Leli Ramdan
2202010063
Desain komunikasi visual,
fakultas bisnis dan desain kreatif
Institusi bisnis dan teknologi,
Email: lierama3004@gmail.com
Maka dalam hal ini dan permasalahan serta upaya meminimalisir sebuah
kejahatan dunia maya atau yang kita sebut dengan kejahatan siber di perlukan regulasi-
regulasi dalam upaya penegakan hukum dalam kejahatan siber ini.
Beberapa negara telah membuat dan menerapkan hukum siber ini walaupun
masih banyak masalah dan kendala Dalam pelaksanaanya, maka dari itu kami Dalam
pembahasan kali ini, akan sedikit membahas tentang analisis regulasi dan penegakan
hukum siber di beberapa negara. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum
normatif, yang menekan pada studi data dalam penelitian kepustakaan untuk
mempelajari data di bidang berhubungan dengan permasalahan dan tujuan, Penelitian
ini menggunakan pendekatan historis. Pendekatan kontekstual dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk mencari dasar regulasi penegakan hukum cyber crime dan sarana
penegakan hukum cyber crime yang berlaku disetiap negara Penelitian ini
menitikberatkan penggunaan bahan jurnal dan data yang ada. Data tersebut terdiri atas
bahan-bahan artikel, jurnal yang telah dikemukakan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya.
Regulasi serta penegakan hukum siber dapat bervariasi di setiap negara, dan
permasalahan yang terkait dengan hal ini juga cukup rumit. Yang mana di setiap negara
mengalami masalah permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan siber, bukan
hanya tindak kejahatannya saja melainkan permasalahan yang ada selain pelanggaran
kejahatan siber juga dalam permasalahan regulasi dan masalah dalam penegakan
hukum yang berkaitan dengan regulasi penegakan hukum siber itu sendiri.
A. Latar belakang
Di era digital saat ini, kejahatan siber semakin sering terjadi dan semakin
kompleks. Oleh karena itu, regulasi penegakan hukum siber menjadi sangat penting
untuk menjaga keamanan siber di setiap negara.
Perkembangan zaman kian melesat dan begitupun dengan teknologi, seiring
perkembangan tersebut sector teknologi kian marak dan sangat berpengaruh
terhadap peradaban saat ini, tetapi dengan kemajuan yang pesat ini memiliki timbal
balik yang tidak sedikit, diantarannya permasalahan dunia maya dengan
kecanggihannya baik alat ataupun sumberdaya manusianya, menjadikan masalah
baru di saat ini.
Dalam kasus kejahatan cyber ini, diharuskan memahami mengenai
cybercrime menurut organization of europan community development
2022)
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan sebagai
mana telah dikemukakan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan kejahatan siber
2. mengetahui regulasi penegakan hukum siber disetiap negara terutama di
indonesia.
3. Untuk mengetahui upaya penanggulangan atau penegakan kejahatan siber
yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan regulasi yang telah di atur
oleh undang-undang terkait.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan kontribusi mengenai
informasi yang berkaitan dengan hukum, khususnya yang terfokus pada system
penanganan dan penegakan hukum tindak kejahatan siber yang terjadi di
Indonesia.serta manfaat lain dari penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan peneliti mengenai
penegakan hukum bagi tindak pidana Siber di internet serta diketahuinya
tindakan hukum yang dapat diterapkan bagi pelaku.
2. Melatih peneliti dalam berpikir secara praktis dan logis untuk memecahkan
masalah hukum, khususnya dalam hal dibidang hukum Siber dan Penegakan
hukum bagi tindak pidana Siber
E. Penelitian Terdahulu:
Dalam suatu masalah atau sebuah penelitian diperlukannya acuan dan titik focus
Dalam memulai sebuah penelitian, maka penulis mengambil beberapa acuan atau
pedoman dari penelitian yang serupa guna untuk memudahkan Dalam memulai dan
mengembangkan sebuah masalah dan mempermudah proses penelitian melauin data
data yang sudah ada di Dalam penelitian terdahulu.
