MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan Agama
Dosen Pengampu:
Dr. H. Acep Saefuddin, S.H., M.Ag
Disusun Oleh:
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puja dan
Puji syukur kami panjatkan kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga penyusun dapat merampungkan penyusunan makalah Hukum Acara
Peradilan Agama dengan judul "Pelaksanaan Putusan" yang dibimbing oleh Dr. H. Acep
Saefuddin, S.H., M.Ag tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin penyusun upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak
lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalahini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalah lain yang berkaitan pada makalah-makalah selanjutnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Pengertian Pelaksanaan Putusan.....................................................................................3
B. Pelaksanaan Putusan Secara Sukarela.............................................................................3
C. Pelaksanaan Eksekusi......................................................................................................4
D. Asas-Asas Eksekusi........................................................................................................5
E. Jenis-Jenis Eksekusi........................................................................................................6
F. Tata Cara Eksekusi..........................................................................................................7
G. Lelang..............................................................................................................................9
BAB III PENUTUP..................................................................................................................10
A. Kesimpulan...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan utama suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan
hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim yang tidak dapat diubah
lagi. Dengan putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan
untuk selamalamanya, bahwa apabila putusan tidak ditaati secara sukarela, maka putusan
tersebut dapat dipaksakan dengan bantuan alat-alat negara. Ketentuan pada Pasal 195 Ayat
(1) HIR/ Pasal 206 Ayat (1) RBg yang menyatakan bahwa:
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh putusan
hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang
diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi
putusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada
kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada
gunanya.
Cara pelaksanaan putusan hakim diatur dalam Pasal 195 sampai dengan Pasal 208
HIR. Putusan dilaksanakan di bawah pimpinan ketua Pengadilan Agama yang mula-mula
memutus perkara tersebut. Pelaksanaan dimulai dengan menegur pihak yang kalah dalam
delapan hari memenuhi putusan tersebut dengan suka rela. Jika pihak yang kalah tidak mau
melaksanakan putusan itu dengan sukarela, maka baru pelaksanaan yang sesungguhnya di
mulai. Setelah waktu tersebut terlampaui dan pihak yang kalah belum memenuhi eksekusi
sesuai dengan amar putusan hakim, maka dengan ketetapan Ketua Pengadilan Agama,
selanjutnya memerintahkan Jurusita dengan disertai dua orang saksi yang dipandang mampu
dan cakap untuk melaksanakan sita eksekusi terhadap barang-barang termohon eksekusi yang
setelah itu dibuat berita acaranya.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pelaksanaan putusan ?
2. Bagaimana pelaksanaan putusan secara sukarela ?
3. Bagaimana pelaksanaan putusan secara paksa/Eksekusi ?
4. Apa saja asas-asas eksekusi ?
5. Apa saja jenis eksekusi ?
6. Bagaimana tata cara eksekusi ?
7. Apa pengertian lelang ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari pelaksanaan putusan
2. Mengetahui pelaksanaan putusan secara sukarela
3. Mengetahui pelaksanaan putusan secara paksa/Eksekusi
4. Mengetahui asas-asas eksekusi
5. Mengetahui jenis eksekusi
6. Mengetahui tata cara eksekusi
7. Mengetahui pengertian lelang
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelaksanaan Putusan
Pengertian Pelaksanaan Putusan menurut Subekti mengandung arti bahwa pihak yang
dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu
harus dipaksakan padanya dengan bantuan kekuatan hukum. Dengan kekuatan hukum ini
dimaksudkan pada Polisi, kalau perlu Polisi Militer (angkatan bersenjata).
Dari pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan putusan /eksekusi
adalah putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan. Dan putusan pengadilan yang dapat
dilaksanakan adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van
gewijsde). Putusan yang sudah berkekuatan tetap adalah putusan yang sudah tidak mungkin
lagi dilawan dengan upaya hukum verzet, banding, dan kasasi. Pengadilan Agama sebagai
salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dapat melaksanakan segala putusan yang
dijatuhkannya secara mandiri tanpa harus melalui bantuan Pengadilan Negeri. Hal ini berlaku
setelah ditetapkannya UU No. 7/1989.
3
setelah jangka waktu yang telah ditetapkan dan putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka
Ketua Pengadilan akan memerintahkan penyitaan atas barang-barang milik pihak yang kalah
sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan
ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu (Pasal 197 HIR).
