Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

HAK POLITIK WARGA NEGARA

Disusun oleh

Muhamad Elka Endrana

Nim : 6662220224

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hak Politik Warga Negara. Tepat
pada waktu yang telah ditentukan, makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas ujian
tengah semester mata kuliah Penulisan Akademik.

Terima kasih kepada bapak Dr. Idi Dimyati, M.I.Kom. selaku dosen mata kuliah
penulisan akademik, terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini

Penulis dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh karena itu penulis akan sangat menghargai kritikan dan saran untuk
membangun makalah ini lebih baik lagi Semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.

Serang, 18 OKTOBER 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................3

ABSTRAK......................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................4

1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................7

1.3 TUJUAN ..................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN................................................................................8

2.1 DEFINISI..................................................................................................9

BAB III.........................................................................................................20

3.1 KESIMPULAN.......................................................................................20

3.2 SARAN...................................................................................................22

3.3 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................22


ABSTRAK

Hak politik adalah hak yang dimiliki setiap orang yang diberikan hukum untuk
meraih, merebut kekuasaan, kedudukan dan kekayaan yang berguna bagi dirinya. Penyaluran
hak politik tersebut diantaranya diwujudkan melalui pemilihan umum (Pemilu). Pemilihan
umum merupakan suatu sarana untuk menyalurkan hak politik warga negara, dipilih dan
memilih, ikut dalam organisasi politik, maupun mengikuti langsung kegiatan kampanye
pemilu.
Kata kunci : Hak, Politik dan Warga Negara

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awalnya, masyarakat hukum menghadapi kesulitan untuk mengartikan


penggunaan dari terminologi perbandingan hukum (comparative law).Secara garis besar telah
terjadi pembagian ilmu hukum menjadi cabang-cabang tersendiri dari hukum nasional,
seperti misalnya hukum keluarga, hukum pidana, hukum perjanjian, dan sebagainya.Namun
demikian, perbandingan hukum tidak juga dibedakan sebagaimana ilmu hukum
lainnya.Ketidakjelasan ini ternyata memberikan andil yang cukup besar terhadap munculnya
kontroversi dan kesalahpahaman yang menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya
studi perbandingan hukum. Salah satu konsekuensi logisnya, sebagaima dikemukakan oleh
Myres McDougal bahwa perbandingan hukum seakan menjadi suatu literatur yang tersimpan
rapat, obsesif dan steril untuk jangka waktu yang cukup panjang.
Metode suatu perbandingan dapat kita katakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari pemikiran dan pengetahuan manusia sehari-hari.Secara sederhana, dalam berbagai
tingkatannya, memperbandingkan satu dengan yang lainnya merupakan hal yang pasti terjadi
hampir di dalam seluruh bidang kehidupan manusia. Sebagaimana Hall menegaskan, ”to be
sapiens is to be a comparatist.”

Melalui sejarah yang panjang, teknik perbandingan ternyata telah memberikan


kontribusi yang teramat penting dan berpengaruh di seluruh bidang ilmu alam dan ilmu
sosial.Dalam hal ini, perbandingan hukum mempunyai signifikansi terhadap aplikasi yang
sistematis dari teknik perbandingan di bidang hukum.Artinya, perbandingan hukum mencoba
untuk mempelajari dan meneliti hukum dengan menggunakan perbandingan yang sistematik
dari dua atau lebih sistem hukum, bagian hukum, cabang hukum, serta aspek-aspek yang
terkait dengan ilmu hukum termasuk konstitusi.

Oleh karena itu, menarik untuk melakukan perbandingan konstitusi negara-negara


republik yang dipilih sebagai sampel untuk melihat sejauh mana pengakuan hak politik warga
negaranya yang tertuang dalam konstitusi negara-negara republik tersebut khususnya hak
memilih dalam pemilihan umum.Mengingat bentuk negara republik dapat kita pahami secara
etimologi berasal dari kata res dan publica, yang artinya urusan awam. Terkait dengan bentuk
negara republik, maka secara sederhana, konsekuensi logisnya adalah adanya ruang bagi
warga negara untuk menentukan arah tata kelola negara, baik langsung maupun melalui
perwakilan, mulai dari penentuan pemimpin dengan sistem pemilihan yang melibatkan warga
negara sampai pada saluran aspirasi warga negara atas berbagai persoalan yang dihadapi
dalam perjalanannya mengarungi kehidupan bernegara.

