Disusun Oleh :
Putri Magistra Ramadani
Dewi Kasmita
Sopyan Al Roby
Slamet Riyadi
Wira Andika Pratama
Dosen Pengampu :
Rian Prayudi, S.H.,M.H.
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Hukum Pidana Khusus
dengan ini penulis mengangkat judul “Eksepsi dalam Acara Pidana”. Dalam
penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Penulis.
ii
DAFTAR ISI
3.2 Saran....................................................................................................... 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1. Mengetahui dengan tepat dan teliti tentang apa yang didakwakan
kepadanya
2. Dapat mempersiapkan pembelaan ataupun mengajukan bukti sebaliknya
3. Dasar melakukan upaya hukum
1. Pembukaan sidang;
2. Pemeriksaan identitas terdakwa;
3. Pembacaan surat dakwaan;
4. Eksepsi;
5. Tanggapan atas eksepsi;
6. Putusan sela;
7. Pemeriksaan barang bukti dan saksi
a. Pemeriksaan saksi korban atau pelapor atau pengadu.
b. Pemeriksaan saksi yang dibawa oleh penmtut umum.
2
c. Pemeriksaan saksi yang dibawa oleh terdakwa alau penasihat
hukumnya.
d. Pemeriksaan saksi ahli.
8. Pemeriksaan terdakwa.
9. Tuntutan pidana (rewuisitoft).
10. Pembelaan (pledoi).
11. Replik.
12. Duplik.
13. Putusan
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu eksepsi?
2. Apa saja jenis-jenis eksepsi?
3. Bagaimana kompetisi (kewenangan mengadili) badan peradilan pidana di
Indonesia?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengatahui pengertian eksepsi.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis eksepsi
3. Untuk mengetahui kompetisi (kewenangan mengadili) badan peradilan
pidana di Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi alasan eksepsi atau keberatan
oleh terdakwa atau penasehat hukumnya, yaitu:
4
Tidak wenang, karena yang wenang ialah Pengadilan Militer
(kompetensi absolut, Pasal 10 UU No. 4 Tahun 2002 jo UU No. 31
Tahun 1997 tentang KUHPM);
Tidak wenang, karena yang wenang ialah majelis pengadilan
Koneksitas (Pasal 89 KUHAP: Tindak pidana yang dilakukan
bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan Peradilan
Umum dan lingkungan Peradilan Militer, diperiksa dan diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum kecuali jika
menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan
persetujuan Menteri kehakiman perkara itu harus diperiksa dan
diadili oleh pengadilan militer)
Tidak wenang, yang wenang ialah Pengadilan Negeri lain
(Kompetensi relatif, Pasal 84 KUHAP: Pengadilan Negeri
berwenang mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan
dalam daerah hukumnya.)
2. Eksepsi atau Keberatan dakwaan tidak dapat diterima;
Ada beberapa alasan yang dapat diajukan terdakwa atau penasehat
hukumnya terhadap eksepsi atau keberatan dakwaan tidak dapat diterima
atau tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima, yaitu:
Apakah yang didakwakan Penuntut Umum dalam surat
dakwaannya telah kadaluarsa. (Pasal 78 KUHP: (1). Kewenangan
menuntut pidana hapus karena daluwarsa: mengenai semua
pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan
sesudah satu tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan
pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama
tiga tahun,sesudah enam tahun; mengenai kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas
tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. (2).
Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum
5
delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas
dikurangi sepertiga.
Asas nebis in idem. (Pasal 76 KUHP: (1). Kecuali dalam hal
putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak dapat dituntut
dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap
dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.)
Tidak adanya unsur pengaduan. (Pasal 74 KUHP: (1). Pengaduan
hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang
berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat
tinggal di Indonesia atau dalam waktu sembilan bulan jika
bertempat tinggal di luar Indonesia
Apa yang didakwakan terhadap terdakwa bukan tindak pidana
kejahatan atau pelanggaran.
Apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak
pidana yang dilakukannya.
Apa yang didakwakan kepada terdakwa bukan merupakan tindak
pidana akan tetapi termasuk perselisihan perdata.
