Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ILLEGAL CONTENT

http://fitridanmegablog.blogspot.com/2020/06/makalah-illegal-
content.html

Diajukan untuk memenuhi tugas Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi
Diploma Tiga (D.III)

Disusun oleh:

Falentina lidya mega (11170905)


Fitriani (11170444)

Program Studi Sistem Informasi Akuntansi


Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Bina Sarana Infomatika Pontianak
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala

rahmat dan segala rahim bagi kita semua,hingga akhirnya kami dapat menyelesaikan

makalah tentang “Illegal Content” pada mata kuliah elearning Etika Profesi

Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai syarat nilai Tugas Makalah Semester 6

UBSI Pontianak 2020.

Tujuan penulisan ini dibuat yaitu ntuk mendapatkan nilai Tugas Makalah

Semester 6 mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi. Penulis

menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari semua pihak, maka peulisan

tugas akhir ini tidak akan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini, izinkanlah

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Bina Sarana Informatika Pontianak.

2. Ketua Program Studi Sistem Informasi Akuntansi BSI Pontianak.

3. Riski annisa, M.kom selaku Dosen Matakuliah Etika Profesi Teknologi

Informasi dan Komunikasi

4. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan moral maupun spiritual

5. Rekan – rekan mahasiswa kelas SIA-6A

Kami dari tim penulis menyadari keterbatasan kemampuan dalam menyusun

makalah kami. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami

butuhkan. Kami harap semoga makalah ini dapat bermanfaat.

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... ii

Daftar Isi .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1

1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................226

2.1. Pegertian Cybercrime .......................................................... 2

2.2. Pengertian Cyberlaw ..................................................................... 330

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................. 5 xx

3.1. Illegal Content ............................................................................... 5

3.2. Contoh kasus Cybercrime /Illegal Content ..................................... 6

3.3. Pelaku dan Peristiwa dalam kasus Illegal Content.......................... 10

BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 12

4.1. Kesimpulan ................................................................................... 12

4.2. Saran ............................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi-komputer saat ini sudah mencapai pada


tahap di mana ukurannya semakin kecil, kecepatannya semakin tinggi, namun
harganya semakin murah dibandingkan dengan kemampuan kerjanya. Hal ini
yang menyebabkan kebutuhan akan teknologi jaringan komputer semakin
meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula
kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat
pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui
jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. (Abidin,
2015)

Adapun disamping banyak sekali manfaat dari perkembangan teknologi

komputer tidak menutup kemungkinan banyak menyebabkan munculnya kejahatan

yang disebut dengan Illegal Content Merupakan kejahatan dengan memasukkan data

atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat

dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Masalah kejahatan

maya dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian semua pihak secara seksama pada

perkembangan teknologi informasi masa depan, karena kejahatan ini termasuk salah

satu extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) bahkan dirasakan pula sebagai

serious crime (kejahatan serius) dan transnational crime (kejahatan antar negara)

yang selalu mengancam kehidupan warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat.

Tindak pidana atau kejahatan ini adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan

moderen dari masyarakat informasi akibat kemajuan pesat teknologi dengan

meningkatnya peristiwa kejahatan komputer, pornografi, terorisme digital, “perang”

informasi sampah, bias informasi, hacker, cracker dan sebagainya.

1
2

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Cybercrime

Menurut Budi Raharjo didalam (Antoni, 2018) “Cyber-crime didefinisikan

sebagai perbuatan yang melanggar hukum dengan memanfaatkan teknologi komputer

yang memiliki basis pada kecanggihan teknologi internet”.

Menurut Arief didalam (Pratama, 2013)“Cybercrime meliputi semua tindak

pidana yang berkenaan dengan informasi, dan sistem informasi itu sendiri, serta

sistem kmunikasi yang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaran informasi

pada pihak lainnya”.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Andi Hamzah didalam (Marita, 2015)

yang mengartikan “cyber-crime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum

dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.

Sedangkan menurut Eoghan Casey didalam (Antoni, 2018)“Cybercrime is

used throughout this text to refer to any crime that involves computer and networks,

including crimes that do not rely heavily on computer”

Pada dasarnya Cybercrime meliputi semua tindak pidana yang berkenaan dengan

informasi, sistem informasi itu sendiri, serta sistem komunikasi yang merupakan

sarana untuk penyampaian atau pertukaran informasi itu kepada pihak lainnya.

