Sanyoto
Fakultas Hukum
Unsoed
Literatur
1) Sudikno Mertokusumo, 2000, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
2) Lilik Mulyadi, 1999, Hukum Acara Perdata menurut Teori dan
Praktek Peradilan di Indonesia, Jembatan, Jakarta.
3) M.Yahya Harahap 2005 , Hukum Acara Perdata Tentang
Gugatan,Persidangan, penyitaan, Pembuktian dan Putusan
Pengadilan, Sinar Grafika , Jakarta,
4) Sri Wardah& Bambang Sutiyoso ,2007, Hukum Acara Perdata
dan Perkembangannya di Indonesia,Gama Media,
Yogyakarta.
5) Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung
6) Mukti Arto, 1996, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan
Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
7) . Riduan Syahrani, 1988, Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Umum, Pustaka Kartini, Jakarta
8) EDDY OC Hiariej, 2012, Teori dan Hukum Pembuktian,
Erlangga, Jakarta
9) K Wantjik Saleh, 1979, Hukum Acara Perdata di Indonesia,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
10) Prof.Dr Achmad Ali,SH.MH dan Dr Wiwie Heryani, SH,MH ,Azas-Azas Hukum
Pembuktian Perdata,2012,Kencana Pranadamedia group, Jakarta .
11) Bambang Sugeng AS.SH,MH,Sujayadi.SH,2012, Pengantar Hukum Acara
Perdata& contoh dokumen Litigasi, KencanaPranadamedia group, Jakarta.
12) Abdul Manan,2001, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan
Agama, yayasan Al Hikmah Jakarta.
13) Andi Tahir Hamid,1986,Hukum Acara Perdata Serta Susunan Kekuasaan
Pengadilan. PT Bina Ilmu, Surabaya
14) R. Soepomo, 1993, Hukum Acara Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta.
15) R. Rubini, 1974 , Pengantar Hukum Acara Perdata, Alumni Bandung.
16) R. Wiryono Prodjodikoro, 1982, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur,
Bandung.
17) Retnowulan Sutantio Iskandar Oeripkartowinata, 1972, Hukum Acara Perdata
Dalam Praktek dan Teori, Alumni, Bandung.
18) R. Tresna, 1979, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta.
19) R. Subekti, 1969, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta.
20) --------------, Hukum Acara Perdata, 1977, Bina Cipta, Jakarta.
Diberikan kepada Membayar ongkos
Surat Gugatan
Panitera PN perkara
• Hal ini terjadi jika P berhasil membuktikan dalil gugatan serta Gugatan beralasan
dan tidak melawan hukum.
Putusan
Mediator Mediator
Majelis Hakim
Hakim Non Hakim
KPN
Gugatan
Proses Mediasi Yang Berhasil
Dilaporkan Kepada
Pemilihan Mediator, Ps. 4 Majelis Hakim
Dapat Mengundang
Kaukus, Jika Perlu, Ps. 9
Ahli, Ps. 10
Proses Mediasi Yang Gagal/Deadlock
Dilaporkan Kepada
Pemilihan Mediator, Ps. 4 Majelis Hakim
Dapat Mengundang
Kaukus, Jika Perlu, Ps. 9
Ahli, Ps. 10
Jawaban Tergugat
1. Mengakui : menyelesaikan perkara dan tidak
ada pembuktian.
2. Membantah /Menyangkal Gugatan ( verweer ):
a. Bantahan/sangkalan yang belum menyangkut
pokok perkara ( Eksepsi ),berisi tuntutan
batalnya gugatan: Prosesuil/Formil dan materiil,
HIR/RBG hanya mengenal Kompetensi
Absolut/relatif : Ps.125 ayat 2, ps 133 ,134, 136 HIR
b. Bantahan /sangkalan yg menyangkut pokok
perkara ( verweer ten principale )
3) Referte tidak mengakui dan tidak
membantah.
4) Rekonvensi ( gugat Balik )
Eksepsi/Tangkisan
• Pengertian : jawaban tergugat yang tidak langsung pada pokok perkara.
