Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ADVOKASI

PENDAMPINGAN DAN PENANGANAN PERKARA DI KEJAKSAAN


Disusun Untuk Memenuhi Penugasan Makalah Mata Kuliah Advokasi
Dosen Pengampu: Adilia Laeba, S.H, M.H.

Disusun oleh:

Ilham Eka Prasetyo (21120000135)


Engel Endras Swari C. (21120000139)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

KEDIRI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendampingan dan
Penanganan Perkara di Kejaksaan” ini tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan di Universitas
Islam Kadiri. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“Bagaimana Kondisi atau Terjadinya Proses Sidang di Kejaksaan ” bagi para pembaca
dan juga bagi saya.

Saya pribadi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Saya juga menyadari bahwa
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan saran, saya
ucapkan terima kasih.

Kediri, 22 Oktober 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai
hak dan kewajiban terhadap negara dan kegiatan penyelenggaraan negara harus berlandaskan
hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
mengatur tentang kedudukan warga negara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hal
ini untuk menjamin adanya perlindungan hukum kepada setiap orang yang haknya dirugikan.
Hukum acara pidana atau yang disebut hukum pidana formil menjadi bagian penting dan
integral dari sistem hukum yang berlaku. Hukum acara menjadi prosedur untuk tegaknya
hukum dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM). Disebut menjadi faktor tegaknya hukum
dan tegaknya HAM tidak lain karena hukum acara menjadi semacam prosedur bagi aparat
penegak hukum dalam setiap tahapan penegakan hukum, sehingga hak asasi baik tersangka
maupun terdakwa dapat dipenuhi melalui proses hukum yang adil. Keberadaan hukum
materiil tidak akan terlaksana dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan hukum acara.
Singkat kata, hukum acara adalah panduan beracara dalam proses penegakan hukum mulai
tahap penyelidikan dan penyidikan (Polisi dan Kejaksaan) sampai ke proses peradilan dan
sekaligus sebagai implementasi dari prinsip the right of process of law.

Kedudukan Jaksa seharusnya menjadi lembaga yang independen denganmemiliki


acuanperan sentral(pivotal position)di dalam sistemperadilan pidana(criminal justice
system).Untuk itutugas jaksa adalah menuntut seorang tersangkadengan berdasarkan
pada kesalahan hukum(legalguilt)yang ada pada tersangka,Jaksa merupakanaparat
penegak hukum yang mempunyai kedudukansentral(pivotal position)sehingga jaksa
dapatmenentukan apakah seseorang tersangka tersebutdapat dilakukan penahanan
ataupun diteruskandengan penuntutan di muka pengadilan atau hanyadapat dibebaskan
saja. Seperti halnya pernyataandari Weigend yang menyatakan bahwa“Nowprosecutors
do not simply act as an intermediarybetween the police and the courts, deciding
whetheror not a case that has been investigated should alsobe prosecuted. Their powers
extend well beyondthese core responsibilities. Under certaincircumstances, prosecutors may
be the sole decisionmakers to determine whether a criminal sanction will imposed. They
may also determine, or negotiate with the offender, the nature and severity of the sanctionbe
imposed” (Weigend, 2012) be

Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara di


bidang penegakan hukum dengan penegakan hukum dengan berpegang pada peraturan
perundangundangan dan kebijakan yang di tetapkan oleh pemerintah(Mozin, 2019).
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan pendampingan klien/tersangka oleh Advokat selama

dalam penanganan perkara di kejaksaan?

2. Apakah hambatan yang pada umumnya ditemui oleh advokat dalam melakukan

pendampingan terhadap tersangka/terdakwa?.

1.3. Tujuan

1. Memperoleh pemahaman tentang pelaksanaan pendampingan

tersangka/terdakwa oleh advokat dalam penanganan perkara pidana.

2. Memperoleh gambaran tentang hambatan yang ditemui oleh advokat dalam

penanganan perkara pidana.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendampingan Penasihat Hukum Terhadap Tersangka pada Tingkat Kejaksaan/ Tahap
Penuntutan

Menurut KUHAP, penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk


melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dengan permintaan
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Pendampingan di kejaksaan adalah bantuan hukum yang diberikan kepada


seseorang yang disangka melakukan sesuatu tindak pidana setelah menerima hasil
penyidikan yang telah dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat untuk dilakukan
penuntutan .

Penasihat Hukum melakukan pendampingan terhadap tersangka yang berkasnya


sudah dinyatakan lengkap atau yang dalam praktek disebut dengan istilah P.21. Menurut
ketentuan yang ada dalam KUHAP, penuntut umum memiliki wewenang yaitu :
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik
pembantu;
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk
dalam penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status penahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
penyidik;
d. Membuat surat dakwaan;
e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang hari dan waktu perkara
disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi,
untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. Melakukan penuntutan;
h. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
j. Melaksanakan penetapan hakim.