Penelitian yang dilakukan oleh (Putra, 2016) dengan judul penelitian “Analisis
Hukum Yurisdiksi Tindak Kejahatan Siber (cybercrime) (Hukum, 2016) Berdasarkan
Convention on Cybercrime” pada tahun penelitian 2016 dengan tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaturan yurisdiksi cybercrime beserta bentuk kerjasama antarnegara
dalam menanggulangi cybercrime dengan berpedoman pada Convention on
Cybercrime.
a. Transfer of Proceeding
b. Mutual Legal Assistance/bantuan timbal-balik,
c. Deportasi dan Ekstradisi.
F. Metodologi:
Penelitian ini menitikberatkan pemakaian bahan jurnal dan data yang ada. Data
tersebut terdiri atas bahan-bahan artikel, jurnal yang sudah dikemukakan Dalam
penelitian-penelitian sebelumnya.
G. Pembahasan:
Regulasi serta penegakan hukum siber dapat bervariasi di setiap negara, dan
permasalahan yang terkait dengan hal ini juga cukup kompleks. Yang mana di setiap
negara terjadi permasalahan permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan siber,
bukan hanya tindak kejahatannya saja melainkan permasalahan yang ada pun selain
tindak kejahatan siber juga dalam permasalahan regulasi dan masalah dalam
penegakan perundang-undangan yang berkaitan dengan regulasi penegakan hukum
siber itu sendiri.
Di Indonesia sendiri selain intansi dalam pelaksanaan regulasi hukum siber, juga
diatur dalam Undang-Undang tentang Teknologi Informasi di Indonesia, atau yang
dikenal sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE),
Definisi UU ITE memberikan definisi tentang beberapa istilah yang berkaitan dengan
teknologi informasi dan transaksi elektronik seperti informasi elektronik, dokumen
elektronik, tanda tangan elektronik, dan lain-lain.
Penggunaan Teknologi Informasi UU ITE memberikan hak kepada setiap orang
untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab.
UU ITE juga memberikan kewajiban bagi penyelenggara Teknologi Informasi untuk
memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
Transaksi Elektronik UU ITE mengatur tentang transaksi elektronik di Indonesia. UU
ITE memberikan pengakuan hukum terhadap transaksi elektronik dan memberikan
sanksi bagi pelanggaran transaksi elektronik seperti penipuan online, Perlindungan
Data Pribadi UU ITE memberikan perlindungan terhadap data pribadi di Indonesia.
UU ITE memberikan hak kepada individu untuk mengontrol data pribadi mereka dan
memberikan sanksi yang ketat bagi pelanggaran data pribadi,
Amerika Serikat:
Undang-undang yang mengatur hukum siber di Amerika Serikat adalah
Cybersecurity and Infrastructure Security Agency Act of 2018. Undang-undang ini
didirikan pada 16 November 2018 ketika Presiden Donald Trump merancang
undang-undang tersebut cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA)
adalah agen federal Amerika Serikat, komponen operasional di bawah pengawasan
Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS). Kegiatannya merupakan kelanjutan
dari Direktorat Perlindungan dan Program Nasional (NPPD). (Cybersecurity, 2021)
CISA membantu lembaga pemerintah dan organisasi sektor swasta lainnya
dalam menangani masalah keamanan siber.
Hukum siber sebagai bidang hukum baru yang masih berkembang dilahirkan
oleh inovasi di bidang TIK. Secara konseptual, berbagai isu-isu hukum baru di
ranah siber akan dikembalikan kepada prinsip hukum sektoralnya. Misalnya terkait
isu kekayaan intelektual, persaingan usaha, perlindungan konsumen, pidana siber
dan sebagainya.
Artinya, hukum siber adalah tempat untuk menentukan locus suatu peristiwa
hukum yang penyelesaiannya memerlukan bantuan bidang hukum sektoral terkait.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri daya rusak dan domino efek dari suatu
peristiwa hukum di ruang siber lebih tinggi dibandingkan dengan di dunia nyata.
