*) Norma
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi, dan menurut isinya berwujud perintah
dan larangan. Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh
karena akibat-akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi
seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Ada bermacam-macam norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu:
a. Norma Agama ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah-
perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha
Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha
Esa berupa “siksa” kelak di akhirat.
b. Norma Kesusilaan ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia.
Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan.
Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh seluruh umat
manusia.
c. Norma Kesopanan ialah peraturan hidup yang timbul dalam pergaulan antar manusia
dalam masyarakat. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya,
karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
d. Norma Hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga
kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa
peraturan perundangundangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama.
Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa
ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan
hukum bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu
kekuasaan negara.
*) Weltanschauung (Nilai-Nilai Luhur)
Pancasila adalah ideologi atau pandangan hidup (weltanschauung) bangsa Indonesia. Ia
lahir dari hasil galian para Founding Father terhadap kekayaan budaya bumi Indonesia.
Pancasila menjadi miniatur karakter kepribadian bangsa.
Soekarno juga mendesakkan pentingnya “philosophische grondslag” (filosofi dasar)
untuk Indonesia merdeka. Filosofi dasar inilah yang akan menjadi “Weltanschauung”
(pandangan hidup) bangsa Indonesia mencapai cita-citanya. Soekarno pun mengajukan
lima dasar filosofis: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme, – atau perikemanusiaan,
Mufakat, – atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Itulah Pancasila!
*) Filosofi Grondslag
"Philosophische Grondslag" berasal dari bahasa Belanda yang berarti norma (lag), dasar
(grands), dan yang bersifat filsafat (philosophische). Selain itu, berasal juga dari bahasa
Jerman, yaitu "Weltanschauung" yang memiliki arti sebagai pandangan mendasar
(anshcauung), dengan dunia (welt). dalam perjalanannya, Pancasila dipaksa menjadi
ideologi dan bahkan agama. Sampai-sampai dimunculkan adanya "Salam Pancasila" dan
"Saya Pancasila" seakan-akan menandingi "Salam Islam" dan "Saya Muslim". Padahal
Pancasila bukan ideologi apalagi agama. Pancasila hanyalah "Philosophische Grondslag"
sebagaimana kemunculannya pertama kali dalam sidang BPUPKI.
Berusaha dan memaksakan Pancasila menjadi ideologi dan agama bukan saja merusak
Pancasila itu sendiri tapi juga membuat kekacauan dalam penyelenggaraan negara.
Bermunculan penafsir-penafsir tunggal terhadap Pancasila yang mengharuskan setiap
warga negara yang berbeda-beda ideologi dan agama mengikuti ideologi dan agama
dari penafsir tunggal terhadap Pancasila. Berakibat di dalam negara berdasarkan
Pancasila timbul segolongan pihak yang kuat menindas segolongan pihak yang lemah.
Kembali ke masa penjajahan. Bahkan lebih jauh lagi ke masa perbudakan.
*) Staat Fondamentale Norm (Pembukaan UUD 45-Pancasila)
Hans Nawiansky menyempurnakan teori yang dikembangkan oleh gurunya, Hans Kelsen. Hans
Kelsen mengembangkan teori Hirearki Norma Hukum (stufentheorie Kelsen) bahwa norma-
norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirearki tata susunan,
dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang
lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih
lanjut dan bersifat hipothesis dan fiktif, yaitu Norma Dasar (Grundnorm).
Hans Nawinsky mengembangkan teori tersebut dan membuat Tata Susunan Norma Hukum
Negara (die Stufenordnung der Rechtsnormen) dalam empat tingkatan:
Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara) atau Grundnorm (menurut teori Kelsen)
Staatsgrundgezets (Aturan Dasar/Pokok Negara)
Formell Gezets (UU Formal)
Verordnung & Autonome Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan Otonomi).
Menurut teori Kelsen-Nawiansky grundnorm atau staatsfundamentalnorm adalah sesuatu yang
abstrak, diasumsikan (presupposed), tidak tertulis; ia tidak ditetapkan (gesetz), tetapi
diasumsikan, tidak termasuk tatanan hukum positif, berada di luar namun menjadi dasar
keberlakuan tertinggi bagi tatanan hukum positif, sifatnya meta-juristic.
