Dosen Pengampu :
NOVEMBER 2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami haturkan kehadirat Allah SWT, atas segala
karunia dan Rahmat-Nya sehingga makalah tentang sistem pemilu proporsional,
distrik, satu partai, dua partai, dan multi partai dapat terselesaikan dengan baik. Tak
lupa shalawat serta salam semoga senantiasa abadi tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW agar kelak mendapat syafaatnya di dunia dan akhirat.
1. Bapak Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung.
2. Bapak Dr. Nur Efendi, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum.
4. Ibu Septi Wulan Sari, S.Si., M.H selaku dosen mata kuliah hukum acara
perdilan agama.
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT, dan
tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya, makalah ini penulis suguhkan kepada segenap
pembaca, dengan harapan adanya saran dan kritik yang bersifat kondusif demi
perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat dan mendapat ridho Allah SWT.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul i
Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
BAB I : PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang Masalah 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penulisan 5
BAB II : PEMBAHASAN 6
A. Verzet 6
B. Banding 9
C. Kasasi 14
D. Peninjauan kembali 16
DAFTAR PUSTAKA 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya hukum adalah upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki
kekeliruan dalam suatu putusan. Upaya hukum ialah suatu upaya yang diberikan
oleh undang-undang bagi seseorang maupun badan hukum dalam hal tertentu
untuk melawan putusan hakim sebagai suatu tempat bagi para pihak yang tidak
puas atas adanya putusan hakim yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan,
karena hakim itu juga seorang manusia yang bisa secara tidak sengaja
melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan salah mengambil keputusan atau
memihak kepada salah satu pihak. Adapun jenis-jenis upaya hukum dalam
Hukum Acara Perdata dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu:
2. Upaya hukum luar biasa, adalah suatu upaya hukum dilakukan atas
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inracht van
gewijsde).dan upaya hukum ini dalam asasnya tidaklah menangguh-
kan pelaksanaan eksekusi. Upaya hukum luar biasa terdiri dari: (a).
Perlawanan pihak ketiga (denden verzet) terhadap sitaeksekutorial
(vide Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 306 K/
Sip/1962 tanggal 21 Oktober 1962; (b). Peninjauan kembali (request
civil), diatur dalam Pasal 66, Pasal 67, Pasal 71, Pasal 72 UU No. 14
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 tahun 1982.1
1
Jurnal Hikmah, Volume 15, No. 1, Januari – Juni 2018, ISSN :1829-8419
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Verzet
Bahwa menurut Pasal 129 HIR, Pasal 153 RBg yang mengatur berbagai
aspek mengenai upaya hukum terhadap putusan verstek adalai sebagai berikut :
Berdasarkan Pasal 129 ayat (1)/ Pasal 153 ayat (1) RBg atau Pasal 83
Rv upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan verstek adalah
perlawanan atau verzet. Atau biasa juga disebut Verzet tegen verstek atau
perlawanan terhadap putusan verstek. Jadi apabila tergugat dijatuhkan putusan
verstek sedang ia keberatan terhadap putusan tersebut maka ia dapat
mengajukan upaya hukum perlawanan verzet bukan upaya hukum banding, dan
jika diajukan upaya hukum banding maka upaya hukumnya menjadi cacat
formil dan tidak dapat diterima.
6
524K/Sip/1975 tanggal 28 Pebruari 1980 Yurisprudensi Mahkamah Agung
Tahun 1979. Hal 203. Dimana verzet terhadap putusan verstek hanya dapat
diajukan oleh pihak-pihak (tergugat) dalam perkara tidak oleh pihak ketiga.
Adapun perluasan hak terhadap tergugat untuk mengajukan perlawanan adalah
hanya ahli warisnya , apabila pada tenggang waktu pengajuan perlawanan
tergugat meninggal dunia, atau dapat diajukan oleh kuasanya, berdasarkan surat
kuasa khusus sebagaimana digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR/ Pasal 147 ayat (1)
RBg jo SEMA Nomor 1 Tahun 1971 dan SEMA Nomor 6 Tahun 1994. Adapun
yang dapat ditarik sebagai Terlawan terbatas hanya pada diiri penggugat semula
sebagaimana dijelaskan Pasal 129 ayat (1) HIR/ Pasal 153 ayat (1) RBg dan
ditegaskan pula Putusan Mahkamah Agung Nomor 434K/Pdt/1983.
