Anda di halaman 1dari 23

Analisa regulasi dan penanganan kejahatan

siber di beberapa negara.

Leli Ramdan
2202010063
Desain komunikasi visual,
fakultas bisnis dan desain kreatif
Institusi bisnis dan teknologi,
Email: lierama3004@gmail.com

Lian Mulia Lubis


2202010218
Desain komunikasi visual,
fakultas bisnis dan desain kreatif
Institusi bisnis dan teknologi,
Email: lianmulialubis@gmail.com

Leonard Charisma Lomi Rae


2202010163
Desain komunikasi visual,
fakultas bisnis dan desain kreatif
Institusi bisnis dan teknologi,
Email: lewapaku27@gmail.com
Abstrak:
Di era digital saat ini, kejahatan siber semakin sering terjadi dan semakin
kompleks. Oleh karena itu, regulasi penegakan hukum siber menjadi sangat penting
untuk menjaga keamanan siber di setiap negara. seiring perkembangan teknologi
sektor tersebut kian marak dan sangat berpengaruh terhadap peradaban saat ini,
namun dengan kemajuan yang pesat ini memiliki timbal balik yang tidak sedikit, di
antara permasalahan dunia maya dengan kecanggihannya baik alat ataupun
sumberdaya manusianya, menjadikan masalah baru di saat ini.

Dalam kasus kejahatan cyber ini, diperbolehkan memahami mengenai


cybercrime menurut organization of europan community development “cybercrime
adalah semua bentuk akses ilegal terhadap suatu transmisi data itu artinya semua
bentuk kegiatan yang tidak sah dalam suatu sistem komputer termasuk dalam suatu
tindakan kejahatan” (Maskun, 2022) secara umum pengertian cybercrime sendiri
Memang bisa diartikan sebagai tindak kejahatan di ranah dunia maya yang
memanfaatkan teknologi komputer dan jaringan internet sebagai sasaran seperti apa
yang telah disebutkan tindakan cybercrime ini muncul seiring dengan gencarnya
teknologi komunikasi digital dan informasi.

Maka dalam hal ini dan permasalahan serta upaya meminimalisir sebuah
kejahatan dunia maya atau yang kita sebut dengan kejahatan siber di perlukan regulasi-
regulasi dalam upaya penegakan hukum dalam kejahatan siber ini.

Beberapa negara telah membuat dan menerapkan hukum siber ini walaupun
masih banyak masalah dan kendala Dalam pelaksanaanya, maka dari itu kami Dalam
pembahasan kali ini, akan sedikit membahas tentang analisis regulasi dan penegakan
hukum siber di beberapa negara. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum
normatif, yang menekan pada studi data dalam penelitian kepustakaan untuk
mempelajari data di bidang berhubungan dengan permasalahan dan tujuan, Penelitian
ini menggunakan pendekatan historis. Pendekatan kontekstual dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk mencari dasar regulasi penegakan hukum cyber crime dan sarana
penegakan hukum cyber crime yang berlaku disetiap negara Penelitian ini
menitikberatkan penggunaan bahan jurnal dan data yang ada. Data tersebut terdiri atas
bahan-bahan artikel, jurnal yang telah dikemukakan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya.

Regulasi serta penegakan hukum siber dapat bervariasi di setiap negara, dan
permasalahan yang terkait dengan hal ini juga cukup rumit. Yang mana di setiap negara
mengalami masalah permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan siber, bukan
hanya tindak kejahatannya saja melainkan permasalahan yang ada selain pelanggaran
kejahatan siber juga dalam permasalahan regulasi dan masalah dalam penegakan
hukum yang berkaitan dengan regulasi penegakan hukum siber itu sendiri.

Dari analisis regulasi penegakan hukum siber di beberapa negara, dapat


disimpulkan bahwa setiap negara memiliki undang-undang yang berbeda-beda untuk
mengatur penegakan hukum siber. Selain itu, setiap negara juga memiliki badan
penegak hukum siber yang berbeda-beda untuk kejahatan siber. Namun, masih ada
beberapa yang mengatakan bahwa undang-undang yang ada di beberapa negara
terlalu luas dan dapat digunakan untuk menindak orang-orang yang menghukum
pemerintah. Selain itu, beberapa orang juga merasa bahwa badan-badan penegak
hukum siber terlalu kuat dan dapat menyalahgunakan kekuatannya. Oleh karena itu,
perlu ada upaya untuk memperbaiki regulasi penegakan hukum siber di setiap negara
agar lebih spesifik dan tidak dapat disalahgunakan. Selain itu, perlu ada pengawasan
yang ketat terhadap badan-badan penegak hukum siber agar tidak menyalahgunakan
kekuatannya. Dengan demikian, keamanan siber di setiap negara dapat terjaga dengan
baik. Undang-Undang tentang Teknologi Informasi di Indonesia, atau UU ITE, mengatur
tentang penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik di Indonesia.