Mengingat sejarah kelam bangsa Indonesia di era pra reformasi, kesewenang-


wenangan penguasa orde baru yang menginjak-injak rasa keadilan masyarakat,
lemahnya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan, kekuasaan terlalu
dominan yang berada di tangan Presiden (hak prerogatif dan kekuasaan legislatif) dan
utamanya pada terbatasnya pengaturan jaminan akan hak-hak konstitusional warga negara

Bahkan hingga sekarang pun, dimana Indonesia adalah negara demokrasi merupakan
sebuah pernyataan ideologis dan faktual yang tidak dapat lagi ditolak. Keniscayaan sebagai
sebuah negara demokrasi terlihat dari diberlakukannya pemlihan umum (pemilu) dalam
setiap lima tahun, mulai dari tingkat kabupaten dan kota sampai tingkat pusat. Pemilu
tersebut dapat berupa pileg (pemilihan legislatif), pilgub (pemilihan gubernur), pilpres
(pemilihan presiden) dan sebagainya. Selain itu, keberadaan lembaga Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan lembaga Kepresidenan dengan
dilengkapi kementerian-kementerian semakin mempertegas kenyataan bahwa Indonesia
adalah negara demokrasi. Walaupun itu semua dalam standar minimal atau prosedural
sebagai negara demokrasi.

Demokrasi kekinian adalah demokrasi yang mampu meningkatkan partisipasi politik


masyarakat, sehingga mampu menjadi jawaban terhadap setiap masalah-masalah kebangsaan
hari ini. Seperti halnya pemilihan umum baik pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan
Presiden, seharusnya menjadi momen penting untuk untuk menjalankan setiap sendi-sendi
demokrasi, karena demokrasi bagi bangsa Indonesia  merupakan tatanan kenegaraan yang
paling sesuai dengan martabat manusia yang menghormati dan menjamin pemenuhan Hak
Asasi Manusia (HAM)

Namun disisi yang lain ketika praktek demokrasi sudah dilaksanakan acap kali tetap
saja dijumpai kekecewaan-kekecewaan sebagian masyarakat yang tidak puas terhadap
pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut. Contoh yang paling faktual
adalah kekisruhan tentang banyaknya warga negara yang hilang hak memilihnya karena tidak
terdaftar didalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dalam konstelasi demikian, kemudian
mengkonklusikan kekecewaan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilihan secara lansung
sebagai sebuah persengketaan yang memerlukan kepastian hukum. Sehingga payung hukum
yang menjamin semua persengketaan dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil
presiden yang dilaksanakan secara langsung bisa diselesaikan dengan sebaik dan seadil
mungkin menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi.

Meskipun pemilihan umum merupakan sarana berdemokrasi bagi warga negara dan
merupakan hak warga negara yang dijamin oleh konsitusi, yaitu hak atas kesempatan yang
sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yang berbunyi
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”, dan “Setiap
orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum” serta prinsip persamaan kesempatan (equal
opportunity principle). Namun pelaksanaannya lagi-lagi masih menyisakan banyak celah
dalam pemenuhan hak untuk memilih warga negara.

 
1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini sekaligus menjadi
batasan masalah agar fokus adalah:

1. Apakah semua konstitusi negara republik mengakui adanya hak memilih sebagai
bagian dari hak politik warga negaranya?
2. Apa-apa saja yang menjadi syarat hak memilih warga negara yang disebutkan
dalam konstitusi negara republik yang diperbandingkan?

1.3 TUJUAN

1. Bagi Penulis Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam
mata kuliah penulisan akademik. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga
diharapkan bisa digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa,
baik dalam lingkup Universitas Negeri Sultan Ageng Titayasa maupun di civitas
akademika yang lain.
2. Bagi Pembaca Makalah ini dimaksudkan untuk membahas hak-hak politik masyarakat
Indonesia yang dijamin oleh UUD Para pembaca yang dominan dari kawula
mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas,
sehingga kedepannya tercipta Sdm. Yang unggul.

3. Bagi masyarakat di harapkan memberikan ruang seluas-luasnya untuk menentukan


arah kebijakan pemerintahan. Dan jaminan hak memilih ini juga terwujud dalam
konstitusi setiap negara
BAB II

PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kekuasaan untuk berbuat
sesuatu, sementara konstitusional diartikan dengan hal yang diatur dalam konstitusi sebuah
negara. Hak konstitusional berarti dapat dimaknai sebagai kekuasaan yang diatur melalui
konstitusi suatu negara.

Berbicara mengenai konstitusi suatu negara berarti negara tersebut dapat


dikategorikan sebagai negara hukum. Menurut Friedrich Julius Stah, gagasan
konstitusionaisme Negara Hukum di Eropa Kontinental dimana sistem hukum civil law
diberlakukan pada abad ke-19 hingga permulaan abad ke-20, ditandai dengan ciri-ciri pada
jaminan atas perlindungan Hak Asasi Manusia, pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk
menjamin Hak Asasi Manusia (trias poitica), adanya pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan adanya peradian administrasi. Sementara menurut A.V. Dicey,
bahwa pada wilayah negara-negara Anglo Saxon, berkembang prinsip Rule of Law yakni
adanya supremasi hukum dimana penegakan hukum tidak boleh ada kesewenang-wenangan,
adanya kedudukan yang sama di depan hukum baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat
pubik, serta jaminan Hak Asasi Manusia oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan keputusan pengadilan.