Selanjutnya Pasal 140 ayat (2) KUHAP menyatakan : Dalam hal penuntut umum
memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau
peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum,
penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Isi surat ketetapan tersebut
diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan. Turunan surat
ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum,
pejabat rumah tahanan negara, penyidik, dan hakim.

Pasal 143 ayat (4) KUHAP menyatakan : "Turunan surat pelimpahan perkara beserta
surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasi- DINAMIKA
HUKUM Volume 9, No.2, Juli 2018 hat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan
dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri ". Pasal 144
ayat (3) KUHAP menanyatakan : “Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia
menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik ". Adapun
yang dimaksud dengan surat "pelimpahan perkara" menurut penjelasan Pasal 143 KUHAP
adalah surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas
perkara.

Berdasarkan beberapa ketentuan KUHAP yang disebutkan di atas, maka pada tahap
penuntutan ini memiliki hak sebagai berikut :
1. Memperoleh surat ketetapan penghentian penuntutan atas nama tersangka;
2. Memperoleh surat pelimpahan perkara yang berisi surat pelimpahan perkara itu
sendiri, surat dakwaan, dan berkas perkara;
3. Turunan perubahan surat dakwaan.

Dalam praktek, pendampingan tersangka oleh Penasihat Hukum pada tahap


penuntutan ini, yang paling sering terjadi adalah memperoleh surat pelimpahan
perkara yang berisi surat pelimpahan perkara itu sendiri, surat dakwaan, dan berkas
perkara. Surat dakwaan bagi penasihat hukum sangat penting karena dengan
mempelajari surat dakwaan, maka penasihat hukum akan dapat mempelajari
kelemahan-kelemahan dari surat dakwaan tersebut untuk kemudian dijadikan sebagai
dasar dalam membuat eksepsi atau keberatan terhadap surat dakwaan. Dalam teori
dan prakteknya eksepsi ini ada tiga yaitu :
1. Eksepsi kompetensi bahwa pengadilan negeri tidak berwenang memeriksa
dan
mengadili perkara yang diajukan kepadanya karena misalnya perkara tersebut seharusnya
diadili dan diperiksa oleh pengadilan negeri lain atau bahkan oleh pengadilan selain
pengadilan negeri tetapi pengadilan militer misalnya karena ternyata status pelaku
adalah militer;
2. Eksepsi bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima, karena ada kekurangan
syarat formil dalam dakwaan misalnya surat dakwaan tidak mencantumkan tanggal
dan tidak ditandatangai oleh Jaksa Penuntut Umum.
3. Eksepsi bahwa surat dakwaan harus ditolak karena tidak menguraikan
dengan cermat dan teliti tentang tindak pidana yang didakwakan sehingga dakwaan
menjadi kabur.

Di tingkat penuntutan ini dalam praktek, penasihat hukum biasanya diundang


untuk penyerahan tahap II sesudah Tahap I (P21) yaitu penyerahan tersangka dan
barang bukti. Pentingnya kehadiran penasihat hukum ini adalah, penasihat hukum
akan mencatat dan memeriksa tentang misalnya jumlah barang bukti, jenisnya dan
sebagainya yang pada saatnya akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan
pembelaan di sidang pengadilan negeri jika perkaranya sudah dilimpahkan untuk
diperiksa dan diadili oleh pengadilan negeri yang berwenang.

Pada tingkat penuntutan advokat memantau apakah adanya bukti-bukti baru,apakah


tersangka masih di tahan di penyidik atau sudah dilimpahkan ke pununtut dalam pelimpahan
perkara dari penyidik ke Penuntut Umum.
Selain itu juga memberikan dukungan moral dan nasihat pada proporsi yang
ada atau memastikan tidak ada pemaksaan kepada tersangka apabila perkara
dilimpahkan ke pengadilan dan menghitung masa penahanan apakah sudah sesuai
dengan prosedur atau belum selain itu apakah penuntut umum mengubah surat
dakwaannya atau tidak jika mengubah dakwaannya apakah turunannya disampaikan
kepada tersangka atau penasihat hukumnya kemudian penasehat hukum mempelajari
dakwaan yang sudah diberikan oleh jaksa penuntut umum kepada tersangka maupun
penasehat hukumnya agar dapat mengetahui isi dakwaan yang sudah diberikan
sehingga sebagai bahan untuk memperjuangkan dalam tahap pemeriksaan sidang agar
terdakwa bisa mendapatkan hak – haknya melalui penasehat hukumnya dalam
melakukan pendampingan terhadap terdakwa.
selainitu terdakwa juga mempunyai hak untuk melakukan pengajuan
permohonan pengalihan penahanan maupun penanguhan penahanan kepada instansi
yang melakukan Penahanan, serta memberikan jaminan baik orang maupun uang,
terdakwa tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mempengaruhi
saksi-saksi, dan siap setiap saat dibutuhkan oleh jaksa penuntut umum, kemudian
apabila permohonan penggalian penahanan maupun penangguhan penahanan di
kabulkan oleh Instansi yang melakukan penahanan maka jaksa akan melaksanakan
penetapan dan mengeluarkan dari tahanan maupun mengalihkan tahanan dan ketika
tahap pemeriksaan proses sidang terdakwa maupun kuasanya harus bisa
menghadirkan terdakwa.