Kata Kunci: cyber crime, regulasi, penegakan hukum


Pendahuluan:

A. Latar belakang

Di era digital saat ini, kejahatan siber semakin sering terjadi dan semakin
kompleks. Oleh karena itu, regulasi penegakan hukum siber menjadi sangat penting
untuk menjaga keamanan siber di setiap negara.
Perkembangan zaman kian melesat dan begitupun dengan teknologi, seiring
perkembangan tersebut sector teknologi kian marak dan sangat berpengaruh
terhadap peradaban saat ini, tetapi dengan kemajuan yang pesat ini memiliki timbal
balik yang tidak sedikit, diantarannya permasalahan dunia maya dengan
kecanggihannya baik alat ataupun sumberdaya manusianya, menjadikan masalah
baru di saat ini.
Dalam kasus kejahatan cyber ini, diharuskan memahami mengenai
cybercrime menurut organization of europan community development

“cybercrime adalah semua bentuk akses ilegal terhadap suatu


transmisi data itu artinya semua bentuk kegiatan yang tidak sah dalam
suatu sistem komputer termasuk dalam suatu tindakan kejahatan” (Maskun,

2022)

secara umum pengertian cybercrime sendiri Memang bisa diartikan sebagai


tindak kejahatan di ranah dunia maya yang memanfaatkan teknologi komputer dan
jaringan internet sebagai sasaran seperti apa yang telah disebutkan tindakan
cybercrime ini muncul seiring dengan gencarnya teknologi digital komunikasi dan
informasi.
Maka Dalam hal ini dan permasalahan serta upaya meminimalisir sebuah
kejahatan dunia maya atau yang kita sebut dengan kejahatan siber di perlukan nya
regulasi-regulasi Dalam upaya penegakan hukum Dalam kejahatan siber ini.
Beberapa negara sudah membuat dan menerapkan hukum siber ini walaupun
masih banyak masalah dan kendala Dalam pelaksanaanya, maka dari itu kami
Dalam pembahasan kali ini, akan sedikit membahas tentang analisis regulasi dan
penegakan hukum siber di beberapa negara.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat membatasi masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Cyber Menjadi Ancaman di berbagai negara termasuk indonesia?
2. Bagaimana Regulasi Hukum Internasional Dalam Menghadapi Ancaman Cyber?
3. Bagaimana Kesiapan setiap negara-negara termasuk Indonesia Dalam
Penegakan Hukum Terhadap Cyber?
4. Regulasi seperti apa dan bagaimana tindakan penanganan kejahatan siber yang
terjadi disetiap negara dan di Indonesia sendiri?
5. Bagaimana kendala yang dihadapi baik dalam upaya penegakan dan
penanggulangan kejahatan dunia maya (cyber crime) dengan jenis jenis
kejahatan yang berbeda baik Dalam bentuk ataupun kondisi yang banyak terjadi
saat ini?

C. Tujuan penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan sebagai
mana telah dikemukakan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan kejahatan siber
2. mengetahui regulasi penegakan hukum siber disetiap negara terutama di
indonesia.
3. Untuk mengetahui upaya penanggulangan atau penegakan kejahatan siber
yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dengan regulasi yang telah di atur
oleh undang-undang terkait.

D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan kontribusi mengenai
informasi yang berkaitan dengan hukum, khususnya yang terfokus pada system
penanganan dan penegakan hukum tindak kejahatan siber yang terjadi di
Indonesia.serta manfaat lain dari penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan peneliti mengenai
penegakan hukum bagi tindak pidana Siber di internet serta diketahuinya
tindakan hukum yang dapat diterapkan bagi pelaku.
2. Melatih peneliti dalam berpikir secara praktis dan logis untuk memecahkan
masalah hukum, khususnya dalam hal dibidang hukum Siber dan Penegakan
hukum bagi tindak pidana Siber

E. Penelitian Terdahulu:

Dalam suatu masalah atau sebuah penelitian diperlukannya acuan dan titik focus
Dalam memulai sebuah penelitian, maka penulis mengambil beberapa acuan atau
pedoman dari penelitian yang serupa guna untuk memudahkan Dalam memulai dan
mengembangkan sebuah masalah dan mempermudah proses penelitian melauin data
data yang sudah ada di Dalam penelitian terdahulu.

Penelitian yang dilakukan oleh (Putra, 2016) dengan judul penelitian “Analisis
Hukum Yurisdiksi Tindak Kejahatan Siber (cybercrime) (Hukum, 2016) Berdasarkan
Convention on Cybercrime” pada tahun penelitian 2016 dengan tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaturan yurisdiksi cybercrime beserta bentuk kerjasama antarnegara
dalam menanggulangi cybercrime dengan berpedoman pada Convention on
Cybercrime.

Penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif dengan conceptual approach.


Peneliti menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundangan yang
relevan dengan topik penelitian, bahan hukum sekunder berupa jurnal, literatur, serta
buku yang relevan, serta bahan hukum tersier meliputi buku pegangan, kamus umum
blibliography, serta ensiklopedia yang diterbitkan oleh pemerintah yang didalamnya
menjelaskan mengenai pengertian, konsep, beserta istilah dari bahan hukum lainnya.
Penelitian ini menemukan bahwasanya regulasi mengenai yurisdiksi dalam hukum
internasional khusus mengenai cybercrime telah diregulasi oleh Convention on
Cybercrime.

Permasalahan yurisdiksi dalam Convention on Cybercrime yang disusun Dewan


Eropa, secara khusus ditempatkan pada Pasal tersendiri yakni Pasal 22. Bilamana
konflik yurisdiksi terjadi, maka negara dapat melakukan cara kerjasama internasional
sebagai penyelesaiannya, meliputi:

a. Transfer of Proceeding
b. Mutual Legal Assistance/bantuan timbal-balik,
c. Deportasi dan Ekstradisi.