• Bentuk ada 2 yaitu :
1. Eksepsi prosessual : eksepsi yang didasarkan pada
hukum acara perdata
Eksepsi ini adalah eksepsi tolak (declinatoir
exceptie) yaitu bersifat menolak agar pemeriksaan
perkara tidak diteruskan.
Termasuk jenis ini adalah :
a) Deklinatoir Eksepsi misal tidak berwenang (KA/
KR )..mengadili diputus terlebih dahulu oleh
hakim
b) Litisdependensi Eksepsi
c) Eksepsi Inkracht van Gewijde (perkara telah pernah
diputus dan sdh MKHT /IVG)…> (nebis in idem )
d) Eksepsi Plurium Litis Consortium : Kurang lengkap
para pihak yg digugat/ gugatan>>>Error in
Subjekto/objekto
e) diskualifikatoir Eksepsi penggugat tidak berhak
mengajukan gugatan /Legal Standing )
f) Eksepsi Koneksitas ( Conexiteit Excepsi ) : perk yg
digugat masih ada hubungannya dgn
instansi/lembaga peradilan yg lain dan belum ada
putusan .
g) Eks epsi van Beraad ( van beraad Excepsi )-perk blm
waktunya diajukan
h) Eksepsi Gugatan obscuur libel ( gugatan kabur/tdk
jelas )
OBSCUUR LIBEL
• IALAH SURAT GUGATAN TDK JELAS,sebab
kejelasan surat gugatan merupakan syarat formil
sebuah gugatan
• Abscuur Libel menurut yurisprudensi dan doktrin
dpt terjadi karena P dalam menyusun gugatan
menggabungkan/mengkomulasikanantara
wanprestasi dan PMH secara salah akibatnya
dasar hukum gugatan, objek gugatan, petitum
gugatan dan posita gugatan ada kemungkinan
saling berlawanan serta melanggar k A .
Kekaburan suatu gugatan atau ketidak jelasan suatu
gugatan dapat ditentukan berdasarkan hal-hal sebagai
berikut :
• 1. Posita (fundamentum petendi) tidak menjelaskan dasar hukum
(rechtgrond) dan kejadian yang mendasari gugatan atau ada dasar
hukum tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau sebaliknya. Dalil
gugatan yang demikian tentunya tidak memenuhi asal jelas dan
tegas (een duidelijke en bepaalde conclusie) sebagaimana diatur
pasal 8 Rv.
• 2. Tidak jelas objek yang disengketakan, seperti tidak
menyebut letak lokasi, tidak jelas batas, ukuran dan luasannya dan
atau tidak ditemukan objek sengketa. Hal ini sebagaimana diperkuat
putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April
1971 yang menyatakan "karena suat gugatan tidak menyebut
dengan jelas letak tanah sengketa, gugatan tidak dapat diterima".
•
3) Penggabungan dua atau beberapa gugatan yang
masing-masing berdiri sendiri.
Terkadang untuk menghemat segala sesuatunya, Penggugat
dapat melakukan penggabungan atas beberapa pihak
yang dianggap sebagai pihak tergugat (akumulasi
subjektif) atau menggabungkan bebepa gugatan
terhadap seorang tergugat (akumulasi objektif).
Meskipun dibenarkan menurut hukum acara, hendaknya
sebagai penggugat harus memahami bahwasanya
penggabungan boleh dilakukan apabila ada hubungan
yang sangat erat dan mendasar antara satu sama lainnya.
Itu harus masih dlm satu kompetensi absolut pengadilan
• Bila penggabungan dilakukan secara campur
aduk maka tentunya gugatan akan
bertentangan dengan tertib beracara.
• Sebagai contoh, misalnya menggabungan
antara gugatan mengenai wanprestasi dengan
gugatan atas dasar perbuatan melawan
hukum.
• 4.Terdapat saling pertentangan antara
posita dengan petitum.
• 5.Petitum tidak terinci, tapi hanya berupa
kompositur atau ex aequo et bono.
