul yang telah mempergunakan alat canggih, yang
perlu diantisipasi yang dalam perkembnagannya sukar untuk diprediksi. Sehingga sangat diperlukan 532
pembaruan hukum khususnya hukum pidana yang tadinya bersifat konvensional menjadi hukum pidana
yang modern yang dapat mengantisipasi dan menampung kejahatan-kejahatan yang timbul seperti saat
ini yang mempergunakan alat canggih atau modern yang dikenal dengan Cyber Crime.

Kejahatan Modern

Pergeseran politik hukum pidana dari konvensional kearah modern, harus disadari oleh
pemerintah sebagai pembuat undangundang untuk mengantisipasi langkah yang harus diambil dalam
menyikapi tindak pidana yang tidak lagi umum sifatnya, melainkan 541 kejahatan yang mempunyai tipikal
dan khas sifatnya. Pergeseran tersebut ditandai dengan modus operandi yang dilakukan secara acak
(random) dan bersifat nomaden (berpindah-pindah). Perkembangan modus kejahatan modern tidak
dapat lagi dijangkau oleh Peraturan perundang-undangan kita yang masih banyak menggunakan produk
colonial, karena hanya menjangkau tindak pidana konvensional yang umum.

Politik pemerintah pun telah banyak dipengaruhi oleh berkembangnya kejahatan-kejahatan


modern yang terjadi diseluruh dunia. Akan tetapi pemerintah pun telah banyak mensahkan
undangundang yang bersifat khusus, misalnya: 1. Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang
Penetapan perpu No.1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Terorisme menjadi, undang-undang. 2.
Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 15 tahun 2002
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Tindak Pidana Perbankan. Tindak Pidana tersebut
sangat berpengaruh besar terhadap stabilitas politik dan keamanan Negara serta perekonomian Negara
serat perekonomian Negara, bahkan ikut pula mempengaruhi hubungan diplomatik dengan Negara-
negara lain.

Pelaku tindak pidana tidak lagi menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang
disalahgunakan untuk kejahatan yang terorganisir dan mempunyai skema perencanaan yang matang
serat berskala internasional. Lahirnya undang-undang Terorisme, membuktikan bahwa kejahatan yang
masuk dalam lingkup tindak pidana khusus telah menuntut pergeseran politik hukum pidana, dalam hal
ini merupakan Policy yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat undangundang, dalam menyikapi
sekaligus mengantisipasi perkembangan tindak pidana. Bahkan kebijakan yang menyangkut tindak pidana
terorisme merupakan pergeseran dan perkembangan yang bersifat global yang tidak lepas dari perhatian
“tekanan dan tuntutan" publik dari dunia internasional. Tindak pidana bukan saja menjadi tanggung jawab
dari masingmasing Negara, akan tetapi merupakan tanggung jawab dunia. Tindak pidana terorisme
merupakan kejahatan yang terorganisir dan pada umumnya memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang hanya dikuasai oleh orang-orang yang khusus terlatih dan dilatih untuk melakukan
kejahatan tersebut. Selain itu, pergeseran dan perkembangan lingkup hukum pidana dibuktikan dengan
terjadinya kejahatan-kejahatan Perbankan dengan segala modus operandinya telah berkembang dari
bentuk konvensional ke bentuk modern yang terorganisir.

Hal ini merupakan ancaman besar bagi pemerintah ditengah-tengah kondisi perekonomian yang
fluktuatif dan mendorong pemerintah untuk menyikapinya, baik secara hukum dan politik. Berbagai
macam kejahatan perbankan beserta bentuk modus operandinya seperti penyalahgunaan Kartu Kredit,
Pemalsuan Cek, Pemalsuan Bilyet Giro, Pemalsuan Telex Transfer Bank, Inkaso Bankers Draft Fiftif,
Transfer/transaksi via telepon palsu, Unauthorized Tranfer Uang, Pemalsuan Aplikasi Telex Transfer,
Pemberian fasilitas kredit diluar prosedur, 'Bank Garansi Palsu dan lain-lain, merupakan perkembangan
dari "Fraud and Crime" yang terjadi di seluruh dunia.