Dalam sebuah Negara Hukum, hukumlah yang berdaulat. Negara dipandang sebagai
subjek hukum, dan apabila negara melakukan kesalahan, maka ia dapat dituntut di muka
pengadilan sebagaimana halnya sengan subjek hukum lainnya. Indonesia dengan latar
belakang sebagai negara jajahan Belanda sedikit banyak telah mengarahkan Indonesia
menganut tipe Negara Hukum Eropa Kontinental meskipun juga mengambil unsur-unsur
yang dinilai sesuai dari tipe Negara Hukum Anglo Saxon, sehingga memuncukan variasi-
variasi baru dari pengertian Negara Hukum
 

2.1 DEFINISI

Negara Republik

Pengertian dasar republik adalah sebuah negara di mana tampuk pemerintahan


akhirnya bercabang dari rakyat, bukan dari prinsip keturunan bangsawan dan sering dipimpin
atau dikepalai oleh seorang presiden. Istilah ini berasal dari bahasa Latin res publica, atau
"urusan awam", yang artinya dimiliki serta dikawal oleh rakyat.Namun republik berbeda
dengan konsep demokrasi.Terdapat kasus dimana negara republik diperintah secara
totaliter.Misalnya, Afrika Selatan yang telah menjadi republik sejak 1961, tetapi disebabkan
dasar apartheid sekitar 80% penduduk kulit hitamnya dilarang untuk mengikuti pemilu.Tentu
saja terdapat juga negara republik yang melakukan perwakilan secara demokrasi.

Konsep republik telah digunakan sejak berabad lamanya dengan republik yang paling
terkenal yaitu Republik Roma, yang bertahan dari 509 SM hingga 44 SM. Di dalam Republik
tersebut, prinsip-prinsip seperti anualiti (memegang pemerintah selama satu tahun saja)
dan collegiality (dua orang memegang jabatan ketua negara) telah dipraktekkan.

Dalam zaman moderen ini, kepala negara sebuah negara republik biasanya seorang
saja, yaitu Presiden, tetapi ada juga beberapa pengecualian misalnya di Swiss, terdapat
majelis tujuh pemimpin yang merangkap sebagai kepala negara, dipanggil Bundesrat, dan di
San Marino, jabatan kepala negara dipegang oleh dua orang.

Republik berdasarkan asas kesamaan, karena kepala negaranya diangkat berdasarkan


kemauan orang banyak dan setiap orang dianggap sama haknya untuk menjadi kepala negara.
Kepala negara republik tidak diangkat berdasarkan keturunannya ataupun kepribadiannya
melainkan karena kemauan rakyat

Hak Politik Warga Negara

Hak Politik Warga Negara merupakan bagian dari hak-hak yang dimiliki oleh warga
negara dimana asas kenegaraannya menganut asas demokrasi. Lebih luas hak politik itu
merupakan bagian dari hak turut serta dalam pemerintahan. Hak turut serta dalam
pemerintahan dapat dikatakan sebagai bagian yang amat penting dari demokrasi. Hak ini
bahkan dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari demokrasi, sehingga jika hak ini tidak
ada dalam suatu negara, maka negara tersebut tidak semestinya mengakui diri sebagai negara
demokratis. Negara-negara yang menganut demokrasi, pada umumnya mengakomodir hak
politik warga negaranya dalam suatu penyelenggaraan pemilihan umum, baik itu bersifat
langsung maupun tidak langsung.

Dalam Konvenan Internasional Sipil dan Politik, ICCPR (International Convenan on


Civil and Political Rights) disebutkan bahwa keberadaan hak-hak dan kebebasan dasar
manusia diklasifikasikan menjadi dua jenis: pertama, kategori neo-derogable, yaitu hak-hak
yang bersifat absolut dan tidak boleh dikurangi, walaupun dalam keadaan darurat. Hak ini
terdiri atas; (i) hak atas hidup (rights to life); (ii) hak bebas dari penyiksaan (right to be free
from slavery); (iii) hak bebas dari penahanan karena gagal dalam perjanjian (utang); (iv) hak
bebas dari pemidanaan yang bersifat surut, hak sebagai subjek hukum, dan atas kebebasan
berpikir, berkeyakinan, agama.