Yuris prudensi MA no
616/K/sip/1973
• Mengenai gugatan thd hasil sawah objek
sengketa ,walaupun tdk ada
bantahan/sangkalan dr T, yg seharusnya
dikabulkan, ttp krn P tidak memberikan dasar
dan alasan drpd gugatannya itu tdk
menjelaskan berapa hasil sawah tsb shg ia
menuntut hasil sebanyak 10 gunca setahun,
maka tuntutan ini haruslah ditolak,
2. . Eksepsi materiil :Eks yg didasarkan
kepada ketentuan hukum perdata materiil.
Bentuk eksepsi ini ada 2 yaitu :
a. Eksepsi tunda (dilatoir exceptie)
Contoh : eksepsi krn penundaan
pembayaran utang
b. Eksepsi halang ( peremptoir
exceptie)/menggagalkan gugatan thd
pokok perk
Contoh : lampau waktu (daluarsa),
penghapusan utang(Kwijtscelding )
Rekonvensi
• Dasar hukum Pasal 132a dan Pasal 132b HIR
disisip dgn Stb 1927-300, Pasal 157-158 RBg.
• Pengertian : gugatan yang diajukan oleh
tergugat terhadap penggugat karena dianggap
juga P merugikan T misalnya P melakukan
wanprestasi kepada tergugat.( T )P dlm
Rekonvensi dan P (T dlm Rekonvensi )
• Dapat berupa jawaban tergugat tapi dapt juga
dilakukan dalam dupliek.
• Batas waktunya sebelum proses pembuktian.
• Rekonvensi dapat diajukan baik yang ada
koneksitas maupun tidak.
Jika ada koneksitas dapat diperiksa
sekaligus/bersama-sama.
Jika tidak ada koneksitas dapat diperiksa
satu-satu/dipisah.
• Rekonvensi tidak dapat diajukan dalam hal:
1. Jika kedudukkan penggugat tidak dalam
kualitas yang sama antara gugatan konvensi
dengan rekonvensi.
2. Rekonvensi tidak dalam kompentensi yang
sama.
3. Rekonvensi tentang pelaksanaan putusan
hakim
PEMBUKTIAN DLM H.ac.PID &
•
H.ac.Pdt
Sis.Negatif men UU ps 294
HIR/183 KUHAP maksudnya : • Hakim tdk bebas ( ps
1) Utk mempersalahkan Tdw 178 ayat 3 HIR/189 Rbg )
perlu min pembuktian,
2) Meski alat bukti bertumpuk2 • Utk memutus perk
melebihi min pembuktian ,tp mendasarkan pd
bila hakim tdk berkeyakinan
akan kesalahan ( schuld )
minimum bukti ( 2 alat
Tdw ,ia tdk dpt menghukum bukti tanpa perlu
Tdw. keyakinan )
3) Memp.peran yg bebas
sepenuhnya karena • Kebenaran formal
kebenaran yg dituju : Kebnr
Materiil .
PEMBUKTIAN BERDASAR
HUKUM ACARA PERDATA
1. Bersifat Mencari kebenaran formil
2. Tidak disyaratkan adanya keyakinan hakim
3. Alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materiil
4. Hakim wajib menerapkan hukum pembuktian
Pasal 163 HIR (Pasal 283 Rbg, Pasal 1865 BW)
“Barang siapa yang mengaku mempunyai suatu hak, atau
mengemukakan suatu peristiwa (keadaan) untuk menguatkan
haknya, atau membantah hak orang lain, maka ia harus
membuktikan adanya hak atau peristiwa itu.”