Pendapat Notonagoro
Seorang ahli hukum Indonesia, Notonagoro berpendapat lain. Teori Notonagoro agak berbeda
dengan teori Kelsen-Nawiasky. Notonagoro menyatakan bahwa Grundnorm bisa juga tertulis.
Pancasila mengandung norma yang digali dari bumi Nusantara, semula tidak tertulis tetapi
kemudian ditulis.
Bagan Penggalian Pancasila
Tidak terkecuali lembaga negara yaitu MPR mencanangkan empat pilar berbangsa yang
salah satunya adalah Pancasila. Memang ada perdebatan tentang istilah pilar tersebut,
karena selama ini dipahami bahwa Pancasila adalah dasar negara, namun semangat
untuk menumbuhkembangkan lagi Pancasila perlu disambut dengan baik.
Undang undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
yang belum lama disahkan, secara eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan
kurikulum nasional setiap perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah
Pancasila, Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa Indonesia. Menindaklanjuti undang
undang tersebut, Dikti juga menawarkan berbagai hibah pembelajaran untuk keempat
mata kuliah tersebut.
Dalam upaya merespon kondisi tersebut, pemerintah perlu mengantisipasi agar tidak
menuju kearah keadaan yang lebih memprihatinkan. Salah satu solusi yang dilakukan
oleh pemerintah, dalam menjaga nilai-nilai panutan dalam berbangsa dan bernegara
secara lebih efektif yaitu melalui bidang pendidikan. Oleh karena itu, tujuan pendidikan
pancasila yang akan diuraikan dalam artikel ini sasarannya adalah bagi para mahasiswa-
mahasiswi di perguruan tinggi.
1. Dasar Filosofis
Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia
dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme.
Kapitalisme berakar pada faham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan
hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham sosialisme atau
kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan
individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda. Faham
individualisme melahirkan negara -negara kapitalis yang mendewakan kebebasan
(liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas individu,
kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.
2. Dasar Sosiologis
Bangsa Indonesia yan g penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila
karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan
(materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam mas yarakat Ind onesia. Kenyataan
objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa
untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis
(peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis
seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama,
ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila
bisa diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali
ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka
nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali.
Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka
kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk
seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis m embutuhkan ideologi pemersatu
Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi
untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan
khususnya lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai
Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.
3. Dasar Yuridis
Pancasila telah menjadi norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang
berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis
Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima
Tertinggi Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/di tetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila -sila Pancasila yang
tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis
berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai
Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah,
kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat.
Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 1999, Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 tahun 1990 menetapkan status pendidikan
Pancasila dalam kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap
program studi dan bersifat nasional. Silabus pendidikan pancasila semenjak tahun 1983
sampai tahun 1999, telah banyak mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan yang berlaku dalam masyarakat, bangsa, dan negara yang
berlangsung cepat, serta kebutuhan untuk mengantisipasi tuntunan perkembangan ilmu
pengetahuan yang sangat pesat disertai dengan pola kehidupan mengglobal. Perubahan
dari silabus pancasila adalah dengan keluarnya keputusan Direktur Jendral Pendidikan
Tinggi, Nomor: 265/Dikti/Kep/2000 tentang penyempurnaan kurikulum inti mata kuliah
pengembangan kepribadian pendidikan pancasila pada perguruan tinggi Indonesia.
Dalam kepurusan ini dinyatakan, bahwa mata kuliah pendidikan pancasila yang
mencakup unsur filsafat pancasila, merupakan salah satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK) pada
susunan kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia mata kuliah pendidikan pancasila
adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada perguruan tinggi
untuk program diploma/politeknik dan program sarjana. Pendidikan pancasila dirancang
dengan maksud untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pancasila
sebagai filsafat atau tata nilai bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional dengan segala
implikasinya.