Aktivitas komersial melalui dunia maya yang memungkinkan transaksi global secara elektronik
juga sangat berpotensi memberikan peluang terjadinya kejahatan perbankan dengan menggunakan
kecanggihan teknologi komputer dan bahkan sulit untuk dideteksi. 543 Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi yang telah mempersempit jarak dan waktu tentunya menimbulk'an efek risiko yang hams
diperhitungkan dengan cermat oleh dunia hukum, in casu Pemerintah sebagai pembuat kebijakan (Policy
Maker). Hukum Pidana dengan sendirinya terbawa kedalam arus pergeseran yang menuntut untuk-
dibentuknya peraturan-peraturan yang bersifat khusus yang mengatur permasalahan yang sebelumnya
tidak-terjangkau oleh Peraturan Perundang-undangan kita yang tidak dapat mengakomodir lingkup
kajahatan-kejahatan seperti dimaksud Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Aparat Kepolisian
Republik Indonesia pun tidak mau ketinggalan dalam mengikuti perkembangan dan pergeseran lingkup
hukum pidana tersebut, misalnya Polda Metro laya saat ini mempunyai satuan yang berada dibawah
Direktorat Kriminal Khusus dalam menangani masalah Fismondev (Fiskal, Moneter dan Devisa), termasuk
menangani kejahatan dunia maya (Cyber Crime).

Segala bentuk inovasi teknologi (termasuk kemajuan komunikasi) dalam operasional perbankan
memang membuat segalanya menjadi lebih mudah, cepat dan praktis, namun demikian mau tidak mau
akan menimbulkan efek berupa risiko yang senantiasa harus diwaspadai, yaitu penyalahgunaan fasilitas
dan teknologi tersebut. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, merupakan perangkat peraturan perundang-
undangan yang kita miliki untuk menyikapi hal tersebut. Begitu juga dengan lahirnya Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2002, sebagaimana telah diubah dengan undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Pencucian Uang (Money Laundring), hal ini juga merupakan langkah antisipasif dari pemerintah dalam hal
menyikapi kejahatan perbankan yang telah berkembang dengan pesat.

Pergeseran dan perkembangan hukum pidana dan lahirnya Peraturan perundang-undangan yang
bersifat khusus tersebut tidak dapat terlepas dari asas hukum pidana itu sendiri, yaitu "Nulla Poena Siene
Legi Poenali", yang bearti bahwa Tiada yang dapat dihukum kecuali ada kesalahan, dan kesalahan tersebut
harus disebutkan atau dicantumkan terlebih dahulu di dalam undang-undang. Bahwa penafsiran secara
analogis dalam hukum pidana tidak diperbolehkan, hal ini dikarenakan asas-asas tersebut untuk
menjamin kepastian hukum agar jangan sampai terjadi orang yang dijatuhi hukuman dengan alasan
melakukan suatu perbuatan, padahal perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang dilarang dan diancam
hukuman dengan undang-undang. Asas dari ketentuan pasal 1 ayat 1 KUHP tak lain adalah bertujuan
melarang orang menggunakan analogi di dalam lapangan hukum pidana, yang akan mambuat suatu
perbuatan yang seharusnya tidak dapat dihukum akhirnya menjadi dihukum.
F. Kesimpulan

Pada bagian akhir dari tulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Bahwa dalam politik hukum
pidana telah terjadi pergeseran dan perkembangan yang sangat signifikan terutama dari kejahatan yang
sifatnya konvensional kearah kajahatan yang modern. Hal ini akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang menyebabkan dunia tanpa batas, hal ini tak lepas dari perkembangan media elektronik,
terutama yang berkaitan dengan kejahatan (Cyber Crime).

Kenyataan menunjukkan bahwa KUHP sudah sangat ketinggalan jaman, sehingga dipandang
perlu untuk melakukan perubahan hukum (khususnya dalam hukum pidana). Kejahatan yang tadinya
biasa-biasa saja, dengan adanya peralatan yang canggih, mengakibatkan berkembangnya pula kejahatan
yang 545 mempergunakan kecanggihan teknologi seperti komputer, internet, faksimili, dan sebagainya.
Tetapi dalam hal ini pemerintah sebagai pembuat kebijakan (policy maker) juga telah berusaha untuk
mengantisipasinya dengan membuat beberapa undang-undang misalnya, Undang-undang tentang Anti
terorisme, Undang-undang tentang Money Laundring, Undang-undang tentang Perbankan dan
sebagainya, meskipun hal ini tidak menghapuskan atau meniadakan kejahatan dimaksud, tetapi paling
tidak diharapkan untuk dapat meminimalisir atau bahkan kalau mungkin dapat membatasinya.

Anda mungkin juga menyukai