F. Metodologi:

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yang menekankan pada


studi data dalam penelitian kepustakaan untuk mempelajari data di bidang hukum yang
berhubungan dengan permasalahan dan tujuan, Penelitian ini menggunakan
pendekatan historis. Pendekatan konseptual dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mencari dasar regulasi penegakan hukum cyber crime dan sarana penegakan hukum
cyber crime yang berlaku disetiap negara

Penelitian ini menitikberatkan pemakaian bahan jurnal dan data yang ada. Data
tersebut terdiri atas bahan-bahan artikel, jurnal yang sudah dikemukakan Dalam
penelitian-penelitian sebelumnya.

G. Pembahasan:

Regulasi serta penegakan hukum siber dapat bervariasi di setiap negara, dan
permasalahan yang terkait dengan hal ini juga cukup kompleks. Yang mana di setiap
negara terjadi permasalahan permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan siber,
bukan hanya tindak kejahatannya saja melainkan permasalahan yang ada pun selain
tindak kejahatan siber juga dalam permasalahan regulasi dan masalah dalam
penegakan perundang-undangan yang berkaitan dengan regulasi penegakan hukum
siber itu sendiri.

 Regulasi Hukum Siber di Indonesia

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia semakin


meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Undang-Undang tentang
Teknologi Informasi di Indonesia mengatur tentang penggunaan teknologi informasi
dan transaksi elektronik di Indonesia.

Undang-undang ini juga memberikan sanksi bagi pelanggaran hukum siber


seperti penyebaran informasi yang tidak benar dan penipuan online diantaranya :

 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang


Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik Peraturan ini mengatur
tentang perlindungan data pribadi di Indonesia. (Aditama, 2021)
Peraturan ini memberikan hak kepada individu untuk mengontrol data
pribadi mereka dan memberikan sanksi yang ketat bagi pelanggaran data pribadi
 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang
Penanganan Konten Negatif di Ruang Digital Peraturan ini mengatur tentang
penanganan konten negatif di ruang digital seperti ujaran kebencian, pornografi,
dan penyebaran berita bohong. (Carundeng, 2022)
Peraturan ini memberikan kewajiban bagi penyedia layanan digital untuk
menghapus konten negatif yang melanggar hukum siber.

Institusi Regulasi Hukum Siber di Indonesia Kementerian Komunikasi dan


Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bertanggung
jawab untuk mengembangkan kebijakan dan strategi keamanan siber di Indonesia.
Kemenkominfo juga bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengatur
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia.
 Badan Siber dan Sandi Negara
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bertanggung jawab untuk melindungi
keamanan siber nasional dari ancaman dalam dan luar negeri. BSSN juga
bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kegiatan penanggulangan serangan
siber di Indonesia.
 Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bertanggung jawab untuk
menegakkan hukum siber di Indonesia. Polri juga bertanggung jawab untuk
menyelidiki kejahatan siber dan menuntut pelakunya.
 Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) bertanggung jawab untuk melindungi anak-anak dari
dampak negatif teknologi informasi dan komunikasi. KPAI juga bertanggung jawab
untuk memberikan edukasi dan sosialisasi tentang penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi yang aman bagi anak-anak.

Kerja Sama Institusi Regulasi Hukum Siber di Indonesia dengan Lembaga


Pemerintah Lainnya

 Kemenkominfo bekerja sama dengan BSSN dan Polri dalam mengembangkan


kebijakan dan strategi keamanan siber di Indonesia.
 Kemenkominfo juga bekerja sama dengan Polri dalam menegakkan hukum siber di
Indonesia
 BSSN bekerja sama dengan Kemenkominfo, Polri, dan KPAI dalam melindungi
keamanan siber nasional dari ancaman dalam dan luar negeri serta memberikan
edukasi dan sosialisasi tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
yang aman bagi anak-anak.
 Polri bekerja sama dengan BSSN dan Kemenkominfo dalam menangani kasus-
kasus kejahatan siber di Indonesia serta menegakkan hukum siber di Indonesia

Di Indonesia sendiri selain intansi dalam pelaksanaan regulasi hukum siber, juga
diatur dalam Undang-Undang tentang Teknologi Informasi di Indonesia, atau yang
dikenal sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE),

“mengatur tentang penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik di


Indonesia.”(Cahyadi, 2019)

Berikut adalah beberapa isi dari UU ITE:

 Definisi UU ITE memberikan definisi tentang beberapa istilah yang berkaitan dengan
teknologi informasi dan transaksi elektronik seperti informasi elektronik, dokumen
elektronik, tanda tangan elektronik, dan lain-lain.
 Penggunaan Teknologi Informasi UU ITE memberikan hak kepada setiap orang
untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab.
 UU ITE juga memberikan kewajiban bagi penyelenggara Teknologi Informasi untuk
memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
 Transaksi Elektronik UU ITE mengatur tentang transaksi elektronik di Indonesia. UU
ITE memberikan pengakuan hukum terhadap transaksi elektronik dan memberikan
sanksi bagi pelanggaran transaksi elektronik seperti penipuan online, Perlindungan
Data Pribadi UU ITE memberikan perlindungan terhadap data pribadi di Indonesia.
 UU ITE memberikan hak kepada individu untuk mengontrol data pribadi mereka dan
memberikan sanksi yang ketat bagi pelanggaran data pribadi,

Tindakan Pidana Terkait dengan Penyalahgunaan Teknologi Informasi UU ITE


memberikan sanksi pidana bagi pelanggaran hukum siber seperti penyebaran
informasi yang tidak benar, penghinaan, dan ujaran kebencian. UU ITE juga
memberikan sanksi bagi pelanggaran hak cipta dan kekayaan intelektual di dunia
maya.

