e-mail: erlindaadsr12@gmail.com
Abstract: Making it easier to access necessary information of various types is one of the
advances in technology. It cannot be denied that technology has increasingly dominated
civilization. However, it is very unfortunate that its rapid development has given rise to
opportunities for crime. Where many people abuse technological advances as a means of
crime. The spread is very fast and the opportunities for crime are getting bigger. As is
currently the case, data breaches are increasingly emerging, especially in Indonesia, namely
data theft from Indonesian sharia banks, online fraud, hoax cases, hate speech cases,
defamation cases, online prostitution and many other crime cases. It is important to note
that the number of malicious cyber attacks has increased very significantly from year to year.
From 2021 to 2022, cyber cases will increase 14 times and of course most attacks come from
social media, especially websites, WhatsApp, Twitter, Facebook and Instagram. According to
research results, Indonesia is ranked second in the world for cyber crime cases. Most
malicious cyber actors, whether intentional or unintentional, will be charged under Law no.
11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (UU ITE).
PENDAHULUAN
Era Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang begitu melejit, dimana
berbagai informasi sangat mudah diakses dimanapun dan kapanpun, serta hanya dengan
jaringan internet memudahkan penyebaran dan jangkauan informasi yang diinginkan.
Pengguna media sosial ini dari tahun ketahun mengalami peningkatan dari berbagai kalangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) hasil survei Susenas menyatakan di tahun 2022
sebanyak 66,48 persen penduduk Indonesia telah mengakses internet. Per Januari 2023
penggunaan internet mencapai 213 juta, setara dengan 77 persen dari total populasi
Indonesia. Jumlah pengguna internet di Tanah Air naik 5,44 persen dibanding tahun tahun
sebelumnya. Dengan data yang ada, tidak heran jika dari sekian banyaknya pengguna internet
tersebut memberikan potensi yang besar terhadap pengguna media sosial. We Are Social dan
Hootsuite melaporkan bahwa pada Oktober 2022 Facebook telah memiliki 2,93 miliar
pengguna aktif. Dengan data tersebut menjadikan Facebook sebagai media sosial dengan
pengguna terbanyak di dunia. Disusul oleh YouTube dengan pengguna aktif 2,51 miliar,
diikuti oleh WhatsApp 2 miliar, Instagram 1,28 miliar pengguna aktif, dan platform lainnya.
Diperkirakan pada tahun 2022 pengguna media sosial mencapai lebih dari 25,3 juta
pengguna, atau meningkat 30 persen. (Cindy Mutia Annur, 2022).
Media sosial membentuk perkembangan teknologi dengan segala ide kreatifitas serta
bakat manusia, kehadirannya sangat memudahkan dalam segala hal, tentunya dalam
komunikasi. Media sosial menyuguhkan berbagai kemudahan, diantaranya mempu
berinteraksi tanpa harus bertatap muka, dan informasi jarak jauh bisa dijangkau tanpa harus
menghabiskan banyak biaya. Namun, dari banyaknya sisi positif tersebut, banyak juga sisi
negatif yang ada dibaliknya. Muncul berbagai permasalahan akibat penyalahgunaan media
sosial tersebut, nyaris tanpa kendali penggunaan internet yang banyak memberikan efek
positif, kini timbul dengan efek negatifnya yang menghasilakan berbagai tindak kejahatan.
Angka kejahatan media sosial ini telah populer dan menjadi isu baru di manca negara.
Menurut Andi Hamzah (Antoni, 2017), cybercrime sebagai suatu kejahatan di bidang
komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal. Muncul
kasus kejahatan cybercrime yang ada di Indonesia, seperti halnya kasus pencurian kartu
kredit, hacking terhadap berbagai situs, penyadapan transmisi data orang lain, serta
manipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam
programer komputer. (Besar, 2016). Dan cybercrime ke depanpun beralih ke jejaring sosial
dengan makin banyaknya pengguna jejaring sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan
sebagainya. Goyal berpendapat bahwa (Machsun & Halida, 2018) cybercrime sangat mudah
menyebar dan berkembang di media sosial, karena media sosial menyediakan berbagai
platform bagi penggunanya untuk berbicara tentang apa pun topik tanpa adanya pengawasan
sensor dan kontrol.