Jenis kedua yaitu kategori derogable, yaitu hak-hak yang boleh dikurangi/ dibatasi
pemenuhannya oleh negara pihak. Hak dan kebebasan yang termasuk dalam jenis ini meliputi
(i) hak atas kebebasan berkumpul secara damai; (ii) hak atas kebebasan berserikat, termasuk
membentuk dan menjadi anggota buruh; dan (iii) hak atas kebebasan menyatakan pendapat/
berekspresi; termasuk kebebasan mencari, menerima, dan memberi informasi dengan segala
macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan/ tulisan).

Namun demikian, bagi negara-negara pihak ICCPR diperbolehkan mengurangi


kewajiban dalam pemenuhan hak-hak tersebut. Tetapi penyimpangan itu hanya dapat
dilakukan apabila sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif,
yaitu demi; (i) menjaga keamanan/ moralitas umum, dan (ii) menghormati hak/ kebebasan
orang lain. Dalam hal ini Rosalyn Higgins menyebutkan bahwa ketentuan ini sebagai
keleluasaan yang dapat disalahgunakan oleh negara.

AS Hikam dalam pemaparannya menyebutkan adanya beberapa hak-hak dasar politik


yang inti bagi warga negara diantaranya; hak mengemukakan pendapat, hak berkumpul, dan
hak berserikat. Dalam UUD 1945, tercantum adanya keberadaan hak politik sipil dalam
beberapa pasal. Pada pasal 27 ayat 1 mengenai persamaan kedudukan semua warga negara
terhadap hukum dan pemerintahan; pasal 28 tentang kebebasan, berkumpul dan menyatakan
pendapat; dan pasal 31 ayat 1 tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan
pendidikan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hak-hak politik masyarakat Indonesia yang
dijamin oleh UUD, yaitu hak membentuk dan memasuki organisasi politik ataupun organisasi
lain yang dalam waktu tertentu melibatkan diri ke dalam aktivitas politik; hak untuk
berkumpul, berserikat, hak untuk menyampaikan pandangan atau pemikiran tentang politik,
hak untuk menduduki jabatan politik dalam pemerintahan, dan hak untuk memilih dalam
pemilihan umum. Yang mana semuanya direalisasikan secara murni melalui partisipasi
politik.

Adapun keseluruhan penggunaan hak politik sipil dibedakan atas dua kelompok:

1. Hak politik yang dicerminkan oleh tigkah laku politik masyarakat.Biasanya


penggunaannya berupa hak pilih dalam pemilihan umum, keterlibatan dalam
organisasi politik dan kesertaan masyarakat dalam gerakan politik seperti
demonstrasi dan huru-hara.
2. Hak politik yang dicerminkan dari tigkah laku politik elit. Dalam hal ini, tingkah
laku elit dipahami melalui tata cara memperlakukan kekuasaan, penggunaan
kekuasaan dan bentuk hubungan kekuasaan antar elit, dan dengan masyarakat.

Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim mengungkapkan bahwa dalam paham


kedaulatan rakyat (democracy) rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang
kekuasaan tertinggi suatu negara. Rakyatlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan
diselenggarakan. Rakyatlah pula yang menentukan tujuan yang hendak dicapai oleh negara
dan pemerintahannya itu.

Dalam praktiknya, yang secara teknis menjalankan kedaulatan rakyat adalah


pemerintahan eksekutif yang dipilih secara langsung oleh rakyat dan wakil-wakil rakyat di
lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Perwakilan rakyat tersebutlah yang bertindak
untuk dan atas nama rakyat, yang secara politik menentukan corak dan cara bekerjanya
pemerintahan, serta tujuan yang hendak dicapai baik dalam jangka panjang maupun pendek.
Agar para wakil rakyat tersebut dapat bertindak atas nama rakyat, maka wakil-wakil rakyat
harus ditentukan sendiri oleh rakyat. Mekanismenya melalui pemilihan umum (general
election). Dengan demikian, secara umum tujuan pemilihan umum itu adalah:

1. memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib.


2. untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.
3. dalam rangka melaksanakan hak-hak azasi warga Negara.
Keikutsertaanwarga dalam pemilihan umum (general elections) merupakan ekspresi
dari ikhtiar melaksanakan kedaulatan rakyat serta dalam rangka melaksanakan hak-hak azasi
warga negara. Pemilihan umum adalah merupakan conditio sine quanon bagi suatu negara
demokrasi modern, artinya rakyat memilih seseorang untuk mewakilinya dalam rangka
keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sekaligus merupakan
suatu rangkaian kegiatan politik untuk menampung kepentingan atau aspirasi masyarakat.
Dalam konteks manusia sebagai individu warga negara, maka pemilihan umum berarti proses
penyerahan sementara hak politiknya. Hak tersebut adalah hak berdaulat untuk turut serta
menjalankan penyelenggaraan negara.

Pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak dapat dilepaskan dari pemilihan umum karena
pemilihan umum merupakan konsekuensi logis dianutnya prinsip kedaulatan rakyat
(demokrasi) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip dasar kehidupan kenegaraan
yang demokratis adalah setiap warga negara berhak ikut aktif dalam proses politik. Di
Indonesia, pemilihan umum merupakan penafsiran normatif dari UUD 1945 agar pencapaian
masyarakat demokratis mungkin tercipta. Masyarakat demokratis ini merupakan penafsiran
dari pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dalam hal ini kedaulatan rakyat hanya mungkin berjalan
secara optimal apabila masyarakatnya mempunyai kecenderungan kuat ke arah budaya politik
partisipan.

Partisipasi politik merupakan inti dari demokrasi. Demokratis tidaknya suatu sistem
politik, ditentukan oleh ada-tidaknya atau tinggi-rendahnya tingkat partisipasi politik
warganya. Standar minimal demokrasi biasanya adalah adanya pemilu reguler yang bebas
untuk menjamin terjadinya rotasi pemegang kendali negara tanpa adanya penyingkiran
terhadap suatu kelompok politik manapun, adanya partisipasi aktif dari warga negara dalam
pemilu itu dan dalam proses penentuan kebijakan, terjaminnya pelaksanaan hak asasi
manusia yang memberikan kebebasan bagi para warga negara untuk mengorganisasi diri
dalam organisasi sipil yang bebas atau dalam partai politik, dan mengekspresikan pendapat
dalam forum-forum publik maupun media massa.

Dalam pemilihan umum diakui adanya hak pilih secara universal (universal suffrage).
Hak pilih ini merupakan salah satu prasyarat fundamental bagi negara yang menganut
demokrasi konstitusional modern. Dieter Nohlen berpendapat bahwa:

“The right to vote, along with freedom of expression, assembly, association, and press, is one
of the fundamental requirements of modern constitutional democracy”.
Hak pilih warga negara mendapatkan jaminan dalam berbagai instrumen hukum.
Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menentukan bahwa:

(1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik dengan
langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas;

(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan
pemerintahan negerinya;

(3) Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kemauan ini harus
dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak
pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia
ataupun menurut cara-cara lain yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara”.

Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa “segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menentukan
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Kemudian, Pasal 28D ayat (3)
menentukan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.”

Pada tingkat undang-undang, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur
hak pilih dalam Pasal 43 yang menentukan bahwa:

“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Hak pilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political


Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). Pasal 25 ICCPR menentukan bahwa,

“Setiap warga negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa pembedaan apapun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak beralasan:

a) ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui wakil-
wakil yang dipilih secara bebas;
b) memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur, dan dengan hak pilih yang
universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk
menjamin kebebasan dalam menyatakan kemauan dari para pemilih;

c)  memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas dasar persamaan.”

Sesuai prinsip kedaulatan rakyat, maka seluruh aspek penyelenggaraan pemilihan


umum harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Tidak adanya jaminan
terhadap hak warga negara dalam memilih pemimpin negaranya merupakan suatu
pelanggaran terhadap hak asasi. Terlebih lagi, UUD 1945 Pasal 2 Ayat (1) menyatakan
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.

Hak pilih juga diatur dalam Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A (1), Pasal 19 Ayat (1), dan Pasal 22C
(1) UUD 1945. Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukkan adanya jaminan yuridis yang
melekat bagi setiap warga negara Indonesia untuk dapat melaksanakan hak pilihnya.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan
yang mengatur mengenai pemilihan umum sudah seharusnya membuka ruang yang seluas-
luasnya bagi setiap warga negara untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan
umum.

Konstitusi

“Konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata pertama
berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti susunan atau pranata
(masyarakat).Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari segala peraturan
mengenai suatu Negara.Pada umumnya langkah awal untuk mempelajari hukum tata negara
dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara bersangkutan.Mempelajari konstitusi berarti
juga mempelajari hukum tata negara dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut
juga dengan constitutional law. Istilah Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang
sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah Constitutional Law didasarkan atas
alasan bahwa dalam hukum tata Negara unsur konstitusi lebih menonjol.

Pengertian konstitusi menurut para ahli diantaranya:

1) K. C. Wheare

Menurut K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu


negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur, atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara.
2) Herman Heller

Pengertian konstitusi menurut para ahli, kali ini menurut Herman Heller adalah
konstitusi mempunyai arti luas daripada undang-undang.Konstitusi tidak hanya bersifat
yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.

3) Lasalle

Menurut Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di


dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat
misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik dsb.