Menurut pasal 129 ayat (2) HIR/ Pasal 153 ayat (2) RBg tenggang
waktu untuk mengajukan perlawanan (verzet) adalah 14 hari terhitung dari
tanggal pemberitahuan putusan verstek oleh Jurusita Pengganti kepada diri
pribadi tergugat atau kuasanya. Dan apabila putusan tidak disampaikan kepada
diri pribadi tergugat (in person), verzet masih bisa diajukan sampai hari ke 8
(delapan) sesudah aanmaning. kemudian apabila tengang waktu tersebut
dilampoi maka mengakibatkan :
7
2. Perlawana terhadap verstek bukan perkara baru, melainkan berupa
bantahan yang diajukan kepada ketidak benaran dalil gugatan
dengan alasan verstek yang dijatuhkan keliru dan tidak benar, oleh
karenannya Putusan MA Nomor 307K/Sip/1975 mengingatkan
bahwa verzet terhadap verstek tidak boleh diperiksa dan diputus
sebagai perkara baru.
4. Pemeriksaan Perlawanan
8
biaya perkara baru, terpisah dari nomor perkara yang di lawan.
B. Banding
Banding atau dalam Bahasa Belanda disebut appel adalah upaya hukum
biasa yang pertama terhadap penetapan atau putusan pengadilan tingkat
pertama untuk di ajukan atau dimohonkan pemeriksaan ulangan dipengadilan
tingkat banding. Pemeriksaan perkara dalam pengadilan tingkat banding adalah
pemeriksaan ulang secara keseluruhan. Dalam hukum, banding adalah salah
satu jenis upaya hukum bagi terpidana atau jaksa penuntut umum untuk
meminta pada pengadilan yang lebih tinggi agar melakukan pemeriksaan ulang
atas putusan pengadilan negeri karena dianggap putusan tersebut jauh dari
keadilan atau karena adanya kesalahan-kesalahan di dalam pengambilan
keputusan. Upaya banding diberikan dengan tujuan untuk menjaga-jaga apabila
hakim membuat kekeliruan atau kesalahan dalam mengambil keputusan. Para
pihak dalam perkara bamding adalah pembanding atau yang menajukan
permohonan banding dan lawanya disebut terbanding. Dalam suatu perkara
dapat dimungkinkan kedua blah pihak sam-sama mengajukan upaya hukum
banding karena sam-sama tidak puas akan putusan atau penetapan hakim maka
yang menjadi masing-masing pihak dalam perkara ini adalah pembanding
sekaligus terbanding.3
2
Mahkamah Agung Republik Indonesia PENGADILAN AGAMA PANIAI KELAS II
3
Noeloe, Nurdi Halid Dan Fadillah Budiono. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana (Jakarta, Bina Aksara
1987) Hal 26.
9
hukum acara perdata untuk pemeriksaan ulangan atau banding pada pengadilan
tinggi adalah peraturan-peraturan tinggi dalam daerah Republik Indonesia
dahulu itu. Peraturan-peraturan yang digunakan dalam daerah RI dahulu adalah:
Untuk pemeriksaan ulangan atau banding perkara perdata buat pengadilan
tinggi di Jawa dan Madura adalah undang-undang No. 20 Tahun 1947. Untuk
pemeriksaan ulangan atau banding perkara perdata buat pengadilan tinggi di
luar Jawa dan Madura adalah Rechtsterglement Voor Debuitengewesten
(RBG).4
Syarat untuk dapat dimintakan banding bagi perkara yang telah diputus
oleh pengadilan dapat dilihat dalam pasal 6 UU No.20/1947 yang menerangkan,
apabila besarnya nilai gugat dari perkaara yang telah diputus itu lebih dari
Rp.100,- atau kurang. Oleh salah satu pihak dari pihak-pihak yang
berkepentingan dapat diminta supaya pemeriksaan itu diulangi oleh pengadilan
tinggi yang berkuasa dalam daerah hukum masing-masing.
4
Soesilo, RBG/HIR dengan Penjelasan, Bogor: Politeia, 1985.
10
Pegadilan Peradilan Ulangan.
5
pasal 188 sampai dengan 194 HIR dan UU No 20 Tahun 1947
11
Pengadilan Tinggi Agama melalui Ketua Pengadilan Agama yang
mejatuhkan putusan. Menyampaikan memori banding bukan
merupakan kewajiban;
6
Noeloe, Nurdi Halid Dan Fadillah Budiono. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana (Jakarta, Bina Aksara
1987) Hal 26.