Agar hukum siber bekerja secara optimal, maka kekuatan hukum sektoral
menjadi penting agar dapat bekerja membantu menjawab masalah hukum di ruang
siber. Salah satu contoh transplantasi konsep hukum yang diterapkan pada hukum
siber adalah doktrin safe harbor yang dibuat untuk membatasi pertanggungjawaban
penyelenggara sistem elektronik seperti Facebook, Google, dan sebagainya. (Oktavia et
al., 1998)
Meski pada awalnya doktrin safe harbor diterapkan pada hukum pasar modal
di Amerika Serikat tahun 1935 untuk membatasi pertanggungjawaban penjual
saham yang dilakukan antar negara bagian di Amerika Serikat.
Masuknya doktrin safe harbor pada hukum pasar modal Amerika Serikat pada
waktu itu juga muncul atas desakan American Association Bar untuk melakukan
rekonseptualisasi pertanggungjawaban hukum. Kemudian pada tahun 1977 doktrin
safe harbor digunakan pada kasus perjanjian lisensi hak cipta
Amerika Serikat memiliki beberapa undang-undang yang berkaitan dengan
kejahatan siber, seperti Undang-Undang Kecurian Identitas, Undang-Undang
Komputer Kekerasan, dan Undang-Undang Penipuan dan Penyalahgunaan
Komputer. Selain itu, terdapat juga lembaga seperti Federal Trade Commission
(FTC) yang mengawasi kegiatan komersial online.
Regulasi penegakan hukum siber di Amerika Serikat diatur oleh beberapa
undang-undang, di antaranya adalah Computer Fraud and Abuse Act (CFAA) dan
Electronic Communications Privacy Act (ECPA).(MUSSINGTON & ALATHARI, n.d.)
UU Penipuan dan Penyalahgunaan Komputer (CFAA):
CFAA adalah undang-undang yang diundangkan pada tahun 1986
sebagai amandemen dari undang-undang federal pertama tentang penipuan
komputer. CFAA mengatur tentang akses tanpa izin atau melebihi izin ke
komputer dan sistem komputer.
CFAA telah beberapa kali diamandemen, yang terakhir pada tahun 2008,
untuk mencakup berbagai tindakan yang jauh melampaui tujuan awal undang-
undang tersebut. CFAA melarang dengan sengaja mengakses komputer tanpa
izin atau melebihi izin, tetapi tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan
"tanpa izin". CFAA juga memiliki sanksi yang keras dan ketentuan yang
fleksibel, sehingga dapat menjadi alat yang rentan disalahgunakan dan
digunakan terhadap hampir setiap aspek aktivitas komputer.
Undang-Undang Privasi Komunikasi Elektronik (ECPA):
ECPA adalah undang-undang yang diundangkan pada tahun 1986
sebagai amandemen dari undang-undang federal pertama tentang privasi
komunikasi elektronik. ECPA mengatur tentang perlindungan privasi
komunikasi elektronik, termasuk email, pesan teks, dan komunikasi elektronik
lainnya. ECPA melarang penyadapan komunikasi elektronik tanpa izin atau
melebihi izin, serta pengungkapan informasi komunikasi elektronik tanpa izin.
ECPA juga memiliki ketentuan yang mengatur penyimpanan data
elektronik dan persyaratan untuk mendapatkan izin pengadilan untuk
mengakses data elektronik.
Meskipun CFAA dan ECPA telah mengatur penegakan hukum siber di
Amerika Serikat, beberapa kritikus mengatakan bahwa undang-undang tersebut
masih terlalu umum dan tidak cukup spesifik untuk mengatasi kejahatan siber
yang semakin kompleks. Selain itu, beberapa orang juga merasa bahwa badan-
badan penegak hukum siber seperti FBI dan NSA terlalu kuat dan dapat
menyalahgunakan kekuatannya.