4) L.j Van Apeldoorn

L.j Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tak
tertulis.

5) Koernimanto Soetopawiro

Pengertian konstitusi menurut pada ahli juga dikeluarkan oleh Koernimanto


Soetopawiro.Menurutnya, istilah konstitusi berasal dari bahasa Latin cisme yang berarti
bersama dengan dan statute yang berarti membuat sesuatu agar berdiri.Jadi konstitusi berarti
menetapkan secara bersama.

6) Carl Schmitt

Carl Schmitt membagi konstitusi dalam 4 pengertian yaitu:

1.  konstitusi dalam arti absolut mempunyai 4 sub pengertian yaitu;

a)  konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan semua organisasi yang
ada di dalam negara.

b)  konstitusi sebagai bentuk negara.

c)  konstitusi sebagai faktor integrasi.

d)  konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di dalam negara.

2.  konstitusi dalam arti relatif dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntutan
dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah
konstitusi dalam arti formil (konstitrusi dapat berupa tertulis) dan konstitusi dalam arti
materiil (konstitusi yang dilihat dari segi isinya)
3.  konstitusi dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi
sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.

4.  konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi
serta perlindungannya.

7) E.C.S. Wade

Menurut E.C.S. Wade, konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-
tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara
kerja badan-badan tersebut.

8) Sovernin Lohman

Sovernin Lohman mengatakan makna konstitusi di dalamnya terdapat tiga unsur yang
sangat menonjol; (1) Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat
(kontrak sosial). Artinya, konstitusi merupakan hasil kerja dari kesepakatan masyarakat untuk
membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka. (2) Konstitusi sebagai
piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara sekaligus menentukan
batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya. (3) Konstitusi
sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan.Berdasarkan pengertian
tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa konstitusi atau undang-undang dasar adalah suatu
kerangka kerja suatu negara yang menjelaskan tujuan pemerintahan negara tersebut
diorganisir dan dijalankan.

9) James Bryce

James Bryce juga "menyumbangkan" pendapatnya tentang pengertian


konstitusi.Pengertian konstitusi menurut para ahli juga melibatkan namanya sebagai seorang
ahli ketatanegaraan. Menurutnya konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik
(negara) yang diorganisir dengan cara melalui hukum.

10) CF. Strong

CF. Strong, konstitusi terdiri dari: dokumentary constiutution/ writen constitution)


adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara, demikian juga
aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam persekutuan hukum
negara. Nondokumentary constitution adalah berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering
timbul.
11) Miriam Budiarjo

Miriam Budiarjo, konstitusi memuat tentang: organisasi negara, hak asasi manusia,
prosedur penyelesaian masalah pelanggaran hukum, dan cara perubahan konstitusi.

12) G.J. Wolhoff

G.J. Wolhoff, konstitusi adalah undang-undang dasar tertinggi dalam negara yang
memuat dasar-dasar seluruh sistem hukum dalam negara itu.

13)  EC Wade,

Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut dan
menamakan undang-undang dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan.

Konstitusi dalam ilmu hukum sering menggunakan beberapa istilah dengan arti yang
sama. Sebaliknya ada kalanya untuk arti yang berbeda digunakan istilah yang sama. Selain
konstitusi dikenal atau digunakan juga beberapa istilah lain seperti Undang-Undang Dasar
dan Hukum Dasar. Menurut Rukmana Amanwinata, istilah “konstitusi” dalam bahasa
Indonesia berpadanan dengan kata “constitution” (bahasa Inggris), “constitutie” (bahasa
Belanda), ”constitutionel” (bahasa Perancis), “verfassung” (bahasa Jerman), “constitutio”
(bahasa Latin), “fundamental laws” (Amerika Serikat).

Perkataan “konstitusi” berarti “pembentukan” berasal dari kata kerja “constituer”


(Perancis) yang berarti “membentuk”. Sementara istilah Undang-Undang Dasar merupakan
terjemahan dari bahasa Belanda grondwet. Dalam kepustakaan Belanda, selain grondwet juga
digunakan istilah constitutie. Kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama. Dalam
bahasa Indonesia dijumpai istiah hukum yang ain yakni, hukum dasar. Dalam
perkembangannya istilah konstitusi memiiki dua pengertian, yakni pengertian yang sempit
dalam arti tidak menggambarkan seluruh kumpuan peraturan, baik yang tertulis dan yang
tidak tertulis maupun yang dituangkan daam suatu dokumen tertentu seperti yang berlaku di
Amerika Serikat, yakni pengertian yang luas dimana menurut Bolingbroke “by constitution,
we mean, whenever we speak with propriety and exactness, that assemblage of laws,
institution and customs, derived from certain fixed principes of reason, that compose the
general system, according to which the community had agreed to be governed”.

