Ditulis Oleh:
Renata Tianggur Manurung (8111421474)
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi yang kini semakin canggih turut berperan dan berdampak pada kehidupan manusia
setiap harinya. Hampir seluruh aspek kehidupan saat ini membutuhkan kemutakhiran untuk
memudahkan segalanya. Proses rumit serta panjang kini bisa dengan instan dan cepat
dilakukan dengan bantuan teknologi. Faktanya teknologi diciptakan oleh manusia sendiri agar
dapat memudahkan segala bentuk aktivitas, akan tetapi jika tidak dimanfaatkan dengan baik
dan penggunaannya disalahgunakan dapat menjadi bumerang yang memberikan kerugian
dalam bentuk apa pun.
Salah satu dari sekian banyak penyalahgunaan teknologi ialah aksi kejahatan siber atau yang
lebih akrab dikenal sebagai Cyber Crime. Cyber Crime dapat dikatakan sebagai segala bentuk
tindakan kriminal yang dilakukan dengan menggunakan jaringan, komputer, dan benda-benda
digital. Mengingat betapa canggihnya teknologi digital sekarang ini, Cyber Crime tidak mudah
luput untuk dihindari bahkan dalam bebepa kasus sulit untuk diatasi. Tindakan kriminal ini
juga turut sering terjadi di Indonesia yang tentu saja terdapat sanksi pidana bagi setiap
pelakunya yang juga menjadi alasan mengapa penulis memilih topik ini. Kedepannya, akan
penulis jabarkan lebih luas mengenai penanganan atas segala bentuk-bentuk tindakan Cyber
Crime beserta setiap ketentuan dan sanksi yang mengaturnya.
1
Nadi Widya, “Kejahatan Cyber Dalam Perkembangan Teknologi Informasi Berbasis Komputer”, Jurnal Surya
Kencana Dua:Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, Vol.5 No.2, (Desember, 2018), 584
2
I Gusti Ayu Suanti dan I Gusti Bagus Suryawan, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peretasan Sebagai
Bentuk Kejahatan Mayantara”, Jurnal Konstruksi Hukum, Vol. 1 No.2, (Oktober, 2020), 336
2.3 Pengawasan Cyber Crime di Indonesia
Aturan dalam penanganan dan pengawasan Cyber Crime di Indonesia diatur sesuai Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata sesuai bentuk tindakannnya. Dalam kasus carding, hukumnya
tertera pada Pasal 362 KUHP, pada kasus penipuan terdapat pada Pasal 378 KUHP, penipuan atau
pemerasan lewat surat elektronik diatur pada Pasal 335, pencemaran nama baik seseorang dalam
Pasal 331, perjudian Pasal 303, pornografi pada Pasal 228, serta penyebaran foto dan/atau vidio
fulgar pada Pasal 282 dan 311 KUHP. Agar hukum tersebut bukan hanya menjadi formalitas
belaka, pemerintah perlu melakukan seluruh tindakan untuk bisa mencegah, mengatasi, dan
memberi edukasi kepada masyarakat dengan maksimal mengenai Cyber Crime. Segala bentuk
usaha yang dilakukan pun sebaiknya tetap memperhatikan nilai-nilai hidup dalam masyarakat agar
tidak brtentangan dengan norma maupun kepercayaan.3
Hadirnya hukum yang mengatur agar masyarakat Indonesia dapat tertib dalam menggunakan
teknologi belum terwujud dengan maksimal. Hal ini dapat terlihat dengan masih banyaknya
kendala baik dalam pencegahan maupun penanganan kasus cyber crime. Permasalahan bukan
hanya dari subjek, tetapi juga aturan yang dinilai sampai hari ini masih dapat dikatakan abstrak.
Kurangnya kualitas berupa skill dan ilmu para pihak berwajib atau berwenang juga menjadi faktor
mengapa cyber crime masih marak terjadi di Indonesia.
2.4 Metode Pencegahan dan Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dalam mengatasi Cyber Crime Melihat dari Negara Lain
Tindak kriminal cyber crime tentu saja tidak hanya menghantui negara Indonesia namun juga
banyak negara lain yang harus menghadapi bentuk kejahatan ini, terlebih lagi negara maju yang
kemampuan teknologinya lebih canggih dari pada kebanyakan negara berkembang. Segala bentuk
pengupayaan dalam mengatasi cyber crime pun dilakukan. Beberapa upaya tersebut bertujuan
untuk mencegah dan mengatasi tindakan ini. Harapannya Indonesia dapat dengan segera belajar
dan menerapkannya agar kasus cyber crime dapat diminimalisir.
