PENDAHULUAN
Jual beli atau muamalah sering kita lakukan dalam kegitan sehari-hari, baik dalam transaksi langsung
maupun memesannya, dan kegiatan ini sering dilakukan oleh setiap individu dilapisan masyarakat.
bahkan dalam perbankan syari’ah pun ada banyak akad yang dilakukan seperti akad jual beli
yaitu, murabbahah, As-Salam dan Al-Istishna.
Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah penghimpunan dana, penyaluran dana,
membeli, menjual dan menjamin atas resiko serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada perbankan syariah,
prinsip jual beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli
dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang.
Pada makalah ini akan dibahas jenis pembiayaan salam dan istishna’. Jual beli dengan salam dan
istishna’ ini, akadnya sangat jelas, barangnya jelas, dan keamanannya juga jelas. Maka wajar jika jual
beli salam dan istishna’ masih banyak diminati.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian As-Salam dan Al-Istishna’ ?
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang rukun, syarat serta dasar hukun dari As-Salam dan Al-
Istishna’
D. Manfaat Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. As-Salam
1. Pengertian As-Salam
As-Salam merupakan prinsip bai (jual beli) suatu barang tertententu antara pihak penjual dan pembeli
sebesar harga pokok ditambah nilai keuntungan yang disepakati, dimana penyerahan barang
dilakukan dikemudian hari sementara penyerahan uang dilakukan dimuka[2]
2. Dasar Hukum As-Salam
a) Al-Quran
يا أيهاالذين آمنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوه
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al-Baqarah : 282) [5]
b) Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw. datang ke Madinah dimana semua
penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga
tahun. Beliau bersabda:
من اسلف في شيء ففي كيل معلوم ووزن معلوم إلى اجل ممعلوم
“Barang siapa yang melakukan salaf ( salam), hendaklah ia melakukannya dengan takaran yang
jelas, dan timbangan yang jelas pula, dengan waktu yang diketahui.”
B. Rukun dan Syarat As-Salam
1. Rukun As-Salam
a) Muslam (pembeli)
2. Syarat As-Salam
C. Al-Istishna’
1. Pengertian Al-Istishna’
Berasal dari kata ﺻﻧﻊ (shana’a) yang artinya membuat, kemudian ditambah huruf alif, sin, dan ta’
menjadi ﺍ ﺴﺗﺻﻧﻊ (istashna’a) yang berarti meminta dibuatkan sesuatu.
Al-Istishna’ adalah akad jual beli pesanan antara pihak produsen / pengrajin / penerima pesanan
( shani’) dengan pemesan ( mustashni’) untuk membuat suatu produk barang dengan spesifikasi
tertentu (mashnu’) dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak produsen
sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka, tengah atau akhir.
Transaksi Al-Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui
orang lain untuk membeli atau membuat barang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dan
menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak telah setuju atas harga serta sistem
pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu
waktu pada masa yang akan datang[7]
Contoh kasus
Seuah perusahaan konveksi meminta pembiayaan untuk pembuatan kostum tim sepakbola sebesar
Rp 20juta. Produksi ini akan dibayar oleh pemesannya dua bulan yang akan datang. Harga sepasang
kostum biasanya Rp 40.000,00, sedangkan perusahaan itu bisa menjual pada bank dengan harga Rp
38.000,00. Berapa keuntungan yang didapatkan bank?
Dalam kasus ini, produsen tidak ingin diketahui modal pokok pembuatan kostum. Ia hanya ingin
memberikan untung sebesar Rp 2.000,00 per kostum atau sekitar Rp 1juta (Rp 20juta/Rp 38.000,00 X
Rp 2.000,00) atau 5% dari modal. Bank bisa menawar lebih lanjut agar kostum itu lebih murah dan
dijual kepada pembeli dengan harga pasar.
Menurut jumhur fuqaha,Al-Istishna’ merupakan suatu jenis khusus dari dari akad As-Salam. Dengan
demikian ketentuan dari Al-Istishna’ mengikuti ketentuan akad As-Salam[8]
2. Dasar Hukum Al-Istishna’
Secara umum landasan syariah yang berlaku pada as-salam juga berlaku pada al-istishna’, karna Al-
Istishna’ merupakan lanjutan dari As-Salam. Menurut Hanafi, al-istishna’ termasuk akad yang
dilarang karena mereka mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada
dan dimiliki oleh penjual, sedangkan dalam istishna’, pokok kontrak itu belum ada atau tidak dimiliki
penjual. Namun Mazhab Hanafi menyutui kontrak istishna’ atas dasar istishan[9]
a) Al-Qur’an
Berdasarkan ayat ini, para ulama' menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal,
kecuali yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang kuat dan shahih
b) Al-hadits
ْ َ ف.يَ ْقبَلُونَ ِإالَّ ِكتَابًا َعلَ ْي ِه َخاتِ ٌم ََأ َرا َد َأنْ يَ ْكت َُب ِإلَى ا ْل َع َج ِم فَقِي َل لَهُ ِإنَّ ا ْل َع َج َم ال َس رضي هللا عنه َأنَّ نَبِ َّى هَّللا ِ ص َكان
اصطَنَ َع َخاتَ ًما ٍ ََأن ْعَن
رواه مسلم.ض ِه فِى يَ ِد ِه َ ُ ْ َأ ِّ َأ
ِ َك نى نظ ُر ِإلى بَيَا:قا َل.ض ٍة َ َّ ِف ِْمن
“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja non-Arab, lalu dikabarkan
kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka
beliau pun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-
akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau." (HR. Muslim)
1. Rukun Al-istishna’
c) Barang (Mashnu’)
d) Harga (tsanan)
e) Ijab qabul (sighat)
2. Syarat Al-Istishna’
Selama ini masih banyak orang yang salah dalam membedakan antara salam dan istishna’. Padahal
sangat jelas perbedaan yang terdapat dalam keduanya. Seperti yang terlihat dalam tabel dibawah ini:
Pokok
Muslam Fiihi Mashnu’ Barang di tangguhkan dengan spesifikasi.
Kontrak
Dalam perbankan syari’ah, jual beli salam lazim ditetapkan pada pembelian alat-alat pertanian,
barang-barang industri, dan kebutuhan rumah tangga. Nasabah yang memerlukan biaya untuk
memproduksi barang-barang industri bisa mengajukan permohonan pembiayaan pada Bank Syari’ah,
dengan skim jual-beli salam. Bank dalam hal ini berposisi sebagai pemesan (pembeli) barang yang
akan diproduksi oleh nasabah. Untuk itu bank membayar harganya secara kontan. Pada waktu yang
ditentukan, nasabah menyerahkan barang pesanan tersebut kepada bank. Berikutnya bank bisa
menunjuk nasabah tersebut sebagai wakilnya untuk menjual barang tersebut kepada pihak
ketiga secara tunai. Bank bisa juga menjual kembali barang itu kepada nasabah yang
memproduksinya itu secara tangguh (bisaman ajil) dengan mengambil keuntungan tertentu.
1. Pihak produsen ditentukan oleh bank dan pihak produsen ditentukan oleh nasabah.
2. Pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut harus ditentukan di muka dalam akad,
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, pembayaran modal lebih
awal. Sedangkan Istishna’ adalah akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan biaya produksi
menjadi tanggung jawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka,
tengah atau akhir.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa
dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’I. 2001, Bank Syari’ah dari teori ke praktik, Jakarta : Gema Insani
Zulkifli, Sunarto. 2003 Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, Jakarta: Zikrul Hakim
DEPAG. 2015 Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : CV Darus Sunnah
Adiwarman A. Karim. 2004. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: Rajagrafindo Persada