Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM ACARA PIDANA “ KASASI”

Disusun oleh:

Kelompok II

NAMA: M. Rafli Nainggolan NPM: 2206200529

NAMA: Fachrul Rozi Pasaribu NPM: 2206200625

NAMA: Dini Amanda NPM: 2206200617

NAMA: Syahroni Rizki Siregar NPM: 2206200636

KELAS B2

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak (Guntur Rambe, S.H.,M.H,)
sebagai dosen pengampu mata kuliah (Hukum Acara Pidana) yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, 08 November 2023

Kelompok II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................4
Latar Belakang............................................................................................................4
RUMUSAN MASALAH...........................................................................................5
BAB II............................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................5
Pengertian Kasasi.......................................................................................................5
Mekanisme melakukan upaya kasasi..........................................................................6
BAB III...........................................................................................................................9
PENUTUPAN................................................................................................................9
KESIMPULAN..........................................................................................................9
SARAN.....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada putusan hakim yang terdapat kekeliruan dapat diperiksa kembali dengan
menempuh upaya hukum kasasi. Tidak semua putusan hukum dapat dimintakan
permohonan kasasi, upaya hukum kasasi memiliki batasan. Pembatasan tersebut
diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
yang tertulis pada Pasal 45A ayat (2).

Dalam Pasal 45A Undang-Undang Mahkamah Agung ayat (1) menyatakan


bahwa Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang
memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-
Undang ini dibatasi pengajuannya dan Pasal 45 ayat (2) menyatakan perkara
yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas putusan
tentang praperadilan, perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling
lama 1 tahun atau diancam pidana denda, dan perkara tata usaha negara yang
objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya
berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.

Pembatasan upaya hukum kasasi juga diatur dalam KUHAP pada Pasal 244
yang menyatakan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada
tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah Agung, terdakwa atau
penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada
Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

Apabila diperhatikan, terdapat ketidaksesuaian antara Undang-Undang


Mahkamah Agung dengan KUHAP. Adanya kasus yang terjadi di Indonesia
bahwa putusan-putusan yang harusnya tidak memenuhi syarat untuk dimohonkan
upaya kasasi kepada Mahkamah Agung mayoritas tetap diperiksa dan diputus.
Hal ini menunjukan bahwa Mahkamah Agung tidak menaati aturan pembatasan
kasasi yang telah tercantum pada Undang-Undang Mahkamah Agung.

Kasus lain ialah terdapat pada Pasal 244 KUHAP yang berbunyi terhadap
putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain
selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali
terhadap putusan bebas.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kasasi
2. Bagaimana mekanisme melakukan kasasi
3. Apakah dengan pemberlakuan pembatasan kasasi menyebabkan
implementasi norma
BAB II

PEMBAHASAN
2.2 Pengertian Kasasi

Kasasi merupakan suatu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh para pihak
atau salah satu pihak yang berperkara kepada suatu putusan pengadilan tinggi. Para
pihak yang berperkara baik terdakwa maupun penuntut umum dapat mengajukan
kasasi apabila merasa belum puas terhadap putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan
tinggi. Upaya hukum kasasi oleh terdakwa atau penuntut umum dapat diajukan
kepada Mahkamah Agung. Kasasi sebagai upaya hukum biasa diatur dalam ketentuan
KUHAP pada bab XVII. “Ditentukan dalam Pasal 258, hukum acara kasasi yang
diatur dalam KUHAP, bukan hanya berlaku sebagai hukum acara kasasi bagi
peradilan umum saja, tetapi berlaku juga bagi acara permohonan kasasi terhadap
putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer”9 . Kasasi berasal dari bahasa
Perancis yaitu cassation yang berasal dari kata kerja casser dan memiliki arti
membatalkan atau memecahkan putusan pengadilan yang dinilai mengandung
kesalahan dalam penerapan hukum. Mahkamah Agung memiliki tugas dan wewenang
yang diatur dalam Undang-Undang kekuasaan kehakiman diantaranya yaitu
memeriksa dan memutus permohonan kasasi. Dalam Undang-Undang Mahkamah
Agung Pasal 30 ayat (1) disebutkan bahwa Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi
membatalkan putusan atau penetapan pengadilanpengadilan dari semua lingkungan
peradilan karena:

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang


b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan10. “Mahkamah Agung menjadi benteng terakhir bagi para
pencari keadilan. Oleh karena itulah Mahkamah Agung merupakan satu-
satunya harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Dengan
demikian jangan sampai Mahkamah Agung menjadi ‘Mafia Agung’”.
2.2 Mekanisme melakukan upaya kasasi
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) selain memuat mengenai
hukum acara pidana, memuat pula hukum acara pidana Mahkamah Agung
setelah dicabutnya Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1951
oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965. “Maka, pemeriksaan perkara
pidana oleh Mahkmah Agung pada peradilan kasasi mempergunakan ketentuan
yang diatur didalam KUHAP. Ketentuan tersebut diatur dalam KUHAP bab
XVII bagian kedua mulai dari Pasal 244 sampai dengan Pasal 258”
Berikut merupakan alur permohonan kasasi pada perkara pidana:
a. Permohonan kasasi dapat diajukan oleh pemohon kepada panitera selambat-
lambatnya dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan
diberitahukan kepada terdakwa/penuntut umum dan selanjutnya dibuatkan
akta
b. permohonan kasasi oleh panitera. Permohonan kasasi yang melewati
tenggang waktu yang telah ditentukan, dinyatakan tidak dapat diterima,
selanjutnya panitera membuat akta keterlambatan permohonan kasasi yang
diketahui oleh ketua pengadilan negeri.
c. Dalam tenggang waktu empat belas hari setelah permohonan kasasi diajukan,
pemohon kasasi harus sudah menyerahkan memori kasasi dan tambahan
memori kasasi (bila ada). Untuk itu petugas membuat akta tanda terima
memori/tambahan memori.
d. Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum,
panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah
alas an ia mengajukan permohonan kasasi tersebut dan untuk itu panitera
membuatkan memori kasasinya.
e. Panitera memberitahukan tembusan memori kasasi/kasasi kepada pihak lain,
untuk itu petugas membuat tanda terima.
f. Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi, untuk itu panitera
memberikan surat tanda terima.
g. Dalam hal pemohon kasasi tidak menyerahkan memori kasasi atau terlambat
menyerahkan memori kasasi, untuk itu panitera membuat akta.
h. Apabila pemohon tidak menyerahkan dan atau terlambat menyerahkan
memori kasasi, berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung, untuk itu
ketua pengadilan negeri mengeluarkan surat keterangan yang disampaikan
kepada pemohon kasasi dan Mahkamah Agung.
i. Terhadap perkara pidana yang diancam pidana paling lama satu tahun dan/atau
denda, dan putusan praperadilan tidak dapat dimohonkan kasasi.
j. Permohonan kasasi yang telah memenuhi syarat formal selambatlambatnya
dalam waktu empat belas hari setelah tenggang waktu mengajukan memori
kasasi berakhir, berkas perkara kasasi harus sudah dikirim ke Mahkamah
Agung.
k. Dalam hal permohonan kasasi diajukan sedangkan terdakwa masih dalam
tahanan, pengadilan negeri paling lambat tiga hari sejak diterimanya
permohonan kasasi tersebut segera melaporkan kepada Mahkamah Agung
melalui surat atau dengan sarana-sarana elektronik.
l. Selama perkara kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan
kasasi dapat dicabut oleh pemohon. Dalam hal pencabutan dilakukan oleh
kuasa hukum terdakwa, harus berdasarkan persetujuan terlebih dahulu dari
terdakwa.
m. Atas pencabutan tersebut, panitera membuat akta pencabutan kasasi yang
ditandatangani oleh panitera, pihak yang mencabut dan diketahui oleh ketua
pengadilan negeri. Selanjutnya akta tersebut dikirim ke Mahkamah Agung.
n. Untuk perkara kasasi yang terdakwanya ditahan, panitera pengadilan negeri
wajib melampirkan penetapan penahanan dalam berkas perkara.
o. Dalam hal perkara telah diputus oleh Mahkamah Agung, Salinan putusan
dikirim kepada pengadilan negeri untuk diberitahukan kepada terdakwa dan
penuntut umum, yang untuk itu panitera membuat akta pemberitahuan
putusan. Salinan relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, segera
dikirim ke Mahkamah Agung.
p. Petugas buku register harus mencatat dengan cermat dalam register terkait
semua kegiatan yang berkenaan dengan perkara kasasi dan pelaksanaan
putusan.

