1 tahun 2021
ABSTRACT
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memahami kebijakan regulasi hukum pidana terhadap tindak
pidana teknologi informasi saat ini dalam menangani cyber crime, menganalisa dan menggambarkan kebijakan
regulasi hukum pidana terhadap tindak pidana teknologi dalam menangani kasus cyber crime di masa yang akan
datang, mengetahui dan meneliti apa saja kasus cyber crime yang pernah terjadi di Indonesia yang memiliki dan
yang tidak memiliki ketentuan hukumnya, serta dapat mengetahui efektivitas peran virtual police dalam
menangani tindakan masyarakat yang berpotensi melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif karena fokus kajian
berdasarkan pada doktrin melalui analisis kaidah hukum yang ditemukan dalam peraturan perundang-undangan
atau dalam berbagai putusan pengadilan dengan menggunakan bahan penelitian yang bersifat primer, sekunder,
dan tersier. Hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini adalah penegakan
hukum dalam penanggulangan cyber crime di Indonesia belum dilaksanakan secara optimal. Faktor-faktor yang
akan mempengaruhi penegakan hukum terhadap cyber crimes meliputi faktor hukum, faktor penegak hukum,
faktor sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum, dan faktor masyarakat. Kebijakan kriminalisasi terhadap
perbuatan dalam dunia maya harus terus diharmonisasikan seiring maraknya kejahatan di dunia cyber yang
semakin canggih. Pentingnya kesadaran masyarakat untuk mencapai tujuan selain upaya dari kepolisian dalam
menanggulangi cyber crime.
Kata Kunci : polisi virtual, hukum pidana, kejahatan siber.
ABSTRACT
The purpose of this research is to understand the policy of criminal law regulation against information technology crimes at this time
in dealing with cyber crime, analyze and describe the policy of criminal law regulations against technological crimes in dealing with
cyber crime cases in the future, find out and research anything cyber crime cases that have occurred in Indonesia that have and do
not have legal provisions, and can find out the effectiveness or the virtual police role in dealing with public actions that have the
potential to violate the Law on Information and Electronic Transaction. The research method used in this study is normative law
because the focus of the study is based on doctrine through analysis of legal rules found in law and regulations or in various court
decisions using primary, secondary, and tertiary research materials. The result of this research that can be used as a conclusion in
this research is that law enforcement in overcaming cyber crime in Indonesia has not been implemented optimally. Factors that will
affect law facilities in law enforcement and community factors. The policy of criminalizing acts in cyberspace must continue to be
harmonized with the rise of crime in the increasingly sophisticated cyber world. The importance of public awareness to achieve goals
othe than efforts of the police in tackling cyber crime.
Keyword : virtual police, criminal law, cyber crime.
A.PENDAHULUAN
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
Dewasa ini dicirikan dengan fenomena kemajuan Mengenai karakteristik cyber crime, Mamoun
teknologi informasi dan komunikasi dalam Alazab, Roderic Broadhurst Peter Grabosky, dan
berbagai aspek kehidupan manusia. Perkembangan Steve Chon mengatakan “Cyber criminals may
teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan operate as loose networks, but evidence suggests
adanya media baru berupa internet yang that members are still located in close geographic
menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas proximity even when their attacks are cross-
(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, national”.
ekonomi, dan budaya secara signifikan. Kehidupa Berkembangnya cyber crime dapat terlihat
manusia di zaman sekarang ini sangat dari munculnya berbagai istilah seperti online
bergantung pada teknologi. Di satu business crime, cyber money laundering, high tech
sisi,teknologi dapat membawa banyak dampak white collar crime, dan sebagainya. Bahkan, dalam
positif, seperti adanya E-mail, E-commerce, Cyber dokumen PBB, cyber crime memiliki istilah baru
bank, Online Business, Internet Banking, dan yaitu, Dogpiling, Dixing, Doxware, Kejahatan
sebagainya. Namun, di sisi lain juga membawa terkait identitas, Pelecehan seksual berbasis
dampak negatif dengan munculnya cyber crime. gambar, online impersonation, Roasting,
Dinamika kemajuan teknologi informasi dan Pharming, Sextortion, dan Zero day.
komunikasi dalam masyarakat saat ini selain Dalam FBI Cybercrime Report 2017, Kepolisian
memberikan dampak positif, juga memberikan Amerika Serikat merilis 20 negara tertinggi yang
dampak negatif dari akibat ketidaksesuaian menjadi korban dari tindak kejahatan cyber crime
penggunaannya yang mengakibatkan timbulnya selain Amerika Serikat diantaranya Kanada, India,
suatu kejahatan yang dikenal dengan istilah Inggris, Brazil, Jerman, Australia, Spanyol, Mexico,
kejahatan siber (Arief, 2012). dan beberapa negara lainnya. Indonesia tidak
Pengertian dari kejahatan dunia maya atau termasuk dalam 20 negara tertinggi yang menjadi
cyber crime merupakan bentuk fenomena baru korban cyber crime, tetapi termasuk dalam negara
dalam tindak kejahatan sebagai dampak langsung yang menjadi asal dimana cyber crime dilakukan.
dari perkembangan teknologi informasi dengan Kasus cyber crime pertama kali di Indonesia terjadi
menggunakan internet sebagai media untuk pada tahun 1990-an dengan munculnya kasus
melakukan tindak kejahatan. pemakaian nama domain www.mustikaratu.com
Kemajuan teknologi berimplikasi pada yang disidangkan di pengadilan Negeri Jakarta
perkembangan kejahatan. Kejahatan yang dulunya Selatan. Kasus ini menyeret seorang terdakwa yang
dianggap sebagai suatu kejahatan apabila adanya bernama Tjandra Sugiono dengan dakwaan Pasal
kontak fisik antara pelaku dan korban dalam 382 bis KUHP dan Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 19
melakukan tindak kejahatan bertransformasi huruf b UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang
menjadi kejahatan di dunia maya atau cyber crime Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
yang dapat dilakukan tanpa adanya kontak fisik Tidak Sehat. Dalam pemeriksaan perkara tersebut
antara pelaku dan korban secara langsung dengan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menggunakan media internet dan alat elektronik memutuskan bahwa perbuatan yang didakwakan
lainnya. Dampak dari adanya internet memberikan tidak terbukti sehingga terdakwa dibebaskan dari
peluang kepada para pelaku kejahatan untuk segala dakwaan.1
melakukan kejahatan yang lebih tersembunyi dapat Lona Olivia melaporkan “Indonesia has
menembus ruang dan waktu dengan jangkauan received greater security from cybercrime
yang luas, bahkan global. authorities in recent years, especially since a 2013
Kejahatan di dunia maya dapat dilakukan survey by Akamai Technologies, and IT security
dimana dan kapan saja dengan syarat adanya firm, reported that Indonesia had overtaken China
jaringan internet dan peralatan yang memadai. as the number one source of hacking traffic in the
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
world”. Indonesia telah mendapat pengawasan rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
yang lebih besar dari pihak otoritas cybercrime (Arief, 2014).
