Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SUBSTANSI JAWABAN DAN GUGATAN

Dosen Pengampu : Lalu Fahrizal Cahyadi, M.H

Oleh Kelompok:

1. Rizkika Rajef Fatmawati (210202128)


2. Hikmatul Awaliyah (210202145)
3. Apriati Aini (210202133)
4. Tata Mahesa Cahyana (210202126)
5. Ahmad Ispironi (210292138)
6. Lusiana (210202139)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susu dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa mash ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Mataram, 22 September 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Eksepsi 3
B. Replik 5
C. Duplik

D. Kesimpulan 8

BAB III PENUTUP 10

A. Kesimpulan 10

DAFTAR PUSTAKA 12

2
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem peradilan merupakan fondasi utama dalam menjaga ketertiban dan


keadilan dalam sebuah masyarakat hukum. Dalam sistem hukum yang berlandaskan
pada prinsip pemerintahan hukum, seperti yang terjadi di banyak negara, proses
peradilan menjadi tulang punggung dalam menyelesaikan konflik hukum antara
individu, organisasi, atau pihak-pihak yang berkepentingan. Proses peradilan yang
adil dan transparan sangat penting untuk memastikan bahwa keputusan hukum dibuat
secara obyektif, memenuhi standar keadilan, dan menghormati hak asasi manusia.

Dalam konteks proses peradilan, terdapat beberapa tahapan yang merupakan


elemen esensial dari perdebatan hukum. Dalam makalah ini, kita akan fokus pada tiga
konsep kunci dalam proses peradilan, yaitu repilkasi, duplikasi, dan eksepsi. Ketiga
konsep ini memiliki peran penting dalam memastikan bahwa persidangan berjalan
dengan adil dan efisien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa peran replik, duplik, dan eksepsi dalam proses peradilan, dan bagaimana
ketiganya memengaruhi dinamika pengajuan tuntutan dan tanggapan dalam
suatu kasus hukum?
2. Bagaimana hukum dan aturan yang mengatur penggunaan replik, duplik, dan
eksepsi dalam system peradilan, serta sejauh mana peran mereka dalam
memastikan keadilan dan keterbukaan dalam proses peradilan?
3. Apakah adanya replik, duplik, dan eksepsi dapat memperlambat atau
memperlancar proses peradilan, dan bagaimana dampaknya terhadap efisien
sisistem peradilan?
4. Bagaimana penggunaan replik, duplik, dan eksepsi dapat memengaruhi strategi
hukum para pihak yang terlibat dalam kasus hukum, dan apakah hal ini dapat
memengaruhi hasil akhir dari proses peradilan?
C. Tujuan

1
1. Untuk mengetahui peran replik, duplik, dan eksepsi dalam proses peradilan, dan
bagaimana ketiganya memengaruhi dinamika pengajuan tuntutan dan tanggapan
dalam suatu kasus hokum.
2. Untuk mengetahui hukum dan aturan yang mengatur penggunaan replik, duplik,
dan eksepsi dalam system peradilan, serta sejauh mana peran mereka dalam
memastikan keadilan dan keterbukaan dalam proses peradilan.
3. Untuk mengetahui replik, duplik, dan eksepsi dapat memperlambat atau
memperlancar proses peradilan, dan bagaimana dampaknya terhadap efisien
sisistem peradilan.
4. Untuk mengetahui penggunaan replik, duplik, dan eksepsi dapat memengaruhi
strategi hukum para pihak yang terlibat dalam kasus hukum, dan apakah hal ini
dapat memengaruhi hasil akhir dari proses peradilan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Eksepsi

Eksepsi adalah suatu tangkisan oleh Tergugat yang objeknya diluar pokok
perkara. Eksepsi disusun dengan mencari kelemahan-kelemahan baik terkait dengan
dalil-dalil gugatan maupun di luar gugatan yang dapat menjadi alasan menolak
gugatan. Eksepsi dapat dibagi dua bagian, yaitu eksepsi absolut dan eksepsi relatif.
Eksepsi absolut erat kaitannya dengan kompetensi pengadilan dalam memeriksa
perkara.

Kompetensi pengadilan tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1.


