Disusun oleh
Nim : 6662220224
Tahun 2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hak Politik Warga Negara. Tepat
pada waktu yang telah ditentukan, makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas ujian
tengah semester mata kuliah Penulisan Akademik.
Terima kasih kepada bapak Dr. Idi Dimyati, M.I.Kom. selaku dosen mata kuliah
penulisan akademik, terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
ABSTRAK......................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................8
2.1 DEFINISI..................................................................................................9
BAB III.........................................................................................................20
3.1 KESIMPULAN.......................................................................................20
3.2 SARAN...................................................................................................22
Hak politik adalah hak yang dimiliki setiap orang yang diberikan hukum untuk
meraih, merebut kekuasaan, kedudukan dan kekayaan yang berguna bagi dirinya. Penyaluran
hak politik tersebut diantaranya diwujudkan melalui pemilihan umum (Pemilu). Pemilihan
umum merupakan suatu sarana untuk menyalurkan hak politik warga negara, dipilih dan
memilih, ikut dalam organisasi politik, maupun mengikuti langsung kegiatan kampanye
pemilu.
Kata kunci : Hak, Politik dan Warga Negara
BAB 1
PENDAHULUAN
Bahkan hingga sekarang pun, dimana Indonesia adalah negara demokrasi merupakan
sebuah pernyataan ideologis dan faktual yang tidak dapat lagi ditolak. Keniscayaan sebagai
sebuah negara demokrasi terlihat dari diberlakukannya pemlihan umum (pemilu) dalam
setiap lima tahun, mulai dari tingkat kabupaten dan kota sampai tingkat pusat. Pemilu
tersebut dapat berupa pileg (pemilihan legislatif), pilgub (pemilihan gubernur), pilpres
(pemilihan presiden) dan sebagainya. Selain itu, keberadaan lembaga Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan lembaga Kepresidenan dengan
dilengkapi kementerian-kementerian semakin mempertegas kenyataan bahwa Indonesia
adalah negara demokrasi. Walaupun itu semua dalam standar minimal atau prosedural
sebagai negara demokrasi.
Namun disisi yang lain ketika praktek demokrasi sudah dilaksanakan acap kali tetap
saja dijumpai kekecewaan-kekecewaan sebagian masyarakat yang tidak puas terhadap
pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut. Contoh yang paling faktual
adalah kekisruhan tentang banyaknya warga negara yang hilang hak memilihnya karena tidak
terdaftar didalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dalam konstelasi demikian, kemudian
mengkonklusikan kekecewaan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilihan secara lansung
sebagai sebuah persengketaan yang memerlukan kepastian hukum. Sehingga payung hukum
yang menjamin semua persengketaan dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil
presiden yang dilaksanakan secara langsung bisa diselesaikan dengan sebaik dan seadil
mungkin menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi.
Meskipun pemilihan umum merupakan sarana berdemokrasi bagi warga negara dan
merupakan hak warga negara yang dijamin oleh konsitusi, yaitu hak atas kesempatan yang
sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yang berbunyi
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”, dan “Setiap
orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum” serta prinsip persamaan kesempatan (equal
opportunity principle). Namun pelaksanaannya lagi-lagi masih menyisakan banyak celah
dalam pemenuhan hak untuk memilih warga negara.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini sekaligus menjadi
batasan masalah agar fokus adalah:
1. Apakah semua konstitusi negara republik mengakui adanya hak memilih sebagai
bagian dari hak politik warga negaranya?
2. Apa-apa saja yang menjadi syarat hak memilih warga negara yang disebutkan
dalam konstitusi negara republik yang diperbandingkan?
1.3 TUJUAN
1. Bagi Penulis Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam
mata kuliah penulisan akademik. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga
diharapkan bisa digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa,
baik dalam lingkup Universitas Negeri Sultan Ageng Titayasa maupun di civitas
akademika yang lain.
2. Bagi Pembaca Makalah ini dimaksudkan untuk membahas hak-hak politik masyarakat
Indonesia yang dijamin oleh UUD Para pembaca yang dominan dari kawula
mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas,
sehingga kedepannya tercipta Sdm. Yang unggul.
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kekuasaan untuk berbuat
sesuatu, sementara konstitusional diartikan dengan hal yang diatur dalam konstitusi sebuah
negara. Hak konstitusional berarti dapat dimaknai sebagai kekuasaan yang diatur melalui
konstitusi suatu negara.