(Marita, 2015)

Jenis-jenis kejahatan yang termasuk kedalam cybecrime adalah :

1. Cyber terorism

National Police Agency of Japan (NPA) mendefinisikan Cyber terorism sebagai

electronic attacks through computer networkings againstcritical infrastruckctures

that have potential critical effects and economic activities of that nation.
3

2. Cyber-pornography

Penyebar luasan obscene materials termasuk pornography, indecent exposure dan

child pornography.

3. Cyber-harrassment

Pelecehan seksual melalui email, websites atau chat program

4. Cyber-stalking crimes of stalking melalui penggunaan komputer dan internet.

5. Hacking

Penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan

hukum.

6. Carding(credit card fraud)

Melibatkan berbagai macam aktifitas yang melibatkan kartu kredit. Terjadi ketika

seseorang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu kredit tersebut

melawan hukum.

2.2 Pengertian Cyberlaw

Dimana ada kejahatan maka disitulah hukum berpijak, setiap kejahatan harus
ada hukuman yang diberikan. Kejahatan selalu dikaitkan dengan hukuman
yang akan dijatuhkan terhadap kejahatan yang dilakukan, jika dari awal
membahas tentang hukum maka pembahasan selanjutnya adalah tentang
hukum yang diberlakukan terhadap kejahatan dunia maya. (Marita, 2015)

Menurut Sitompul didalam (Pratama, 2013) Cyberlaw merupakan hukum


yang biasanya digunakan pada dunia maya (cyber) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Atau cyberlaw dapat diartikan dengan suatu
aspek hukum yang batasan ruang lingkupnya hanya terdapat pada setiap
aspek yang berhubungan dengan suatu kelompok atau perorangan atau subjek
hukum lain yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi jaringan internet
yang dapat dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber.

Sebelum adanya undang-undang ITE tahun 2008 yang merupakan satu-


satunya udang-undang yang ada di Indonesia untuk menanggulangin masalah
cyber crime maka selama ini Indonesia menggunakan KUHP (Kitab Undang-
undang Hukum Pidana) didalam mengatasi masalah cyber crime yang terjadi.
Tetapi saat ini, sejak dari tahun 2008 setelah disyahkannya undang-undang
ITE tahun 2008 maka hukum di Indonesia mulai memberlakukan penggunaan
undang-undang tersebut disetiap terjadi kejahatan dunia maya. (Marita, 2015)
4

Rangkuman dari muatan UU ITE adalah sebagai berikut:

Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan

konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework

Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)

Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP

UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang

berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hokum

di Indonesia

Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual

Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):

-Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)

-Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)

-Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)

-Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)

-Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)

-Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)

-Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))

-Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))


5

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Illegal Contents

Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet

tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar

hukum atau mengganggu ketertiban umum.

Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan

menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan

dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara,

agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.

Illegal content menurut pengertian diatas dapat disederhanakan pengertiannya

menjadi : kegiatan menyebarkan (mengunggah,menulis) hal yang salah atau dilarang

dan dapat merugikan orang lain.

Yang menarik dari Hukuman atau sangsi untuk beberapa kasus seseorang

yang terlibat dalam ‘Illegal content’ ini ialah hanya penyebar atau yang melakukan

proses unggah saja yang mendapat sangsi sedangkan yang mengunduh tidak

mendapat hukuman apa apa selain hukuman moral dan perasaan bersalah setelah

mengunduh file yang tidak baik.

Contoh Kasus Belakangan ini marak sekali terjadi pemalsuan gambar yang

dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan cara mengubah

gambar seseorang (biasanya artis atau public figure lainnya) dengan gambar yang

tidak senonoh menggunakan aplikasi komputer seperti photoshop. Kemudian gambar

ini dipublikasikan lewat internet dan ditambahkan sedikit berita palsu berkenaan

dengan gambar tersebut. Hal ini sangat merugikan pihak yang menjadi korban karena
6

dapat merusak image seseorang. Dan dari banyak kasus yang terjadi, para pelaku

kejahatan ini susah dilacak sehingga proses hukum tidak dapat berjalan dengan baik.

