KELOMPOK 3
1. Henie Sugiyarti [2019-092]
2. Rhaudah Aura S. [2019-442]
3. Kuni Zakiyatun N. [2019-443]
4. Tasyabilla Pandi U. [2019-450]
5. Imania Octiana H. [2019-458]
6. Mansyur Alief P. [2019-459]
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ABSTRAK
Eksepsi dan Pledoi adalah dua hal penting dalam suatu kasus hukum. Seorang
penasihat hukum atau yang biasa orang-orang ketahui dengan nama pengacara harus bisa
memahami bagaimana proses pembuatan eksepsi dan pledoi. Seorang pengacara juga harus
memahami saat yang tepat kapan harus membuat eksepsi dan pledoi. Eksepsi dan Pledoi
merupakan bagian terpenting untuk mengurangi maupun meringankan dakwaan yang
dijatuhkan kepada terdakwa. Makalah ini di buat menjelaskan secara jelas mengenai eksepsi
dan pledoi. Dan makalah ini juga di buat dengan tujuan supaya pembaca maupun mahasiswa
paham mengenai proses pembuatan eksepsi dan pledoi. Dengan menggunakan metode
penelitian yuridis normatif. Penelitian Yuridis Normatif adalah Metode penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka (Soerdjono
dan Sri, 1994; Roni, 1994; Amirudin dan Zainal, 2004; Achmad, 2009). Jadi dalam makalah
ini mengacu pada penelitian sebelumnya seperti jurnal, penelitian, maupun studi pustaka
lainnya yang mempelajari atau membahas mengenai eksepsi dan pledoi.
Kata Kunci: Eksepsi;Pledoi;Penasihat Hukum;Pengacara
ABSTRACT
Demurrer and Plea are two important things in a legal case. A legal adviser or usual
people know by the name of the lawyer should be able to understand how the process of
making an exception and pleadings. A lawyer must also understand the right moment when to
make an exception and pleadings. Demurrer and Plea is the most important part to reduce and
relieve the indictment handed down to the accused. This paper is made to explain clearly
about the demurrer and plea. And this paper also made with the aim that readers and students
understand about the process of making an exception and pleadings. By using normative
juridical research method. Normative Juridical research is a Method of legal research that is
done by researching library materials or secondary material sheer (Soerdjono and Sri, 1994;
Johnson, 1994; Amirudin and Zainal, 2004; Ahmad, 2009). So in this paper refers to the
previous research such as journals, research, and the study of literature and other study or
discuss about exception and pleadings.
Keywords:Demurrer; Lawyer; Legal Counsel;Plea
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
ABSTRAK................................................................................................................................3
DAFTAR ISI.............................................................................................................................4
BAB I.........................................................................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................6
C. Tujuan............................................................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................................7
A. EKSEPSI........................................................................................................................7
B. PLEDOI.......................................................................................................................10
BAB III....................................................................................................................................13
A. Kesimpulan..................................................................................................................13
B. Saran.............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
LAMPIRAN I.........................................................................................................................15
LAMPIRAN II........................................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai negara hukum diatur dalam isi pasal 1 ayat 3
Undang Undang Dasar, kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam a. Pasal 27 ayat (1)
bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dan hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tersebut tanpa
terkecuali, b. Pasal 28 ayat (1) menjamin bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum c. Pasal 28 ayat (2) menjamin hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dan hukum yang berlaku surut
sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Pada penjelasan diatas juga termasuk ke dalam hak seorang terdakwa. Hak
Pemberian kesempatan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya untuk mengajukan
eksepsi atau keberatan merupakan suatu hal yang wajar, karena dalam hukum acara
dikenal asas “presumption of innocent (asas praduga tidak bersalah)”. Suatu asas yang
mengatakan bahwa terdakwa dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan hakim
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.1
Pledoi atau nota pembelaan merupakan pembelaan berisikan tangkisan
terhadap segala tuntutan atau tuduhan Jaksa Penuntut Umum dengan dasar
mengemukakan halhal yang meringankan atau membenarkan dirinya yang diucapkan
oleh terdakwa atau Penasihat Hukum. Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi
kesimpulan dalam nota pembelaan (pledoi). Pertama, Terdakwa minta dibebaskan
dari segala dakwaan (bebas murni) karena tidak terbukti. Kedua, terdakwa supaya
dilepaskan dari segala tuntutan hukum, karena dakwaan terbukti, tetapi bukan
merupakan suatu tindak pidana. Ketiga, Terdakwa meminta dihukum yang seringan-
ringannya karena telah terbukti melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan
(Djami, 2018: 3)
Ketiga kesimpulan pledoi di atas menunjukan bahwa terbukti atau tidaknya
terdakwa melakukan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dengan kata lain bahwa tidak ada hukum atau keadilan di luar aturan, ini
merupakan ajaran dari warisan penjajah di Indonsia. Di sisi lain jika pledoi dibuat
dengan berpikir kritis dan mendalam tidak hanya terbukti atau tidaknya terdakwa
namun perlu kajian kritis apakah memungkinkan perbuatan pidana tersebut
dibenarkan.