2.1. Kendala Dalam Pendampingan Kasus Pidana Dalam Praktek.

Menurut pengalaman penulis, dalam menangani perkara kasus pidana kendala


yang terjadi pada umumnya adalah Di tingkat kejaksaan karena sifatnya hanya
mendampingi ketika penyerahan tahap II yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti,
kendala yang dihadapi adalah nyaris tidak ada. Apalagi dalam tahap ini semua berkas
sudah lengkap dan tinggal menunggu sidang pengadilan negeri kapan dimulai.
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Pada bagian akhir dari penulisan penelitian ini penulis mengetengahkan bagian penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan adalah kristalisasi dari hasil akhir antara hasil
penelitian dan pembahasan atas permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek penulisan dari
kesimpulan yang diperoleh dapat memberikan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang telah
dikemukakan, sedangkan saran sebuah pemikiran dari penulis berdasar kesimpulan yang diperoleh
dan diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan demi tercapainya suatu kesempurnaan
dimasa yang akan datang.
1. Peran dan tanggung jawab advokat sebagai penasehat hukum tersangka dan Terdakwa,
berawal dari konsultasi klient kepada advokat dan kesepakatan honorarium kemudian dibuatkan surat
kuasa untuk mendampingi klien dari tingkat mana klien tersebut akan didampingi, apakah di tingkat
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka sidang jadi tergantung penjelasan dari surat kuasa
tersebut.
2. Advokat memberikan perannya dalam semua tingkat pemeriksaan yakni peran di tingkat
penyidikan advokat sudah mulai melakukan pendampingan dan mengikut jalannya penyidikan agar
hak-hak tersangka bisa terpenuhi dan tidak ada tekanan maupun paksaan dari penyidik, peran di
tingkat penuntutan advokat sebagai pendamping untuk melihat jalannya dalam penuntutan agar hak-
hak tersangka bisa terpenuhi dan peran di tingkat pemeriksaan dimuka sidang advokat harus berperan
aktif dalam melaukan pendampingan terhadap terdakwa untuk menguji kebenaran terhadap sangkaan
dan atau dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa agar dapat kejelasan dan kebenaran
bahwa tindak pidana yang sebenarnya dilakukan oleh terdakwa sehingga sampai pada keputusan
hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

3.2. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan maka saran-saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Dari uraian yang sangat sederhana ini penyusun berharap agar penelitian ini dapat menggugah minat
peneliti lain untuk melakukan penelitian yang lebih akurat dan valid guna melengkapi kajian agar
lebih bisa diterima oleh masyarakat umum maupun para sarjana hukum.
2. Hendaknya para Advokat memahami betul isi dari Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang
advokat agar para advokat mengerti hak dan kewajiban sebagai salah satu penegakan hukum yang
harus memperjuangkan hak-hak kliennya demisebuah keadilan.
3. Demi keadilan yang didapatkan oleh klien para Advokat seharusnya mampu mendampingi tanpa
membedakan ras, agama, jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan
budaya. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor.18 Tahun 2003 tentang advokat Pasal 18
(1).
4. Perlu di optimalkan pengetahuan dan pemahaman aturan-aturan yang berlaku mengenai perkara tindak
pidana korupsi bagi Advokat khususnya dan penegak hukum lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Advokat Undang-Undang No.18 Tahun 2003, Jakarta. Sinar Grafika

4296-Article_Text-14393-1-10-20200923[1].pdf

Erni Widhayanti, Hak – Hak Tersangka/ Terdakwa Di Dalam KUHAP, Yogyakarta, Liberty,
1988

http://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/data-dan-jenis-data-penelitian/

Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi (ed.), Metode Penelitian Survei, Jakarta, LP3ES, 1989,

Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

106-Article Text-207-1-10-20200701[1].pdf

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum , Jakarta, Granit, 2004.

Sapari Imam Asyari, Metode Penalitian Sosial Suatu Petunjuk Ringkas, Surabaya, Usaha
Nasional, 1981.

Anda mungkin juga menyukai