Sehingga dalam pelaksanaan regulasi dan penegakan hukum siber di


Indonesia sendiri dapat telaksana dengan baik, walaupun masih banyak masalah
dan kendala yang terjadi di lapangan, karena tindakan atau serangan siber yang ada
di lapangan sangat secapt dan tidak dipungkiri jika penanganan dan penegakan
hukum siber di Indonesia tidak secara serta merta memberantras secara
keseluruhan.

 Amerika Serikat:
Undang-undang yang mengatur hukum siber di Amerika Serikat adalah
Cybersecurity and Infrastructure Security Agency Act of 2018. Undang-undang ini
didirikan pada 16 November 2018 ketika Presiden Donald Trump merancang
undang-undang tersebut cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA)
adalah agen federal Amerika Serikat, komponen operasional di bawah pengawasan
Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS). Kegiatannya merupakan kelanjutan
dari Direktorat Perlindungan dan Program Nasional (NPPD). (Cybersecurity, 2021)
CISA membantu lembaga pemerintah dan organisasi sektor swasta lainnya
dalam menangani masalah keamanan siber.
Hukum siber sebagai bidang hukum baru yang masih berkembang dilahirkan
oleh inovasi di bidang TIK. Secara konseptual, berbagai isu-isu hukum baru di
ranah siber akan dikembalikan kepada prinsip hukum sektoralnya. Misalnya terkait
isu kekayaan intelektual, persaingan usaha, perlindungan konsumen, pidana siber
dan sebagainya.
Artinya, hukum siber adalah tempat untuk menentukan locus suatu peristiwa
hukum yang penyelesaiannya memerlukan bantuan bidang hukum sektoral terkait.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri daya rusak dan domino efek dari suatu
peristiwa hukum di ruang siber lebih tinggi dibandingkan dengan di dunia nyata.
Agar hukum siber bekerja secara optimal, maka kekuatan hukum sektoral
menjadi penting agar dapat bekerja membantu menjawab masalah hukum di ruang
siber. Salah satu contoh transplantasi konsep hukum yang diterapkan pada hukum
siber adalah doktrin safe harbor yang dibuat untuk membatasi pertanggungjawaban
penyelenggara sistem elektronik seperti Facebook, Google, dan sebagainya. (Oktavia et

al., 1998)

Meski pada awalnya doktrin safe harbor diterapkan pada hukum pasar modal
di Amerika Serikat tahun 1935 untuk membatasi pertanggungjawaban penjual
saham yang dilakukan antar negara bagian di Amerika Serikat.
Masuknya doktrin safe harbor pada hukum pasar modal Amerika Serikat pada
waktu itu juga muncul atas desakan American Association Bar untuk melakukan
rekonseptualisasi pertanggungjawaban hukum. Kemudian pada tahun 1977 doktrin
safe harbor digunakan pada kasus perjanjian lisensi hak cipta
Amerika Serikat memiliki beberapa undang-undang yang berkaitan dengan
kejahatan siber, seperti Undang-Undang Kecurian Identitas, Undang-Undang
Komputer Kekerasan, dan Undang-Undang Penipuan dan Penyalahgunaan
Komputer. Selain itu, terdapat juga lembaga seperti Federal Trade Commission
(FTC) yang mengawasi kegiatan komersial online.
Regulasi penegakan hukum siber di Amerika Serikat diatur oleh beberapa
undang-undang, di antaranya adalah Computer Fraud and Abuse Act (CFAA) dan
Electronic Communications Privacy Act (ECPA).(MUSSINGTON & ALATHARI, n.d.)
 UU Penipuan dan Penyalahgunaan Komputer (CFAA):
CFAA adalah undang-undang yang diundangkan pada tahun 1986
sebagai amandemen dari undang-undang federal pertama tentang penipuan
komputer. CFAA mengatur tentang akses tanpa izin atau melebihi izin ke
komputer dan sistem komputer.
CFAA telah beberapa kali diamandemen, yang terakhir pada tahun 2008,
untuk mencakup berbagai tindakan yang jauh melampaui tujuan awal undang-
undang tersebut. CFAA melarang dengan sengaja mengakses komputer tanpa
izin atau melebihi izin, tetapi tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan
"tanpa izin". CFAA juga memiliki sanksi yang keras dan ketentuan yang
fleksibel, sehingga dapat menjadi alat yang rentan disalahgunakan dan
digunakan terhadap hampir setiap aspek aktivitas komputer.
 Undang-Undang Privasi Komunikasi Elektronik (ECPA):
ECPA adalah undang-undang yang diundangkan pada tahun 1986
sebagai amandemen dari undang-undang federal pertama tentang privasi
komunikasi elektronik. ECPA mengatur tentang perlindungan privasi
komunikasi elektronik, termasuk email, pesan teks, dan komunikasi elektronik
lainnya. ECPA melarang penyadapan komunikasi elektronik tanpa izin atau
melebihi izin, serta pengungkapan informasi komunikasi elektronik tanpa izin.
ECPA juga memiliki ketentuan yang mengatur penyimpanan data
elektronik dan persyaratan untuk mendapatkan izin pengadilan untuk
mengakses data elektronik.
Meskipun CFAA dan ECPA telah mengatur penegakan hukum siber di
Amerika Serikat, beberapa kritikus mengatakan bahwa undang-undang tersebut
masih terlalu umum dan tidak cukup spesifik untuk mengatasi kejahatan siber
yang semakin kompleks. Selain itu, beberapa orang juga merasa bahwa badan-
badan penegak hukum siber seperti FBI dan NSA terlalu kuat dan dapat
menyalahgunakan kekuatannya.
 Cybersecurity Information Sharing Act (CISA)
CISA adalah undang-undang yang disahkan oleh Kongres AS pada tahun
2015 yang mendorong perusahaan swasta untuk berbagi informasi. Undang-
undang ini memberikan perlindungan hukum bagi perusahaan yang berbagi
informasi tentang ancaman siber dengan pemerintah AS dan perusahaan
lainnya