1
Ibid.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu eksepsi serta penjelasan mengenai eksepsi itu sendiri?
2. Bagaiamana prosedur pembuatan Eksepsi?
3. Apa itu pledoi serta apa saja penjelasan mengenai pledoi?
4. Bagaimana prosedur pembuatan pledoi?
C. Tujuan
- Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa alasan terdakwa atau
penasehat hukumnya mengajukan eksepsi (keberatan) dan bagaimana bentuk
putusan hakim atas diajukannya eksepsi (keberatan) oleh terdakwa atau penasehat
hukum dan upaya hukum terhadap putusan atas eksepsi (keberatan) oleh terdakwa
atau penasehat hukumnya.
- Selain itu, untuk membuat pembaca/mahasiswa paham mengenai prosedur
pembuatan pledoi dan waktu yang tepat harus membuat pledoi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. EKSEPSI
1. Pengertian dan Penjelasan Terkait Eksepsi
Bantahan atau tangkisan terdakwa terhadap surat dakwaan yang dibuat oleh
Penuntut Umum di dalam praktek peradilan disebut dengan eksepsi atau keberatan.
Pada dasarnya, eksepsi atau keberatan adalah merupakan pernyataan keberatan
terdakwa terhadap dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum. Eksepsi atau
keberatan ini selain diajukan oleh terdakwa bisa juga diajukan oleh penasihat
hukumnya. Alasan-alasan pengajuan eksepsi oleh terdakwa atau penasihat hukumnya
pada dasarnya meliputi: eksepsi atau keberatan tentang kewenangan (kompetensi),
eksepsi atau keberatan tentang surat dakwaan tidak dapat diterima, eksepsi atau
keberatan tentang surat dakwaan kabur.2
Pemberian kesempatan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya untuk
mengajukan eksepsi atau keberatan merupakan suatu hal yang wajar, karena dalam
hukum acara pidana dikenal asas “presumption of innocence” (asas praduga tidak
bersalah). Suatu asas yang mengatakan bahwa terdakwa dianggap tidak bersalah
sebelum ada keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. 3 Disisi
yang lain, surat dakwaan yang sudah disusun dan dibacakan oleh penuntut umum,
dasar penyusunannya adalah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari keseluruhan
proses pemeriksaan oleh Kepolisian sebagai penyidik. Berita Acara Pemeriksaan yang
tidak sempurna yang diterima oleh penuntut umum akan menimbulkan pembuatan
surat dakwaan yang tidak sempurna. Surat dakwaan yang tidak sempurna akan
menjadi peluang bagi terdakwa atau penasihat hukumnya untuk merespons dengan
mengajukan eksepsi atau keberatan.
Secara hukum, eksepsi atau keberatan adalah merupakan hak dari terdakwa
untuk menjawab surat dakwaan dan dasar hukumnya diatur dalam Pasal 156 Ayat (1)
Ayat (1) KUHAP yang menentukan: “Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum
mengajukan keberatan bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau
dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah
diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim
mempertimbangkan kesempatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”.
2
Telaah Yuridis Pengajuan Eksepsi Oleh Terdakwa atas Alasan Penuntutan Penuntut Umum Telah Daluarsa Dan
Implikasinya Jika Diterima Oleh Hakim Dalam Pemeriksaan Perkra Korupsi, diakses tanggal 13 desember 2021
dr skripsi.blogspot.co.id.
3
Ibid.
4
KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 260.