pertiwa yang dapat diketahui dari sumber-sumber yang umum tanpa mengadakan
penelitian yang berarti dan memberi kepastian yang cukup untuk digunakan sebagai
alasan pembenar untuk suatu tindakan yang bersifat kemasyarakatan yang serius
sekalipun alat bukti tersebut sah dan dapat dipercaya kebenarannya, tetapi belum
mencukupi syarat formil sebagai alat bukti yang cukup
a. saksi yang terdiri dari satu orang (Pasal 136 HIR, 306 Rbg), sehingga harus
ditambah dengan alat bukti lain seperti sumpah supletoir,
b. akta di bawah tangan yang dipungkiri tanda tangan dan isinya oleh yang
bersangkutan (Pasal 165 HIR, Pasal 289 Rbg)
sekalipun suatu alat bukti tampak memberi keterangan yang mendukung
kebenaran suatu peristiwa, tetapi alat bukti tersebut tidak memenuhi syarat
formil sebagai alat bukti yang sah
saksi yang tidak disumpah (Pasal 145 (4) HIR, 172 Rbg), saksi yang
belum cukup umur 15 tahun, foto-foto, rekaman kaset/ video, kesaksian
tak langsung (Pasal 717 HIR, Pasal 308 Rbg)
ALAT-ALAT BUKTI
•
Macam-macam Alat Bukti
Pasal 164 HIR/284 RBG, ada 5 alat bukti yaitu :
1. Bukti tulisan/surat
2. Saksi
3. Persangkaan ( Vermoeden,presumptions )
4. Pengakuan ( Bekentenis,Confession )
5. Sumpah
• saksi : orang yang memberikan keterangan di muka sidang dengan memenuhi syarat-syarat tertentu
tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan dialami sendiri sebagai bukti terjadinya
peristiwa atau keadaan tersebut.
• Kekuatan bukti : bukan bukti sempurna dan mengikat hakim tetapi terserah kepada hakim untuk
mempercayainya .
• Syarat-syarat saksi :
1. Formil:
a. Umur 15 tahun ke atas
b. Sehat akalnya
c. Tidak ada hubungan sedarah atau semenda kecuali ditentukan undang-undang.
d. Sekurang-kurangnya ada 2 orang saksi untuk satu peristiwa (unus testis nullus testis), atau dikuatkan
dengan alat bukti lain.
2. Materil :
a. Menerangkan apa yang ia lihat, dengar dan alami sendiri.
b. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya.
c. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulannya.
d. Saling bersesuai satu sama lainnya.
e. Tidak bertentangan dengan akal sehat.
Kewajiban saksi
1. Datang menghadap ke pengadilan setelah
dipanggil secara patut.
3. Memberikan keterangan
orang yang tidak dapat menjadi saksi
1. Secara mutlak : yang mempunyai hubungan sedarah atau
semenda kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
termasuk ke dalam golongan ini adalah :
a. Keluarga sedarah dan semenda menurut garis lurus ke atas
dan ke bawah.
b. Istri atau suami walaupun sudah bercerai
• Digunakan jika tidak ada alat bukti lain untuk membuktikan suatu peristiwa.
• Pengertian : kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah jelas ke arah
peristiwa yang belum jelas.
2. Persangkaan hakim (feitelijk vermoeden) : ditarik dari keadaan yang timbul dalam
persidangan
Syarat persangkaan hakim
1. Dugaan mengenai suatu kejadian harus didasArkan atas hal-hal yang
telah terbukti.
2. Hakim harus berkeyakinan bahwa hal-hal yang telah terbukti itu dapat
menimbulkan dugaan terhadap terjadinya suatu peristiwa lain.
3. Hakim dalam mengambil dari bukti-bukti itu tidak boleh mendasarkan
putusannya atas hanya satu dugaan saja.
4. Dugaan harus bersifat penting, seksama, tertentu dan ada hubungan satu
sama lainnya.
5. Persangkaan semacam ini hanya boleh diperhatikan dalam hal undang-
undang membolehkan pembuktian dengan saksi.
• Pengertian : suatu pernyataan yang khimat diberikan atau diucapkan pada waktu memberi
janji dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa
yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehNya.
2. Sumpah confirmatoir : sumpah memberikan keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu itu
benar demikian atau tidak.