Kompetensi Absolut terkait dengan kewenangan dari jenis pengadilan yang

2
berwenang untuk memeriksa perkara itu (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha
Negara, Pengadilan Agama (Islam), atau Pengadilan Militer). Eksepsi terkait
kompetensi absolut dapat diajukan kapanpun selama perkara masih berlangsung, dan
bahkan pengadilanpun wajib menyatakannya tanpa eksepsi. Kompetensi absolut
diatur dalam Pasal 134 HIR Jo Pasal 160 RBG. 20 2. Kompetensi Relatif terkait
dengan wilayah hukum pengadilan yang berwenang memeriksa perkara (terhadap
pengadilan sejenis). Eksepsi terkait kompetensi relatif ini harus diajukan pada
kesempatan pertama Tergugat memberikan jawabannya, sesuai ketentuan Pasal 133
HIR Jo Pasal 159 RBG.1

Sedangkan Eksepsi relatif erat kaitannya dengan dalil-dalil gugatan. Eksepsi


relatif harus diajukan pada jawaban pertama Tergugat. Eksepsi relatif dapat meliputi:

1. Exceptie van litispendentie, adalah tangkisan yang berkaitan dengan


kepastian hukum dari perkara tersebut belum ada.
2. Dilatoire exceptie, adalah tangkisan yang berkaitan dengan waktu
pengajuan gugatan yang belum tepat dikarenakan masih terdapat waktu
bagi Tergugat untuk melakukan prestasi.
3. Premtoire Exceptie, adalah tangkisan yang mengakui kebenaran dalil
gugatan, namun diajukan dengan penambahan yang sangat prinsipal
sehingga dapat menggugurkan gugatan.
4. Disqualificatoire exceptie, adalah tangkisan yang berkaitan dengan hak
menggugat dari Penggugat (Penggugat tidak berhak mengajukan gugatan).
5. Exceptie Obscuri Libelli, adalah tangkisan yang berkaitan dengan
kekaburan/ketidakjelasan gugatan. (Pasal 125 ayat (1) HIR Jo Pasal 149
ayat (1) RBG).
6. Exceptie Plurium Litis Consortium, adalah tangkisan yang berkaitan
dengan kelengkapan para pihak khususnya yang berkedudukan sebagai
Tergugat belum lengkap, sehingga subjek hukum dalam gugatan dapat
digugurkan.
7. Exceptie Non-adimpleti Contractus, adalah tangkisan yang berkaitan
dengan wanprestasi dari Tergugat dikarenakan Penggugat juga dalam
keadaan wanprestasi. 8. Exceptie rei judicatie, adalah tangkisan yang

1Darwan Prinst, Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2002 ), hlm. 169.

3
berkaitan dengan asas ne bis in idem, yaitu terhadap perkara yang telah
diputus dengan kekuatan hukum tetap, tidak dapat diajukan gugatan lagi.2
8. Exceptie van connexiteit, adalah tangkisan yang berkaitan dengan masih
diperiksanya perkara yang berkaitan oleh pengadilan/instansi lain,
sehingga harus menunggu putusan.

Selain karena alasan-alasan tersebut, eksepsi juga dapat diajukan karena:

1) Posita dan petitum yang tidak terkait atau petitum yang melebihi posita
(objek dalam petitum tidak boleh melebihi posita).
2) Surat kuasa yang tidak sah, misalnya surat kuasa yang bersifat umum,
dibuat oleh orang yang tidak memiliki kewenangan, dan tidak memenuhi
syarat formil.
3) Kerugian tidak dirinci dengan lengkap.
4) Daluwarsa, yaitu gugatan yang diajukan telah melebihi tenggang waktu
daluwarsa.
5) Objek gugatan dan kesalahan dari Tergugat tidak jelas/ tidak dirinci
secara lengkap. 3

Eksepsi yang diajukan Tergugat harus diperiksa dan diputus dalam satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan pokok perkara (Pasal 136 HIR/Pasal 162
RBG).Jawaban gugatan dan eksepsi dapat dijadikan satu pada pengajuannya, yaitu
dengan menyertakan eksepsi pada jawaban gugatan. Dalam hal ini, eksepsi akan
ditulis dengan istilah “DALAM EKSEPSI” dan dilanjutkan dengan penulisan jawaban
gugatan dengan istilah “DALAM POKOK PERKARA”.