Akhir-akhir ini juga sering terjadi penyebaran hal-hal yang tidak teruji

kebenaran akan faktanya yang tersebar bebas di internet, baik itu dalam bentuk

foto,video maupun berita-berita. Dalam hal ini tentu saja mendatangkan kerugian

bagi pihak yang menjadi korban dalam pemberitaan yang tidak benar tersebut,

seperti kita ketahui pasti pemberitaan yang di beredar merupakan berita yang sifatnya

negative.

Biasanya peristiwa seperti ini banyak terjadi pada kalangan selebritis, baik itu

dalam bentuk foto maupun video. Seperti yang dialami baru-baru ini tersebar foto-

foto mesra di kalangan selebritis, banyak dari mereka yang menjadi korban dan

menanggapinya dengan santai karena mereka tidak pernah merasa berfoto seperti itu.

Ada juga dari mereka yang mengaku itu memang koleksi pribadinya namun mereka

bukanlah orang yang mengunggah foto-foto atau video tersebut ke internet, mereka

mengatakan ada tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab melakukan perbuatan

tersebut. Ada juga yang mengaku bahwa memang ponsel atau laptop pribadi mereka

yang didalamnya ada foto-foto atau video milik pribadi hilang, lalu tak lama

kemudian foto-foto atu video tersebut muncul di internet.

3.2. Contoh Kasus Cybercrime /Illegal Content

 Pornografi

majalah.tempo, Pada tahun 2010, Jagat maya dibuat heboh oleh beredarnya

video hot dengan sosok pria di dalamnya yang mirip Ariel. Didalam video

berdurasi dua dan enam menit itu, sang pria melakukan adegan suami-istri

dengan seseorang wanita yang wajah dan lekuk tubuhnya persis seperti Luna
7

Maya, artis yang hapir setiap pagi muncul memandu acara musik Dahsyat di

RCTI.

Hanya berjalan empat hari, kegemparan kembali terjadi dengan munculnya

video “syur” yang lagi-lagi “pemain” prianya mirip Ariel. Kali ini pasangannya

Bukan “Luna”, melainkan seseorang wanita yang raut wajahnya seperti ut Tari

Aminah Anasya, 32 tahun, artis dan host acara infortainmen Insert TV.

Dengan cepat video ini berbiak dari milis atau telepon seluler ke telepon seluler.

Sejumlah pihak dari Komisi Penyiaran sampai Kementerian Komunikasi dan

Informatika,sibuk mempersoalkan prosedur video mesum itu. Para guru

mendapat kesibukan tambahan karena harus merazia telepon seluler para siswa.

Komisi Penyiaran mengirimkan surat Peringata ke sejumlah stasiun televisi atas

penayangan potongan adegan mesum di layar televisi. Sejumlah kelompok

masyarakat mendesak kepolisian segera turun tangan. Dan memang, sejak pekan

lalu, polisi dan rim Kementerian Komunikasi dan Informatika sibuk melacak

jejaring internet untuk mengendus dan melacak penyebaran rekaman mesum ini.

Polisi telah memanggil sejumlah nama yang disangka terlibat dalam video

mesum tersebut. Jumat pekan lalu, Kepala Pusat Informasi dan Humas

Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S. Dewa menyatakan timnya

berhasil mengendus alamat Internet Protocol penguggah video cabul itu.

Sejumlah pihak sepakat menunjuk penguggah pertamalah yang harus diburu.

Namun tak sedikit pula yang mengatakan pembuat dan pelaku video mesum itu

harus dijerat hukum.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah in Syamsudin, misalnya,

meminta selain pelaku dan penyebarnya dikenai sanksi, para pembuatnya


8

dimintai pertanggungjawaban. “Video tersebut, apakah dibuat karena iseng atau

untuk kepuasan diri sendiri ,tak bisa dibenarkan,” Katanya pekan lalu.

Ottpt Corneliss Kaligis, yang menjadi pengacara Ariel dan Luna, menyebut

kliennya hanyalah korban. Namun Kaligis menolak menjelaskan lebih jauh

pernyataanya itu. Ia menyebutkan telah ada kesepakatan dengan kliennya untuk

tidak berkomentar kepada media soal kasus mereka. “Sekali komentarnya, kuasa

saya bisa dicabut.” Katanya.