Cybersecurity Information Sharing Act (CISA)
CISA adalah undang-undang yang disahkan oleh Kongres AS pada tahun
2015 yang mendorong perusahaan swasta untuk berbagi informasi. Undang-
undang ini memberikan perlindungan hukum bagi perusahaan yang berbagi
informasi tentang ancaman siber dengan pemerintah AS dan perusahaan
lainnya
Instansi Terkait
Beberapa instansi terkait yang terlibat dalam penegakan hukum siber di
AS antara lain:
Federal Bureau of Investigation (FBI)
FBI adalah badan penegak hukum federal AS yang bertanggung jawab
untuk menyelidiki kejahatan siber dan menuntut pelakunya
Departemen Kehakiman AS: Departemen Kehakiman AS memiliki divisi
Cybercrime yang bertanggung jawab untuk menuntut pelaku kejahatan
siber
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS: Departemen Keamanan Dalam
Negeri AS bertanggung jawab untuk melindungi infrastruktur kritis AS dari
serangan siber
Jadi Regulasi hukum siber di Amerika Serikat melibatkan beberapa
undang-undang federal dan negara bagian yang mengatur keamanan siber dan
pemberitahuan pelanggaran data. Beberapa instansi terkait seperti FBI,
Departemen Kehakiman AS, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS
bertanggung jawab untuk menegakkan hukum siber di AS. Meskipun demikian,
kejahatan siber masih menjadi masalah di AS, dan penegakan hukum siber
masih memerlukan peningkatan kompetensi dan koordinasi antara instansi
terkait.
Salah satu permasalahan utama di Amerika Serikat adalah kekurangan
koordinasi antara badan-badan penegak hukum. Kasus-kasus kejahatan siber
sering kali melibatkan pelaku dari berbagai negara atau yurisdiksi yang
berbeda, sehingga sulit untuk melakukan penyeledikan dan menuntut pelaku.
Selain itu, kecepatan perkembangan teknologi juga menantang kemampuan
badan penegak hukum untuk mengatasi ancaman siber yang baru.
Uni Eropa
Regulasi Hukum Siber di Uni Eropa Uni Eropa (UE) telah mengeluarkan
beberapa undang-undang yang mengatur keamanan siber dan perlindungan
data pribadi.(Farhan et al., 2022)
Instansi terkait
Instansi untuk Regulasi Hukum Siber di Uni Eropa Uni Eropa (UE)
memiliki beberapa instansi terkait yang terlibat dalam penegakan hukum siber
dan regulasi keamanan siber. Berikut adalah beberapa instansi terkait yang
terlibat dalam regulasi hukum siber di Uni Eropa:
Europol
Europol adalah badan penegak hukum UE yang bertanggung jawab
untuk menyelidiki kejahatan siber dan menuntut pelakunya.
Europol juga memberikan dukungan teknis kepada negara anggota
UE dalam menangani kejahatan siber.(Ilbiz & Kaunert, 2022)
European Cybercrime Centre (EC3)
EC3 adalah pusat kejahatan siber UE yang bertanggung jawab untuk
menyelidiki kejahatan siber dan memberikan dukungan teknis kepada negara
anggota UE.
EC3 juga bekerja sama dengan Europol dalam menangani kejahatan
siber
European Union Agency for Cybersecurity (ENISA)
ENISA adalah badan UE yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan keamanan siber di UE dan memberikan dukungan teknis
kepada negara anggota UE.
ENISA juga memberikan saran dan rekomendasi kepada UE dalam
mengembangkan kebijakan keamanan siber.
Badan Eksekutif Uni Eropa
Badan eksekutif Uni Eropa bertanggung jawab untuk mengusulkan
undang-undang baru terkait keamanan siber dan memastikan bahwa
undang-undang tersebut diterapkan dengan benar di seluruh UE. Badan
eksekutif Uni Eropa juga bertanggung jawab untuk memperketat operasional
terkait keamanan siber dari perusahaan cloud AS. (Farouk, 2019)
Rusia
Regulasi hukum siber di Rusia dibuat dan diterapkan melalui beberapa instansi
terkait. Berikut regulasi hukum siber di Rusia:
Dalam penegakan hukum siber di rusia memiliki beberapa masalah, Salah satu
permasalahan utama di Rusia adalah ketidakjelasan dalam pelaksanaan regulasi dan
kontrol yang diberikan kepada pemerintah. Beberapa undang-undang yang ada dapat
digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan mengawasi kegiatan online.