Instansi Terkait
Beberapa instansi terkait yang terlibat dalam penegakan hukum siber di
AS antara lain:
 Federal Bureau of Investigation (FBI)
FBI adalah badan penegak hukum federal AS yang bertanggung jawab
untuk menyelidiki kejahatan siber dan menuntut pelakunya
 Departemen Kehakiman AS: Departemen Kehakiman AS memiliki divisi
Cybercrime yang bertanggung jawab untuk menuntut pelaku kejahatan
siber
 Departemen Keamanan Dalam Negeri AS: Departemen Keamanan Dalam
Negeri AS bertanggung jawab untuk melindungi infrastruktur kritis AS dari
serangan siber
Jadi Regulasi hukum siber di Amerika Serikat melibatkan beberapa
undang-undang federal dan negara bagian yang mengatur keamanan siber dan
pemberitahuan pelanggaran data. Beberapa instansi terkait seperti FBI,
Departemen Kehakiman AS, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS
bertanggung jawab untuk menegakkan hukum siber di AS. Meskipun demikian,
kejahatan siber masih menjadi masalah di AS, dan penegakan hukum siber
masih memerlukan peningkatan kompetensi dan koordinasi antara instansi
terkait.
Salah satu permasalahan utama di Amerika Serikat adalah kekurangan
koordinasi antara badan-badan penegak hukum. Kasus-kasus kejahatan siber
sering kali melibatkan pelaku dari berbagai negara atau yurisdiksi yang
berbeda, sehingga sulit untuk melakukan penyeledikan dan menuntut pelaku.
Selain itu, kecepatan perkembangan teknologi juga menantang kemampuan
badan penegak hukum untuk mengatasi ancaman siber yang baru.

 Uni Eropa

Regulasi Hukum Siber di Uni Eropa Uni Eropa (UE) telah mengeluarkan
beberapa undang-undang yang mengatur keamanan siber dan perlindungan
data pribadi.(Farhan et al., 2022)

Beberapa undang-undang tersebut antara lain:

 Undang-Undang Ketahanan Siber Undang-undang ini mengatur ketahanan siber


di UE dan memaksa produsen untuk memastikan bahwa perangkat yang mereka
produksi memenuhi standar keamanan siber.

Undang-undang ini diterapkan untuk menjaga kerahasiaan, integritas, dan


ketersediaan data serta perangkat yang terhubung ke internet

 Directive on Security of Network and Information Systems (NIS Directive)


NIS Directive adalah undang-undang yang mengatur keamanan jaringan
dan sistem informasi di UE.
Undang-undang ini memberikan sanksi bagi pelanggaran keamanan
jaringan dan sistem informasi. NIS Directive juga mendorong negara anggota UE
untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam menangani kejahatan siber.
Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber
Rancangan undang-undang ini berisi tentang strategi keamanan siber nasional
dan legislasi nasional yang berisikan ketentuan-ketentuan terkait keamanan
siber.
Rancangan undang-undang ini diterapkan untuk menjaga kerahasiaan,
integritas, dan ketersediaan data serta perangkat yang terhubung ke internet
Aturan Perangkat Pintar Badan eksekutif Uni Eropa mengusulkan undang-
undang baru yang akan memaksa produsen untuk memastikan bahwa perangkat
yang terhubung ke internet memenuhi standar keamanan siber. Aturan ini
diterapkan untuk menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data serta
perangkat yang terhubung ke internet
 GDPR
GDPR adalah undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi
di UE. Undang-undang ini memberikan sanksi yang ketat bagi pelanggaran data
pribadi.
GDPR diterapkan untuk menjaga kerahasiaan data pribadi dan
memberikan hak kepada individu untuk mengontrol data pribadi mereka.
UE juga memiliki beberapa instansi terkait yang terlibat dalam
penegakan hukum siber, antara lain Europol, European Cybercrime Centre
(EC3), dan European Union Agency for Cybersecurity (ENISA).

