SOAL
4. Sebutkan dan jelaskan jenis-demokrasi yang ada di dunia serta demokrasi apa sajakah yang pernah berlaku di Indonesia dan berikan pendapatmu tentang demokrasi yang
5. Jelaskan secara naratif hubungan antara nilai, norma, moral, etika, sikap dan tingkahlaku!
JAWABAN NO. 1
1. Landasan Historis
Berdasarkan dari landasan historis, Pancasila dirumuskan serta memiliki suatu tujuan yang digunakan sebagai Dasar Negara Indonesia. Proses perumusannya tersebut
Setiap bangsa tentu memiliki ideologi dan pandangan hidupnya masing-masing, alias berbeda (tidaklah sama) yang mana diambil dari nilai-nilai yang hidup serta
berkembang di dalam bangsa itu sendiri. Pancasila digali dari bangsa Indonesia yang memang sudah tumbuh serta berkembang semenjak lahirnya bangsa Indonesia.
Oleh para pendiri bangsa kita, dirumuskanlah dengan sederhana, namun memiliki arti yang begitu mendalam yang mana mampu meliputi sebanyak 5 (lima) prinsip (sila)
yang diberi nama dengan Pancasila. Negara Indonesia merancang Dasar Negara yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang di
Nama Pancasila itu sendiri diberikan oleh salah seorang penggagasnya, yakni Ir. Soekarno yang ada pada pidatonya, tepat pada tanggal 1 Juni 1945, dalam persidangan
Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang menjadi saran dan petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.
JADI Landasan historis memiliki arti Pancasila yang didasarkan pada sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Nilai-nilai Pancasila yang berhasil didapat itu berasal dari
bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia tak akan pernah bisa dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila.
2. Landasan Kultural
Pancasila menjadi salah satu pencerminan budaya bangsa, sehingga harus bisa diwariskan kepada generasi penerus atau generasi selanjutnya. Secara kultural, unsur-
unsur Pancasila itu terdapat dalam adat istiadat, tulisan, bahasa, slogan, kesenian, agama, kepercayaan dan kebudayaan dalam negara Indonesia secara umum.
Landasan kultural adalah Pancasila yang didasarkan pada nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Maka dari itu, di sinilah peran penting dari
generasi penerus bangsa, terutama pada kalangan intelektual kampus, beserta dengan seluruh lapisan masyarakat yang memang sudah seharusnya bisa mendalami
secara dinamis dalam arti mengembangkannya lebih dalam lagi di era yang sudah kian modern ini.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah penyelenggaraan Pendidikan Pancasila yang didasarkan dalam Perguruan Tinggi yang didasarkan di ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
di Indonesia.
Landasan yuridis ini merupakan landasan yang berdasar atas aturan yang dibaut setelah melalui perundingan dan permusyawarahan. Alinea ke-4 dalam Pembukaan
UUD 1945 yang menjadi landasan yuridis konstitusional antara lain yang ada di dalamnya terdapat rumusan dan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang
Batang tubuh UUD 1945 itu juga menjadi landasan yuridis konstitusional karena dasar negara yang ada pada Pembukaan UUD 1945 dijabarkan menjadi lebih lanjut dan lebih
terperinci pada pasal-pasal dan ayat-ayat yang ada di dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu.
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila yang ada di Perguruan Tinggi sudah diatur dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39
yang menyatakan, isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan
4. Landasan Filosofis
Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar filsafat negara, maka dalam aspek penyelenggaraannya, negara harus bersumber terhadap nilai-nilai Pancasila termasuk juga dalam
Landasan filosofis bersumber dari adanya pandangan-pandangan di dalam filsafat pendidikan, menyangkut keyakinan terhadap hakikat manusia, keyakinan mengenai
adanya sumber nilai, hakikat pengetahuan dan mengenai kehidupan yang lebih baik dijalankan.