12
Permintaan banding yang diajukan terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama, dapat menimbulkan beberapa akibat hukum yaitu;
13
bebas atau vrijspraak Putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau putusan
Onslag van rechts vervolging. Putusan acara cepat hubungan putusan bebas
dengan banding dan kasasi. Putusan bebas yang diambilnya tidak dapat diuji
oleh instansi manapun, apalagi dalam kondisi sekarang hal seperti ini
merangsang para hakim tingkat pertama untuk bertindak menyalahgunakan
wewenang, sebab sekali perkara itu diputus bebas, sudah final tidak dapat diuji
serta diubah lagi. Hubungan banding dan kasasi dengan putusan lepas dari
segala tuntutan hukum. Masalah putusan lepas dari segala tuntutan hukum,
tidak serumit permasalahan putusan bebas. Landasan ini melihat hubungan
putusan lepas dari segala tuntutan hukum dengan permintaan banding dan
kasasi adalah berdasar pasal 67 dan pasal 244 KUHAP Hubungan putusan lepas
dari segala tuntutan hukum dengan banding Hubungan putusan lepas dari segala
tuntutan hukum dengan kasasi.7
C. KASASI
Kasasi adalah salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh
salah satu atau kedua belah pihak terhadap suatu putusan pengadilan tinggi.
7
Sugeng, Bambang dan Sujayadi, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata, Jakarta
:Kencana, 2011
8
Riduan, Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum,cet. 1, Jakarta :Sinar
Grafika,1994
14
Terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan kasasi bila masih merasa
belum puas dengan isi putusan pengadilan tinggi kepada mahkamah agung.9
9
Rasyid, Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1998.
10
Rasaid, Nur. Hukum Acara Perdata. Jakarta, Sinar Grafika, 2007.
15
(Pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985), dan selanjutnya dalam tenggang waktu
14 hari setelah per-mohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon
kasasi wajib membuat Memori Kasasi yang berisi alasan-alasan
permohonan kasasi (Pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985)
6) Setelah menerima Memori Kasasi dan Kontra Memori Kasasi dalam jangka
waktu 30 hari Panitera Pengadilan Agama harus mengirimkan semua berkas
kepada Mahkamah Agung (Pasal 48 ayat (1) UU No.14/1985).11
11
Mulyadi, Lilik, Tuntutan Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik Peradilan,Jakarta :
Djambatan,1996.
12
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2009.
16
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana
dinyatakan palsu.
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada yang dituntut.
Tenggang Waktu
17
2) Membayar biaya perkara.
18
72 ayat (4) UU No.14/1985).
15
Hatta, Menyongsong Penegakan Hukum Respinsif Sistem Peradilan Pidana Terpadu (2008, Sinar
Grafika) Hal 44.
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Verzet (perlawanan) adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh tergugat
ketika dijatuhkan putusan verstek yang tidak didahului oleh upaya hukum banding
penggugat, apabila penggugat terlebih dahulu melakukan upaya hukum banding, maka
tergugat tidak boleh mengajukan verzet, namun tergugat diperbolehkan untuk
mengajukan banding.
Banding adalah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang kalah dalam
suatu perkara untuk mengajukan banding ke pengadilan tinggi agar putusan pengadilan
tingkat pertama dapat dikaji ulang.
Kasasi adalah upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang kalah dalam suatu
perkara setelah putusan banding untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung agar
putusan pengadilan tingkat banding dapat dikaji ulang.
20
DAFTAR PUSTAKA
Elza Sarief, Praktik Pengadilan Perdata: Teknis Dan Kiat Menangani PerkaraDi
pengadilan (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2020) Hal.99-100.
Hadi Utoma, Pantaskan OJK Dibubarkan (jakarta, anggota IKAPI, 2022.) Hal. 38-
39.
Herwastoeti dan Nur Putri Hidayah, Hukum Acara Peradilan Niaga (Malang:
Anggota Appti, 2020), Hal,115.
Laurence, Ackerman. Identity is destiny, leadership and the roots of value creation
(Jakarta: IKAPI.2004) Hal. 24
Noeloe, Nurdi Halid Dan Fadillah Budiono. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana
(Jakarta, Bina Aksara 1987) Hal 26.
17
Harahap, M. Yahya, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,
Pustaka Kartini, 1990.
http://scarmakalah.blogspot.co.id/2014/02/proses-acara-verzetperlawanan-hk-
acara.html
Mulyadi, Lilik, Tuntutan Provisionil dalam Hukum Acara Perdata pada Praktik
Peradilan,Jakarta : Djambatan,1996.
Rasyid, Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1998.
Sugeng, Bambang dan Sujayadi, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi
Perkara Perdata, Jakarta :Kencana, 2011
17