 Instansi terkait
Instansi untuk Regulasi Hukum Siber di Uni Eropa Uni Eropa (UE)
memiliki beberapa instansi terkait yang terlibat dalam penegakan hukum siber
dan regulasi keamanan siber. Berikut adalah beberapa instansi terkait yang
terlibat dalam regulasi hukum siber di Uni Eropa:
 Europol
Europol adalah badan penegak hukum UE yang bertanggung jawab
untuk menyelidiki kejahatan siber dan menuntut pelakunya.
Europol juga memberikan dukungan teknis kepada negara anggota
UE dalam menangani kejahatan siber.(Ilbiz & Kaunert, 2022)
 European Cybercrime Centre (EC3)
EC3 adalah pusat kejahatan siber UE yang bertanggung jawab untuk
menyelidiki kejahatan siber dan memberikan dukungan teknis kepada negara
anggota UE.
EC3 juga bekerja sama dengan Europol dalam menangani kejahatan
siber
 European Union Agency for Cybersecurity (ENISA)
ENISA adalah badan UE yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan keamanan siber di UE dan memberikan dukungan teknis
kepada negara anggota UE.
ENISA juga memberikan saran dan rekomendasi kepada UE dalam
mengembangkan kebijakan keamanan siber.
 Badan Eksekutif Uni Eropa
Badan eksekutif Uni Eropa bertanggung jawab untuk mengusulkan
undang-undang baru terkait keamanan siber dan memastikan bahwa
undang-undang tersebut diterapkan dengan benar di seluruh UE. Badan
eksekutif Uni Eropa juga bertanggung jawab untuk memperketat operasional
terkait keamanan siber dari perusahaan cloud AS. (Farouk, 2019)

Salah satu permasalahan utama di Uni Eropa adalah keragaman hukum di


antara anggota negara-negara. Setiap negara memiliki sistem hukum yang berbeda,
yang dapat melanggar pembatasan dan penegakan hukum di tingkat lintas batas.
Selain itu, Uni Eropa juga menghadapi tantangan dalam menangani serangan siber
yang kompleks dan sering kali dilakukan oleh negara-negara atau kelompok-kelompok
di luar wilayahnya.

 Rusia

Regulasi hukum siber di Rusia dibuat dan diterapkan melalui beberapa instansi
terkait. Berikut regulasi hukum siber di Rusia:

 Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi


Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Rusia bertanggung
jawab untuk mengembangkan kebijakan dan strategi keamanan siber di Rusia.
Kementerian ini juga bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengatur
penggunaan teknologi informasi di Rusia.
 Federal Security Service (FSB)
FSB adalah badan intelijen Rusia yang bertanggung jawab untuk
melindungi keamanan nasional Rusia dari ancaman dalam dan luar negeri.
FSB juga bertanggung jawab untuk melindungi infrastruktur kritis Rusia
dari serangan siber.
 Russian National Guard
Russian National Guard adalah badan keamanan Rusia yang
bertanggung jawab untuk melindungi keamanan nasional Rusia dari ancaman
dalam dan luar negeri.
Russian National Guard juga bertanggung jawab untuk melindungi
infrastruktur kritis Rusia dari serangan siber.
 Kementerian Dalam Negeri Rusia
Kementerian Dalam Negeri Rusia bertanggung jawab untuk menegakkan
hukum siber di Rusia. Kementerian ini juga bertanggung jawab untuk
menyelidiki kejahatan siber dan menuntut pelakunya.

Regulasi hukum siber di Rusia juga diatur melalui undang-undang dan


peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Rusia. Beberapa undang-undang
dan peraturan tersebut antara lain:
 Federal Law No. 187-FZ
Undang-undang ini mengatur tentang keamanan siber dan perlindungan
informasi di Rusia.
Undang-undang ini memberikan wewenang kepada badan-badan
keamanan Rusia untuk memantau dan mengawasi penggunaan internet di
Rusia. (Begishev et al., 2019)
 Federal Law No. 152-FZ
Undang-undang ini mengatur tentang perlindungan data pribadi di Rusia.
Undang-undang ini memberikan hak kepada individu untuk mengontrol data
pribadi mereka dan memberikan sanksi yang ketat bagi pelanggaran data
pribadi.(Ismailov, 2021)
 Peraturan Pemerintah No. 758
Peraturan ini mengatur tentang persyaratan keamanan siber untuk
operator telekomunikasi di Rusia.
Peraturan ini memberikan persyaratan yang ketat bagi operator
telekomunikasi untuk melindungi jaringan dan sistem informasi mereka dari
serangan siber.(Taufiqurrohman et al., 2021)

Badan Siber Nasional di Rusia, atau yang dikenal sebagai Rosgvardiya,


memiliki peran dan tanggung jawab dalam menjaga keamanan siber di Rusia.