Ada Pengadilan yang tidak mau campur tangan atas pemenuhan secara sukarela, ada
pula pengadilan yang aktif ambil bagian dalam menyelesaikan pemenuhan putusan secara
sukarela. Walaupun dilakukan secara sukarela, Ketua Pengadilan melalui Juru Sita
seharusnya:
Jadi, jangka waktu pelaksanaan putusan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika putusan tidak dilaksanakan, pihak
yang menang dapat memaksakan pelaksanaan eksekusi dengan mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan.
C. Pelaksanaan Eksekusi
Setiap akad menuntut pelakunya untuk memenuhi segala kewajiban yang telah
disepakati. Agar pelaku terhindar dari kesalahan berganda maka diperlukan jaminan. Terkait
kasus jaminan dalam sengketa ekonomi syari’ah, hakim jangan menjatuhkan putusan yang
amarnya tidak bisa di-eksekusi. Hakim harus mengambil kebijakan Ex officio (walaupun
2
Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006) hlm. 11
3
Ibid, hlm. 12
4
dalam petitum tidak ada), yaitu semua jaminan kebendaan dalam perkara ekonomi syari’ah
harus bisa di eksekusi. Jaminan tanpa eksekusi merupakan benda mati yang tidak berfungsi.
Bagi pencari keadilan, eksekusi merupakan puncak keberhasilan dalam mencari keadilan.
Keberhasilan eksekusi merpakan tugas mulia utama bagi pengadilan dengan mempertaruhkan
nama pengadilan.
Menurut pendapat Bapak Drs. Wahyudi, SH, Msi selaku hakim Pengadilan Agama Sleman,
sebelum memeriksa dan memutuskan perkara ekonomi syari’ah yang diajukan oleh pihak
yang bersengketa, terkait mengenai masalah jaminan, hal-hal yang harus diperhatikan dan
diperiksa adalah :
2. Harus diteliti dahulu apakah perkara tersebut gugatannya sudah masuk dalam ranah
melawan hukum atau belum
3. Selanjutnya diperiksa apakah bank sudah melakukan perbuatan hukum terhadap jaminan
tersebut.
D. Asas-Asas Eksekusi
Menurut Yahya Harahap ada empat asas eksekusi yang merupakan aturan dasar yang
harus dipenuhi dalam setiap putusan yang akan dieksekusi4, yakni sebagai berikut :
Sifat putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah tidak ada lagi upaya
hukum, dalam bentuk putusan tingkat pertama, bisa juga dalam bentuk putusan tingkat
banding dan kasasi. Sifat dari putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap adalah litis finiri
opperte, maksudnya tidak bisa lagi disengketakan oleh pihak-pihak yang berperkara. Putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap mempunyai kekuatan mengikat para pihak-pihak yang
berperkara dan ahli waris serta pihak-pihak yang mengambil manfaat atau mendapat hak dari
mereka. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dipaksa pemenuhannya melalui
Pengadilan jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakannya secara sukarela. Pengecualian
terhadap asas ini adalah : (1) pelaksanaan putusan uit voerbaar bij voorraad sesuai dengan
Pasal 191 ayat (1) R.Bg, dan Pasal 180 ayat (2) pelaksanaan putusan provisi sesuai dengan
Pasal 180 ayat (1) HIR, Pasal 191 ayat (1) R.Bg. dan Pasal 54 Rv. (3) pelaksanaan putusan
4
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 28
5
perdamaian sesuai dengan Pasal 130 ayat (2) HIR dan Pasal 154 ayat (2) R.Bg. (4) eksekusi
berdasarkan Grose akte sesuai dengan Pasal 224 HIR. dan Pasal 258 R.Bg.
Maksudnya bahwa tergugat sebagai pihak yang kalah dalam perkara secara nyata tidak
bersedia melaksanakan amar putusan dengan sukarela. Sebaliknya apabila tergugat bersedia
melaksanakan amar putusan secara sukarela, maka dengan sendirinya tindakan eksekusi
sudah tidak diperlukan lagi.
Maksudnya pada putusan yang bersifat menghukum adalah terwujud dari adanya perkara
yang berbentuk yurisdictio contentiosa (bukan yurisdictio voluntaria), dengan bercirikan,
bahwa perkara bersifat sengketa (bersifat partai) dimana ada pengugat dan ada tergugat,
proses pemeriksaannya secara berlawanan antara penggugat dan tergugat. Misalnya amar
putusan yang berbunyi menghukum atau memerintahkan menyerahkan sesuatu barang.