Dalam sebuah Negara Hukum, hukumlah yang berdaulat. Negara dipandang sebagai
subjek hukum, dan apabila negara melakukan kesalahan, maka ia dapat dituntut di muka
pengadilan sebagaimana halnya sengan subjek hukum lainnya. Indonesia dengan latar
belakang sebagai negara jajahan Belanda sedikit banyak telah mengarahkan Indonesia
menganut tipe Negara Hukum Eropa Kontinental meskipun juga mengambil unsur-unsur
yang dinilai sesuai dari tipe Negara Hukum Anglo Saxon, sehingga memuncukan variasi-
variasi baru dari pengertian Negara Hukum
2.1 DEFINISI
Negara Republik
Konsep republik telah digunakan sejak berabad lamanya dengan republik yang paling
terkenal yaitu Republik Roma, yang bertahan dari 509 SM hingga 44 SM. Di dalam Republik
tersebut, prinsip-prinsip seperti anualiti (memegang pemerintah selama satu tahun saja)
dan collegiality (dua orang memegang jabatan ketua negara) telah dipraktekkan.
Dalam zaman moderen ini, kepala negara sebuah negara republik biasanya seorang
saja, yaitu Presiden, tetapi ada juga beberapa pengecualian misalnya di Swiss, terdapat
majelis tujuh pemimpin yang merangkap sebagai kepala negara, dipanggil Bundesrat, dan di
San Marino, jabatan kepala negara dipegang oleh dua orang.
Hak Politik Warga Negara merupakan bagian dari hak-hak yang dimiliki oleh warga
negara dimana asas kenegaraannya menganut asas demokrasi. Lebih luas hak politik itu
merupakan bagian dari hak turut serta dalam pemerintahan. Hak turut serta dalam
pemerintahan dapat dikatakan sebagai bagian yang amat penting dari demokrasi. Hak ini
bahkan dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari demokrasi, sehingga jika hak ini tidak
ada dalam suatu negara, maka negara tersebut tidak semestinya mengakui diri sebagai negara
demokratis. Negara-negara yang menganut demokrasi, pada umumnya mengakomodir hak
politik warga negaranya dalam suatu penyelenggaraan pemilihan umum, baik itu bersifat
langsung maupun tidak langsung.
Jenis kedua yaitu kategori derogable, yaitu hak-hak yang boleh dikurangi/ dibatasi
pemenuhannya oleh negara pihak. Hak dan kebebasan yang termasuk dalam jenis ini meliputi
(i) hak atas kebebasan berkumpul secara damai; (ii) hak atas kebebasan berserikat, termasuk
membentuk dan menjadi anggota buruh; dan (iii) hak atas kebebasan menyatakan pendapat/
berekspresi; termasuk kebebasan mencari, menerima, dan memberi informasi dengan segala
macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan/ tulisan).
Adapun keseluruhan penggunaan hak politik sipil dibedakan atas dua kelompok:
Pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dapat dilepaskan dari pemilihan umum karena
pemilihan umum merupakan konsekuensi logis dianutnya prinsip kedaulatan rakyat
(demokrasi) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip dasar kehidupan kenegaraan
yang demokratis adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik. Di
Indonesia, pemilihan umum merupakan penafsiran normatif dari UUD 1945 agar pencapaian
masyarakat demokratis mungkin tercipta. Masyarakat demokratis ini merupakan penafsiran
dari pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dalam hal ini kedaulatan rakyat hanya mungkin berjalan
secara optimal apabila masyarakatnya mempunyai kecenderungan kuat ke arah budaya politik
partisipan.
Partisipasi politik merupakan inti dari demokrasi. Demokratis tidaknya suatu sistem
politik, ditentukan oleh ada-tidaknya atau tinggi-rendahnya tingkat partisipasi politik
warganya. Standar minimal demokrasi biasanya adalah adanya pemilu reguler yang bebas
untuk menjamin terjadinya rotasi pemegang kendali negara tanpa adanya penyingkiran
terhadap suatu kelompok politik manapun, adanya partisipasi aktif dari warga negara dalam
pemilu itu dan dalam proses penentuan kebijakan, terjaminnya pelaksanaan hak asasi
manusia yang memberikan kebebasan bagi para warga negara untuk mengorganisasi diri
dalam organisasi sipil yang bebas atau dalam partai politik, dan mengekspresikan pendapat
dalam forum-forum publik maupun media massa.