 Melindungi infrastruktur kritis Rusia dari serangan siber


Rosgvardiya bertanggung jawab untuk melindungi infrastruktur kritis
Rusia dari serangan siber. Infrastruktur kritis ini termasuk sistem komunikasi,
sistem transportasi, sistem keuangan, dan sistem energi
 Menjaga keamanan siber selama pemilihan umum
Rosgvardiya bertanggung jawab untuk menjaga keamanan siber selama
pemilihan umum di Rusia. Rosgvardiya akan memantau dan mengawasi
penggunaan internet selama pemilihan umum untuk mencegah serangan siber
dan propaganda yang tidak diinginkan
 Menyelidiki kejahatan siber
Rosgvardiya juga bertanggung jawab untuk menyelidiki kejahatan siber
di Rusia.
Rosgvardiya akan menangani kasus-kasus kejahatan siber yang
melibatkan infrastruktur kritis dan keamanan nasional Rusia.
 Melakukan operasi siber
Rosgvardiya juga melakukan operasi siber untuk melindungi keamanan
nasional Rusia dari ancaman dalam dan luar negeri. Operasi siber ini meliputi
pengumpulan intelijen, pemantauan jaringan, dan penangkapan pelaku
kejahatan siber

Badan Siber Nasional di Rusia, atau Rosgvardiya, berkoordinasi dengan lembaga


pemerintah lainnya dalam menjaga keamanan siber. (Darczewska, 2020)

Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Rosgvardiya berkoordinasi


dengan Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Rusia dalam
mengembangkan kebijakan dan strategi keamanan siber di Rusia.
Kementerian ini juga bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengatur
penggunaan teknologi informasi di Rusia

Federal Security Service (FSB) Rosgvardiya berkoordinasi dengan FSB dalam


melindungi keamanan nasional Rusia dari ancaman dalam dan luar negeri. FSB juga
bertanggung jawab untuk melindungi infrastruktur kritis Rusia dari serangan siber.

Russian National Guard Rosgvardiya berkoordinasi dengan Russian National


Guard dalam melindungi keamanan nasional Rusia dari ancaman dalam dan luar
negeri. Russian National Guard juga bertanggung jawab untuk melindungi infrastruktur
kritis Rusia dari serangan siber.

Kementerian Dalam Negeri Rusia Rosgvardiya berkoordinasi dengan Kementerian


Dalam Negeri Rusia dalam menegakkan hukum siber di Rusia. Kementerian ini juga
bertanggung jawab untuk menyelidiki kejahatan siber dan menuntut pelakunya

Dalam penegakan hukum siber di rusia memiliki beberapa masalah, Salah satu
permasalahan utama di Rusia adalah ketidakjelasan dalam pelaksanaan regulasi dan
kontrol yang diberikan kepada pemerintah. Beberapa undang-undang yang ada dapat
digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan mengawasi kegiatan online.
Selain itu, Rusia juga dianggap sebagai negara yang toleran terhadap pelaku kejahatan
siber yang menargetkan negara-negara Barat.

Penutup:

A. Kesimpulan :

Dari analisis regulasi penegakan hukum siber di beberapa negara, dapat


disimpulkan bahwa setiap negara memiliki undang-undang yang berbeda-beda untuk
mengatur penegakan hukum siber. Selain itu, setiap negara juga memiliki badan
penegak hukum siber yang berbeda-beda untuk kejahatan siber. Namun, masih ada
beberapa kritikus yang mengatakan bahwa undang-undang yang ada di beberapa
negara terlalu luas dan dapat digunakan untuk menindak orang-orang yang
menghukum pemerintah. Selain itu, beberapa orang juga merasa bahwa badan-badan
penegak hukum siber terlalu kuat dan dapat menyalahgunakan kekuatannya. Oleh
karena itu, perlu ada upaya untuk memperbaiki regulasi penegakan hukum siber di
setiap negara agar lebih spesifik dan tidak dapat disalahgunakan. Selain itu, perlu ada
pengawasan yang ketat terhadap badan-badan penegak hukum siber agar tidak
menyalahgunakan kekuatannya. Dengan demikian, keamanan siber di setiap negara
dapat terjaga dengan baik.

Undang-Undang tentang Teknologi Informasi di Indonesia, atau UU ITE,


mengatur tentang penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik di
Indonesia. UU ITE memberikan definisi tentang beberapa istilah yang berkaitan dengan
teknologi informasi dan transaksi elektronik, memberikan hak dan kewajiban bagi
pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi, mengatur tentang transaksi
elektronik, memberikan perlindungan data pribadi, memberikan sanksi pidana bagi
pelanggaran hukum siber, dan mengatur tentang tata cara penyelesaian sengketa
elektronik

Di setiap negara terjadi permasalahan permasalahan yang berkaitan dengan


kejahatan siber, bukan hanya tindak kejahatannya saja melainkan permasalahan yang
ada pun selain tindak kejahatan siber juga dalam permasalahan regulasi dan masalah
dalam penegakan perundang-undangan yang berkaitan dengan regulasi penegakan
hukum siber itu sendiri.

Undang-undang memberikan sanksi bagi pelanggaran hukum siber seperti


penyebaran informasi yang tidak benar dan penipuan online

Di Indonesia sendiri selain intansi dalam pelaksanaan regulasi hukum siber, juga
diatur dalam Undang-Undang tentang Teknologi Informasi di Indonesia, atau yang
dikenal sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), “mengatur tentang penggunaan teknologi informasi dan
transaksi elektronik di Indonesia.”

Sehingga dalam pelaksanaan regulasi dan penegakan hukum siber di Indonesia


sendiri dapat telaksana dengan baik, walaupun masih banyak masalah dan kendala
yang terjadi di lapangan, karena tindakan atau serangan siber yang ada di lapangan
sangat secapt dan tidak dipungkiri jika penanganan dan penegakan hukum siber di
Indonesia tidak secara serta merta memberantras secara keseluruhan.