beberapa tahun terakhir, terutama sejak survei Kejahatan baru ini sangat berdampak pada
tahun 2013 oleh Akamai Technologies, sebuah berbagai aspek bidang kehidupan. Banyak yang
perusahaan keamanan TI yang melaporkan bahwa menganggap bahwa keberadaan KUHP tidak
Indonesia telah berhasil mengalahkan China mampu menjangkau kejahatan baru tersebut
sebagai sumber hacking traffic terbesar di dunia. sehingga pemerintah menginisiasi lahirnya aturan
Dalam data statistik laporan cyber crime tentang cyber crime. Berdasarkan dokumen yang
yang terjadi di Indonesia pada tahun 2019 terdapat ada, Undang- undang tentang Informasi dan
4.586 total laporan dalam kurun waktu 1 tahun, Transaksi Elektronik (UU ITE), yaitu Undang-
sedangkan pada tahun 2020 turun menjadi 2.259 undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan atas
laporan. Dalam laporan tersebut kasus penyebaran Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
konten provokatif menduduki puncak daftar kasus (Hermawan, 2019).
tertinggi, lalu diikuti oleh kasus penipuan oline, Kesesuaian antara karakteristik pelaku
pornografi, akses ilegal, dan kasus lainnya. cyber crime dengan paradigma pemidanaan dalam
Penanganan cyber crime bukanlah suatu hal yang pidana kerja sosial atau pidana pengawasan
mudah untuk diatasi, selain karakteristik cyber sehingga tujuan pemidanaan akan dapat tercapai.
crime itu sendiri, regulasi hukum di Indonesia yang Sejalan dengan pandangan Widodo, dalam
sudah ada belum dapat menjangkau perkembangan mengantisipasi cyber crime, Rancangan Undang-
kejahatan yang dilakukan di dunia maya. Peraturan Undang Kitab Hukum Pidana mencoba
Perlindungan data pribadi yang ada di Indonesia memperluas cakupan untuk dapat menjaring
hanya didasarkan pada Undang-undang Nomor 19 kejahatan cyber crime.
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- Menurut Widodo, penjatuhan pidana
undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi kepada para pelaku cyber crime adalah langkah
dan Transaksi Elektronik. yang kurang tepat dan kurang bijak. Hal ini
Substansi yang tercantum dalam Undang-undang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara
Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE karakteristik pelaku tindak pidana dengan sistem
berisi perlindungan hak pribadi, asas perdagangan pembinaan narapidana di Lembaga
secara e- commerce, masalah yurisdiksi, asas Permasyarakatan sehingga tujuan pemidanaan
persaingan usaha-usaha tidak sehat dan sebagaimana diatur dalam Undang-undang
perlindungan konsumen, asas hak atas kekayaan Permasyarakatan tidak akan tercapai. Menurutnya,
intelektual, asas cyber crime, dan hukum sebagai pengganti pemidanaan tersebut adalah
internasional pidana kerja sosial atau pidana pengawasan
Usaha penanggulangan kejahatan dengan (Widodo, 2013), sedangkan menurut Barda
hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian Nawawi Arief, jika dilihat dari sudut pandang
dari usaha penegakan hukum. Politik hukum pidana hukum pidana, upaya penanggulangan cyber crime
merupakan bagian dari kebijakan penegakan khususnya di Indonesia dapat dilihat dari berbagai
hukum (law enforcement policy). Penggunaan aspek, yaitu aspek
upaya hukum termasuk hukum pidana, sebagai pertanggungjawaban pidana atau pemidanaan
salah satu upaya mengatasi masalah sosial, termasuk (termasuk aspek alat bukti/pembuktian), aspek
dalam bidang kebijaksanaan penegakan hukum. Di kriminalisasi (formulasi tindak pidana), dan aspek
samping bertujuan untuk mencapai kesejahteraan yurisdiksi.
masyarakat pada umumnya, maka kebijaksanaan Barda Nawawi Arief mengatakan
penegakan hukum ini pun termasuk dalam kebijakan kriminalisasi merupakan suatu
kebijaksanaan sosial, yaitu segala usaha yang kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) adanya pertimbangan dari pendapat ahli bukan
menjadi suatu tindak semata-mata pendapat subjektif penyidik.
pidana (perbuatan yang dapat dipidana). Selanjutnya saat akun mengunggah tulisan gambar
Jadi pada hakikatnya, kebijakan kriminalisasi yang berpotensi melanggar maka, petugas akan
terhadap tindak pidana teknologi informasi menyimpan tampilan unggahan tersebut untuk
merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal dikonsultasikan dengan tim ahli yang terdiri dari
policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli informasi dan
(penal). Oleh karena itu, hal tersebut termasuk transaki elektronik. Jika ahli mengatakan konten
bagian dari ‘kejahatan hukum pidana’ (penal tersebut memuat pelanggaran pidana, langkah
policy), khususnya kebijakan formulasinya. selanjutnya adalah diajukan ke direktur siber atau
Selanjutnya menurut Arief, kebijakan kriminalisasi pejabat yang ditunjuk siber memberikan
bukan sekedar kebijakan menetapkan/ pengesahan. Kemudian, virtual police alert dikirim
merumuskan/ memformulasikan perbuatan apa secara pribadi ke akun yang bersangkutan secara
yang dapat dipidana (termasuk sanksi pidananya), resmi. Peringatan akan dikirimkan lewat direct
melainkan juga mencakup masalah message, sebab kepolisian tidak ingin peringatan
Bagaimana kebijakan formulasi/legislasi dari virtual police kepada pengguna media sosial
itu disusun dalam satu kesatuan sistem hukum tersebut diketahui oleh pihak lain, karena bersifat
pidana (kebijakan legislatif) yang harmonis dan rahasia.