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan suatu negara merupakan bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, yang mana hal ini berdasar dari
kenyataan objektif jika manusia itu merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Syarat mutlak dari suatu negara ialah dengan adanya persatuan yang terwujud sebagai rakyat (yang menjadi unsur pokok suatu negara), sehingga secara filosofis negara
berpersatuan dan berkerakyatan konsekuensinya rakyat menjadi dasar ontologism demokrasi, karena memang rakyat ialah asal mula kekuasaan negara atas dasar
pengertian filosofis itulah maka dalam hidup bernegara, nilai Pancasila menjadi dasar filsafat negara.
Konsekuensi dalam berbagai macam aspek penyelenggaraan negara haruslah bersumber dari nilai-nilai Pancasila, termasuk itu pada sistem peraturan perundang-
Maka dari itu, realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi yang terjadi dewasa ini menjadi suatu bentuk keharusan jika memang Pancasila menjadi salah satu
sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan baik itu di dalam pembangunan nasional, ekonomi, sosial budaya, politik, hukum, hingga pertahanan dan keamanan.
JAWABAN NO. 2
1. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi jasmani/unsur fisik manusia.
2. Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan suatu kegiatan dan aktivitas
3. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi batin (rohani) manusia.
nilai kebenaran adalah nilai yang bersum-ber pada unsur akal manusia;
nilai keindahan adalah nilai yang bersumber pada perasaan manusia (nilai estetika);
nilai moral (kebaikan) adalah nilai yang bersumber pada unsur kehendak atau kemauan (karsa dan etika);
nilai religius adalah nilai ketuhanan yang tertinggi, yang sifatnya mutlak dan abadi.
JAWABAN NO.3
1. Wajib
Salah satu perbedaan utama antara hukum dan peraturan terletak pada tingkat kewajiban yang harus diikuti oleh subjek yang berbeda yang merupakan bagian dari
populasi.
Dalam hal norma, wajib atau tidaknya norma itu tergantung pada jenisnya dan penilaiannya oleh siapa yang harus mengikutinya. Norma itu sendiri hanya menandai
perilaku yang diharapkan, tetapi pelanggarannya tidak berarti menimbulkan kejahatan (walaupun mungkin memiliki konsekuensi) kecuali kita berbicara tentang norma
hukum.
Dalam hal hukum dan jenis norma hukum lainnya, kepatuhannya bersifat wajib, ketidakpatuhannya mengakibatkan kesalahan atau kejahatan dan menghasilkan
penerapan sanksi.
2. Asal
Siapa yang menetapkan peraturan yang dimaksud, dalam banyak kasus, merupakan perbedaan kedua antara norma dan hukum.
Secara umum, kita dapat menganggap bahwa norma dibangun secara sosial dan berasal dari pendapat mayoritas kelompok atau komunitas atau individu yang
memiliki kekuasaan atau pengaruh dalam konteks tertentu. Namun, aturan-aturan ini tidak harus memiliki akibat hukum dan bahkan mungkin bertentangan dengan apa yang
Sasaran atau tujuan dari peraturan perundang-undangan juga dapat berbeda. Hukum berlaku atau harus diterapkan dalam semua kasus tanpa kecuali, mengatur aktivitas semua
anggota masyarakat yang sama tanpa membuat pembedaan. Sebaliknya, norma dapat diarahkan pada sekelompok orang tertentu atau pada situasi yang sangat spesifik, bersifat
Orang di luar grup ini tidak akan terpengaruh olehnya, bahkan jika mereka adalah bagian dari komunitas yang sama (misalnya, bahwa satu perusahaan tidak mengizinkan
karyawannya untuk memakai tato atau bahwa mereka harus menyembunyikannya tidak menyiratkan bahwa di perusahaan lain mungkin diperkenankan).