B. Replik
Dalam praktik, pemeriksaan perkara perdata di persidangan melalui proses jawab-
menjawab antara pihak Penggugat dan tergugat. Pihak tergugat diberikan kesempatan
untuk memberikan jawaban atas gugatan dari pihak Penggugat di muka pengadilan,
baik secara tertulis maupun lisan. apabila jawaban gugatan tersebut dilakukan secara
tertulis baik berupa eksepsi maupun bantahan terhadap pokok perkara, maka majelis

2 Ibid, hlm. 171.


3Ibid, hlm. 177.

4
hakim memberi kesempatan kepada pihak Penggugat untuk menjawab kembali hal-
hal yang dikemukakan oleh tergugat dalam jawaban gugatannya yang disebut replik. 4
Replik merupakan pemberian hak kepada pihak Penggugat untuk menanggapi
jawaban yang diajukan oleh tergugat. HIR dan RBG tidak mengatur tentang Replik,
namun berkaitan dengan Replik ketentuannya dapat dilihat dalam Pasal 142 Rv yang
menegaskan para pihak dapat saling menyampaikan surat jawaban serta replik dan
duplik. Bagi seorang praktisi hukum, replik bukanlah merupakan hal yang asing,
karena replik adalah bagian dari proses beracara di persidangan. Membuat atau
menyusun replik bukanlah pekerjaan yang sederhana,karena penyusunan replik selalu
dikaitkan dengan perkara apa replik tersebut disusun.
Replik dalam perkara perdata yang diajukan Penggugat berkaitan dengan jawaban
tergugat atas gugatannya,dimana jawaban tergugat selain berisikan eksepsi juga
berisikan bantahan-bantahan terhadap pokok perkara. Replik Penggugat adalah dalil-
dalil yang menguatkan atau meneguhkan dalil-dalil gugatan yang dibantah oleh
tergugat dalam jawabannya.5
Secara teoritis tidak ada teori yang membahas mengenai bagaimana proses
menyusun replik, mengenai bentuk dansusunan dari replik juga tidak ada ketentuan
yang mengaturnya.Oleh karena itu dalam menyusun replik harus disesuaikan dengan
jenis bidang hukumnya (hukum acara pidana/hukum acara perdata), selain itu juga
tergantung pada materi pokok dari perkara yang dihadapi. Dalam menyusun replik ini,
Penggugat dapat mengemukakan sumber sumber kepustakaan, pendapat pendapat
para ahli, doktrin, kebiasaan, dan hal-hal baru untuk menguatkan dalil gugatan yang
diajukan sebelumnya.6
Dalam proses berperkara perdata di pengadilan, jawaban gugatan dari Tergugat
selain memuat jawaban atau bantahan terhadap pokok perkara, juga termuat eksepsi
serta dapat pula memuat gugatan balik atau gugatan rekonvensi. Dalam menyusun
replik, pihak Penggugat perlu memperhatikan jawaban gugatan dari pihak Tergugat.
Bentuk dan susunan replik harus disesuaikan dengan apa yang termuat dalam jawaban

4Sudikno Mertikusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yokyakarta: Liberty, 2006), hlm. 128.
5 H Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
Dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika,2004), hlm. 462.

6 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Dilingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta:
Kencana, 2006), hlm. 225.

5
gugatan yang diajukan pihak Tergugat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan replik yaitu:
1) Penggugat dalam menyusun replik selayaknya harus menguasai hal-hal
yang terkait dengan eksepsi.
2) Penggugat dalam menyusun replik harus mempertimbangkan dengan
cermat isi gugatan balik/ rekonvensi dari Tergugat. Dalam menanggapi
gugatan balik/rekonvensi dari Tergugat, Penggugat harus memuat
jawaban dari gugatan balik/rekonvensi tersebut dalam replik.
3) Penggugat dalam menyusun replik harus mempertimbangkan dalil-dalil
bantahan atas gugatan balik/rekonvensi yang diajukan Tergugat dan juga
harus mempertimbangkan alat bukti yang dapat memperkuat dalil-dalil
bantahan terhadap gugatan bali tersebut.
4) Penggugat dalam menyusun replik lazimnya selalu memuat permintaan
pada majelis hakim untuk mengabulkan tuntutan dalam gugatan.7