Dalam pemilihan umum diakui adanya hak pilih secara universal (universal suffrage).
Hak pilih ini merupakan salah satu prasyarat fundamental bagi negara yang menganut
demokrasi konstitusional modern. Dieter Nohlen berpendapat bahwa:
“The right to vote, along with freedom of expression, assembly, association, and press, is one
of the fundamental requirements of modern constitutional democracy”.
Hak pilih warga negara mendapatkan jaminan dalam berbagai instrumen hukum.
Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menentukan bahwa:
(1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik dengan
langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas;
(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan
pemerintahan negerinya;
(3) Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kemauan ini harus
dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak
pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia
ataupun menurut cara-cara lain yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara”.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa “segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menentukan
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kemudian, Pasal 28D ayat (3)
menentukan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.”
Pada tingkat undang-undang, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur
hak pilih dalam Pasal 43 yang menentukan bahwa:
“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
“Setiap warga negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa pembedaan apapun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak beralasan:
a) ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui wakil-
wakil yang dipilih secara bebas;
b) memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur, dan dengan hak pilih yang
universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk
menjamin kebebasan dalam menyatakan kemauan dari para pemilih;
Hak pilih juga diatur dalam Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A (1), Pasal 19 Ayat (1), dan Pasal 22C
(1) UUD 1945. Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukkan adanya jaminan yuridis yang
melekat bagi setiap warga negara Indonesia untuk dapat melaksanakan hak pilihnya.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan
yang mengatur mengenai pemilihan umum sudah seharusnya membuka ruang yang seluas-
luasnya bagi setiap warga negara untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan
umum.
Konstitusi
“Konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata pertama
berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau pranata
(masyarakat).Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari segala peraturan
mengenai suatu Negara.Pada umumnya langkah awal untuk mempelajari hukum tata negara
dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara bersangkutan.Mempelajari konstitusi berarti
juga mempelajari hukum tata negara dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut
juga dengan constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang
sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law didasarkan atas
alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.
1) K. C. Wheare
Pengertian konstitusi menurut para ahli, kali ini menurut Herman Heller adalah
konstitusi mempunyai arti luas daripada undang-undang.Konstitusi tidak hanya bersifat
yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
3) Lasalle
L.j Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak
tertulis.
5) Koernimanto Soetopawiro
6) Carl Schmitt
a) konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan semua organisasi yang
ada di dalam negara.
d) konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di dalam negara.
2. konstitusi dalam arti relatif dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntutan
dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah
konstitusi dalam arti formil (konstitrusi dapat berupa tertulis) dan konstitusi dalam arti
materiil (konstitusi yang dilihat dari segi isinya)
3. konstitusi dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi
sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.
4. konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi
serta perlindungannya.
7) E.C.S. Wade
Menurut E.C.S. Wade, konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-
tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara
kerja badan-badan tersebut.
8) Sovernin Lohman
Sovernin Lohman mengatakan makna konstitusi di dalamnya terdapat tiga unsur yang
sangat menonjol; (1) Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat
(kontrak sosial). Artinya, konstitusi merupakan hasil kerja dari kesepakatan masyarakat untuk
membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka. (2) Konstitusi sebagai
piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara sekaligus menentukan
batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya. (3) Konstitusi
sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan.Berdasarkan pengertian
tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa konstitusi atau undang-undang dasar adalah suatu
kerangka kerja suatu negara yang menjelaskan tujuan pemerintahan negara tersebut
diorganisir dan dijalankan.
9) James Bryce
Miriam Budiarjo, konstitusi memuat tentang: organisasi negara, hak asasi manusia,
prosedur penyelesaian masalah pelanggaran hukum, dan cara perubahan konstitusi.
G.J. Wolhoff, konstitusi adalah undang-undang dasar tertinggi dalam negara yang
memuat dasar-dasar seluruh sistem hukum dalam negara itu.
13) EC Wade,
Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut dan
menamakan undang-undang dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan.