Menurut Brigjen Zaenuri, Polisi terutama akan memburu mereka yang

menyebarluaskan video tersebut. Kendati demikian. Ujarnya, ini bukan berarti

pembuat dan pelaku adegan itu akan lolos begitu saja. “Kepada mereka, bisa

dikenakan Undang-Undang Pornografi.”

Dalam kasus ini, ujar Zaenuri, polisi akan menggunakan pasal berlapis, dari

Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 282

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sampai Pasal 4 Undang- Undang

Pornografi, yang ancaman hukumannya hingga 12 tahun penjara.

Mengacu pada Undang-Undang Pornografi, Pelaku dan pembuat video porno,

pelaku dan pembuat video pornografi memang bisa diancam hukuman pidana.

Menurut Zaenuri, pembuatnya pastilah memiliki motif sehingga merekam

adegan seperti itu mereka, ujar Zaenuri, tentu menyadari dampak perbuatan

tersebut, yakni rekaman seperti itu bisa membangkitkan berrahi bagi yang

melihatnya.

Meski motifnya untuk dokumentasi pribadi pun, kata Zaenuri, itu tak lantas

membuat mereka tidak dihukum. “Disini bias dipakai unsur kelalaian, sehingga

barang tersebut terpublikasi,” katanya. Karena itulah polisi akan memeriksa

bagaimana cara pemiliknya menyiapkan rekaman tersebut. Menurut Zaenuri,


9

pelaku dalam adehgan tersebut bisa dijerat karena dianggap melakukan

pembiaran atau tidak menolak saat direkam. “karna itu, ini akan dilihat dari sisi

motifnya, apakah misanyan demi uang atau motif lainnya.”

Ahli hukum perdana dari Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Mudzakir,

menyebutkan pembuat dan pelaku rekaman video mesum seperti itu memang

berpeluang dihukum. Ini, ujarnya, bisa dilihat dari bagaimana mereka

menyiapkan baran bersifat pornografi itu: apakah menyiapkan ditempat aman,

yang tidak mudah diakses, digandakan, atau cokopi pihak lain, atau tidak. Jika

disimpan di labtop, pendapat saya, labtop itu bukan alat penyimpanan yang

baik,” kata Mudzakir.

Peinsipnya menurut dosen yang pernah menjadi saksi ahli dalam pengajuan

Undang-Undang Pornografi di Mahkamah Konstitusi itu, bedasarkan Undang-

Undang Pornografi setiap orang dilarang menyimpan barang yang bersifat

Pornografi. Menurut dia sejak disahkannya Undang-Undang tersebut, seseorang

harus “bersih” dari tindakan menyimpan benda yang bersifat pornografi,

sehingga, andaipun seseorang beralasan membuat dan menyimpan untuk

keperluan sendiri, yang perlu diuju disini adalah apakah dia telah menyimpan

ditempat semestinya dan hanya bisa diakses dirinya atau tiadk.

Kendati demikian, Mudzakir setuju bahwa yang terutama dikejar penak hukum

adalah mereka yang mempublikasikan rekaman tersebut. “Polisi harus

menemukan siapa yang pertama kali mempublikasikannya ke Internet .”

ujarnya. Kalau kemudia ternyata yang mempublikasikannya pelaku sendiri, ujar

Mudzahir, dia harus bertanggung jawab, baik terhadap pelanggaran pornografi

maupun pulikasinya.
10

3.3. Pelaku dan Peristiwa dalam kasus Illegal Content

Pelaku: pelaku yang menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik yang bermuatan illegal content dapat perseorangan atau badan hukum,

sesuai isi Pasal 1 angka 21 UU ITE bahwa “Orang adalah orang perseorangan, baik

warga negara Indonesia, warga Negara asing, maupun badan hukum”. Keberadaan

Badan Hukum diperjelas kembali dalam Pasal 52 ayat (4) UU ITE bahwa Korporasi

yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 37

UU ITE, termasuk menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

yang bermuatan illegal content dikenakan pemberatan pidana pokok ditambah dua

pertiga.