2.3 Pembatasan kasasi menyebabkan Implementasi Norma

Pemerintah diwakili oleh Plt. Dirjen Peraturan Perundang-undangan


Kemenkumham, Mualimin Abdi menyampaikan keterangan terkait Pengujian
Undang-Undang Mahkamah Agung (MA), Kamis (11/9). Lewat Mualimin,
Pemerintah menyatakan persoalan yang dihadapi Noes Soediono selaku Pemohon
bukan karena ada pertentangan norma dalam Pasal 45A ayat (1) dan Pasal 45A ayat
(2) huruf a, b, dan c UU MA dengan UUD 1945, melainkan hanya masalah
implementasi norma.

Setelah mencermati permohonan Pemohon, Pemerintah menangkap inti dari


permohonan No. 45/PUU-XII/2014 adalah upaya seorang warga negara
memperjuangkan adanya kepastian hukum dan keadilan demi menjaga nama baik
dirinya beserta keluarganya sebagai pelapor untuk satu tindak pidana yang tidak
dilakukannya, tetapi justru dilakukan oleh orang lain. Salah satu upaya yang hendak
dilakukan Pemohon yaitu melakukan upaya hukum kasasi. Namun, ketentuan dalam
Pasal 45A ayat (1) dan Pasal 45A ayat (2) huruf a, b, dan c UU MA telah
menghalangi langkahnya karena perkara yang hendak diajukan kasasi oleh Pemohon
merupakan perkara putusan pra peradilan.

Pemerintah kemudian menjelaskan bahwa pembatasan terhadap perkara yang


dapat dimintakan kasasi kepada MA dimaksudkan agar mengurangi kecenderungan
setiap perkara diajukan ke MA. Selain itu, pembatasan juga dimaksudkan untuk
mendorong peningkatan kualitas putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan
tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan di masyarakat.“Jadi
sekali lagi, Yang Mulia. Bahwa perubahan yang sebagaimana ditentukan di dalam
Pasal 45A Undang-Undang tentang MahkamahAgung itu adalah hal-hal yang terkait
agar di dalam masyarakat perkara-perkara itu tidak selalu diadakan atau dilakukan
kasasi ke Mahkamah Agung, sekaligus juga mendorong agar pengadilan di bawah
Mahkamah Agung itu memiliki nilai atau kualitas di dalam putusan-putusannya,” ujar
Mualimin.
Selain itu, pembatasan juga dimaksudkan agar asas peradilan yang
cepat,sederhana, dan biaya murah dapat diimplementasikan oleh MA. Kasasi yang
tidak dibatasi menurut Pemerintah juga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum
karena perintah peradilan tidak kunjung dapat diwujudkan. Kemudian, Pemerintah
juga menilai pembatasan kasasi oleh MA terkait dengan kewenangan atau sebagian
kewenangan pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang perkara yang
terkait dengan sah tidaknya penangkapan, sah tidaknya penghentian penyidikan,
maupun permintaan ganti rugi. Kewenangan itu pun sudah diatur secara limitatif
dalam ketentuan Pasal 77 sampai dengan Pasal 835 KUHAP.

“Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, oleh karena itu,
berdasarkan penjelasan tersebut di atas menurut hemat pemerintah bahwa hal-hal
yang dialami oleh Pemohon semata-mata adalah terkait dengan masalah implementasi
dari undang-undang itu sendiri,” tukas Mualimin.