• Ciri-cirinya :
1. Diucapkan sesudah memberikan keterangan/melakukan sesuatu.
2. Berfungsi meneguhkan suatu peristiwa atau hak.
3. Sumpah inilah sebagai alat bukti.
4. Mengakhiri sengketa.
Bentuk-bentuk sumpah confirmatoir
1. Sumpah suppletoir/pelengkap
• Diperintahkan hakim kepada salah satu pihak.
• Berfungsi untuk melengkapi alat bukti.
• Didahului dengan bukti permulaan.
• Tidak ada jalan lain untuk menguatkannya dengan alat-alat bukti lain.
• Pihak yang diperintahkan bersumpah tidak bol;eh mengembalikan sumpah kepada
pihak lawan.
• Pihak yang diperintahkan bersumpah hanya boleh melakukan atau menolak.
• Jika mengucapkan akan dimenangkan dan menolak akan kalah.
Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat
negara diberi wewenang untuk itu, diucapkan dalam persidangan dan
bertujuan untuk mengakhiri atau meneyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara para pihak. Yang disebut putusan bukan hanya yang
diucapkan, tetapi juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk
tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan. Sebuah
konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan
sebelum diucapkan di persidangan oleh hakim. Putusan yang diucapkan
dipersidangan tidak boleh berbeda dengan yang tertulis.
SEMA RI No. 5 tahun 1959 tanggal 20 April 1959 dan No. 1 tahun
1962 tanggal 7 Maret 1962 menginstruksikan agar pada waktu putusan
diucapkan konsep putusan harus sudah selesai.
SEMA ini bertujuan untuk mencegah hambatan dalam penyelesaian
perkara dan juga untuk mencegah terjadinya perbedaan isi putusan
antara yang diucapkan dengan yang tertulis. Bila terdapat perbedaan
antara yang diucapkan dengan yang tertulis, maka yang sah adalah
yang diucapkan karena lahirnya putusan adalah sejak diucapkan.
• Putusan bukanlah satu-satunya produk hukum untuk
menyelesaikan perkara. Selain putusan hakim ada
bentuk lain yaitu penetapan hakim dalam perkara
contenteus disebut putusan sedangkan dalam
peradilan volunter disebut penetapan.
• Dengan demikian putusan adalah perbuatan hakim
sebagai penguasa atau pejabat negara. Dalam literatur
Belanda, putusan dikenal istilah vonnis dan
gewijzde.Vonnis adalah putusan yang belum
mempunyai kekuatan hukum yang pasti sehingga
masih etrsedia upaya hukum biasa. Sedangkan
gewijsde adalah putusan yang sudah mempunya
kekuatan hukum yang pasti sehingga hanya tersedia
upaya hukum khusus.
MACAM-MACAM PUTUSAN HAKIM
• HIR tidak mengatur tentang kekuatan hukum. Putusan mempunyai 3 macam kekuatan, yaitu
• 1. Kekuatan mengikat. Untuk dapat melaksanakan atau merealisir suatu hak secara paksa diperlukan
suatu putusan atau akta otentik yang menetapkan hak itu. Suatu putusan dimaksudkan untuk
menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Dengan demikian
putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat, yaitu mengikat kedua belah pihak (pasal 1917 BW).
Mengenai terikatnya para pihak terhadap putusan terdapat beberapa teori, yaitu :
– Teori hukum materiil. Menurut teori ini kekuatan mengikat dari putusan mempunyai sifat hukum
materiil oleh karena mengadakan perubahan terhadap wewenang dan kewajiban keperdataan :
menetapkan, menghapuskan atau mengubah. Menurut teori ini putusan dapat menimbulkan atau
meniadakan hubungan hukum. Sehingga putusan merupakan sumber hukum materiil.
– Teori hukum acara. Menurut teori ini putusan bukanlah sumber hukum materiil, melainkan sumber
daripada wewenang prosesuil. Siapa yang dalam suatu putusan diakui sebagai pemilik, makan
dengan sarana prosesuil terhadap lawannya dapat bertindak sebagai pemilik. Baru apabila undang-
undang mensyaratkan adanya putusan untuk timbulnya keadaan baru, baru putusan mempunyai
arti hukum materiil.