terpadu. Kebijakan penanggulangan cyber crime Kehadiran virtual police ini cenderung
secara teknologi, diungkapkan juga dalan IIIC masih baru di kalangan masyarakat, padahal
(International Information Industry Congress) diketahui pihak kepolisian sudah memiliki tim siber
yang menyatakan: “The IIIC recognizes that yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan polisi
government action and international traties to virtual. Masih banyak masyarakat yang belum
harmonizes laws and coordinate legal procedurs are mengetahui perbedaan antara polisi virtual dan
key in the fight against cybercrime, but warns that polisi siber, salah satu alasannya yaitu kurangkan
these should not be relied upon as the onlu pengedukasian kepada masyarakat dengan cakupan
instuments. Cybercrime is enabled by technology yang lebih luas. Sejalan dengan hal ini, Koordinator
and requires a healthy reliance on technology for Wilayah Peradi Jawa Tengah, Badrus Zaman
ots solutions”.3 menjelaskan perbedaan dari keduanya yaitu jika
Sementara dalam hal menangani dan polisi virtual lebih mengedepankan upaya preventif,
menyelidiki cyber crime adalah peran dari cyber sedangkan polisi siber sudah pasti melakukan
police dan virtual police. Peran dari virtual police penegakan hukum sesuai regulasi yang ada karena
sendiri adalah memberikan edukasi kepada polisi siber sudah dapat mendeteksi melanggar
masyarakat terkait dengan Undang-undang rambu-rambu UU ITE.
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Berdasarkan uraian yang dijabarkan diatas
sedangkan peran dari cyber police adalah maka permasalahan yang berkaitan dengan
menindaklanjuti kasus jika tindakan yang dilakukan kebijakan penegakan hukum dalam upaya
oleh masyarakat tersebut tidak bisa ditegur oleh penanganan cyber crime yang dilakukan oleh virtual
virtual police. Singkatnya, virtual police muncul police di Indonesia yaitu:
sebelum diselidiki lebih lanjut oleh cyber police. 1.Bagaimana kebijakan regulasi hukum pidana
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol terhadap tindak pidana teknologi informasi saat ini
Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan cara dalam menangani cyber crime?
kerja dari polisi virtual adalah dengan memberikan 2.Bagaimana sebaiknya kebijakan regulasi hukum
peringatan kepada akun di media sosial yang diduga pidana terhadap tindak pidana teknologi informasi
melanggar, hal ini tentu saja dilakukan setelah dalam menangani cyber crime yang akan datang?
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
3.Apa saja kasus cyber crime yang pernah terjadi di “Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana
Indonesia yang memiliki maupun yang tidak Teknologi Informasi Melalui Hukum Pidana”.
memiliki pengaturan hukum? Terakhir, terdapat sebuah penelitian tentang
4.Bagaimana efektivitas peran virtual police dalam penanggulangan cyber terorism yang ditulis oleh
menangani tindakan masyarakat yang berpotensi Dwila Annisa dan Mujiono Hafidh yang berjudul
melanggar UU ITE? “Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya
Bertitik tolak pada permasalahan- permasalahan di Penanggulangan Cyber Terorism”.
atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1.Memahami kebijakan regulasi hukum pidana B.METODE PENELITIAN
terhadap tindak pidana teknologi informasi saat ini Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum
dalam menangani cyber crime. (Barda Nawawi normatif karena fokus kajian berdasarkan pada
Arief, 2000) doktrin melalui analisis kaidah hukum yang
2.Menganalisa dan menggambarkan kebijakan ditemukan dalam 4 Aloysius Wisnubroto,
regulasi hukum pidana terhadap tindak pidana Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan
teknologi dalam menangani kasus cyber crime di Penyalahgunaan Komputer, Universitas peraturan
masa yang akan datang perundang-undangan atau dalam berbagai putusan
3.Mengetahui dan meneliti apa saja kasus cyber pengadilan dengan menggunakan tiga pendekatan,
crime yang terjadi di Indonesia yang memiliki dan yaitu pendekatan undang-undang, pendekatan
yang tidak memiliki ketentuan hukumnya konseptual, dan pendekatan kasus.
4.Mengetahui keefektifan peran virtual police Sementara teknik pengumpulan data
dalam menangani tindakan masyarakat yang melalui data sekunder, yaitu dilakukan dengan cara
berpotensi melanggar UU ITE studi dokumen dengan bahan penelitian yang
Beberapa penelitian sebelumnya ada yang bersifat primer, sekunder, dan tersier. Hasil
membahas peran kepolisian dalam menangani penelitian dianalisis dan diuraikan secara deskriptif
kasus cyber crime seperti dalam artikel yang ditulis kualitatif, artinya data yang dikumpulkan dengan
oleh Abdul Agis yang berjudul “Peran Kepolisian membandingkan antara teori yang berlaku dengan
dalam Penyidikan Penyalahgunaan Informasi dan fakta-fakta yang terdapat di lapangan.
Transaksi Elektronik”. Selain itu, penelitian lainnya Penulisan kutipan menggunakan footnote.
yang menganalisa tentang kesiapan dari aparatur Susunan footnote secara berurutan adalah nama
yang ditulis oleh Rudi Hermawan yang berjudul penulis, judul (cetak tebal, cetak tebal dan miring
“Kesiapan Aparatur Pemerintah dalam bila menggunakan bahasa asing), penerbit, tempat
Menghadapi Cyber Crime di Indonesia”. Terdapat penerbitan, tahun penerbitan dan halaman. Untuk
juga penelitian yang mengusut tentang apa saja penulis orang Indonesia, nama pertama disebut
fungsi kepolisian dalam artikel yang ditulis oleh terlebih dahulu, sedangkan untuk penulis asing
Sukinta yang berjudul “Peran Kepolisian Dalam nama kelurga disebut lebih dahulu, kesemuanya
Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Penyebaran tanpa mencantumkan gelar. Penulisan dilakukan
Berita Bohong di Indonesia”. Selain dari sisi dengan ketentuan spasi 1 (satu) dan dimulai dengan
kepolisian, juga terdapat dari sudut pandang hukum awal footnote yang menjorok masuk sebanyak 6
yang dibahas pada artikel “Tinjauan Yuridis karakter. Penulisan antar footnote tidak
Efektivitas UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang menggunakan spasi.
Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik” yang ditulis C.PEMBAHASAN
oleh Refland, Hero Soepono, dan Grace. Berkaitan 1.Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak
dengan artikel tersebut, terdapat sebuah penelitian Pidana Teknologi Informasi Berdasarkan Hukum
yang ditulis oleh Philemon Ginting yang berjudul Positif Saat ini Definisi kata kebjakan berasal dari
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
bahasa inggris yaitu pilcy atau dalam bahasa belanda 4)Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
disebut politiek yang dimana secara umum dapat Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
diistilahkan sebagai dasar-dasar umum yang b.Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
berfungsi untuk mengarahlan pemerintah, dalam Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
pengertian luas termasuk pula didalamnya unsur 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
aparat penegak hukum dalam hal mengelola, Elektronik
mengatur, atau menyelesaikan kepentingan- Seiring dengan perkembangan zaman, dan
kepentingan umum, persoalan-persoalan dalam mengatur cyber space dan cyber crime telah
masyarakat atau permasalahan penyusunan terbit peraturan yang khusus mengatur tentang
peraturan perundang-undangan dan tindak pidana teknologi informasi yang tercantum
pengaplikasikan hukum atau peraturan dengan dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
tujuan umum yang menjurus kepada upaya Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008
mewujudkan kesejahteraan ataupun keadilan dalam Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU
masyarakat. (Atmajaya Yogyakarta, Yogyakatya, ITE ini diharapkan dapat menjadi kekuatan
1999, Hal. 10) pengendali dan penegak ketertiban bagi kegiatan
Digunakan hukum pidana di Indonesia pemanfaatan teknologi informasi.
sebagai suatu sarana untuk menanggulangi suatu Secara sosiologis, masyarakat memang
bentuk kejahatan sepertinya tidak menjadi membutuhkan suatu peraturan tentang regulasi
permasalahan yang mendasar, hal ini dapat dilihat hukum yang konkrit tentang teknologi informasi
dari adanya praktik perundang-undangan yang yang sebelum dikeluarkannya UU ITE, peraturan
selama ini menunjukkan bahwa penggunaan yang ada hanya sebatas berhubungan dengan
hukum pidana merupakan bentuk bagian yang tak teknologi informasi, belum menjelaskan dengan
terpisahkan dari kebijakan atau politik hukum yang secara langsung dan lebih konkrit. Dengan adanya
digunakan oleh Indonesia. Penggunaan hukum UU ITE dimaksudkan untuk mengatur berbagai
pidana selama ini dianggap sebagai hal yang normal, aktivitas masyarakat saat berinteraksi di cyber
artinya dengan kondisi tersebut eksistensinya sudah space.
tak lagi dipermasalahkan. A Selain memenuhi syarat sosiologis, UU
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum ITE juga telah memenuhi syarat secara filosofis.
Pidana Kitab Undang–Undang Hukum Pidana Secara filosofis, lahirnya UU ITE ini didasarkan
yang biasa disingkat menjadi KUHP merupakan pada amanat yang terkandung dalam Pasal 28F
sistem utama bagi peraturan-peraturan hukum Undang- Undang Dasar Negara Republik
pidana di Indonesia. Perumusan tindak pidana yang Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “ Setiap
tercantum dalam KUHP mayoritas masih bersifat orang berhak untuk mencari, memperoleh,
konvensional dan belum secara langsung dikaitkan memiliki, meyimpan, mengolah, dan
dengan perkembangan dari cyber crime itu sendiri. menyampaikan informasi dengan menggunakan
Beberapa peraturan perundang- undangan yang segala jenis saluran yang tersedia”.
berhubungan dengan tindak pidana teknologi Tindakan-tindakan cyber crime yang
informasi diluar dari pengaturan KUHP yaitu: dimuat dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun
1)Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
Telekomunikasi Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
2)Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Transaksi Elektronik yaitu, sebagai berikut :
Hak Cipta 1)Tindakan yang melanggar kesusilaan Dalam Pasal
3)Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang 27 ayat (1) UU Nomor
Perubahan atas Undang- Undang Nomor 15 Tahun 11 Tahun 2008 disebutkan “Setiap orang dengan
2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan danatau
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
mentransmisikan dan/ atau membuat dapat orang dengan sengaja dan tanpa hak
diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
melanggar kesusilaan”, tetapi dalam pasal tersebut Elektronik dan/atau (Abdul Wahid & Mohammad
tidak dijelaskan mengenai perbuatan yang (Mudadi Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber crime), Refika
& Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Aditama, Bandung, 2005, Hal. 146)
Pidana, PT. Alumni Bandung, 2010, Hal. 157).
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Dokumen Elektronik yang memiliki
Sementara dalam konteks perbuatan yang muatan perjudian”. 4)Penguntitan (Cyberstalking)
melanggar kesusilaan melalui media elektronik, Penguntitan tercantum dalam Pasl 29 UU Nomor
terdapat beberapa tindakan yang tergolong dalam 11 Tahun 2008 yang menyatakan “Setiap orang
Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008, yaitu dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan
cyber pornografi dan prostitusi online. Tindak Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
pidana ini akan semakin berat hukumannya apabila Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
dilakukan terhadap anak di bawah umur. Salah satu menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”
permasalahan yang ditimbulkan dari kemajuan Pengaturan tentang penguntitan yang diatur dalam
teknologi informasi melalui jaringan internet adalah UU ITE sekilas mirip dengan pengaturan
beragamnya situs yang menampilkan adegan cyberstalking di beberapa negara, seperti Amerika
pornografi. Seolah-oleh sekarang ini, sulit sekali Serikat, Kanada, dan Inggris yang dalam
memproteksi jaringan internet dari serbuan ketentuannya diatur mengenai tindakan pelecehan,
pebisnis hiburan yang menjual pornografi. ancaman, atau tindakan lain yang dilakukan untuk
2)Penghinaan/Pencemaran nama baik menimbulkan rasa takut, baik dengan kata- kata
Penghinaan/Pencemaran nama baik di cyber space maupun tindakan tertentu. Perbuatan tersebut
diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun dilakukan dengan menggunakan atau melalui
2008 yang menyatakan “Setiap orang dengan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya
sengaja dam tanpa hak mendistribusikan dan/atau dengan mail bombs, unsolicited mail, dan obsence
mentransmisikan dan/atau membuat dapat or threatenig email.