Sebagaimana diketahui, Noes mengajukan pengujian ketentuan syarat


pengajuan kasasi ke MA. Ketentuan Pasal 45A ayat (1) dan Pasal 45A ayat (2) huruf
a, huruf b, dan huruf c UU MA dianggap menghalangi langkah Noes mengajukan
kasasi putusan praperadilan. Sebab, pasal tersebut mengatur MA dapat mengadili
perkara kasasi kecuali terhadap putusan tentang praperadilan, perkara pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau diancam pidana denda,
dan perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat
daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.

Noes pernah mengajukan permohonan praperadilan terhadap SK Polresta


Surakarta ke PN Surakarta dengan Nomor Register 01/Pid.Pra./2014/PN.Ska.
Permohonan tersebut pun sudah diputus dengan amar putusan menyatakan menolak
permohonan Noes. Merasa tidak puas, Noes berkeinginan untuk mengajukan kasasi.
Namun niatnya tersebut terhalang dengan ketentuan dalam pasal-pasal yang diujikan
dalam UU MA tersebut
BAB III

PENUTUPAN
3.2 KESIMPULAN

Kasasi merupakan suatu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh para pihak atau
salah satu pihak yang berperkara kepada suatu putusan pengadilan tinggi. Para pihak
yang berperkara baik terdakwa maupun penuntut umum dapat mengajukan kasasi
apabila merasa belum puas terhadap putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan tinggi.

Adapun mekanisme-mekanisme kasasi ada 16 aspek yang dimana bertujuan agar


kasasi tersebut menjadi terperinci dan lengkap sehingga kasasi tersebut dapat
dijadikan upaya hukum yang konkrit sehingga menyelaraskan asas hukum mengenai
keadilan yang mana asas hukum berbunyi “fiat justitia ruat caelum’ yang artinya
keadilan itu harus ditegakkan walaupun langit akan runtuh”

pembatasan juga dimaksudkan agar asas peradilan yang cepat,sederhana, dan biaya
murah dapat diimplementasikan oleh MA. Kasasi yang tidak dibatasi menurut
Pemerintah juga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena perintah peradilan
tidak kunjung dapat diwujudkan. Kemudian, Pemerintah juga menilai pembatasan
kasasi oleh MA terkait dengan kewenangan atau sebagian kewenangan pengadilan
negeri untuk memeriksa dan memutus tentang perkara yang terkait dengan sah
tidaknya penangkapan, sah tidaknya penghentian penyidikan, maupun permintaan
ganti rugi. Kewenangan itu pun sudah diatur secara limitatif dalam ketentuan Pasal 77
sampai dengan Pasal 835 KUHAP.

3.2 SARAN

Dengan adanya pembahasan “kasasi dalam hukum acara pidana” ini, diharapkan
pembaca memahami lebih lanjut tentang materi makalah kami dari kelompok II dan
dapat memanfaatkan nya
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rifai. 2010. Pemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif.
Jakarta: Sinar Grafika.

Andi Hamzah dan Irdan Dahlan. 1987. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana. Jakarta:
Bina Aksara.

Andi Hamzah. 2013. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Atang Ranoemihardja. 1981. Hukum Acara Pidana. Bandung: Tarsito.

Djoko Prakoso. 1985. Kedudukan Justisiabel di dalam KUHAP. Jakarta: Ghalia


Indonesia.

Departemen Kehakiman RI 1982, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana, Cet. Kedua.

Harun M. Husein. 1992. Kasasi Sebagai Upaya Hukum Cetakan Pertama. Jakarta:
Sinar Grafika.

M.Yahya Harahap. 2012. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,


Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding dan Peninjauan Kembali. Edisi Kedua.
Cetakan Pertama. Jakarta: Sinar Grafika.

Rahmi Hidayati, dkk. 2006. Pemberantasan Illegal Logging dan Penyeludupan Kayu:
Melalui Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kinerja Sektor Kehutanan. Tangerang:
Wana Aksara.

Anda mungkin juga menyukai