Eksepsi atau keberatan ini dapat berupa ketidak wenangan mengadili, baik absolut
(kompetensi absolut) maupun relative (kompetensi relative).
Ada bermacam-macam alasan mengenai eksepsi atau keberatan tidak berwenang
mengadili, yaitu:5
a. Tidak berwenang, karena yang berwenang ialah Pengadilan Militer (kompetensi
absolut, Pasal 10 UU No.4 Tahun 2002 jo UU No. 31 Tahun 1997 tentang
KUHPM).
b. Tidak berwenang, karena yang berwenang ialah Majelis Koneksitas (Pasal 89
KUHAP ialah : “Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang
termasuk lingkungan Peradilan Umum dan lingkungan Peradilan Militer
diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum kecuali
jika menurut Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan Persetujuan
Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Militer.6
c. Tidak berwenang, yang berwenang ialah Pengadilan Negeri Lain (Kompetensi
Relatif, Pasal 84 KUHAP): “Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala
perkara tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”.
2. Eksepsi atau Keberatan Dakwaan Tidak Dapat Diterima
Ada beberapa alasan yang dapat diajukan terdakwa atau penasihat hukumnya
terhadap eksepsi atau keberatan dakwaan tidak dapat diterima atau tuntutan
Penuntut Umum tidak dapat diterima, yaitu:7
a. Apa yang didakwakan Penuntut Umum dalam surat dakwaannya telah
kadaluarsa. (Pasal 78 KUHP : (1) “Kewenangan menuntut pidana hapus karena
daluwarsa: mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan
percetakan sesudah satu tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana
denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah
enam tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari
tiga tahun, sedudah dua belas tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. (2)
bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas
tahun masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.”)
b. Adanya asas nebis in idem (Pasal 76 KUHP: (1) adanya asas nebis in idem.
(Pasal 76 KUHP: (1). Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi,
orang tidak dapat dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia
terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.)
c. tidak adanya unsur pengaduan. (Pasal 74 KUHP: (1). Pengaduan hanya boleh diajukan
dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya
kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia atau dalam waktu sembilan bulan
jika bertempat tinggal di luar Indonesia.”
5
Eksepsi, diakses tanggal 13 desember 2021, dari hacrpidana-kemahiran-2-1.pdf
6
KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 234.
7
Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Perspektif Teoritis dan Praktik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.
d. Apa yang didakwakan terhadap terdakwa bukan tindak pidana kejahatan atau
pelanggaran.
e. Apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang
dilakukannya.
f. Apa yang didakwakan kepada terdakwa bukan merupakan pidana akan tetapi
termasuk perselisihan perdata.
3. Eksepsi atau Keberatan Surat Dakwaan
Eksepsi atau keberatan ini apabila surat dakwaan yang dibuat oleh Penuntut
Umum tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana ketentuan Pasal 143 Ayat (2)
huruf b KUHAP yang berbunyi: “Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang
diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: uraian secara cermat, jelas, dan
lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu
dan tempat tindak pidana itu dilakukan”.8 Kadang eksepsi atau keberatan ini
masuk eksepsi surat dakwaan obscuur libel akibat dari penafsiran terhadap kata
yang tidak lengkap.9 Suatu surat dakwaan sebagai ‘tidak cermat’ terjadi karena
perbuatan yang dirumuskan bukan merupakan tindak pidana atau bahkan faktanya
bukan merupakan perbuatan terdakwa, juga karena kasus itu sudah nebis in idem
atau daluwarsa. Kemudian ‘tidak jelas’ terjadi bila rumusan perbuatan itu
sesungguhnya adalah akibat perbuatan orang lain (perintah jabatan). Sedangkan
surat dakwaan ‘tidak lengkap’ bisa terjadi dalam hal tindak pidana dilakukan
beberapa orang namun setiap orang berbuat tidak sempurna. Secara materiil suatu
surat dakwaan dipandang telah memenuhi syarat apabila surat dakwaan tersebut
telah memberi gambaran secara bulat dan utuh tentang:
1. Tindak pidana yang dilakukan.
2. Siapa yang melakukan tindak pidana tersebut
3. Dimana tindak pidana dilakukan
4. Bilamana tindak pidana dilakukan
5. Bagaimana tindak pidana itu dilakukan
6. Akibat apa yang ditimbulkan tindak pidana tersebut (delik materiil)
7. Apakah yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana tersebut
8. Ketentuan-ketentuan pidana yang diterapkan
3. Tata Cara Saat Mengajukan
Eksepsi Pasal 156 ayat (1), pengajuan keberatan yang menyangkut pembelaan atas
alasan ”formal” oleh terdakwa atau penasihat hukum adalah ”hak” dengan ketentuan :
(i) Prinsip harus diajukan pada sidang pertama. (ii) Yakni sesaat atau ”setelah”
penuntut umum membaca surat dakwaan. (iii) Apabila pengajuan dilakukan diluar
tenggang yang disebutkan,eksepsi tidak perlu ditanggapi penuntut umum dan
Pengadilan Negeri, kecuali mengenai eksepsi kewenangan mengadili yang disebut
kalam Pasal 156 ayat (7).
8
KUHAP dan KUHP, Op-Cit, hlm. 254
9
Luhut Pangaribuan, Op-Cit, hlm. 125.
Prinsip ini disimpulkan dari ketentuan Pasal 156 ayat (2) yang menegaskan jika lebih
lanjut. Berarti proses pengajuan keberatan berada antara tahap pembacaan surat
dakwaan. Pemeriksaan materi pokok perkara dihentikan apabila keberatan ditolak.
Dengan demikian cukup alasan untuk menyimpulkan eksepsi tidak lagi dapat diajukan
apabila proses sudah memasuki pemeriksaan materi pokok perkara sebagaimana.
Klasifikasi eksepsi
Pasal 156 ayat (1) menyebut berbagai jenis keberatan atas eksepsi yang ditemukan
dalam uraian ini tidak terbatas pada bentuk atau jenis eksepsi yang disebut Pasal 156
ayat (1) KUHAP. Akan tetapi meliputi berbagai jenis yang dikenal dalam
perundangundangan lain maupun dalam praktek peradilan.
(a).Eksepsi kewenangan mengadili atau exception of incompetency (exeption van
onbe roegheld) dalam arti pengadilan yang dilimpahi perkara tidak mengadili, yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Tidak berwenang secara ”absolut” Munculnya persoalan kewenangan absolut
mengadili (absolute competenco) sebagai akibat Pasal 15 Undang-undang No. 4 tahun
2004 yang telah menetapkan dan membagi ”yurisdiksi subtantif” untuk setiap
lingkungan peradilan pada satu segi dan pada segi lain disebabkan faktor
pembentukan jenis peradilan khusus yang kewenangannya secara absolut diberikan
kepada peradilan khusus tersebut.
(2) Tidak berwenang secara ”relatif” Disebut kewenangan relatif mengadili perkara
(relative competence) didasarkan pada faktor ”daerah hukum” atau pengadilan. Setiap
pengadilan negeri atau Pengadilan Tinggi, terbatas daerah atau wilayah hukumnya.
Patokan menentukan batas daerah atau wilayah hukum pada dasarnya disesuaikan
dengan sistem pemerintahan Tingkat I (provinsi) dan tingkat II ( Kabupaten atau
Kotamadya).
B. PLEDOI
Pledoi atau nota pembelaan merupakan pembelaan berisikan tangkisan
terhadap segala tuntutan atau tuduhan Jaksa Penuntut Umum dengan dasar
mengemukakan hal- hal yang meringankan atau membenarkan dirinya yang
diucapkan oleh terdakwa atau Penasihat Hukum. Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat
menjadi kesimpulan dalam nota pembelaan (pledoi). Pertama, Terdakwa minta
dibebaskan dari segala dakwaan (bebas murni) karena tidak terbukti. Kedua, terdakwa
supaya dilepaskan dari segala tuntutan hukum, karena dakwaan terbukti, tetapi bukan
merupakan suatu tindak pidana. Ketiga, Terdakwa meminta dihukum yang seringan-
ringannya karena telah terbukti melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan.
Pengertian pledoi di atas menunjukan bahwa terbukti atau tidaknya terdakwa
melakukan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dengan kata lain bahwa tidak ada hukum atau keadilan di luar aturan, ini
merupakan ajaran dari warisan penjajah di Indonsia. Di sisi lain jika pledoi dibuat
dengan berpikir kritis dan mendalam tidak hanya terbukti atau tidaknya terdakwa
namun perlu kajian kritis apakah memungkinkan perbuatan pidana tersebut
dibenarkan.