Meskipun CFAA dan ECPA telah mengatur penegakan hukum siber di Amerika
Serikat, beberapa kritikus mengatakan bahwa undang-undang tersebut masih terlalu
umum dan tidak cukup spesifik untuk mengatasi kejahatan siber yang semakin
kompleks.

Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber


Rancangan undang-undang ini berisi tentang strategi keamanan siber nasional dan
legislasi nasional yang berisikan ketentuan-ketentuan terkait keamanan siber.

Rancangan undang-undang ini diterapkan untuk menjaga kerahasiaan,


integritas, dan ketersediaan data serta perangkat yang terhubung ke internet Aturan
Perangkat Pintar Badan eksekutif Uni Eropa mengusulkan undang-undang baru yang
akan memaksa produsen untuk memastikan bahwa perangkat yang terhubung ke
internet memenuhi standar keamanan siber.

B. Saran :

Pemerintah perlu terus memperkuat regulasi dan penegakan hukum terkait


cybercrime untuk melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan di dunia digital.

Penegak hukum perlu diberikan pelatihan yang memadai dalam menghadapi


tindak kejahatan di dunia maya agar dapat mengatasi tantangan pembuktian yang
kompleks dengan Kolaborasi antara negara-negara dalam mengatasi cybercrime perlu
ditingkatkan melalui kerjasama internasional dan pertukaran informasi untuk melacak
dan menghukum pelaku yang melintasi batas negara.

Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pentingnya


keamanan siber dan langkah-langkah pencegahan untuk melindungi diri dari ancaman
cybercrime dan Penegakan hukum terkait cybercrime perlu didukung dengan
perluasan alat bukti dan penyesuaian dalam sistem peradilan pidana agar pelaku
dapat dijerat dan diadili dengan efektif.
Rekomendasi lain untuk regulator meliputi: menyelidiki tindakan pencegahan
untuk ketidakpatuhan terhadap pedoman de-identifikasi praktik terbaik;
pengembangan standar seputar format dan definisi data akan memerlukan

konsultasi luas dengan berbagai sektor masyarakat; pengembangan kampanye


informasi dan sumber daya akan memerlukan konsultasi luas dengan beragam sektor
komunitas dan profesional privasi.

Daftar Pustaka:
Aditama, n. S. (2021). Implementasi peraturan menteri kominfo nomor 20 tahun 2016 terhadap
perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik (studi di dinas kependudukan dan
pencatatan sipil kabupaten lamongan). Universitas muhammadiyah malang.
Begishev, i. R., khisamova, z. I., & mazitova, g. I. (2019). Criminal legal ensuring of security of
critical information infrastructure of the russian federation. Revista gênero & direito, 8(6),
283–292.
Cahyadi, a. D. (2019). Yurisdiksi transaksi elektronik internasional menurut undang-undang
nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Jurnal wawasan yuridika,
3(1), 23–40.
Carundeng, r. B. (2022). Perlindungan hukum terhadap data pribadi konsumen yang diretas
berdasarkan peraturan menteri komunikasi dan informatika nomor 20 tahun 2016 tentang
perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik. Lex privatum, 10(1).
Cybersecurity, u. S. (2021). Infrastructure security agency (cisa). Ge aestiva and aespire
anesthesia (update a). Available from url: https://us-cert. Cisa. Gov/ics/advisories/icsma-
19-190-01 (accessed august 2021).
Darczewska, j. (2020). Rosgvardiya: national guard or internal police? Przegląd
bezpieczeństwa wewnętrznego, 12(23), 382–416.
Farhan, f., hamdani, f., astuti, n. L. V. P., fiqry, h. A. H., & aulia, m. R. (2022). Reformasi hukum
perlindungan data pribadi korban pinjaman online (perbandingan uni eropa dan malaysia).
Indonesia berdaya, 3(3), 567–576.
Farouk, t. N. S. (2019). General data protection regulation sebagai salah satu upaya
membendung euroscepticism terhadap uni eropa. Universitas bosowa.
Hukum, j. I. (2016). Serta mengetahui bentuk konkrit kerjasama antara negara dalam
melakukan penanggulangan. 7, 22–54.
Ilbiz, e., & kaunert, c. (2022). Europol and cybercrime: europol’s sharing decryption platform.
Journal of contemporary european studies, 30(2), 270–283.
Ismailov, i. N. (2021). Analysis of the gdpr impact on the russian personal data operators.
Информационные технологии в науке, бизнесе и образовании. Проблемы
обеспечения цифрового суверенитета государства, 103–109.
Maskun, s. H. (2022). Kejahatan siber (cyber crime): suatu pengantar. Prenada media.
Mussington, d. R. D., & alathari, d. R. L. (n.d.). A message from the cybersecurity and
infrastructure security agency & the united states secret service.
Oktavia, a., jacey, p., & latifah, z. (1998). Pengaturan safe harbor dan privacy shield dalam
perlindungan data privasi di uni eropa dan amerika serikat. Prosiding, 208.
Taufiqurrohman, m. M., fahri, m. T., wijaya, r. K., & wiranata, i. G. P. (2021). Meninjau perang
siber: dapatkah konvensi-konvensi hukum humaniter internasional meninjau fenomena ini?
Jurnal kawruh abiyasa, 1(2), 145–165.

Anda mungkin juga menyukai