3. Eksepsi atau Keberatan Surat dakwaan harus dibatalkan
Eksepsi atau keberatan ini apabila surat dakwaan yang dibuat oleh
Penuntut Umum tidak memenuhi syarat materiil sebagaimana ketentuan
Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yang berbunyi: Penutut umum
membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta
berisi: uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana
itu dilakukan. Kadang eksepsi atau keberatan ini masuk eksepsi surat
dakwaan obscuur libel, akibat dari penafsiran terhadap kata yang tidak
lengkap, tidak jelas dan tidak lengkap. Suatu surat dakwaan sebagai tidak
cermat terjadi karena perubatan yang dirumuskan bukan merupakan tindak
pidana atau bahkan faktanya bukan merupakan perbuatan terdakwa, juga
karena kasus itu sudah nebis in idem atau daluwarsa. Kemudian tidak jelas
terjadi bila rumusan perbuatan itu sesungguhnya adaah akibat perbuatan
6
orang lain (perintah jabatan). Sedangkan surat dakwaan tidak lengkap bisa
terjadi dalam hal tindak pidana dilakukan beberapa orang namun setiap
orang berbuat tidak sempurna.
7
atau kriteria yang dipergunakan pada pasal ini adalah tempat terjadinya
tindak pidana atau disebut locus delicti. Terdapat tiga teori yang dapat
digunakan untuk menentukan tempat terjadinya tindak pidana:
a. Teori Perbuatan Materiel (Ieer van de lichamelijke)
Menurut teori ini locus delicti merupakan tempat dimana seseorang
melakukan suatu tindak pidana. Apabila telah ditentukan mengenai
dimana tempat tindak pidana dilakukan maka dapat ditentukan juga
mengenai pengadilan mana yang berwenang untuk mengadili orang
yang melakukan tindak pidana tersebut.
Teori Alat (Ieer van het instrument)
Menurut teori ini locus delicti dititikberatkan pada tempat
dimana alat yang digunakan untuk melakukan sutau tindak
pidana berada atau berdasarkan tempat bekerjanya alat yang
digunakan oleh si pelaku.
Teori Akibat (Ieer van het gevlog)
Menurut teori ini locus delicti ditentukan karena adanya akibat
yang muncul dari perbuatan yang telah terjadi atau ditentukan
menurut dimana akibat yang muncul terjadi setelah terjadinya
tindak pidana tersebut.
2. Tempat tinggal terdakwa dan tempat kediaman sebagian besar saksi yang
dipanggil
8
Asas kedua menentukan kewenangan relatif berdasar tempat tinggal
sebagian besar saksi. Jika saksi yang hendak dipanggil sebagian besar
bertempat tinggal atau lebih dekat dengan suatu Pengadilan Negeri maka
Pengadilan Negeri tersebut yang paling berwenang memeriksa dan
mengadili. Asas ini diatur dalam Pasal 84 ayat (2) KUHAP (dan sekaligus
mengecualikan atau menyingkirkan asas locus delicti) yang berbunyi:
“Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat
tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya
berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman
sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan
negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam
daerahnya tindak pidana itu dilakukan”. Penerapan asas tempat kediaman,
dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila terdakwa bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan
Negeri dimana sebagian besar saksi yang hendak dipanggil bertempat
tinggal.
b. Tempat kediaman terakhir terdakwa. Terdakwa berkediaman terakhir
di daerah hukum suatu Pengadilan Negeri dan sebagian besar saksi
yang hendak dipanggil bertempat tinggal di daerah hukum Pengadilan
Negeri tersebut.
c. Ditempat terdakwa ditemukan. Di mana terdakwa diketemukan di
suatu daerah hukum Pengadilan Negeri serta saksi-saksi yang hendak
dipanggil kebanyakan bertempat tinggal atau lebih dekat dengan
Pengadilan Negeri tempat di mana terdakwa diketemukan.
d. Di tempat terdakwa ditahan. Tempat penahanan terdakwa serta saksi-
saksi yang hendak diperiksa sebagian besar bertempat tinggal atau
lebih dekat ke Pengadilan Negeri tempat di mana terdakwa ditahan.
9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan diatas.
10
DAFTAR PUSTAKA
11