Suatu tindak pidana (cybercrime) yang berpotensi dilakukan dengan mudah dan
efektif, memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi pada sektor pengelolaan data
dan informasi yang membutuhkan perlindungan data. Sebab dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi tersebut membuat batas privasi makin tipis sehingga berbagai data-
data semakin mudah untuk tersebar. Berkaitan dengan pencurian data, seperti yang dilakukan
oleh perusahan besar seperti facebook, tertulis dalam artikel Rudi Natamiharja dalam jurnal
Fiat Justisia yang berjudul “A Case Study on Facebook Data Theft in Indonesia”
Berkaitan dengan perlindungan terhadap permasalahan yang telah menjadi isu dunia,
khususnya terkait dengan pencurian data pribadi. Saat ini perlindungan hukum sebagaimana
dimaksud tersebar pada beberapa Peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti pada
Pasal 7914 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Administrasi
Kependudukan), Pasal 5815 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
(PP Administrasi Kependudukan), dan Pasal 26 ayat (1)16 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ketidak tertiban yang terjadi dalam hal penggunaan data pribadi dalam media sosial
dan bentuk penanggulangan data pribadi dari pencurian dalam media elektronik di tengah
era-ekonomi digital kini kerap terjadi, sehingga memerlukan kebijakan baik dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan perlindungan hukum atas data pribadi setiap
orang serta bagaimana penanggulangan yang baik melalui sarana hukum atau non hukum
sebagai “penjaga” agar perkembangan ke arah ekonomi digital berjalan dengan tertib. Namun
demikian, penanggulangan data pribadi dalam media sosialdi Indonesia dalam instrumen
hukum yang secara khusus belum ada dan masih bersifat sektoral sehingga belum cukup
untuk mendorong pembangunan ekonomi digital di Indonesia. Dengan kebijakan
penanggulangan atas pencurian data pribadi dalam media sosial yang tegas dan komprehensif
yang berkenaan dengan penggunaan data pribadi dan informasi agar perkembangan dan
pemanfaatannya dapat berjalan dengan baik serta undang-undang yang jelas dan
komprehensif sangat dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah yang pasti dalam proses
pengamanan. Selain itu Peraturan Perundang-undangan memiliki efek memaksa agar data
dan informasi tersebut dapat dilindungi sebagaimana mestinya.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja jenis kejahatan yang sering terjadi dalam media sosial?
2. Bagaimana penanggulangan kejahatan dalam media sosial?
TUJUAN PENELITIAN
KAJIAN PUSTAKA
A. Media Sosial
B. Cybercrime
Ketiga, Jurnal yang berjudul “Perilaku Penggunaan Media Sosial Pada Kalangan
Remaja” Volume 3 No.2-2017, yang ditulis oleh Fahlepi Roma Doni ini membahas
tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penggunaan media sosial
dikalngan remaja, model perilaku penggunaan media sosial dan membahas tentang cara
menggunakan media sosial yang baik dan benar.3
1
Prima Angkupi, “Kejahatan Melalui Media Sosial Elektronik Di Indonesia Berdasarkan Peraturan
Perundang-Undangan Saat Ini”, Jurnal Mikrotik, Vol 2, No. 1, (Mei 2014), 5, https://docplayer.info/115563024-
Jurnal-pengabdian-masyarakat-borneo.html tanggal 01 mei 2019 jam 13.30
2
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik
3
Fahlepi Roma Doni, “Perilaku Penggunaan Media Sosial Pada Kalangan Remaja” jurnal, Vol 3, No 2,
(2017):, 16, http://e-journal.ijse.bsi.ac.id tanggal 02 mei 2019 jam 10.15
September-Desember 2022. Artikel ini membahas tentang jenis-jenis kejahatan yang
sering terjadi di dalam media sosial, penyebarannya sangat cepat dan mudah melalui
penggunaan media sosial berupa Facebook, Instagram, Twitter, dan masih banyak
platfrom lainnya yang dengan mudah digunakan untuk melakukan kejahatan maupun
kriminalitas. Dari jenis kejahatan yang ada, dalam artikel ini juga terangkum
pencegahan terhadap kejahatan dunia maya, diantaranya yaitu menghindari hoax,
menjaga privasi computer, memperhatikan etika bermedia sosial, dan masi banyak
pencegahan lainnya.