4. Fleksibilitas dan perubahan
Tingkat perubahan dan fleksibilitas yang dapat diperoleh ketika memodifikasi peraturan atau sejauh mana mereka dapat diinterpretasikan juga dapat sangat bervariasi. Norma
dapat ditafsirkan ulang dan dikerjakan ulang dengan mudah, meskipun perlu untuk mengubah atau memperkenalkan perubahan persepsi dari mereka yang menetapkannya
(yang jika terjadi pada tingkat kelompok kecil dapat menjadi mudah tetapi jika pada tingkat sosial. tingkat itu dapat menyebabkan kesulitan besar dan waktu yang lama).
Berkenaan dengan undang-undang, interpretasi mereka tidak begitu bebas dan jika ingin mengubahnya memerlukan prosedur yang bisa rumit, selain tergantung pada aktivitas
Administrasi.
5. Konsekuensi dari ketidakpatuhan
Kegagalan untuk mematuhi aturan dan hukum dapat memiliki sejumlah konsekuensi. Dalam hal undang-undang, akan selalu ada sanksi, karena hukuman dan sanksi sudah
ditentukan sebelumnya. Dalam hal peraturan, mungkin tidak ada hukuman yang ditentukan sebelumnya untuk pelanggaran mereka atau bahkan tidak melibatkan apa pun,
meskipun pelanggaran tersebut dapat dihukum melalui penolakan sosial atau konsekuensi bagi siapa pun yang melakukannya mungkin telah ditetapkan sebelumnya.
JAWABAN NO. 4
Demokrasi Liberal, yakni jenis demokrasi yang menitikberatkan pemerintahannya kepada satu orang individu yang biasanya merupakan pemimpin negara tersebut.
Demokrasi Rakyat, yakni jenis demokrasi yang tidak mengenal kelas sosial dalam kehidupan dan mengutamakan kepentingan kelompok dan rakyat kecil.
Demokrasi Konstitusional, yakni jenis demokrasi yang dilandaskan kebebasan setiap orang atau manusia sebagai makhluk sosial.
Demokrasi Pancasila, yakni jenis demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai dalam Pancasila dan hanya diterapkan di Indonesia
legislatif.
Demokrasi Perwakilan Sistem Pemisah Kekuasaan, yakni jenis demokrasi dimana kedudukan dewan eksekutif setara dengan kedudukan dewan legislatif.
Demokrasi Perwakilan Inisiatif Rakyat, yakni jenis demokrasi dimana terdapat badan perwakilan yang dikendalikan rakyat melelui referendum yang obligator dan
fakultatif.
Pada saat ini bisa dikatakan bahwa demokrasi di indonesia sedang tidak berjalan dengan baik karena Indonesia mengalami kemunduran dalam bidang politik, ekonomi dan
sebagainya. Dan secara substansi demokrasi Indonesia menjadi elitis dan dijalankan oleh kekuatan oligarki yang cukup kuat, SEHINGGA
Lemahnya pelaksanaan
Lemahnya penerapan nilai-nilai demokrasi, baik pada level elite ataupun masyarakat.
Penegakan hukum yang masih pilih-pilih dalam menegakkan keadilan.
JAWABAN NO. 5
Dalam sosiologi, perhatian kita adalah pada nilai-nilai sosial. Nilai sosial adalah standar budaya yang menunjukkan kebaikan umum yang dianggap diinginkan untuk
kehidupan sosial yang terorganisir. Ini adalah asumsi apa yang benar dan penting bagi masyarakat. Mereka memberikan makna dan legitimasi tertinggi untuk
pengaturan sosial dan perilaku sosial. Mereka adalah sentimen abstrak atau cita-cita. Contoh nilai sosial yang penting adalah, “persamaan kesempatan”. Ini secara luas
Pentingnya nilai seperti itu dalam kehidupan sosial hampir tidak bisa dibesar-besarkan. Nilai sosial berbeda dari nilai individual. Nilai individu dinikmati atau dicari
oleh individu yang dicari oleh seseorang untuk dirinya sendiri. Meskipun nilai-nilai ini biasanya dibagikan, mereka tidak menjadi nilai sosial. Sebagai berbeda dari nilai-
nilai individu, nilai sosial mengandung kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain. Nilai-nilai sosial diatur dalam kepribadian individu. Mereka mengatur pemikiran
dan perilakunya.