diakseskan Informasi Elektronik dan/atau 5)Pemerasan/Pengancaman Pemerasan
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan dan/atau pengancaman di cyber space dilarang
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. dalam Pasal 27 ayat (4) UU Nomor 11 Tahun yang
Dalam UU ITE ini, pembuat undang-undang meyatakan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
menyetarakan antara penghinaan dengan hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
pencemaran, pada penghinaan sendiri merupakan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
suatu kelompok perbuatan, sedangkan salah satu Elektronik dan/atau Dokumen Elektronok yang
bentuk penghinaan ialah pencemaran. memiliki muatan pemerasan dan/atau
Tindakan dari penghinaan dan/atau pengancaman.
pencemaran dapat ditemukan dalam berbagai 6)Ujaran Kebencian Tindakan ujaran
kolom komentar di cyber space. Pelaku dapat kebencian diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU
menuliskan kata-kata yang mengandung Nomor 11 Tahun 2008 yang menyatakan “Setiap
penghinaan dan/atau pencemaran pada dinding orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
akun korban, baik dengan atau menautkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
pernyataan tersebut kepada korban. kebencian atau permusuhan individu dan/atau
3)Perjudian kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
Perjudian online diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.
Nomor 11 Tahun 2008 yang menyatakan “Setiap 7)Penyebaran berita bohong (hoax)
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
Penyebaran berita bohong diatur dalam Pasal 28 komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti
ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Informasi dan Transaksi Elektronik yang 9)Akses ilegal Akses ilegal dilarang dalam
menyatakan “Setiap orang dengan sengaja dan Pasal 30 UU Nomor 11 Tahun 2008 yang diatur
tanpa(Sigid Suseno, Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, dalam ayat :
Refika Aditama, Bandung, 2012, Hal. 177-178) hak (1)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
menyebarkan berita bohing dan menyesarkan yang melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara
Transaksi Elektronik”. apapun.
8)Intersepsi Intersepsi diatur dalam Pasal (2)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
31 UU Nomor 19 Tahun 2016. Adapun perbuatan melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
yang termasuk intersepsi adalah : Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan
(1)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik
melawan hukum melakukan intersepsi atau dan/atau Dokumen Elektronik.
penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau (3)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer melawan hukum menagakses Komputer dan/atau
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan
lain. (2)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
atau melawan hukum melakukan intersepsi atau sistem pengamanan.
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen 10)Kejahatan terhadap Informasi
Elektronik yang tidak bersofat publik dari, ke, dan Elektronik/Dokumen Elektronik/ Data
di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem interference Kejahatan ini menjadikan Informasi
Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai
menyebabkan perubahan apapun yang sasaran dalam melakukan kejahatan yang diatur
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dalam Pasal 32 UU Nomor 11 Tahun 2008
dan/atau penghentian Informasi Elektronik dinyatakan sebagai berikut :
dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang (1)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
ditansmisikan. (3)Ketentuan sebagaimana hak atau melawan hukum dengan cara apa
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku pun mengubah, menambah, mengurangi,
terhadap intersepsi atau penyadapan yang melakukan tranmisi, merusak,
dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas menghilangkan, memindahkan,
permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi menyembunyikan suatu Informasi
lainnya yang kewenangannya ditetapkan Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
berdasarkan undang-undang. milik orang lain atau publik.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara (2)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hak atau melawan hukum dengan cara apa
diatur dengan undang- undang. pun memindahkan atau mentransfer
Penjelasan yang dimuat dalam Pasal 31 Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
ayat (1) yang dimaksud dengan intersepsi atau Elektronik kepada Sistem Elektronik
penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, orang lain yang tidak berhak.
merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, (3)Terhadap perbuatan sebagaimana
dan/atau memcatat transmisi Informasi Elektronik dimaksud pada ayat (1) yang
dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat mengakibatkan terbukanya suatu
publik, baik menggunakan jaringan kabel Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang bersifat rahasia menjadi
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
dapat diakses oleh publik dengan keutuhan dan penipuan (fraud). Dalam Pasal 35 UU Nomor
data yang tidak sebagaimana mestinya. 11 Tahun 2008 berbunyi “Setiap orang dengan
11)Gangguan terhadap sistem elektronik sengaja dan tanpa hak melawan hukum melakukan
Gangguan terhadap sistem elektronik adalah manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan,
kejahatan yang dilakukan dengan menyerang sistem pengrusakan Informasi Elektronik dan.atau
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 33 UU Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Nomor 11 Tahun 2008 menyatakan “Setiap orang Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dianggap seolah-olah data yang otentik.”
melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya Sistem Elektronik dan/atau 2.Tinjauan Umum Tentang Cyber Crime
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak Istilah cyber crime saat ini merujuk pada suatu
bekerja sebagaimana mestinya.” tindakan kejahatan yang berhubungan denga cyber
12)Penyalahgunaan perangkat space atau dunia maya dan tindakan kejahatan
Penyalahgunaan perangkat (misuse of device) tersebut menggunakan komputer. Beberapa ahli
merupakan tindakan yang melawan hukun yang yang menyakan antara tindak kejatan cyber dengan
diatur dalam Pasal 34 UU Nomor 11 Tahun 2008 tindak kejahatan komputer, dan terdapat juga yang
dalam ayat : membedakan diantara keduanya.