Menurut Pasal 195 ayat (1) HIR dan Pasal 206 ayat (1) R.Bg yang berwenang melakukan
eksekusi adalah Pengadilan yang memutus perkara yang di minta eksekusi tersebut sesuai
dengan kompetentsi relatif. Pengadilan tingkat banding tidak diperkenankan melaksanakan
eksekusi.Sebelum melaksanakan eksekusi. Ketua Pengadilan terlebih dahulu mengeluarkan
penetapan yang ditujukan kepada Pantiera/Jurusita untuk melaksanakan eksekusi dan
pelaksanaan eksekusi tersebut dilaksanakan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan.6
E. Jenis-Jenis Eksekusi
Jika mengkaji tentang macam-macam eksekusi, maka umumnya ditemukan ada dua
macam eksekusi, terlepas dari pendapat yang mengatakan ada tiga macam; pertama, eksekusi
riil dan; kedua eksekusi pembayaran uang. Klasifikasi ini didasarkan kepada sasaran yang
dicapai oleh putusan pengadilan, adakalanya sasaran berupa untuk melakukan tindakan nyata,
yang kemudian karenanya disebut eksekusi rill, adapula yang sasarannya berupa pembayaran
sejumlah uang, yang karenanya disebut dengan eksekusi pembayaran uang. Selanjutnya
kapan eksekusi tersebut dapat dilaksanakan? Eksekusi tersebut dapat dilaksanakan jika
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
6
a. Telah memperoleh kekuatan hukum tetap (res judicata);
b. Bersifat dijalankan lebih dulu (uitvoerbaar bij voorraad, provisionally enforceable);
c. Berbentuk provisi (interlocutory injunction); dan
d. Berbentuk akta perdamaian di sidang pengadilan.
2. Sedangkan eksekusi pembayaran sejumlah uang memiliki perbedaan, yaitu tidak hanya
berdasarkan putusan pengadilan, melainkan juga dapat berdasarkan akta-akta tertentu yang
disamakan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap oleh undang-undang, di antaranya:
3) Crediet verband;
Setelah adanya putuan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap maka
pada dasarnya pemenuhan amar putusan tersebut harus dilaksanakan oleh pihak yang
kalah secara sukarela. Eksekusi akan dapat dijalankan apabila pihak yang kalah tidak
menjalankan putuan dengan sukarela, dengan mengajukan permohonan eksekusi oleh
pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang.
b. Aanmaning
7
Penggugat. Pihak yang kalah diberikan jangka waktu 8 (delapan) hari untuk
melaksanakan isi putusan terhitung sejak debitur dipanggil untuk menghadap guna
diberikan peringatan.
Setelah aanmaning dilakukan, ternyata pihak yang kalah tidak juga melakukan
amar dari putusan maka pengadilan melakukan sita eksekusi terhadap harta pihak
yang kalah berdasarkan permohonan dari pihak yang menang. Permohonan tersebut
menjadi dasar bagi Pengadilan untuk mengeluarkan Surat Penetapan yang berisi
perintah kepada Panitera atau Juru Sita untuk melakukan sita eksekusi terhadap harta
kekayaan tergugat, sesuai dengan syarat dan tata cara yang diatur dalam Pasal 197
HIR. Penetapan sita eksekusi merupakan lanjutan dari penetapan aanmaning. Secara
garis besar terdapat 2 (dua) macam cara peletakan sita yaitu sita jaminan dan sita
eksekusi. Sita jaminan mengandung arti bahwa, untuk menjamin pelaksanaan suatu
putusan di kemudian hari, barang-barang yang disita tidak dapat dialihkan,
diperjualbelikan atau dengan jalan lain dipindah tangankan kepada orang lain.
Sedangkan sita eksekusi adalah sita yang ditetapkan dan dilaksanakan setelah suatu
perkara mempunyai putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
d. Penetapan eksekusi
G. Lelang
8
perantaraan atau bantuan kantor lelang dan cara penjualannnya dengan jalan harga penawaran
semakin meningkat atau semakin menurun melalui penawaran secara tertulis (penawaran
dengan pendaftaran).Tujuan lelang ini adalah untuk pemenuhan kewajiban si tergugat.
Penggunaan kantor lelang dimaksudkan agar harga yang didapat tidak merugikan si tergugat
dan sesuai dengan harga yang sewajarnya di pasaran. Hasil lelang digunakan untuk
membayar kewajiban yang telah ditetapkan dalam putusan hakim.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun prosedur eksekusi Putusan Pengadilan Agama secara berurutan sebagai berikut:
Penetapan perintah eksekusi oleh KPA atau KMS, jika ada laporan bahwa dalam tempo 8
(delapan) hari putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh termohon eksekusi.
DAFTAR PUSTAKA
https://pta-bengkulu.go.id/images/artikel/sekitar%20eksekusi.pdf
https://www.slideshare.net/daniel_alfaruqi/pelaksanaan-putusan
http://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993-eksekusi
10