Proses sosialisasi bertujuan untuk memasukkan nilai-nilai ini dalam kepribadiannya, etos atau karakteristik mendasar dari budaya apa pun merupakan cerminan dari
nilai-nilai dasarnya. Jadi jika budaya Amerika didominasi oleh keyakinan dalam kemajuan materi, budaya India ditandai oleh spiritualisme, melupakan diri sendiri,
Moral terutama dalam hal ‘mendapatkan kekayaan’, ‘kepantasan pernikahan’ dan ‘kecenderungan terhadap kebaikan atau kekejaman dalam perilaku kerja’. Jika
seseorang menghasilkan kekayaan melalui upaya tulus kita sendiri tanpa menyontek atau mencuri maka kekayaan dianggap benar yang dianggap sebagai nilai
yang tinggi.
Ketiga, jika seseorang dalam interaksi sehari-harinya menunjukkan kecenderungan terhadap kebaikan ataupengasuhan dalam perilaku kerja bukannya kekeja -
manatau eksploitasi, maka itu dianggap nilai moral yang tinggi. Hidup tidak bermoral adalah dosa dan mengarah pada kejahatan.
Perbedaan nilai-nilai sosial menghasilkan struktur sosial yang berbeda dan pola perilaku yang diharapkan.
3. Hubungan Norma dan Moral
kelompok-kelompok tidak putus dengan hubungan yang stabil antar anggota. Kelompok adalah produk interaksi antar individu.
Ketika sejumlah individu berinteraksi, serangkaian standar berkembang yang mengatur hubungan dan cara perilaku mereka. Standar perilaku kelompok ini dise-
bercanda dengan keponakan-keponakannya adalah ilustrasi norma-norma yang mengatur hubungan di antara sanak saudaranya.
Secord dan Buckman mengatakan “Norma adalah standar harapan perilaku yang dimiliki oleh anggota kelompok yang menjadi tempat validitas persepsi dinilai
dan kelayakan perasaan dan perilaku dievaluasi.” Anggota kelompok menunjukkan keteraturan tertentu dalam perilaku mereka.
Perilaku ini dianggap diinginkan oleh kelompok. Keteraturan dalam perilaku semacam itu telah dijelaskan dalam norma-norma sosial. Norma, dalam penggunaan
populer, berarti standar. Dalam sosiologi, perhatian kita adalah pada norma-norma sosial, yaitu norma yang diterima dalam suatu kelompok. Mereka mewakili
bahwa norma-norma didasarkan pada nilai-nilai sosial yang dibenarkan oleh standar moral atau penilaian estetika.
Norma adalah batasan pengaturan pola pada perilaku individu. Sebagaimana didefinisikan oleh Broom dan Selznick, ‘Norma adalah cetak biru untuk menetap-
kan batas perilaku di mana individu dapat mencari cara alternatif untuk mencapai tujuan mereka.’ Norma tidak mengacu pada kecenderungan rata-rata atau
pusat manusia.
Mereka menunjukkan perilaku yang diharapkan, atau bahkan perilaku ideal. Nilai moral melekat pada mereka. Mereka adalah praktik model. Mereka menetapkan
Mungkin tidak dianggap bahwa norma-norma bersifat abstrak mewakili konstruksi khayalan. Sosiolog tertarik terutama pada norma-norma “operatif”, yaitu norma-
norma yang dijatuhi sanksi sedemikian rupa sehingga pelanggar mendapatkan penalti dalam kelompok. Norma agar efektif harus mewakili dengan benar hubungan
antara kejadian nyata. Mereka harus mempertimbangkan situasi faktual. Aturan yang mewajibkan semua pria untuk memiliki dua istri akan tidak bernilai jika rasio jenis
kelamin tidak diizinkan. Oleh karena itu, sistem normatif, karena dimaksudkan untuk mencapai hasil di dunia faktual, harus terkait dengan peristiwa di dunia nyata.