Komponen yang terdapat dalam Pledoi adalah :
1. fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan merupakan bagian dari
pembelaan hakhak terdakwa.
2. adanya kekeliruan penuntut umum baik mengenai jenis tindak pidananya, keliru
dalam menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan, keliru menghubungkan
keterangan saksi dengan barang bukti.
3. ada ketidak sesuai soal apa yang diuraikan dalam surat dakwaan dengan apa yang
dibuktikan dalam surat tuntutan.
4. adanya pengenyampingan alat-alat bukti.
5. adanya perbedaan keterangan saksi dalam BAP dengan apa yang diterangkan saksi
dalam persidangan.
6. adanya pengajuan barang bukti yang tidak relevan.
7. keterangan saksi yang melemahkan, keterangan saksi yang memberatkan dan
keterangan saksi yang meringankan atau melemahkan dakwaan yang dibaikan
penuntut dan lain sebagainya.
A. Kesimpulan
Hak Pemberian kesempatan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya untuk
mengajukan eksepsi atau keberatan merupakan suatu hal yang wajar, karena dalam
hukum acara dikenal asas “presumption of innocent (asas praduga tidak bersalah)”.
Suatu asas yang mengatakan bahwa terdakwa dianggap tidak bersalah sebelum ada
keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pledoi atau nota
pembelaan merupakan pembelaan berisikan tangkisan terhadap segala tuntutan atau
tuduhan Jaksa Penuntut Umum dengan dasar mengemukakan halhal yang
meringankan atau membenarkan dirinya yang diucapkan oleh terdakwa atau Penasihat
Hukum. Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi kesimpulan dalam nota pembelaan
(pledoi). Pertama, Terdakwa minta dibebaskan dari segala dakwaan (bebas murni)
karena tidak terbukti. Kedua, terdakwa supaya dilepaskan dari segala tuntutan hukum,
karena dakwaan terbukti, tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana. Ketiga,
Terdakwa meminta dihukum yang seringan-ringannya karena telah terbukti
melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan (Djami, 2018: 3)
B. Saran
Menjadi seorang praktisi dalam bidang hukum bukanlah hal yang mudah
dilaksanakan. Setiap bidang mempunyai tanggung jawabnya masing-masing. Maka dari
itu, setiap perkara atau kasus yang ada haruslah diselesaikan sampai tuntas. Pada zaman
sekarang dimana seorang terdakwa selalu dihakimi massa oleh orang-orang akan tetapi
pada dasarnya seorang terdakwapun mempunyai hak untuk menyampaikan suaranya atas
keberatan atau meminta keringanan mapun mengutarakan alasannya. Dalam hal ini, tidak
banyak saran yang kami sampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kepada
Yth. Ketua Majelis Hakim Perkara No: 135/Pid.Sus/2021/PN.Kpn
Di Pengadilan Negeri Kepanjen
Jl. Panji No. 205, Penarukan, Kecamatan Kepanjen, Malang.
Dengan hormat,
Perkenankan saya, Dr. Rhaudah Aura Syahronty, SH., MH., selaku Penasihat Hukum
berkewarganegaraan Indonesia yang beralamat kantor di Jl. Mayjend Panjaitan No. 4,
Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Berdasarkan Penetapan Ketua Majelis
Hakim Perkara No.135/Pid.Sus/2021/PN.Kpn tentang Penunjukan Dr. Rhaudah Aura
Syahronty, SH., MH., sebagai Penasihat Hukum Terdakwa secara Cuma-Cuma. Dalam hal
ini bertindak baik untuk membela hak dan kepentingan hukum Terdakwa yaitu:
Bahwa dalam hal ini hendak mengajukan Nota Keberatan terhadap Surat Dakwaan Jaksa
Penuntut Umum Nomor PDM-61/M.5.20/Enz.2/02/2021 tanggal 19 Maret 2021, dengan
uraian sebagai berikut:
PENDAHULUAN
Setelah pada persidangan lalu kita mendengarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
terhadap Terdakwa, maka kini perkenankanlah saya selaku Penasihat Hukum Terdakwa
menyampaikan eksepsi/tangkisan/keberatan dalam perkara yang tengah diperiksa ini.
Berdasarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Yang Terhormat, kiranya kami merasa sangat
perlu untuk menyampaikan eksepsi ini demi kepentingan hukum dan keadilan serta
memperoleh jaminan perlindungan hak-hak asasi tersangka/terdakwa atas kebenaran,
kepastian hukum dan keadilan. Selain itu, eksepsi ini perlu kami sampaikan demi
perlindungan hukum yang lebih luas bagi masyarakat pada umumnya maupun pembangunan
hukum dalam proses beracara pada persidangan perkara pidana yang semuanya itu telah pula
dijamin oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai landasan
hukum beracara di negara ini.
EKSEPSI
Dasar Hukum
Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, berbunyi sebagai berikut: “Dalam hal
terdakwa atau penasehat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak wenang
mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan,
maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya,
hakim mempertimbangkan kebenaran tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”.
Lalu bagaimana pada tahap Penuntutan? Saat pelimpahan berkas perkara atas nama
Terdakwa dari penyidikan di Kepolisian ke tahap Penuntutan di Kejaksaan, Jaksa Penuntut
Umum yang bersangkutan dan yang memeriksa Terdakwa wajib melaksanakan ketentuan
Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Bahwa setelah mempelajari berkas perkara atas nama Terdakwa
termasuk Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, ternyata Jaksa Penuntut Umum selaku Pejabat
yang melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa, tidak menunjuk Penasihat Hukum bagi
Terdakwa secara Cuma-Cuma. Padahal Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa Terdakwa
dengan Dakwaan Pertama melanggar 114 ayat (1) Jo Pasal 132 ayat (1) atau Kedua
melanggar Pasal 112 ayat (1) atau Ketiga melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No 35
Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara, yang
mengharuskan Jaksa Penuntut Umum wajib menunjuk Penasihat Hukum secara Cuma-Cuma
sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) KUHAP.
Bahwa ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah bagian dari Hukum Acara Pidana yang
wajib ditaati dalam penegakan hukum pidana dan memiliki konsekuensi hukum bila dengan
sengaja mengabaikan atau lalai menerapkan hukum acara sebagaimana kaidah hukum
dibawah ini:
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 510 K/Pid/ 1988 tanggal 28 April 1988, yang
menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993 yang
menyatakan: apabila syarat-syarat permintaan dan/atau hak tersangka/terdakwa tidak
terpenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sejak awal
penyidikan, tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima.
Putusan Pengadilan Negeri Tegal No: 34/Pid.B/1995/PN.Tgl tertanggal 26 Juni 1995 yang
menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri tidak sah karena Pasal 56 ayat (1)
KUHAP tidak diterapkan sebagaimana mestinya, sehingga penuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima.
Bahwa oleh karena Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa
pada tahap Penuntutan tidak melaksanakan perintah Pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut. Maka
Surat Dakwaan yang dibuat dan disusun oleh Jaksa Penuntut Umum dengan Reg.Perk: PDM-
96/MBNGO/09/2018 tanggal 30 Agustus 2018, adalah hasil dari bentuk pelanggaran formal
yuridis dan harus dinyatakan tidak sah dan batalkan demi hukum.
PERMOHONAN
Bahwa atas uraian eksepsi/keberatan yang telah saya sampaikan maka dengan ini saya selaku
Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang pemeriksa
perkara aquo agar berkenan memutuskan:
1. Menerima Keberatan Penasihat Hukum Terdakwa Alfiansyah Bin Hartanto
2. Menyatakan Surat Dakwaan Nomor PDM-61/M.5.20/Enz.2/02/2021 tanggal 19 Maret
2021, tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum
3. Membebaskan Terdakwa Dari Tahanan
4. Membebankan Biaya Perkara Kepada Negara
PENUTUP
Demikianlah eksepsi ini saya sampaikan kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim. Atas
perhatian serta terkabulnya eksepsi/keberatan ini saya ucapkan terima kasih dan bila ada
kekurangan atau kesalahan di dalamnya saya mohon maaf atas keterbatasan saya selaku
manusia.