– Teori hukum pembuktian. Menurut teori ini, putusan merupakan bukti tentang apa yang
ditetapkan di dalamnya sehingga mempunyai kekuatan mengikat.
– Terikatnya para pihak pada putusan. Terikatnya para pihak terhadap putusan mempunyai arti
positif dan arti negatif. Arti positif dari kekuatan mengikat putusan adalah bahwa apa yang telah
diputus antara para pihak berlaku sebagai positif benar. Sedangkan arti negatif dari kekuatan
mengikat suatu putusan ialah bahwa hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus
sebelumnya antara para pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama. Di dalam
hukum acara kita, putusan mempunyai kekuatan mengikat baik dalam arti positif maupun dalam
arti negatif.
– Kekuatan hukum yang pasti.suatu putusan memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau tetap
(inkracht van gewijzdei) apabila tidak ada lagi upaya hukum biasa yang tersedia. Putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang pasti tidak dapat diubah kecuali ada perlawanan pihak ketiga.
KEKUATAN PUTUSAN (Lanjutan)
2 Kekuatan pembuktian
• Putusan adalah berbentuk tertulis yang merupakan akta otentik yang bertujuan
untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak yang mungkin
diperlukan untuk mengajukan banding, kasasi atau pelaksanaannya.
• Putusan pidana yang isinya menghukum dan telah mempunyai kekuatan hukum
yang pasti dapat digunakan sebagai bukti dalam perkara perdata mengenai
peristiwa yang telah terjadi, kecuali apabila ada bukti lawan. Dalam hal ini
kekuatan pembuktiannya mengikat.
3. Kekuatan eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan
• Putusan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan
menetapkan hak atau hukumnya termasuk pula realisasi dan pelaksanaannya
(eksekusinya) secara paksa. Kekuatan mengikat saja dari putusan tidak berarti
apabila tidak dapat dilaksanakan. Oleh karenanya putusan hakim mempunyai
kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan
dalam putusan dengan paksa oleh alat-alat negara.
• Persyaratan suatu putusan memperoleh kekuatan eksekutorial dalam peradilan di
Indonesia adalah dilakukan ”Demi Keadilan berdasarkan keTuhanan Yang Maha
Esa” (pasal 4 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970)
KePutusan Hakim terdiri dari 4 bagian :
1. Kepala putusan
2. Identitas Para Pihak
3. Pertimbangan ( consideran ) terdiri
dari : Pertimb. Duduknya perk & Ttg
Hukumnya
4. Amar/Dictum .
SUSUNAN DAN ISI PUTUSAN
• Dalam HIR tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bagaimana putusan hakim harus dibuat.
Hanyalah mengatur tentang apa yang harus dimuat dalam putusan yang diatur dalam pasal 178,
182, 183, 184 dan 185 HIR.
• Suatu putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yaitu :
1. Kepala Putusan. Setiap putusan pengadilan haruslah mempunyai kepala pada
bagian atas putusan yang berbunyi”Demi Keadilan berdasarkan
keTuhanan Yang Maha Esa” (pasal 435 Rv). Kepala putusan ini memberikan
kekuatan eksekutorial pada putusan. Apabila kepala putusan ini tidak dibubuhkan
pada sutau putusan pengadilan, maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut
(pasal 224 HIR, 258 R.Bg).
2. Identitas para pihak. Gugatan itu mempunyai sekurang-kurangnya 2 pihak,
maka di dalam putusan harus dimuat identitas para pihak yang terdiri : nama,
umur, alamat, dan nama kuasanya kalau ada.
3. Pertimbangan. Pertimbangan atau yang disebut dengan considerans merupakan dasar
putusan. Pertimbangan terbagi menjadi 2, yaitu pertimbangan tentang duduknya perkara
dan pertimbangan tentang hukumnya. Apa yang dimuat dalam putusan tidak lain adalah
alasan- alasan hakim sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat mengapa ia
mengambil putusan demikian, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif.