C. Duplik

Dalam proses beracara perdata di pengadilan dikenal juga adanya istilah duplik.
duplik merupakan jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan oleh pihak
Penggugat. Sama halnya dengan replik, duplik ini pun dapat diajukan tertulis maupun
lisan. duplik diajukan tergugat untuk mempertahankan jawaban gugatan/eksepsi yang
telah diajukan sebelumnya, yang secara umum berisi bantahan terhadap gugatan yang
diajukan oleh si Penggugat. tergugat dalam dupliknya dapat saja membenarkan dalil
atau tuntutan yang diajukan oleh si Penggugat dalam repliknya, namun tidak pula
menutup kemungkinan tergugat menyampaikan dalil-dalil baru yang dapat
menguatkan bantahan atas replik yang diajukan pihak Penggugat.8

Dalam menyusun duplik, diharapkan dalil-dalil atau pernyataan yang diajukan


oleh tergugat agar tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang telah dibuat dalam
jawaban gugatan/ eksepsi. Duplik biasanya memuat bantahan atau pembelaan atas
dalil-dalil/ pernyataan yang diajukan oleh Penggugat dalam repliknya, yang tentunya
disertai dengan uraian bukti-bukti yang dapat menguatkan bantahan atau pembelaan

7 Wayan Wiryaman, Klinik Hukum Perdata Clinical Legal Education, (Denpasar: Udayana University
Press, 2016), hlm. 40.
8 Ibid, hlm. 41.

6
tersebut. Sebagaimana dengan halnya replik, pengaturan mengenai duplik dapat
dijumpai dalam Pasal 142 Rv, namun tidak menguraikan secara jelas mengenai bentuk
dan susunan dari duplik tersebut. Biasanya duplik ini dibuat oleh kuasa hukum
tergugat yang dilengkapi dengan bukti data, pernyataan dan juga keterangan-
keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga.

Tahapan replik dan duplik dapat saja diulangi sampai terdapat kesepahaman
antara tergugat dan Penggugat atau bisa saja dalam prosesnya hakim yang
menentukan apakah proses jawab-menjawab ini ditutup ataukah diteruskan, dalam
proses tersebut hakim akan menilai apakah replik yang diajukan Penggugat dengan
duplik yang diajukan tergugat hanya mengulang-ulang dalil atau tuntutan yang
sebelumnya telah disampaikan di dalam proses persidangan, jika hakim menilai
proses tersebut hanya pengulangan dari apa yang telah disampaikan maka atas dasar
tersebut hakim akan memutuskan untuk menghentikan proses jawab-menjawab
tersebut.

Sesuai dengan prinsip peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, sedapat
mungkin proses pemeriksaaan berjalan dengan efisien dan efektif. Apabila prinsip
tersebut dikaitkan dengan tahapan jawab-menjawab yang diatur dalam Pasal 117 Rv,
hakim cukup memberi kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan replik dan
duplik hanya satu kali saja, namun dalam hal ini tidak ada larangan yang tegas untuk
menyampaikan replik dan duplik berkali-kali. Apabila Hakim menilai proses jawab-
menjawab tersebut tidak efektif dan efisien, serta hanya membuang waktu saja, maka
hakim dapat menghentikan proses jawab-menjawab tersebut untuk selanjutnya
dilanjutkan pada tahap pembuktian di pengadilan.9

D. Konklusi/Kesimpulan
Para Pihak Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberikan kesempatan
yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil
pemeriksaan selama sidang berlangsung, menurut pandangan masing-masing.
Setelah persidangan menyelesaikan pembuktian para pihak, maka persidangan
akan memasuki acara Kesimpulan. Kesimpulan atau konklusi perkara perdata, Di
dalam kasus perdata, setelah adanya surat gugatan, eksepsi, replik dan duplik di
persidangan terakhir menjelang putusan dijatuhkan masing-masing pihak baik

