Disusun oleh :
1. Riyan Hidayatulloh
2. Al ghifari al muhdar
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA (UNUSIA)
JAKARTA
2022
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, pemberi petunjuk pada kebenaran dan jalan yang lurus.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Shallalahu Alaihi wa
Sallam. Syukur Alhamdulillah kami masih diberi kesempatan untuk dapat
menyelesaikan dan menghadirkan makalah Hukum Acara Pidana dengan judul
pra-peradilan.
Kami memahami bahwa dalam makalah ini masih banyak ditemui banyak
kekurangan dan banyak hal yang harus diperbaiki. Maka dari itu, kami
mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun agar dapat
menjadi bahan evaluasi kami dalam menyusun makalah sehingga dikemudian hari
dapat tercipta makalah yang lebih baik lagi.
2
BAB 1
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pada dasarnya penegakan hukum merupakan upaya yang secara sengaja dilakukan untuk
mewujudkan cita-cita hukum dalam rangka menciptakan keadilan dan kedamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal itu telah sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional Indonesia yaitu untuk mencapai suatu kedaan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur secara merata baik materiil maupun spiritual yang
berdasarkan Pancasila dan UUD1945.. Oleh karena itu, Indonesia sebagai Negara hukum
telah menjamin segala warga negaranya bersamaaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlakdari
Bangsa Indonesia. Hal itu dikarenakan Negara Indonesia adalah negara yangberdasarkan
atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penyelenggaraankekuasaan
haruslah bertumpu atas sendi-sendi negara hukum dan demokrasi. Rasa aman yang
diberikan oleh pemerintah tidak hanya ditujukan bagi rakyatmereka yang benar saja, akan
tetapi bagi mereka yang melakukan kesalahan ataupunbagi mereka yang diduga
melakukan kesalahan juga berhak memperoleh jaminan rasa aman terhadap diri mereka.
Seseorang yang melakukan kesalahan, dalam hal inimelakukan tindak pidana di dalam
Negara Indonesia yang berlandaskan hukum, makasudah sepantasnya untuk diproses
secara hukum yang berlaku di Negara Indonesiapula. Proses yang berlaku untuk menahan
seorang tersangka ataupun terdakwa harussesuai prosedur yang berlaku.
Prosedur yang berlaku tidak boleh bertentangan dan melanggar hak asasimanusia.
Prosedur harus bisa memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasimanusia
khususnya hak kemerdekaan. Di dalam Praperadilan, pejabat yangmelakukan penahanan
atas diri tersangka ataupun terdakwa baik polisi maupun jaksaharus bisa membuktikan
bahwa penahanan tersebut adalah tidak melanggar hukum(illegal) atau tegasnya benar-
benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.Hal ini untuk menjamin bahwa
perampasan ataupun pembatasan kemerdekaanterhadap seorang tersangka ataupun
terdakwa itu benar-benar telah memenuh ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan
untuk tidak melangar hak asasimanusia.
b. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian praperadilan?
2. Apa tujuan praperadilan?
3. Bagaimanakah proses pemeriksaan Praperadilan?
4. Alasan atau dasar permohonan pra-peradilan
c. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan pengertian Praperadilan.
2. Untuk menskripsikan tujuan pra peradilan.
3. Untuk mendeskripsikan proses pemeriksaan Praperadilan.
4. Untuk mendeskripsikan Alasan atau dasar permohonan pra-peradilan.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PRA PERADILAN
Misalnya penuntut umum di Belanda dapat minta pendapat hakim mengenai suatu
kasus, apakah misalnya kasus itu pantas dikesampingkan dengan transaksi
(misalnya perkata tidak diteruskan ke persidangan dengan mengganti kerugian)
ataukah tidak. Meskipun ada kemiripannya dengan hakim komisaris itu, namun
wewenang praperadilan terbatas. Wewenang untuk memutuskan apakah
penangkapan atau penahanan sah ataukah tidak. Apakah penghentian penyidikan
atau penuntutan sah ataukah tidak. Tidak disebut apakah penyitaan sah ataukah
tidak.
4
pengawasan terhadap kedua instansi tersebut. Begitu pula Judge d’Instruction di
Prancis, mempunyai wewenang yang luas dalam pemeriksaan pendahuluan. Ia
dapat membuat berita acara, penggeledahan rumah dan tempat-tempat tertentu.
Setelah pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan rampung, ia menentukan
apakah suatu perkata cukup alas an untuk dilimpahkan ke pengadilan ataukah
tidak. Kalau cukup alas an, ia akan mengirimkan perkara tersebut dengan surat
pengiriman yang disebut ordonance de Renvoi, sebaliknya jika tidak cukup alas
an, ia akan membebaskan tersangka dengan ordonance de non lieu.
Namun demikian, menurut Siahaan, tidak semua perkata harus melalui Judge d’
Instruction. Hanya perkara-perkara besar dan yang sulit pembuktiannya yang
ditangani olehnya. Selebihnya yang tidak begitu sulit pembuktiannya pemeriksaan
pendahuluannya dilakukan sendiri oleh polisi di bawah perintah dan petunjuk-
petunjuk jaksa[5].
Hakim komisaris di negeri Belanda dapat selalu minta agar terdakwa dihadapkan
kepadanya walaupun terdakwa diluar kehendaknya. Ia dapat meminta terdakwa
5
dibawa kepadanya. Jika perlu untuk kepentingan pemeriksaan yang mendesak
meminta dalam waktu satu kali dua puluh empat jam dapat juga memeriksa saksi-
saksi dan ahli-ahli. Oleh karena itu, menurut Van Bemmelen hakim komisaris itu
memerlukan pengetahuan yang luas disamping pengetahuan yuridisnya seperti
bagaimana memeriksa saksi dan terdakwa. Diperlukan pengetahuan psikologis
untuk semua itu.