K.C. Wheare menjelaskan istilah konstitusi, secara garis besarnya dapat dibedakan
dalam dua pengertian yakni, pertama, istilah konstitusi dipergunakan untuk menunjukkan
kepada seluruh aturan mengenai sistem ketatanegaraan. Kedua, istilah konstitusi menunjuk
kepada suatu dokumen atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-
ketentuan tertentu yang bersifat pokok atau dasar saja mengenai ketatanegaraan suatu negara.
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat
fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama“Negara”.Karena sifatnya
yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah.
Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan untuk diubah-
ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.

Penerapan konstitusi dapat dijadikan alat untuk melakukan pembatasan terhadap


kekuasaan. Ha ini dinyatakan oleh Loewenstein, Frederich dan Herman Finer yang
mengatakan bahwa konstitusi merupakan sarana pengendali kekuasaan. Semula, konstitusi
hanya dimaksudkan untuk membatasi wewenang penguasa, menjamin hak rakyat, dan
mengatur pemerintahan. Selanjutnya seiring dengan kebangkitan paham kebangsaan dan
demokrasi, konstitusi juga menjadi alat rakyat mengkonsolidasikan kedudukan poitik dan
hukum dengan mengatur kehidupan bersama untuk mencapai cita-cita.

Materi muatan konstitusi biasanya dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni, adanya
pengaturan tentang perlindungan Hak Asasi Manusia dan Warga Negara, adanya pengaturan
tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar, dan adanya pembatasan dan
pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang mendasar. Sementara itu Bagir Manan dan
Kuntana Magnar berpendapat bahwa lazimnya suatu Undang-Undang Dasar hanya berisi:

a. Dasar-dasar mengenai jaminan terhadap hak-hak dan kewajiban penduduk atau warga
negara.

b. Dasar-dasar susunan atau organisasi negara.

c. Dasar-dasar pembagian dan pembatasan kekuasaan lembaga-lembaga negara.

d. Hal-hal yang menyangkut identitas negara, seperti bendera dan bahasa nasional.

Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Warga Negara. Hak Asasi Manusia dalam
ketentuan umum Undang-Undang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhuk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan diindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sebagaimana kita ketahui, di
samping hak asasi tentu ada kewajiban asasi, yang dalam hidup bermasyarakat semestinya
pemenuhan kewajiban itu terlebih dahulu dilaksanakan. Menurut sejarah dikatakan bahwa
asal mula Hak Asasi Manusia ialah dari Eropa Barat yaitu Inggris.

Pada tahun 1215, lahir Magna Charta yang isinya menjelaskan bahwa raja tidak lagi
bertindak sewenang-wenang. Perkembangan selanjutnya ialah Revolusi Amerika 1776 yang
menuntut adanya hak bagi setiap orang untuk hidup merdeka, dalam hal ini hidup bebas dari
kekuasaan Inggris. Kemudian Revousi Perancis 1789 yang bertujuan membebaskan manusia
warga negara Perancis dari kekangan kekuasaan mutlak seorang raja penguasa tunggal negara
yang pada saat itu adalah Raja Louis XVI. Istilah yang dipakai saat itu untuk Hak Asasi
Manusia adalah”droit de l’homme” yang berarti “hak rechten”  (bahasa Belanda), dalam
bahasa Indonesia biasa disalin dengan “hak-hak kemanusiaan”.

Macam-macam Hak Asasi dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Hak asasi atas pribadi “personal rights”  yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak dan sebagainya.

2. Hak asasi ekonomi atau “property rights”  yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membei dan
menjualnya serta memanfaatkannya.

3. Hak asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan atau biasa yang disebut “rights of legal equaity”.

4. Hak asasi politik atau “political rights”, yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak
pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan partai politik dan
sebagainya.

5. Hak asasi sosial dan kebudayaan atau “social and culture rights”, misalnya hak untuk
memiih pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.

6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau
“procedural rights” , misalnya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan, peradilan
dan sebagainya.

Menjadi kewajiban Pemerintah atau Negara Hukum untuk mengatur pelaksanaan hak
asasi ini, yang berarti menjamin pelaksanaannya, mengatur pembatasan-pembatasan demi
kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara. Dalam teori “boomerang
effect” , Western Powers memiliki peran dominan dalam issu penegakan Hak Asasi Manusia.
Sayangnya kekuatan yang tidak seimbang pada dunia Internasional berimplikasi pada adanya
keistimewaan bagi negara tertentu. Akibatnya upaya penegakan hukum bagi pelaku
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang justru dilakukan oleh Western Powers dan aliansinya,
sulit dilakukan. Bahkan dalam hal ini PBB pun kerap disebut sebagai the toothless
tiger untuk misalnya menerapkan sanksi yang tegas terhadap tindakan biadab Israel dari masa
ke masa.