Beberapa negara dengan sengaja membentuk unit pasukan khusus siber yang bertugas agar
dapat bertahan dari segala bentuk ancaman beserta sistem jaringannya. United States Cyber
Command (US CYBERCOM) dimiliki oleh Amerika Serikat, Unit 8200, sebuah unit khusus dalam
spesialisi siber milik Israel, dan Cyber Security Operations Centre (CSOC) milik Australia. Tidak
hanya pembentukan unit khusus, beberapa negara juga mengerahkan kemampuan mereka dengan
terus berinovasi dalam pembuatan teknologi-teknologi baru yang diharapkan mampu untuk
membantu penanganan segala bentuk tindak cyber crime. Hal ini juga tidak mampu direalisasikan
dengan maksimal tanpa adanya implementasi hukum yang ketat.
3
Yuwono Prianto, dkk, “Kendala Penegakan Hukum Terhadap Cyber Crime Pada Masa Pandemi Covid-19,” Jurnal
Pengabdian Masyarakat, (Oktober, 2021), 3-4
2.5 Peran-Peran Anak Muda Dalam Penanganan Cyber Crime
Penanganan cyber crime tidak hanya dapat diupayakan oleh orang dewasa namun para anak
yang usianya tergolong masih muda juga dapat berperan mengingat kita lah yang dapat dikatakan
paling melek dalam penggunaan teknologi serta berperan sebagai penerus generasi bangsa. Hal ini
dapat dimulai dengan beberapa upaya sederhana yang dekat dengan para anak dan remaja.
Memberikan pelatihan serta wadah di sekolah bagi anak-anak maupun remaja yang pintar dalam
pemakaian komputer untuk dapat memfilterisasi berbagai situs yang berpotensi merusak norma
mereka dapat dilakukan sebagai upaya preventif tindakan cyber crime. Jika pencegahan cyber
crime dilakukan dengan cara tidak memberikan ilmu serta kemampuan menggunakan komputer
sama sekali solusi ini akan menjadi kurang maksimal mengingat untuk dapat mengatasi suatu
masalah kita juga harus tahu atau bahkan mahir sehingga bisa menyelesaikan problematika yang
ada tersebut.4 Kerjasama antara orangtua serta pihak berwajib yakni guru serta aparat kepolisian
juga sangat berperan bagi generasi muda untuk dapat mencegah dan menangani segala bentuk
tindakan cyber crime. Bentuk realisasinya dapat berupa diadakannya seminar serta pelatihan
mengenai cyber crime.
4
Hery Firmansyah, dkk, “Penerapan Kebijakan Digital dalam Rangka Pencegahan Cyber Crime Ditinjau dari
Undang-Undang ITE”, (Desember, 2021), 4
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tindak kriminal dalam lingkup digital jenisnya dapat bermacam-macam yaitu unauthorized
acces computer system and service, illegal contents, data forgery, cyber sabotage and extortion,
cyber espionage, dan offense against intellectual property. Indonesia memiliki Undang-Undang
No.19 Tahun 2016 yang mengatur mengenai segala bentuk tindakan terkait penggunaan IT. Sanksi
dari setiap bentuk tindakan cyber crime dapat berupa denda hingga pidana penjara. Sanksi berupa
denda tepatnya tercantum pada Pasal 30 ayat satu sampai tiga, sedangkan kriteria sanksi berupa
hukuman penjara termuat dalam Pasal 46 ayat satu hingga tiga. Aturan dalam penanganan dan
pengawasan cyber crime di Indonesia diatur sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sesuai
bentuk tindakannnya. Kurangnya kualitas berupa skill dan ilmu para pihak berwajib atau
berwenang juga menjadi faktor mengapa cyber crime masih marak terjadi di Indonesia oleh karena
itu pembentukan unit khusus dan memperketat hukum seperti yang dilakukan beberapa negara
dapat dilakukan untuk menangani cyber crime. Generasi muda juga dapat berperan dengan terus
meng upgrade ilmu maupun kemampuan akan teknologi.
3.2 Saran
Cyber crime mamang bukan tindakan yang mudah untuk dicegah maupun diatasi. Walaupun
begitu, dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, problematika ini dapat
diupayakan pencegahannya dengan cara pengembangan ilmu pengetahuan, skill, kemampuan
teknologi, dan diperketatnya hukum serta seluruh sanksi bagi pelaku yang ada.
Daftar Pustaka
Widya, Nadi. (2018). Kejahatan Cyber Dalam Perkembangan Teknologi Informasi Berbasis
Komputer. Jurnal Surya Kencana Dua:Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan. 5(2):584
Suanti, Ayu. (2020). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peretasan Sebagai Bentuk
Kejahatan Mayantara. Jurnal Kontruksi Hukum. 1(2):336
Prianto dkk. (2021). Kendala Penegakan Hukum Terhadap Cyber Crime Pada Masa Pandemi
Covid-19. 3-4
Firmansyah dkk. (2021). Penerapan Kebijakan Digital dalam Rangka Pencegahan Cyber Crime
Ditinjau dari Undang-Undang ITE. 4