Selain itu, Rusia juga dianggap sebagai negara yang toleran terhadap pelaku kejahatan
siber yang menargetkan negara-negara Barat.
Penutup:
A. Kesimpulan :
Di Indonesia sendiri selain intansi dalam pelaksanaan regulasi hukum siber, juga
diatur dalam Undang-Undang tentang Teknologi Informasi di Indonesia, atau yang
dikenal sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), “mengatur tentang penggunaan teknologi informasi dan
transaksi elektronik di Indonesia.”
Meskipun CFAA dan ECPA telah mengatur penegakan hukum siber di Amerika
Serikat, beberapa kritikus mengatakan bahwa undang-undang tersebut masih terlalu
umum dan tidak cukup spesifik untuk mengatasi kejahatan siber yang semakin
kompleks.
B. Saran :
Daftar Pustaka:
Aditama, n. S. (2021). Implementasi peraturan menteri kominfo nomor 20 tahun 2016 terhadap
perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik (studi di dinas kependudukan dan
pencatatan sipil kabupaten lamongan). Universitas muhammadiyah malang.
Begishev, i. R., khisamova, z. I., & mazitova, g. I. (2019). Criminal legal ensuring of security of
critical information infrastructure of the russian federation. Revista gênero & direito, 8(6),
283–292.
Cahyadi, a. D. (2019). Yurisdiksi transaksi elektronik internasional menurut undang-undang
nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Jurnal wawasan yuridika,
3(1), 23–40.
Carundeng, r. B. (2022). Perlindungan hukum terhadap data pribadi konsumen yang diretas
berdasarkan peraturan menteri komunikasi dan informatika nomor 20 tahun 2016 tentang
perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik. Lex privatum, 10(1).
Cybersecurity, u. S. (2021). Infrastructure security agency (cisa). Ge aestiva and aespire
anesthesia (update a). Available from url: https://us-cert. Cisa. Gov/ics/advisories/icsma-
19-190-01 (accessed august 2021).
Darczewska, j. (2020). Rosgvardiya: national guard or internal police? Przegląd
bezpieczeństwa wewnętrznego, 12(23), 382–416.
Farhan, f., hamdani, f., astuti, n. L. V. P., fiqry, h. A. H., & aulia, m. R. (2022). Reformasi hukum
perlindungan data pribadi korban pinjaman online (perbandingan uni eropa dan malaysia).
Indonesia berdaya, 3(3), 567–576.
Farouk, t. N. S. (2019). General data protection regulation sebagai salah satu upaya
membendung euroscepticism terhadap uni eropa. Universitas bosowa.
Hukum, j. I. (2016). Serta mengetahui bentuk konkrit kerjasama antara negara dalam
melakukan penanggulangan. 7, 22–54.
Ilbiz, e., & kaunert, c. (2022). Europol and cybercrime: europol’s sharing decryption platform.
Journal of contemporary european studies, 30(2), 270–283.
Ismailov, i. N. (2021). Analysis of the gdpr impact on the russian personal data operators.
Информационные технологии в науке, бизнесе и образовании. Проблемы
обеспечения цифрового суверенитета государства, 103–109.
Maskun, s. H. (2022). Kejahatan siber (cyber crime): suatu pengantar. Prenada media.
Mussington, d. R. D., & alathari, d. R. L. (n.d.). A message from the cybersecurity and
infrastructure security agency & the united states secret service.
Oktavia, a., jacey, p., & latifah, z. (1998). Pengaturan safe harbor dan privacy shield dalam
perlindungan data privasi di uni eropa dan amerika serikat. Prosiding, 208.
Taufiqurrohman, m. M., fahri, m. T., wijaya, r. K., & wiranata, i. G. P. (2021). Meninjau perang
siber: dapatkah konvensi-konvensi hukum humaniter internasional meninjau fenomena ini?
Jurnal kawruh abiyasa, 1(2), 145–165.