• Alasan hukum adalah kaidah hukum kanun (regel van het objectieve recht). Dalam mengadili
hakim harus mengadili semua petitum tidak boleh satupun yang terlupakan untuk dipertimbangkan
dan hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta.
SUSUNAN DAN ISI PUTUSAN (lanjutan)
• Sebagai dasar putusan, maka gugatan dan jawaban harus dimuat dalam putusan yang dimuat secara
ringkas. Namun tidak jarang terjadi gugatan dimuat dalam putusan. Adanya alasan sebagai dasar putusan
menyebabkan putusan mempunyai nilai objektif. Oleh karenanya putusan yang tidak lengkap atau kurang
cukup atau tidak lengkap memberikan pertimbangan merupakan alasan untuk kasasi dan dapat
dibatalkan.
• Selanjutnya pasal-pasal tertentu yang bersangkutan dengan perkara dan sumber hukum tidak tertulis yang
dijadikan dasar mengadili harus dimuat dalam putusan. Pada dasarnya pihak yang kalah harus membayar
biaya perkara.
4. Amar putusan. Yang merupakan jawaban atas petitum gugatan adalah amar atau dictum
putusan. Sehingga amar merupakan tanggapan atas petitum.
• Telah disebutkan bahwa hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan daripada yang dituntut (pasal 178 ayat (2) dan
(3) HIR, 189 ayat (2) dan (3) R.bg).
• Amar atau dictum dibagi menjadi apa yang disebut declaratif dan apa yang disebut dengan dictum atau
dispositif. Bagian yang declaratif merupakan penetapan daripada hubungan hukum yang menjadi
sengketa. Sedangkan bagian yang disebut dispositif ialah yang memberikan hukum atau hukumannya
yang mengabulkan atau menolak gugatan.
• Setiap putusan pengadilan harus ditandatangani oleh Ketua Hakim, hakim anggota dan panitera (pasal 184
ayat (3) HIR, 195 ayat (3) R.Bg dan 23 UU No. 14 /1985 jo UU 5/2004 jo uu 3/2009 ).
• Cara menyusun pertimbangan dalam putusan pengadilan di Indonesia mengikuti sistem Perancis, yaitu
dengan bentuk ”Menimbang...” cara lain untuk menyusun pertimbangan putusan adalah dengan sistem
Jerman yaitu dengan bentuk bercerita.
Putusan negatif
• adalah putusan yang dictumnya menyatakan
Gugatan Penggugat tidak dapat diterima ( niet
onvankelijke verklaart, intinya hubungan hukum
antara Penggugat dengan Tergugat belum pasti, dan
hubungan hukum antara para pihak dengan objek
sengketa juga belum pasti, karena Hakim belum
mengadili pokok perkara ;
Pengertian Putusan Positif
Putusan Positif, artinya Putusan akhir yang berisi
dictum “ Menolak gugatan Penggugat “ atau berisi
dictum “Mengabulkan gugatan Penggugat “.
•Jadi dalam hal ini hubungan hukum diantara kedua
belah pihak maupun hubungan hukum para pihak
dengan objek sengketa telah pasti.
Sebab- sebab Putusan Hakim yang bersifat
negatif yang menyatakan gugatan Penggugat
tidak dapat diterima sebagai berikut :
• Apabila gugatan Penggugat ternyata bukan menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama
tetapi menjadi kewenangan absolut Pengadilan yang lain dan bukan pula menjadi
kewenangan relatif Pengadilan Agama kita tetapi menjadi kewenangan Pengadilan Agama
yang lain, sebelum perkara didaftar terlebih dahulu Meja I Petugas yang mendaftar perkara
berkonsultasi kepada Hakim yang ditunjuk, kemudian Hakim yang ditunjuk oleh Pimpinan
dapat memberikan advis kepada calon Penggugat untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan
lain atau ke Pengadilan Agama yang lainnya, sehingga masyarakat tidak rugi percuma uang,
waktu, energy dan pikiran. Bagaimana jika Perkaranya telah terlanjur didaftar dan di tangan
Majelis Hakim?, maka jalan yang terbaik Penggugat disarankan mencabut gugatannya,
sehingga Penggugat dan Tergugat dapat terhindar dari kerugian materiil maupun immaterial.