Norma sangat penting bagi masyarakat. Tidak mungkin membayangkan masyarakat tanpa norma, karena tanpa norma perilaku tidak dapat diprediksi. Standar
perilaku yang terkandung dalam norma memberi perintah agar interaksi relasi sosial berjalan lancar jika individu mengikuti norma kelompok. Urutan normatif
Jika tidak ada tatanan normatif tidak mungkin ada masyarakat manusia. Manusia membutuhkan tatanan normatif untuk hidup di masyarakat karena organisme
manusia tidak cukup komprehensif atau terintegrasi untuk memberikan tanggapan otomatis yang secara fungsional memadai untuk masyarakat.
Manusia tidak mampu hidup sendiri. Ketergantungannya pada masyarakat tidak berasal dari tanggapan bawaan yang tetap terhadap rangsangan sosial mekanis
melainkan dari tanggapan yang dipelajari untuk rangsangan yang berarti. Oleh karena itu ketergantungannya pada masyarakat pada akhirnya adalah
Kita hampir tidak bisa memikirkan kelompok manusia yang terpisah dari norma-norma. Suatu kelompok tanpa norma akan menggunakan kata-kata Hobbes,
“Menyendiri, miskin, jahat, kasar dan pendek.” Organisme manusia untuk mempertahankan dirinya harus hidup dalam sistem sosial yang diatur secara normatif.
Sistem normatif memberikan kepada masyarakat suatu kohesi tanpa mana kehidupan sosial tidak mungkin. Kelompok-kelompok yang tidak dapat mengembangkan
tatanan normatif dan mempertahankan kontrol normatif atas anggota mereka gagal bertahan karena kurangnya kerjasama internal.
Norma mempengaruhi sikap individu
Norma mempengaruhi sikap individu dan motifnya. Mereka langsung memengaruhi konsep diri seseorang. Mereka adalah tuntutan khusus untuk
bertindak yang dibuat oleh kelompoknya. Mereka jauh lebih stabil. Mereka memiliki kekuatan untuk membungkam setiap sentimen abstrak yang diterima
sebelumnya yang mungkin mereka lawan. Mereka lebih diutamakan daripada sentimen abstrak. Menjadi anggota kelompok menyiratkan pembentukan sikap
dalam kaitannya dengan norma-norma kelompok. Individu menjadi anggota yang baik sejauh ia mematuhi norma-norma.
Norma-norma menentukan dan membimbing penilaian intuitifnya terhadap orang lain dan penilaian intuitifnya tentang dirinya sendiri. Mereka
menuntun lo fenomena hati nurani, perasaan membimbing, kegembiraan dan depresi. Mereka lebih dalam dari kesadaran. Menjadi anggota kesalahan terdiri
dari internalisasi norma-norma kelompok. Melalui internalisasi mereka menjadi bagian dari dirinya secara otomatis diekspresikan dalam perilakunya.
Norma tidak dibentuk oleh semua kelompok dalam kaitannya dengan setiap jenis perilaku dan setiap situasi yang memungkinkan. Mereka terbentuk
dalam hal-hal konsekuensi terhadap kelompok tertentu. Yang penting adalah konsekuensi bagi suatu kelompok tergantung pada tujuan utama dan tujuan
kelompok, hubungan kelompok itu dengan kelompok lain, dan kondisi lain di mana ia beroperasi seperti norma-norma hukum.
Demikian juga, ruang lingkup perilaku yang diatur oleh norma-norma sangat bervariasi dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Sebagai contoh,
norma-norma beberapa kelompok mungkin berhubungan terutama dengan masalah etika, sementara norma-norma kelompok lain dapat mencakup bidang
kehidupan yang lebih luas termasuk pakaian, bentuk hiburan, pendidikan, dan sebagainya.