Dalam pasal 79,80,81 diperinci tugas praperadilan itu yang meliputi tiga hal
pokok sebagai berikut.
6
ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan
menyebutkan alasannya.
Bagaimana hakim praperadilan itu diangkat dan untuk berapa lama pengangkatan
itu tidak dijelaskan dalam undang-undang. Pasal 78 kuhap hanya menyatakan
bahwa praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Di negeri Belanda hakim
komisaris diangkat untuk masa jabatan dua tahun. atas prmohonan mereka,
mereka segera dapat diangkat kembali. Diitentukan juga bahwa mereka harus
berpengalaman dalam perkara pidana, misalnya pernah bekerja dibagian pidana
dipengadilan itu. Hakim komisaris itu diadakan untuk menjamin objektifitas
sehingga mereka dilarang mengambil bagian dalam pemeriksaan akhir (pasal 268
Ned.Sv.) dalam kuhap tidak ada larangan semacam itu bagi seorang hakim
praperadilan.
7
Acara praperadilan untuk ketiga hal, yaitu pemerikaan sah atau tidaknya suatu
penangkapan atau penahanan (Pasal 79 KUHAP), pemeriksaan sah tidaknya suatu
penghentian [enyidikan atau penuntutan (Pasal 80 KUHAP), pemeriksaan tentang
penggantian ganti kerugian dan/atau rehabilitas akibat tidak sahnya penangkapan
atau penahanan atau akibatnya atau akibat tidak sahnya penghentian penyidikan
(Pasal 81 KUHAP) ditentukan beberapa hal berikut.
8
a. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau
penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum
pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera
membebaskan tersangka.
b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian
penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau pentuntutan
terhadap tersangka wajib dilanjutkan.
c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumlan jumlah
besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan
dalam hal suatu penghentian, penyidikan atau penuntutan adalah
sah dan tersangkanya tidak ditahan maka dalam putusan
dicantumkan rehabilitasinya.
d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada dan
tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan
bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka
atau dari siapa benda itu disita.
9
4. Supaya benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian,
dikembalikan kepada tersangka atau kepada orang dari siapa benda itu
disita.
10
memeriksa dan memutus perkara dalam sidang Praperadilan. Karena hakim
Praperadilan adalah hakim dalam lingkungan peradilan umum, maka sudah tentu
berlaku juga baginya Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1970). Akhirnya kita juga dapat melihat lembaga
Praperadilan sebagai suatu upaya hukum luar biasa (buitengewon rechts middel)
bagi tersangka untuk memperoleh kepastian hukum dan keadilan.
11
prinsip pengawasan yang diinginkan dalam KUHAP. Selain adanya
pengawasan secara vertikal yang dilaksanakan oleh atas dari instansi yang
bersangkutan, ada pula pengawasan secara horisontal, dari sesama aparat
penegak hukum. Mengenai pihak ketiga yang berkepentingan, tidak
dijelaskan secara eksplisit oleh KUHAP. Secara umum, pihak ketiga yang
berkepentingan dalam suatu pemeriksaan perkara pidana adalah saksi yang
menjadi korban tindak pidana yang bersangkutan sehingga dalam hal ini
maka saksi korbanlah yang berhak mengajukan permintaan pemeriksaan
tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan kepada praperadilan.
12
3) Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yangditerpkan, yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
4) Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan Berdasarkan
ketentuan Pasal 95 ayat (2) KUHAP, tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian dan
rehabilitasi karena sahnya penghentian penuntutan yang dilakukan
oleh penuntut umum.
Jika praperadilan memutuskan bahwa penghentian penuntutan itu sah, maka hal
tersebut menjadi dasar bagi tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan
untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atau rehabilitasi kepada praperadilan.
13
kesempatan untuk didampingi oleh penasehat hukum pada pemeriksaan
pendahuluan oleh Penyidik sangat dirasakan sebagai tidak menghormati hak-hak
Tersangka[6]
14
dalam proses bekerjanya secara pidana. Oleh karena itu Praperadilan
dimaksudkan sebagai pengawasan horisontal oleh Hakim Pengadilan Negeri
terhadap pelaksanaan tugas Penyidik dan Penuntut Umum, terutama menyangkut
pelaksanaan upaya paksa. Hakim dalam Praperadilan bukan berarti fungsionaris
peradilan, bukan pula wasit yang mengadili sengketa hukum. Hakim dalam
Praperadilan dipinjam karena diperlukan suatu fungsionaris netral untuk
mengontrol penangkapan dan penahanan itu. Jelaslah bahwa prosedur
Praperadilan mengganti atau mengalihkan tugas pengawasan terhadap
penangkapan dan penahanan serta penghentian penyidikan dan penuntutan dari
Kepala-kepala Kejaksaan atau Kepala-kepala Kepolisian kepada Hakim
Pengadilan Negeri yang berkedudukan netral.
15
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia.
[4] Oemar Seno Adji, Hukum, Hukum Pidana. Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 88.
[5] Lintong Oloan Siahaan. Jalannya Peradilan Prancis LEbih Cepat dari
Peradilan Kita. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1981, hlm. 92-94.
16
[6] Ratna Nurul Alfiah, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, (Jakarta: CV.
Akademika Presindo, 1986), hal. 75
17