Hormat saya,
Penasihat Hukum Terdakwa
Pada hari ini, Jumat tanggal 26 November 2021, setelah Jaksa Penuntut Umum
menyampaikan tuntutannya, tibalah giliran kami untuk menyampaikan pembelaan/pledoi atas
nama Terdakwa:
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Rahmat
dan Hidayah yang telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga persidangan pada hari ini
dengan acara pembelaan atau pledoi oleh Penasehat Hukum Terdakwa dapat terlaksana
sesuai dengan agenda yang ditentukan dalam persidangan sebelumnya.
Dalam kesempatan ini pula kepada Panitera Pengganti yang telah mencatat seluruh fakta-
fakta yang terungkap dalam persidangan, dan tak lupa kepada Jaksa Penuntut Umum, saya
berikan penghargaan yang setinggi-tingginya, karena telah berupaya menjalankan
kewajibannya dengan baik dalam perkara pidana ini, untuk menemukan kebenaran formil dan
materil dari hukum pidana ke arah tercapainya prinsip dan tujuan hukum serta tegaknya
keadilan.
Bahwa sesuai dengan sistem peradilan kita, Jaksa Penuntut Umum mewakili kepentingan
publik, inklusif di dalamnya kepentingan korban. Sedangkan Penasehat Hukum mewakili
kepentingan Terdakwa. Maka perbedaan sudut pandang ini memberikan perbedaan nuansa
dalam mencari dan mengidentifikasikan “kebenaran materiil” guna menegakkan keadilan dan
kebenaran. Walaupun demikian,biasa terjadi persamaan pandangan antara Jaksa Penuntut
Umum dan Penasehat Hukum dalam menilai suatu fakta, jika keduanya berupaya secara jujur
dan mengedepankan obyektifitas.
Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan Nota/Resume atas apa yang dilihat,
didengar dan dialami oleh saksi yang disampaikan di persidangan dan sebagaimana diketahui
apa yang dialami, dilihat dan didengar oleh seorang saksi serta disampaikan dalam
persidangan terbuka adalah alat bukti yang kuat sesuai Hukum Acara Pidana.
Bahwa untuk mengetahui apakah dakwaan tersebut terbukti atau tidak, marilah kita tengok
bersama-sama fakta-fakta yang terungkap dimuka persidangan berdasarkan bukti-bukti dan
saksi-saksi yang diajukan dimuka persidangan.
KETERANGAN SAKSI-SAKSI:
DIDIT KUNCAHYO sumpah di depan persidangan memberikan keterangan yang pokoknya
sebagai berikut:
Hari Jumat tanggal 22 Januari 2021 sekitar pukul 20.45 WIB bertempat di bawah tiang listrik
dekat Masjid Desa Asrikaton Kecamatan Pakis Kabupaten Malang tanpa hak atau melawan
hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual
beli, menukar, atau menyerahkan golongan I.
• Bahwa benar dengan cara Terdakwa dihubungi oleh saksi Sandy Bin Harianto (dilakukan
penuntutan secara Terpisah) yang memesan sabu-sabu seharga Rp 400.000 (empat ratus ribu
rupiah). Setelah Terdakwa menyatakan barangnya ada, saksi Sandy Bin Harianto (dilakukan
secara penuntutan secara terpisah) untuk menunggu. Setelah beberapa lama menunggu,
sekitar pukul 21.00 WIB Terdakwa menghubungi saksi Sandy Bin Harianto supaya
mengambil 1 poket sabu-sabu tersebut di depan masjid Bokor Kec. Tumpang Kab. Malang
yang Terdakwa di letakkan di atas tembok.
• Bahwa benar sebagian dari satu poket sabu yang disita dari Saksi Sandy Bin Harianto
dilakukan penuntutan secara terpisah yang berasal dari Terdakwa kemudian dilakukan
pemeriksaan di Laboratorium kriminalistik yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Nomor Lab: 00937/NNF/2021 tanggal 4 Februari
2021 yang kesimpulannya menerangkan bahwa kristal warna putih tersebut adalah benar
kristal Metamfetamina, terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 lampiran I UU RI No.35
Tahun 2009 Tentang Narkotika.
• Bahwa Terdakwa tidak mempunyai ijin untuk memperjualbelikan, menerima, atau
menyerahkan narkotika jenis apapun keterangan tersebut dibenarkan oleh Terdakwa.
Hormat saya,
Penasehat Hukum Terdakwa