KAJIAN YURIDIS
Pertama, Peraturan Menteri komunikasi dan informasi Nomor 5 Tahun 2020 tentang
Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yang mewajibkan seluruh PSE untuk
mendaftarkan diri ke pemerintah.
Kedua, Dalam Pasal 3 Ayat (4) Perkominfo Nomor 5 tahun 2020 pemerintah mewajibkan
PSE privat untuk melaporkan seperti sistem elektronik, Uniform Resource Locator
(URL), deskripsi model bisnis, data pribadi, informasi yang mengenai pengolahan dan
lokasi penyimpanan data sistem elektronik yang akan diproses.
Keempat, Pasal 28 Huruf G Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (“UUD”) yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas perlindungan
diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda “suatu obyek yang
dikuasainya mempunyai hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman rasa takut
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dan ini merupakan hak asasi manusia.
“selanjutnya ha katas privasi dalam Pasal 26 dan hubungan antar pribadi. Data ayar (1)
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
yaitu: Pemberian informasi mengenai data pribadi melalui media elektronik dilakukan
atas persetujuan subjek data.
Perlindungan hukum terhadap orang yang melanggar hak privasi diatur dalam
Pasal 26 ayat (2) UU ITE yang menyatakan: “Siapapun yang merasa hak pribadinya
dilanggar oleh orang lain dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.”. Pasal 1 Nomor 27
Peraturan Pemerintah Tahun Penyelenggaraan Sistem 2012 dan Tentang Transaksi
Elektronik, mendefinisikan data pribadi sebagai data perseorangan tertentu yang
disimpan dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Hak atas privasi juga
mempunyai unsur pidana, yang diatur dalam Pasal 31 ayat 1 yang menyatakan: “Melalui
computer dan/atau sistem. Perangkat elektronik tertentu milik orang lain”. Lebih lanjut
ketentuan mengenai sanksi pidana diatur dalam Pasal 47 ayat (1) menyatakan bahwa:
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”
PUTUSAN
Perkara pidana Biasa di wilayah Pengadilan Negeri Jember. Dalam putusan ini
nama terdakwa dirahasiakan, lahir di Manna- Bengkulu pada tanggal 8 September
1991, berumur 27 tahun, berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam, berkebangsaan
Indonesia dan bertempat tinggal kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Terdakwa pada
hari Sabtu tanggal 18 Agustus 2019 pukul 10.00 wib di tempat kerja korban SAKSI
KORBAN di kantor Koperasi PTPN X, Jalan Raya Candijati km.10, Desa Candijati,
kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember “telah dengan sengaja mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
Kejadian bermula teman kerja korban SAKSI KORBAN yaitu saksi 2 dan saksi
3 berniat mengkonfirmasi korban mengenai keberadaan akun facebook dengan nama
korban, yaitu akun “Account Korban 1” dan akun “Account korban 1”. Didalamnya
terdapat foto profil berupa foto korban yang hanya mengenakan bra dan diminta
berteman dengan ‘Akun Saksi 2” milik Saksi 2 dan akun “Facebook Saksi 3” milik
saksi 3. Terlebih lagi akun facebook “Account korban 1” telah mengunggah foto foto
telanjang korban sebanyak 3 (tiga) buah foto di beranda facebook yang telah di
tag/share/menandai ke akun facebook “Account saksi 2” milik saksi 2, dan akun
facebook “Account korban 1” telah mengirimkan 5 (lima) buah foto telanjang korban
ke akun facebook “Account facebook saksi 3” milik saksi 3 melalui chatting messenger.
