Disusun oleh:
FAKULTAS HUKUM
KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendampingan dan
Penanganan Perkara di Kejaksaan” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan di Universitas
Islam Kadiri. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Bagaimana Kondisi atau Terjadinya Proses Sidang di Kejaksaan” bagi para pembaca
dan juga bagi saya.
Saya pribadi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Saya juga menyadari bahwa
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan saran, saya ucapkan
terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak
dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan
hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
mengatur tentang kedudukan warga negara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hal ini
untuk menjamin adanya perlindungan hukum kepada setiap orang yang haknya dirugikan.
Hukum acara pidana atau yang disebut hukum pidana formil menjadi bagian penting dan
integral dari sistem hukum yang berlaku. Hukum acara menjadi prosedur untuk tegaknya
hukum dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM). Disebut menjadi faktor tegaknya hukum dan
tegaknya HAM tidak lain karena hukum acara menjadi semacam prosedur bagi aparat penegak
hukum dalam setiap tahapan penegakan hukum, sehingga hak asasi baik tersangka maupun
terdakwa dapat dipenuhi melalui proses hukum yang adil. Keberadaan hukum materiil tidak
akan terlaksana dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan hukum acara. Singkat kata,
hukum acara adalah panduan beracara dalam proses penegakan hukum mulai tahap
penyelidikan dan penyidikan (Polisi dan Kejaksaan) sampai ke proses peradilan dan sekaligus
sebagai implementasi dari prinsip the right of process of law.
1.3. Tujuan
PEMBAHASAN
Selanjutnya Pasal 140 ayat (2) KUHAP menyatakan : Dalam hal penuntut umum
memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut
umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Isi surat ketetapan tersebut
diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan. Turunan surat
ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat
rumah tahanan negara, penyidik, dan hakim.
Pasal 143 ayat (4) KUHAP menyatakan : "Turunan surat pelimpahan perkara beserta
surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasi- DINAMIKA
HUKUM Volume 9, No.2, Juli 2018 hat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan
dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri ". Pasal 144 ayat
(3) KUHAP menanyatakan : “Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia
menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik ". Adapun
yang dimaksud dengan surat "pelimpahan perkara" menurut penjelasan Pasal 143 KUHAP
adalah surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas perkara.
Berdasarkan beberapa ketentuan KUHAP yang disebutkan di atas, maka pada tahap
penuntutan ini memiliki hak sebagai berikut :
1. Memperoleh surat ketetapan penghentian penuntutan atas nama tersangka;
2. Memperoleh surat pelimpahan perkara yang berisi surat pelimpahan perkara itu
sendiri, surat dakwaan, dan berkas perkara;
3. Turunan perubahan surat dakwaan.
Dalam praktek, pendampingan tersangka oleh Penasihat Hukum pada tahap penuntutan
ini, yang paling sering terjadi adalah memperoleh surat pelimpahan perkara yang berisi surat
pelimpahan perkara itu sendiri, surat dakwaan, dan berkas perkara. Surat dakwaan bagi
penasihat hukum sangat penting karena dengan mempelajari surat dakwaan, maka penasihat
hukum akan dapat mempelajari kelemahan-kelemahan dari surat dakwaan tersebut untuk
kemudian dijadikan sebagai dasar dalam membuat eksepsi atau keberatan terhadap surat
dakwaan. Dalam teori dan prakteknya eksepsi ini ada tiga yaitu :
1. Eksepsi kompetensi bahwa pengadilan negeri tidak berwenang memeriksa dan
mengadili perkara yang diajukan kepadanya karena misalnya perkara tersebut seharusnya diadili
dan diperiksa oleh pengadilan negeri lain atau bahkan oleh pengadilan selain pengadilan negeri
tetapi pengadilan militer misalnya karena ternyata status pelaku adalah militer;
2. Eksepsi bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima, karena ada kekurangan syarat
formil dalam dakwaan misalnya surat dakwaan tidak mencantumkan tanggal dan tidak
ditandatangai oleh Jaksa Penuntut Umum.
3. Eksepsi bahwa surat dakwaan harus ditolak karena tidak menguraikan dengan cermat
dan teliti tentang tindak pidana yang didakwakan sehingga dakwaan menjadi kabur.