9 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm. 463

7
tergugat ataupun penggugat membuat surat kesimpulan dalam kasus perdata tersebut
yang berisi tentang kesimpulan dari proses persidangan yang dijalankan. Kesimpulan
oleh tergugat maupun penggugat.
Pengajuan kesimpulan oleh para pilah setelah selesai acara pembuktian tidak
diatur dalam HIR maupun dalam RBG, akan tetapi mengajukan kesimpulan ini timbul
dalam praktik persidangan. Dengan demikian sebenarnya ada pihak yang tidak
mengajukan kesimpulan tidak apa-apa. Bahkan kadang-kadang para pihak
menyatakan secara tegas tidak akan mengajukan kesimpulan akan tetapi mohon
kebijaksanaan hakim untuk memutus dengan seadil-adilnya.
Kesimpulan perkara perdata dibuat oleh kedua belah pihak yang masing-masing
akan menjelaskan kesimpulan dengan bahasa dan versi mereka baik penggugat
ataupun tergugat. Kesimpulan ini biasanya dibuat oleh pengacara/advokat yang sudah
mendapatkan kuasa dari orang yang berperkara serta sebagai pendamping atau
mewakili dalam persidangan.
Walaupun tidak wajib, namun kesempatan pengajuan kesimpulan ini sangat perlu
dilaksanakan oleh kuasa hukum para pihak, karena melalui kesimpulan itulah seorang
kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil gugatannya atau dalil-dalil jawabannya
melalui pembuktian yang didapatkan selama persidangan. Dari analisis yang
dilakukan itu akan mendapatkan suatu kesimpulan apakah dalil gugatan terbukti atau
tidak, dan kuasa penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan
dikabulkan. Sebaliknya kuasa tergugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan
penggugat ditolak Bagi Majelis Hakim yang akan memutuskan perkara, kesimpulan
ini sangat menolong sekali dalam merumuskan pertimbangan hukumnya. Majelis
Hakim akan menilai analisis hukum kesimpulan yang dibuat kuasa hukum para pihak
dan akan dijadikan bahan pertimbangan dalam putusan bila mana analisis tersebut
cukup rasional dan beralasan hukum. Bahkan penemuan hukum oleh Hakim dalam
putusannya berawal dari kesimpulan yang dibuat oleh kuasa hukum.10

BAB III
10 A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama ( Yogyakarta, 2007) hlm. 109.

8
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekseps iadalah suatu tangkisan oleh Tergugat yang objeknya diluar pokok
perkara. Eksepsi disusun dengan mencari kelemahan-kelemahan baik terkait
dengan dalil-dalil gugatan maupun di luar gugatan yang dapat menjadi alasan
menolak gugatan.
Replik Penggugat adalah dalil-dalil yang menguatkan atau meneguhkan
dalil-dalil gugatan yang dibantah oleh tergugat dalam jawabannya.
Dalam proses beracara perdata di pengadilan dikenal juga adanya istilah
duplik. duplik merupakan jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan oleh
pihak Penggugat. Sama halnya dengan replik, duplik ini pun dapat diajukan
tertulis maupun lisan. duplik diajukan tergugat untuk mempertahankan jawaban
gugatan/eksepsi yang telah diajukan sebelumnya, yang secara umum berisi
bantahan terhadap gugatan yang diajukan oleh si Penggugat.
Setelah persidangan menyelesaikan pembuktian para pihak, maka
persidangan akan memasuki acara Kesimpulan. Kesimpulan atau konklusi
perkara perdata, Di dalam kasus perdata, setelah adanya surat gugatan, eksepsi,
replik dan duplik di persidangan terakhir menjelang putusan dijatuhkan masing-
masing pihak baik tergugat ataupun penggugat membuat surat kesimpulan dalam
kasus perdata tersebut yang berisi tentang kesimpulan dari proses persidangan
yang dijalankan. Kesimpulan oleh tergugat maupun penggugat

DAFTAR PUSTAKA

9
A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama ( Yogyakarta, 2007).
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Dilingkungan Pengadilan Agama, (Jakarta:
Kencana, 2006).
Darwan Prinst, Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2002 ).
H Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika,2004).
M. Yahya Harahap, Op. Cit.

Sudikno Mertikusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yokyakarta: Liberty, 2006).


Wayan Wiryaman, Klinik Hukum Perdata Clinical Legal Education, (Denpasar: Udayana
University Press, 2016).

10

Anda mungkin juga menyukai