Dalam hal demikian Majelis Hakim tidak perlu melanjutkan pemeriksaan perkaranya.
• Bagaimana jika gugatan tersebut telah memasuki pemeriksaan di ruang sidang?
• Jika Hakim mengetahui bahwa perkara ini bukan menjadi kewenangan Pengadilan Agama,
maka Hakim/Majelis Hakim segera memutus perkara ini dengan N.O. sekalipun tanpa adanya
eksepsi, tetapi jika perkara ini secara relatif memang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama yang lain maka tergantung apakah ada eksepsi dari Tergugat atau tidak, kalau
Tergugat tidak mengajukan eksepsi, perkara dapat diputus.
Ad 4. Gugatan obscuur libel, yakni :
• Dalil gugatan tidak jelas/ tidak berdasar hukum.
• Tidak jelas objek sengketanya.
• Petitum gugatan tidak jelas.
• Gugatan ne bis in idem.
• Apabila dalil gugatan Penggugat ternyata tidak jelas tidak berdasar hukum sebagai contoh apa hubungan hukum Penggugat
dengan Pewaris, siapa Pewarisnya, kapan Pewaris meninggal dunia, siapa saja yang
• 6 sebagai ahli warisnya, dan apa saja yang menjadi harta warisan serta sejak kapan atau dari mana harta warisan itu diperoleh.
• Dalam hal ini peran Hakim dapat memberikan petunjuk kepada Penggugat untuk memperbaiki gugatannya seperti telah diuraikan
di muka.
• Apabila objek sengketa tidak jelas, contoh Penggugat tidak dapat menyebutkan letaknya, luasnya, batas- batasnya serta surat
bukti kepemilikannya. Dalam hal ini peran Hakim dapat memberikan petunjuk kepada Penggugat agar memperbaiki gugatannya
dengan menyebutkan letak objek sengketa di Rt/ Rw apa? Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota. Menyebutkan luasnya,
batas-batasnya serta sertipikat Hak Milik/ Leter D dan sebagainya.
• Apabila Posita dengan Petitum tidak sinkron/sejalan artinya dasar tuntutan dengan apa yang diminta tidak sejalan.
• Dalam hal ini peran Hakim dapat membimbing Penggugat agar memperbaiki gugatannya seperti yang dimaksud di atas.
• Apabila gugatan mengandung ne bis in idem, artinya apa yang diperkarakan pernah diperkarakan lebih dahulu yang subjek
hukum dan objek sengketanya sama dan telah mendapatkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan
putusannya bersifat positif. Dalam hal demikian peran Hakim menasihati kepada penggugat agar mentaati putusan yang telah lalu
tidak perlu mengajukan perkara lagi, kecuali Penggugat mengajukan Perkara Peninjauan kembali itu pun harus ada novum / bukti
baru ketika perkara diputus bukti tersebut belum diajukan/ditemukan.
Contoh BUNYI AMAR/DIKTUM
PUTUSAN
• Mengabulkan gugatan • Menolak gugatan P
utk seluruhnya
untuk seluruhnya
• Menghukum T
menyerahkan rumah • Menghukum P
&tanah obj sengketa pd membayar biaya
P dlm keadaan kosong.
perkara sebesar
• Menghukum T
membayar gr kpd Puang Rp.1565.000,-
sejumlah 190 jt.
• Menghukum T
membayar biaya perkara
Kemungkinan isi putusan yg dijatuhkan hakim
atas perkara Perdata
1. Mengabulkan gugatan P untuk Seluruhnya
atau sebagian.
2. Menolak Gugatan P untuk Seluruhnya atau
sebagian,
3. Menyatakan gugatan P tidak dapat diterima (
Niet onvankelijke Verklaart)
4. Menyatakan Pengadilan tdk berwenang
untuk memeriksa Perk
MATUR NUWUN wass wr wb