Konstitusi dalam ilmu hukum sering menggunakan beberapa istilah dengan arti yang
sama. Sebaliknya ada kalanya untuk arti yang berbeda digunakan istilah yang sama. Selain
konstitusi dikenal atau digunakan juga beberapa istilah lain seperti Undang-Undang Dasar
dan Hukum Dasar. Menurut Rukmana Amanwinata, istilah “konstitusi” dalam bahasa
Indonesia berpadanan dengan kata “constitution” (bahasa Inggris), “constitutie” (bahasa
Belanda), ”constitutionel” (bahasa Perancis), “verfassung” (bahasa Jerman), “constitutio”
(bahasa Latin), “fundamental laws” (Amerika Serikat).
K.C. Wheare menjelaskan istilah konstitusi, secara garis besarnya dapat dibedakan
dalam dua pengertian yakni, pertama, istilah konstitusi dipergunakan untuk menunjukkan
kepada seluruh aturan mengenai sistem ketatanegaraan. Kedua, istilah konstitusi menunjuk
kepada suatu dokumen atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-
ketentuan tertentu yang bersifat pokok atau dasar saja mengenai ketatanegaraan suatu negara.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat
fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama“Negara”.Karena sifatnya
yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah.
Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-
ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
Materi muatan konstitusi biasanya dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni, adanya
pengaturan tentang perlindungan Hak Asasi Manusia dan Warga Negara, adanya pengaturan
tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar, dan adanya pembatasan dan
pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang mendasar. Sementara itu Bagir Manan dan
Kuntana Magnar berpendapat bahwa lazimnya suatu Undang-Undang Dasar hanya berisi:
a. Dasar-dasar mengenai jaminan terhadap hak-hak dan kewajiban penduduk atau warga
negara.
d. Hal-hal yang menyangkut identitas negara, seperti bendera dan bahasa nasional.
Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Warga Negara. Hak Asasi Manusia dalam
ketentuan umum Undang-Undang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhuk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan diindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sebagaimana kita ketahui, di
samping hak asasi tentu ada kewajiban asasi, yang dalam hidup bermasyarakat semestinya
pemenuhan kewajiban itu terlebih dahulu dilaksanakan. Menurut sejarah dikatakan bahwa
asal mula Hak Asasi Manusia ialah dari Eropa Barat yaitu Inggris.
Pada tahun 1215, lahir Magna Charta yang isinya menjelaskan bahwa raja tidak lagi
bertindak sewenang-wenang. Perkembangan selanjutnya ialah Revolusi Amerika 1776 yang
menuntut adanya hak bagi setiap orang untuk hidup merdeka, dalam hal ini hidup bebas dari
kekuasaan Inggris. Kemudian Revousi Perancis 1789 yang bertujuan membebaskan manusia
warga negara Perancis dari kekangan kekuasaan mutlak seorang raja penguasa tunggal negara
yang pada saat itu adalah Raja Louis XVI. Istilah yang dipakai saat itu untuk Hak Asasi
Manusia adalah”droit de l’homme” yang berarti “hak rechten” (bahasa Belanda), dalam
bahasa Indonesia biasa disalin dengan “hak-hak kemanusiaan”.
1. Hak asasi atas pribadi “personal rights” yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak dan sebagainya.
2. Hak asasi ekonomi atau “property rights” yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membei dan
menjualnya serta memanfaatkannya.
3. Hak asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan atau biasa yang disebut “rights of legal equaity”.
4. Hak asasi politik atau “political rights”, yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak
pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan partai politik dan
sebagainya.
5. Hak asasi sosial dan kebudayaan atau “social and culture rights”, misalnya hak untuk
memiih pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau
“procedural rights” , misalnya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan, peradilan
dan sebagainya.
Menjadi kewajiban Pemerintah atau Negara Hukum untuk mengatur pelaksanaan hak
asasi ini, yang berarti menjamin pelaksanaannya, mengatur pembatasan-pembatasan demi
kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara. Dalam teori “boomerang
effect” , Western Powers memiliki peran dominan dalam issu penegakan Hak Asasi Manusia.
Sayangnya kekuatan yang tidak seimbang pada dunia Internasional berimplikasi pada adanya
keistimewaan bagi negara tertentu. Akibatnya upaya penegakan hukum bagi pelaku
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang justru dilakukan oleh Western Powers dan aliansinya,
sulit dilakukan. Bahkan dalam hal ini PBB pun kerap disebut sebagai the toothless
tiger untuk misalnya menerapkan sanksi yang tegas terhadap tindakan biadab Israel dari masa
ke masa.