(1)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa Dalam beberaoa literatur, cyber crime sering di
hak atau melawan hukum memproduksi, identikkan sebagai computer crime. Andi Hamzah
menjual, mengadakan untuk digunakan, dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang
mengimpor, mendistribusikan, Komputer” mengartikan cyber crime sebagai
menyediakan, atau memiliki : kejahatan di bidang computer. secara umum dapat
a. Perangkat keras atau perangkat diartikan sebagai penggunaan komputer secara
lunak Komputer yang dirancang ilegal. Menurut freddy haris, cyber crime
atau secara khusus dikembangkan merupakan suatu tindak pidana dengan
untuk memfasilitasi perbuatan karakteristik-karakteristik sebagai berikut :
sebagaimana dimaksud dalam 1)Unauthorized access, 2)Unauthorized alteration
Pasal 24 sampai dengan Pasal 33. or destruction of data, 3)Mengganggu/merusak
b. Sandi lewat Komputer, Kode operasi komputer, dan 4)Mencegah/mengahmbar
Akses, atau hal yang sejenis akses pada komputer.
dengan itu yang ditujukan agar
Sistem Elektronik menjadi dapat a.Kualifikasi Cyber Crime
diakses dengan tujuan Kualifikasi kejahatan dunia maya (cyber crime)
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dalam buku Barda Nawawi Arief,
sebagaimana dimaksud dalam adalah kualifikasi (cyber crime) menurut Convention on
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33. cybercrime 2001 di Budapest Hongaria, yaitu :
(2)Tindakan sebagaimana dimaksud pada 1)Illegal Interception Sengaja dan tanpa hak
ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan mendengar atau menangkap secara diam-
untuk melakukan kegiatan penelitian, diam pengiriman dan pemancaran data
pengujian Sistem Elektronik komputer yang tidak bersifat publik ke,
, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri dari atau di dalam sistem komputer dengan
secara sah dan tidak melawan hukum menggunakan alat bantu.
13)Pelanggaran yang terkait dengan 2)Data Interference Sengaja dan tanpa hak
komputer Pelanggaran terkait komputer biasanya melakukan perusakan, penghapusan,
digunakan untuk melakukan pemalsuan (forgery)
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
perusahaan tersebut dengan harga yang lebih artis ibu kota, yaitu Nazriel Irham (Ariel),
mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan Luna Maya dan Cut tari. Dalam
dengan membuat domain plesetan yaitu domain pengakuannya Ariel mengatakan bahwa ia
yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama merasa kecolongan atas file pribadi yang
tersebut merupakan nama domain saingan diperuntukkan untuk dikonsumsi secara
perusahaan. pribadi. Namun, hukum pun harus
7)Arp Spoofing berjalan.
Arp spoofing adalah teknik yang cukup populer Ariel dijerat pasal 27 ayat (3) Undang-
untuk melakukan penyadapan data, terutama data Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
username/password yang ada di jaringan internal. Informasi Transaksi dan Elektronik yang
Intinya adalah dengan mengirimkan paket ARP berbunyi: ‟‟Setiap Orang dengan sengaja
Reply palsu sehingga merubah data MAC dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
Address:IP yang ada di tabel ARP komputer target. mentransmisikan dan/atau membuat
Perubahan data ini menyebabkan pengiriman paket dapat diaksesnya Informasi Elektronik
TCP/IP akan melalui attacker sehingga proses dan/atau Dokumen Elektronik yang
penyadapan dapat dilakukan. memiliki muatan yang melanggar
8)Carding kesusilaan”. Ariel juga di jerat Pasal 29 UU
Caring adalah berbelanja mengunakan nomor Pornografi: Setiap orang yang
atau identitas kartu kredit orang lain yang dilakukan memproduksi, membuat, memperbanyak
secara ilegal. Pelakunya biasa disebut carder. menggandakan, menyebarluaskan,
9)Defacing menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
Defacing adalah kegiatan mengubah halaman menawarkan, memperjualbelikan,
situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada menyewakan, atau menyediakan
situs Menkominfo dan Partai Golkar, BI baru-baru pornografi sebagaimana dimaksud. Majelis
ini dan situs KPU saat pemilu 2004 lalu. Tindakan Hakim Pengadilan Negeri Bandung
deface ada yang semata-mata iseng, unjuk menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara
kebolehan, pamer kemampuan membuat program, kepada Ariel dalam kasus video asusila
tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan tersebut.
dijual kepada pihak lain. Larangan melakukan perbuatan yang
10)Phising bermuatan melanggar kesusilaan diatur dalam Pasal
Phising adalah tindak kejahatan memancing 27 ayat (1) dan diancam sanksi pidana berdasarkan
pemakai komputer di internet (user) agar mau Pasal 45 ayat (1). Pasal
memberikan informasi data diri pemakai 27 ayat (1) menentukan: Setiap Orang dengan
(username) dan kata sandinya (password) pada sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
suatu website yang sudah di-deface. Phising mentransmisikan dan/atau membuat dapat
biasanya diarahkan kepada pengguna online diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
banking. Isian data pemakai dan password yang Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
vital yang telah dikirim akhirnya akan menjadi milik melanggar kesusilaan. Ancaman pidana terhadap
penjahat tersebut dan digunakan untuk belanja pelaku yang melanggar Pasal 27 ayat (1) ditentukan
dengan kartu kredit atau uang rekening milik dalam Pasal 45 ayat (1) yang berbunyi: Setiap Orang
korbannya. yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
c.Kasus cyber crime yang terjadi di Indonesia dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (5), atau ayat
1)Pornografi (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
Awal Juni 2010 publik dikejutkan dengan (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
munculnya tiga buah video mesum tiga Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
khususnya kejahatan yang berkaitan dengan Informasi, BPHN Departemen Kehakiman RI,
internet. 1995/1996, Hal. 32-34
Dalam upaya menangani kasus kejahatan 8)Pasal 378 dan 262 KUHP dapat
dunia maya, terdapat beberapa pasal dalam KUHP dikenakan pada kasus carding, karena
yang mengkriminalisasi cybercrime dengan pelaku melakukan penipuan seolah- olah
mengggunakan metode interpretasi ekstensif ingin membeli suatu barang dan membayar
(perumpamaan dan persamaan) terhadap pasal- dengan kartu kredit yang nomor kartu
pasal yang terdapat dalam KUHP. Adapun pasal- kreditnya merupakan hasil curian.
pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP yang 9)Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada
mengkriminalisasi terhadap kejahatan dunia maya, kasus deface suatu website, karena pelaku
sebagaimana dikatakan oleh Petrus Reinhard setelah berhasil memasuki website korban,
Golose di antaranya adalah : selanjutnya melakukan pengrusakan
1)Pasal 362 KUHP untuk kasus Carding dengan cara mengganti tampilan asli dari
dimana pelaku mencuri kartu kredit milik website tersebut.