Di tingkat penuntutan ini dalam praktek, penasihat hukum biasanya diundang untuk
penyerahan tahap II sesudah Tahap I (P21) yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti.
Pentingnya kehadiran penasihat hukum ini adalah, penasihat hukum akan mencatat dan
memeriksa tentang misalnya jumlah barang bukti, jenisnya dan sebagainya yang pada saatnya
akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan pembelaan di sidang pengadilan negeri jika
perkaranya sudah dilimpahkan untuk diperiksa dan diadili oleh pengadilan negeri yang
berwenang.
Menurut pengalaman penulis, dalam menangani perkara kasus pidana kendala yang
terjadi pada umumnya adalah Di tingkat kejaksaan karena sifatnya hanya mendampingi ketika
penyerahan tahap II yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti, kendala yang dihadapi adalah
nyaris tidak ada. Apalagi dalam tahap ini semua berkas sudah lengkap dan tinggal menunggu
sidang pengadilan negeri kapan dimulai.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pada bagian akhir dari penulisan penelitian ini penulis mengetengahkan bagian penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan adalah kristalisasi dari hasil akhir antara hasil penelitian
dan pembahasan atas permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek penulisan dari kesimpulan yang
diperoleh dapat memberikan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan,
sedangkan saran sebuah pemikiran dari penulis berdasar kesimpulan yang diperoleh dan diharapkan
dapat dipergunakan sebagai bahan masukan demi tercapainya suatu kesempurnaan dimasa yang akan
datang.
1. Peran dan tanggung jawab advokat sebagai penasehat hukum tersangka dan Terdakwa,
berawal dari konsultasi klient kepada advokat dan kesepakatan honorarium kemudian dibuatkan surat
kuasa untuk mendampingi klien dari tingkat mana klien tersebut akan didampingi, apakah di tingkat
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka sidang jadi tergantung penjelasan dari surat kuasa
tersebut.
2. Advokat memberikan perannya dalam semua tingkat pemeriksaan yakni peran di tingkat
penyidikan advokat sudah mulai melakukan pendampingan dan mengikut jalannya penyidikan agar
hak-hak tersangka bisa terpenuhi dan tidak ada tekanan maupun paksaan dari penyidik, peran di tingkat
penuntutan advokat sebagai pendamping untuk melihat jalannya dalam penuntutan agar hak-hak
tersangka bisa terpenuhi dan peran di tingkat pemeriksaan dimuka sidang advokat harus berperan aktif
dalam melaukan pendampingan terhadap terdakwa untuk menguji kebenaran terhadap sangkaan dan
atau dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa agar dapat kejelasan dan kebenaran bahwa
tindak pidana yang sebenarnya dilakukan oleh terdakwa sehingga sampai pada keputusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3.2. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan maka saran-saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Dari uraian yang sangat sederhana ini penyusun berharap agar penelitian ini dapat menggugah minat
peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih akurat dan valid guna melengkapi kajian agar lebih
bisa diterima oleh masyarakat umum maupun para sarjana hukum.
2. Hendaknya para Advokat memahami betul isi dari Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang
advokat agar para advokat mengerti hak dan kewajiban sebagai salah satu penegakan hukum yang harus
memperjuangkan hak-hak kliennya demisebuah keadilan.
3. Demi keadilan yang didapatkan oleh klien para Advokat seharusnya mampu mendampingi tanpa
membedakan ras, agama, jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan
budaya. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor.18 Tahun 2003 tentang advokat Pasal 18 (1).
4. Perlu di optimalkan pengetahuan dan pemahaman aturan-aturan yang berlaku mengenai perkara
tindak pidana korupsi bagi Advokat khususnya dan penegak hukum lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Erni Widhayanti, Hak – Hak Tersangka/ Terdakwa Di Dalam KUHAP, Yogyakarta, Liberty,
1988
http://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/data-dan-jenis-data-penelitian/
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi (ed.), Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES,
1989,
106-Article Text-207-1-10-20200701[1].pdf
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum , Jakarta, Granit, 2004.
Sapari Imam Asyari, Metode Penalitian Sosial Suatu Petunjuk Ringkas, Surabaya, Usaha
Nasional, 1981.