Disisi lain, masuknya program-program utang IMF dan World Bank yang selalu
disertai seperangkat persyaratan yang disebut Structural Adjustment Program (SAP) dimana
dalam SAP tersebut biasanya mempersyaratkan dibentuknya berbagai undang-undang dan
kebijakan yang bertujuan meliberalkan pasar dan semakin meminggirkan peran negara dalam
ekonomi (the least goverment is the best goverment). Persoalan pemenuhan hak ekonomi
warga negara kemudian menjadi issu utama sebagai implikasi dari upaya memancing
investasi asing melalui berbagai kebijakan privatisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pada umumnya setiap warga negara diberikan hak memilih dan hak-hak politik
lainnya dengan memperhatikan kesetaraan gender dan tanpa membedakan suku, ras, warna
kulit, agama, bahkan kondisi fisik bagi penyandang cacat.
Pada negara tertentu seperti, Georgia, khusus untuk Kepolisian dan Militer, tidak
memiliki hak berkumpul dan berserikat. Kazakhstan mengatur tentang larangan kepada
anggota militer, pegawai pemerintah, penegak hukum dan para hakim untuk terlibat sebagai
anggota dalam partai politik maupun kegiatan-kegiatan yang bersifat mendukung partai
politik manapun serta ikut serta dalam keanggotaan organisasi perdagangan. Hal ini tentu
berbeda dengan Indonesia, dimana kita telah mengetahui bahwa, baik militer maupun
kepolisian, tidak memiliki hak untuk memilih.
Jaminan hak memilih ini juga terwujud dalam konstitusi negara-negara tersebut ada
yang melalui amandemen kesekian baru dimuat dalam konstitusinya, misalnya Amerika yang
bertahap dimulai dari diperbolehkannya warga negara kulit hitam, lalu kemudian perempuan
juga dapat turut serta memberikan hak suara dalam pemilihan umum.
Singapura memberi jaminan terbatas pada hak politik warga negara diantaranya pada
kebebasan berbicara, berekspresi, berkumpul dan berorganisasi selama tidak melanggar
kepentingan umum dan keamanan negara. Sementara demonstrasi adalah hal terlarang di
negara ini padahal pada umumnya dinegara-negara lain yang berbentuk republik, demonstrasi
adalah hal yang lumrah di masyarakat.
Umumnya ketika seseorang telah memenuhi syarat sebagai warga negara biasanya
juga telah diberikan hak-hak politik termasuk hak untuk memilih dan dipilih. Hanya saja,
hak-hak politik, dimana salah satu variannya adalah hak memilih dan dipilih perlu memenuhi
syarat-syarat kepantasan, kepatutan, sehingga syarat dewasa atau mengetahui yang baik dan
benar seolah menjadi mutlak bagi pemilik hak. Hal inilah kemudian yang menjadi alasan,
adanya syarat-syarat bagi warga negara untuk mendapatkan hak politik.
Biasanya, standar usia yang menjadi syarat utama adalah telah berusia 17 tahun atau lebih
atau pun telah menikah. Dibeberapa negara yang diperbandingkan konstitusinya, hal ini
diatur dengan tegas.
3.2 SARAN
David. Rene, dan Brierly,John E., Major legal systems in the world today, Stevens & Sons,
London: 1981
El-Muhtaj, Majda, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 Sampai
Dengan Amandemen UUD 19945 Tahun 2002, Kencana Prenada Media Group, Jakarta:2005
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta:1983.
Rudolf B. Schlesinger, The Role of the ‘Basic Course’ in the Teaching of Foreign and
Comparative Law dalam the American Journal of Comparative Law, Vol. 19, No. 4, Autumn,
1971, hal. 616-623.
Syafiie, Inu Kencana dan Azikin, Andi, Perbandingan Pemerintahan, PT. Refika Aditama,
Bandung:2008
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi
Hukum Tata Negara FHUI, cet.ke-5, Jakarta, 1983. hal.328.
Miriam Budiarjo, Hak Asasi Manusia Dalam Dimensi Global, Jurnal Ilmu Politik, No. 10,
1990, Jakarta, hlm. 37.