orang lain walaupun tidak secara fisik Jaringan komputer yang
karena hanya nomor kartunya saja yang menghasilkan cyberspace dan komunitas virtualnya
diambil dengan menggunakan software berkembang seiring dengan berkembangnya
card generator di internet untuk kejahatan yang menghasilkan tindak pidana yang
melakukan transaksi di E- Commerce. dianggap dahulu tidak mungkin pada saat sekarang
2)Pasal 378 KUHP untuk penipuan ini menjadi mungkin bahkan dampaknya dapat
dengan seolah-olah menawarkan dan dirasakan diluar tempat/wilayah negara. Oleh
menjual suatu produk atau barang dengan karena itu penerapan pasal-pasal KUHP sudah
memasang iklan di salah satu website tidak relevan dalam penanggulangan tindak pidana
sehingga orang tertarik untuk membelinya teknologi informasi.
lalu mengirimkan uang kepada pemasang
iklan. b.Upaya Penanggulangan Cyber Crime di masa
3)Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk yang akan datang Kurang optimalnya penegakan
kasus pengancaman dan pemerasan yang hukum terhadap cyber crimes disebabkan karena
dilakukan melalui e- mail. sarana dan fasilitas penegakan hukum yang belum
4)Pasal 331 KUHP dapat dikenakan untuk memadai. Penegakan hukum terhadap cyber crime
kasus pencemaran nama baik dengan mutlak memerlukan alat sebab karakteristik dari
menggunakan media internet kejahatan ini adalah dilakukan dengan alat baik yang
5)Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk berwujud maupun yang tidak berwujud. Penentuan
menjerat permainan judi yang dilakukan waktu dan tempat terjadinya cyber crime
secara on-line di internet dengan ditentukan saat kapan alat itu bekerja efektif, oleh
penyelenggara dari Indonesia. sebab itu analisis telematika sangat diperlukan
6)Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk dalam mengungkap kejahatan ini. Untuk menelusi,
penyebaran pornografi maupun website mendeteksi dan menanggulangi kejahatan ini
porno yang banyak beredar dan mudah Onno W. Purbo menjelaskan bahwa caranya sangat
diakses di internet tergantung aplikasi dan topologi jaringan yang
7)Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dipakai. Sebagian aplikasinya ada di gnacktrack dan
dikenakan untuk penyebaran foto atau film backtrack.
pribadi seseorang yang vulgar di internet. Hal ini menggambarkan bahwa sarana dan
fasilitas yang memadai menjadi hal yang penting
dalam proses penegakan hukum. Tanpa adanya
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin rendahnya kesadaran hukum para netter
penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. menjadikan penegakan hukum terhadap cyber
Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup crime tidak berjalan optimal. Tidak adanya
tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil, kesadaran hukum para netter ini terlihat pada
organisasi yang baik, peralatan yang memadai, pemanfaatan sarana internet untuk melakukan
keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal- berbagai jenis tindak pidana salah satunya
hal itu tidak terpenuhi maka mustahil penegakan memperjualbelikan layanan seks dan berbagai jenis
hukum akan mencapai tujuannya. tindak pidana lainnya.
Pencegahan dan penanggulangan terhadap Kesadaran hukum dari para korban untuk
cyber crime membutuhkan pendekatan penal dan melaporkan kejahatan yang dialaminya masih
non penal yang integral dan membutuhkan sangat sedikit. Berdasarkan laporan Symantec
keterpaduan. Membicarakan masyarakat adalah bertajuk Norton Cybercrime Report, hampir satu
suatu keharusan atau kewajiban yang melekat pada dari dua (45 persen) korban kejahatan siber (cyber
perbincangan mengenai hukum. Hukum dan crime) tidak pernah menyelesaikan secara tuntas
masyarakatnya merupakan dua sisi dari satu mata kejahatan siber yang mereka alami.
uang. Tanpa perbincangan mengenai masyarakat Kurangnya kesadaran hukum masyarakat
terlebih dahulu, sesungguhnya berbicara tentang berimplikasi dan pemahaman serta
hukum yang kosong. (Satjipto Rahardjo, 2009: 9). ketidaktaatan mereka terhadap hukum. Hal ini
Satjipto Rahardjo menyimpulkan bahwa “setiap disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman
anggota masyarakat sebagai pemegang peranan dan pengetahuan (lack of information) masyarakat
ditentukan tingkah lakunya oleh pola-pola terhadap jenis kejahatan cyber crime. Lack of
peraturan yang diharapkan daripadanya baik oleh information ini menyebabkan upaya
norma-norma hukum maupun oleh kekuatan- penanggulangan cyber crime mengalami kendala,
kekuatan di luar hukum.” (Satjipto Rahardjo, 2009: dalam hal ini kendala yang berkenaan dengan
27) Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan penaatan hukum dan proses pengawasan
bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas
masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut yang diduga berkaitan dengan cyber crime. Dengan
tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi demikian, kiranya tepatlah jika dikatakan bahwa
penegakan hukum tersebut. (Soerjono Soekanto, penegakan hukum yang optimal memerlukan
2005: 45). kesadaran hukum dan kesadaran moral dari
Untuk meningkatkan upaya masyarakat.
penanggulangan kejahatan siber atau cyber crimes c.Faktor yang mempengaruhi dalam
yang semakin meningkat Polri dalam hal ini penanggulangan cyber crime di Indonesia
Bareskrim Mabes Polri telah berupaya melakukan 1)Faktor penanggulangan cyber crime
sosialisasi mengenai kejahatan cyber dan cara melalui para penegak hukum
penanganannya kepada satuan di kewilayahan 2)Solusi kebijakan hukum pidana
(Polda). Sosialisasi tersebut dilakukan dengan cara terhadap penanggulangan cyber crime
melakukan pelatihan (pendidikan kejuruan) dan Terjadinya kasus cyber crime, pihak
peningkatan kemampuan penyidikan anggota Polri kepolisian telah melakukan berbagai upaya
dengan mengirimkan personel-nya ke berbagai penanggulangan cyber crime
macam kursus yang berkaitan dengan cyber crime. upaya tersebut adalah upaya preventif dan
Selain upaya dari kepolisian, kesadaran hukum represif.