Setelah mendapat informasi tersebut, korban langsung mengecek sendiri keberadaan
akun “Account korban 1” dan “Account korban 1” yang ternyata memang benar foto-
foto bugil adalah foto korban. Sebelumnya entah tanggal berapa sudah tidak diingat lagi
pada tahun 2014, korban berkenalan dengan terdakwa yang menelepon melalui Nomor
telefon korban 081368xxxxx dengan mengaku bernama samaran terdakwa sebagai
anggota TNI berdinas di kota Jambi, Provinsi Jambi, lalu mereka berkenalan dan
berlanjut berteman di facebook, dengan akun facebook “Account facebook terdakwa”
milik terdakwa, dan melalui telepon, sms, dan Line. Setelah itu terdakwa meminta
korban untuk mengirimkan foto-foto bugil korban melalui Line dengan rayuan
terdakwa akan menikahi korban setelah terdakwa mutasi pekerjaan ke jember, sehingga
korban mengiyakan lalu mengirim foto-foto bugil tersebut kepada terdakwa melalui
Line. Tidak cukup disitu kemudian terdakwa meminta korban mengirimkan sejumlah
uang sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta ribu rupiah) untuk biaya operasional
mutasi terdakwa ke jember, yang dikirimkan korban ke rekening Bank Mandiri Nomor
1130010181703 an. Terdakwa. Nanum, setelah ditunggu-tunggu ternyata terdakwa
tidak mutase ke jember, sehingga korban menghapus dan memblokir nomor hp
terdakwa 081368xxxxx.
Setelah beberapa hari dari kejadian di atas, korban kembali di telefon oleh
terdakwa dengan nomor 081368336772, lalu terdakwa mengakui identitas aslinya
terdakwa yang meminta uang kepada korban dengan ancaman terdakwa akan
menyebarkan foto-foto bugil korban yang pernah dikirim melalui LINE sebelumnya ke
media sosial di facebook jika korban tidak mengirim uang, lalu korban merasa takut
terhadap ancaman terdakwa sehingga korban menyetujui permintaan terdakwa dengan
mengirim uang sebanyak 174 (seratus tujuh puluh empat) kali transfer sejak tanggal 4
November 2014 hingga tanggal 24 November 2018 kepada rekening terdakwa dengan
rekening Bank Mandiri 1130010181703 an. Terdakwa yang totalnya sebanyak Rp.
51.750.000,- (lima puluh satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode yuridis normatife
(studi literatur) dengan cara pendekatan perundang-undangan, alasannya karena metode
ini lebih relevan dalm mengelola data serta mewujudkan gambar penelitian yang baik,
dengan begitu dibutuhkan serangkaian langkah langkah yang sistematis. Adapun
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian.
PEMBAHASAN
Secara nasional maupun dunia internasional pada saat ini, termasuk di Indonesia telah
memasuki peradapan baru yakni berada dalam teknologi informasi yang berbasis pada
lingkungan yang serba digital(Edmon Makarim,2005). Perkembangan teknologi yang
semakin canggih tersebut, tentu saja akan menimbulkan kuantitas dan kualitas kejahatan
meningkat dari konvensional menjadi kejahatan canggih (inkonvensional) yang
dilakukan dengan modus operasi yang serba canggih pula sehingga dalam proses
penegakan hukumnya diperlukan teknik atau prosedur khusus untuk mengungkap
kejahatan (Krisnawati, 2006).
UUPA menempati sebagai lex specialis dari KUH Pidana, sedangkan UUITE adalah
sebagai lex specialis dari UUPA dan KUH Pidana. UUITE sebagai les specialis tentu
mengandung ketentuan perintah dan/atau larangan serta ancaman pidana yang lebih
khusus daripada UUPA sebagai lex generalis-nya(Bagir Manan,2004). Dengan ini
diperlukannyaa pemahaman dalam menggunakan media sosial, lebih bijak dalam
bermedia sosial, lebih memperkuat keamanan akun, menggunakan fitur keamaanan dan
pelaporan, menghindari interaksi dengan akun yang mencurigakan,
Hindari memberikan informasi pribadi, seperti nomor kartu kredit atau nomor
identitas kepada orang yang tida dikenal, hindari membuka situs web yang kurang
terpercaya, dan tentunya memeriksa keaslian akun atau halaman yang meminta informasi
pribadi atau meminta untuk mentransfer uang.