Peristiwa: perbuatan penyebaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

seperti dalam Pasal 27 sampai Pasal 29 harus memenuhi unsur:

1. Illegal Contentseperti penghinaan, pencemaran nama baik, pelanggaran

kesusilaan, berita bohong, perjudian, pemerasan, pengancaman, menimbulkan

rasa kebencian atau permusuhan individu, ancaman kekerasan atau menakut-

nakuti secara pribadi

2. Dengan sengaja dan tanpa hak, yakni dimaksudkan bahwa pelaku mengetahui

dan menghendaki secara sadar tindakannya itu dilakukan tanpa hak. Pelaku

secara sadar mengetahui dan menghendaki bahwa perbuatan “mendistribusikan”

dan/atau “mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diaksesnya informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik” adalah memiliki muatan melanggar

kesusilaan. Dan tindakannya tersebut dilakukannya tidak legitimate interest.

Perbuatan pelaku berkaitan illegal content dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Penyebaran informasi elektronik yang bermuatan illegal content

2. Membuat dapat diakses informasi elektronik yang bermuatan illegal content


11

3. Memfasilitasi perbuatan penyebaran informasi elektronik, membuat dapat

diaksesnya informasi elektronik yang bermuatan illegal content (berkaitan

dengan pasal 34 UU ITE).

Solusi pencegahan cybercrime illegal content:

 Tidak memasang gambar yang dapat memancing orang lain untuk merekayasa

gambar tersebut sesuka hatinya

 Memproteksi gambar atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat

memungkinkan orang lain mengakses secara leluasa.

 Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang

diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan

tersebut

 Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar

internasional

 Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparat penegak hukum mengenai

upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang

berhubungan dengan cybercrime

 Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta

pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi

 Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun

multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian

ekstradisi dan mutual assistance treaties yang menempatkan tindak pidana di

bidang telekomunikasi, khususnya internet, sebagai prioritas utama.


12

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan

teknologi computer khusunya internet. Salah satu nya yaitu Illegal Content.

Illegal Content Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau

informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat

dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.Dimana ada

kejahatan tentu saja harus ada ganjaran terhadap kejahatan yang dilakukan tersebut,

karenanya muncullah cyber law, yaitu hukum yang diberlakukan kepada siapa saja

yang telah melakukan kejahatan cyber crime.

Kasus yang marak terjadi di indonesia mengenai illegal Content, adalah kasus

pornografi sedang dibicarakan banyak orang, salah satunya kasus video porno Ariel

“PeterPan” dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet

oleh seorang yang berinisial ‘RJ’.

Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada

perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan

penyerangan tersebut.kasus ini telah melanggar UU ITE pasal 27 ayat 1 dan pasal 45

ayat 1.

4.2 Saran

Perlu juga disadari bahwa pengetahuan yang didapatkan diinternet haruslah

disikapi dengan kebijakan akan isi dari pengetahuan tersebut digunakan untuk

kepentingan apa, seharusnya pengetahuan yang didapatkan tersebut memiliki

kegunaan yang ditujukan untuk pengembangan kebaikan bukan untuk keburukan.


13

Berkaitan dengan Illegal Content untuk itu diperlukan upaya pencegahan antara lain:

 Tidak memasang gambar yang dapat memancing orang lain untuk merekayasa

gambar tersebut sesuka hatinya

 Memproteksi gambar atau foto pribadi dengan sistem yang tidak dapat

memungkinkan orang lain mengakses secara leluasa.

 Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparat penegak hukum mengenai

upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang

berhubungan dengan cybercrime

 Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta

pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi


14

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, D. Z. (2015). Kejahatan dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jurnal

Ilmiah Media Processor, 10(2), 509–516. http://ejournal.stikom-

db.ac.id/index.php/processor/article/view/107/105

Antoni, A. (2018). Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime) Dalam Simak Online.

Nurani: Jurnal Kajian Syari’ah Dan Masyarakat, 17(2), 261–274.

https://doi.org/10.19109/nurani.v17i2.1192

Marita, L. S. (2015). CYBER CRIME DAN PENERAPAN CYBER LAW DALAM

PEMBERANTASAN CYBER LAW DI INDONESIA. Jurnal Humaniora,

3(2), 54–67. http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf

Pratama, E. A. (2013). Optimalisasi Cyberlaw Untuk Penanganan Cybercrime Pada

E-. Jurnal Bianglala Informatika, I(1), 1–10.

Anda mungkin juga menyukai