masyarakat sangat diperlukan dalam berteknologi a)Upaya preventif Dalam melakukan
dan upaya preventif ini pihak kepolisian
khususnya unit cyber crime polisi telah
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
dimaksudkan, untuk lebih memastikan suatu disebut Pasal 5 ayat 1 huruf b seperti
peristiwa itu diduga keras sebagai tindak pidana. penangkapan, larangan, meninggalkan
Penyelidikan dimaksudkan untuk menemukan tempat, penggeledahan dan penyitaan.
bukti permulaan dari pelaku (dader). Baik dalam c.Faktor yang Menjadi Kendala Oleh Pihak
Pasal 1 butir 5 maupun Pasal 5 KUHAP tidak Kepolisian Terhadap Tindak
ditegaskan perkataan pelaku atau Pidana Penyalahgunaan Informasi dan
tersangka. Dengan demikian, sudah tepat jika Transaksi Elektronik. Dalam upaya
penyelidikan tersebut dimaksudkan untuk lebih penanggulangan cyber crime oleh aparat kepolisian
memastikan suatu peristiwa yang diduga keras terdapat beberapa kendala yang menghambat upaya
sebagai tindak pidana. Sedangkan penyidikan, penanggulangan cyber crime, penulis kemudian
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 butir 2 memasarkannya berdasarkan hasil wawancara dan
”serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penelusuran referensi, bahwa penindakan kasus
penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam cybercrime sering mengalami hambatan terutama
undang-undang ini (baca: KUHAP) untuk mencari dalam penangkapan tersangka dan penyitaan
serta mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu barang bukti. Dalam penangkapan tersangka
membuat atau menjadi terang tindak pidana yang seringkali kita tidak dapat menentukan secara pasti
terjadi serta sekaligus menemukan siapa pelakunya karena mereka melakukannya
tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.” cukup melalui komputer yang dapat dilakukan
Tindakan penyelidikan penekanannya dimana saja tanpa ada yang mengetahuinya
diletakkan pada tindakan mencari dan menemukan sehingga tidak ada saksi yang mengetahui secara
suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai langsung.
tindak pidana. Pada penyidikan, titik berat Hasil pelacakan paling jauh hanya dapat
tekanannya diletakkan pada tindakan mencari serta menemukan IP Address dari pelaku dan komputer
mengumpulkan bukti agar tindak pidana yang yang digunakan. Hal itu akan semakin sulit apabila
ditemukan dapat menjadi terang untuk menemukan menggunakan warnet, sebab saat ini masih jarang
dan menentukan pelakunya. Antara penyelidikan sekali warnet yang melakukan registrasi terhadap
dan penyidikan adalah dua fase tindakan yang pengguna jasa mereka sehingga kita tidak dapat
berwujud satu. Antara keduanya saling berkaitan mengetahui siapa yang menggunakan komputer
dan isi mengisi guna dapat diselesaikan tersebut pada saat terjadi tindak pidana.
pemeriksaan suatu peristiwa pidana. Hal yang Hasil wawancara kepada kepala unit
membedakan dari penyelidikan dan penyidikan Rekrim bahwa kendala yang dihadapi oleh pihak
sebagaimana dikemukakan oleh Yahya Harahap penyidik Polrestabes Makassar dalam Penyidikan
(2002:109) yaitu: Tindak Pidana Cyber Crime adalah sebagai berikut:
1)Dari segi pejabat pelaksana, pejabat 1)Kendala Internal, kendala yang dihadapi
penyelidik terdiri dari semua anggota adalah pada pelakunya saksi dari kasus
POLRI dan pada dasarnya pangkat dan serta tidak adanya unit khusus menangani
wewenangnya berada di bawah masalah kejahatan dunia maya yang kita
pengawasan penyidik. kenal dengan unit cyber crime, sementara
2)Wewenang penyidik sangat terbatas, pihak penyidik terkadang sulit mengetahui
hanya meliputi penyelidikan atau mencari keberadaan pelaku sekalipun
dan menemukan data atas suatu tindakan menggunakan teknologi
yang diduga merupakan tindak pidana. 2)Kendala Eksternal, Izin ketua
Hanya dalam hal-hal telah mendapat pengadilan untuk penggeledahan dan
perintah dari pejabat penyidik, barulah penyitaan serta izin melalui penuntut
penyelidik melakukan tindakan yang umum dari ketua pengadilan untuk
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021
D. PENUTUP
Pertama, penegakan hukum dalam
penanggulangan cyber crime di Indonesia belum
dilaksanakan secara optimal. Faktor-faktor yang
akan mempengaruhi penegakan hukum terhadap
cyber crimes meliputi faktor hukum, faktor
penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas dalam
penegakan hukum dan faktor masyarakat. Dari
keempat faktor tersebut maka faktor yang paling
berpengaruh pada lemahnya penegakan hukum
yang ada terhadap penanggulangan cyber crimes
dalam anatomi kejahatan transnasional adalah
faktor hukum (substansi hukum) yang banyak
mengandung kelemahan dan faktor penegak
hukum.
Kedua, kebijakan kriminalisasi terhadap
perbuatan dalam dunia maya harus terus
diharmonisasikan seiring maraknya kejahatan di
dunia cyber yang semakin canggih. Hal ini
disebabkan tindak pidana teknologi informasi yang
tidak mengenal batas-batas teritorial dan beroperasi
secara maya. Oleh karena itu, menuntut pemerintah
harus selalu berupaya mengantisipasi aktivitas-
aktivitas baru yang diatur oleh hukum yang berlaku.
Ketiga, walaupun di Indonesia sudah
terdapat aturan hukum yang mengatur tentang
tindak pidana teknologi informasi secara jelas,
haruslah aturan tersebut diperbarui seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin maju dan
semakin banyaknya juga jenis cyber crime yang
berbeda bentuknya yang mungkin akan terjadi di
masa yang akan datang.
Keempat, pentingnya masyarakat dapat
memahami dan dapat membedakan antara virtual
police dan cyber police sebagai aparat yang ikut
menanggulangi cyber crime. Kesadaran masyarakat
akan hukum juga merupakan salah aspek penting
untuk melaraskan tujuan agar tercapainya E. DAFTAR PUSTAKA
pemberantasan cyber crime yang marak terjadi. Buku
Mimbar Jurnal Hukum, Volume 2 Nomor. 1 tahun 2021