1. Cybercrime adalah tindakan memperoleh akses tidak sah terhadap komputer atau
sistem elektronik orang lain, seperti: Distribusi, transmisi dan akses tanpa izin atas
konten yang mengandung komponen berikut:
3) Pelecehan atau pencemaran nama baik berdasarkan Pasal (3) Arti Pasal (3) 27
5) Berita palsu yang menipu atau merugikan pelanggan berdasarkan Pasal 28 (1)
6) Penghasutan kebencian antar orang yang berbeda asal usul , suku, agama, ras dan
golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28(2) (SARA).
Secara umum, kejahatan komputer dapat dicegah dengan faktor lingkungan seperti
berikut :
1. Pendidikan komputer dimulai sejak usia dini di sekolah dan dapat meningkatkan
pengetahuan serta kesadaran akan perilaku yang salah dalam menggunakan perangkat
komputer.
2. Pantau kafe Internet di wilayah setempat untuk mencegahnya menjadi tempat
berkembang biaknya penggunaan situs web yang melanggar undang-undang .
3. Pengawasan orang tua terhadap anak pengguna media sosial dan internet.
4. Pembuatan wadah bagi anak-anak yang mempunyai keunggulan dalam bidang
jaringan internet khususnya dalam mengkreasikan media sosial
5. Pemerintah memfilter situs-situs yang melanggar norma terhadap anak muda
khususnya iklan iklan yang bertebaran di media sosial.
6. Sanksi tegas terhadap pemilik warung internet apabila tidak mencela pengguna yang
menggunakan situs perjudian, pornografi, dan lain-lain.
7. Banyaknya komunitas black hat (black hacker) di Indonesia merupakan salah satu
dari dampak meningkatnya kejahatan di dunia maya, kerentanan sistem komputer,
dan sangat rendahnya gaji profesional IT di Indonesia. Alhasil bisa melakukan
kejahatan demi mencari nafkah. Kebutuhan ekonomi memerlukan peningkatan taraf
hidup para profesional IT di Indonesia.
KESIMPULAN
1. Media sosial merupakan sarana tempat bertukan informasi dengan mudah dan cepat.
Namun banyak sekali kejahatan didalamnya, dimana media sosial ini disalahgunakan
untuk penyebaran cybercrime. Banyak kasus kasus yang terjadi disengaja maupun
tidak disengaja. Adapun beberapa media sosial yang rentan akan cybercrime yakni,
facebook, Instagram, youtube, website, dan masih banyak platform lainnya untuk
melakukan cybercrime. Beberapa jenis kejahatan diantaranya Akses
ilegal/Unauthorized, konten illegal, pemalsuan data, Cyber Spionage, Sabotase dan
Pemerasan Cyber, Pelanggaran Terhadap Kekayaan Intelektual, dan pelanggaran
privasi.
2. Setiap pengguna media sosial harus awas akan pencegahan kriminalitas media sosial
ini dengan mengamankan akun serta lebih mempertimbangkan etika dalam bermedia
sosial. Perlindungan ini wajib dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Kasus kejahatan yang diatur dalam UU ITE berupa, cybercrime, kejahatan
yang melibatkan gangguan terhadap dokumen atau informasi elektronik, kejahatan
memfasilitasi pelaksanaan perbuatan melawan hukum, pemalsuan informasi atau
dokumen elektronik. Pencegahan penyebaran cybercrime juga wajib dilakukan sejak
dini, perlunya pengawasan orang tua, perlunya pemerintah dalam memfilter situs yang
tidak layak, serta banyaknya black hacker di Indonesia.
REFERENSI
Antoni. (2017). Kejahatan Dunia Maya (Cybercrime) dalam Simak Online. Jurnal
Nuraini , 17 No.2, 261-274.
Ariyanti, D. S. (2018). Lebih dari 50% Kejahatan Siber Berasal dari Media Sosial.
Diambil dari:https://teknologi.bisnis.com/read/20180921/ 84/840939/lebih-dari-50-
kejahatan siber-berasal- dari-media-sosial.
Chazawi, Adami., & Ferdian, Ardi. (2011). Tindak Pidana Informasi & Transaksi
Elektronik Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik. Malang: Banyumedia Publishing