Disisi lain, masuknya program-program utang IMF dan World Bank yang selalu
disertai seperangkat persyaratan yang disebut Structural Adjustment Program (SAP) dimana
dalam SAP tersebut biasanya mempersyaratkan dibentuknya berbagai undang-undang dan
kebijakan yang bertujuan meliberalkan pasar dan semakin meminggirkan peran negara dalam
ekonomi (the least goverment is the best goverment). Persoalan pemenuhan hak ekonomi
warga negara kemudian menjadi issu utama sebagai implikasi dari upaya memancing
investasi asing melalui berbagai kebijakan privatisasi.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Adapun yang menjadi kesimpulan dari studi perbandingan konstitusi negara-negara


yang menganut sistem republik di atas adalah bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara
bentuk negara republik dengan muatan konstitusi negara tersebut mengenai hak-hak politik
warga negaranya. Termasuk hak dipilih dan memilih yang diwujudkan melalui partisipasi
politik warga yang telah diarur dalam konstitusi, meskipun secara detail diaturb lebih lanjut
melalui undang-undang yang berkenaan dengan haltersebut, misalnya undang-undang
pemilihan umum atau yang lainnya. Diantara sejumlah negara yang menjadi sampel yang
diambil secara acak dari setiap benua, dipastikan setiap negara memuat aturan mengenai hak
memilih sebagai bagian hak politik warga negara.

Pada umumnya setiap warga negara diberikan hak memilih dan hak-hak politik
lainnya dengan memperhatikan kesetaraan gender dan tanpa membedakan suku, ras, warna
kulit, agama, bahkan kondisi fisik bagi penyandang cacat.

Pada negara tertentu seperti, Georgia, khusus untuk Kepolisian dan Militer, tidak
memiliki hak berkumpul dan berserikat. Kazakhstan mengatur tentang larangan kepada
anggota militer, pegawai pemerintah, penegak hukum dan para hakim untuk terlibat sebagai
anggota dalam partai politik maupun kegiatan-kegiatan yang bersifat mendukung partai
politik manapun serta ikut serta dalam keanggotaan organisasi perdagangan. Hal ini tentu
berbeda dengan Indonesia, dimana kita telah mengetahui bahwa, baik militer maupun
kepolisian, tidak memiliki hak untuk memilih.

Jaminan hak memilih ini juga terwujud dalam konstitusi negara-negara tersebut ada
yang melalui amandemen kesekian baru dimuat dalam konstitusinya, misalnya Amerika yang
bertahap dimulai dari diperbolehkannya warga negara kulit hitam, lalu kemudian perempuan
juga dapat turut serta memberikan hak suara dalam pemilihan umum.

Singapura memberi jaminan terbatas pada hak politik warga negara diantaranya pada
kebebasan berbicara, berekspresi, berkumpul dan berorganisasi selama tidak melanggar
kepentingan umum dan keamanan negara. Sementara demonstrasi adalah hal terlarang di
negara ini padahal pada umumnya dinegara-negara lain yang berbentuk republik, demonstrasi
adalah hal yang lumrah di masyarakat.

Brazil dibandingkan dengan negara-negara lain, memuat mengenai hak-hak politik


dalam konstitusinya secara terperinci, yakni meliputi jenis-jenis hak politik yang dijamin oleh
negara, pesyaratan untuk masuk dalam daftar pemilih, persyaratan posisi yang bisa dipilih
dalam pemerintahan atau perwakilan, hapusnya hak politik, dan berlakunya prosedur
pemilihan. Turut serta bagi warga negara yang memenuhi syarat untuk memilih dalam
pemilihan umum merupakan kewajiban sehingga wajib untuk digunakan. Bahkan untuk
pemilihan di daerah yang lingkup kewenangannya kecil, warga negara asing dapat turut serta
dalam pemilihan kepala daerah tersebut.

Umumnya ketika seseorang telah memenuhi syarat sebagai warga negara biasanya
juga telah diberikan hak-hak politik termasuk hak untuk memilih dan dipilih. Hanya saja,
hak-hak politik, dimana salah satu variannya adalah hak memilih dan dipilih perlu memenuhi
syarat-syarat kepantasan, kepatutan, sehingga syarat dewasa atau mengetahui yang baik dan
benar seolah menjadi mutlak bagi pemilik hak. Hal inilah kemudian yang menjadi alasan,
adanya syarat-syarat bagi warga negara untuk mendapatkan hak politik.

Biasanya, standar usia yang menjadi syarat utama adalah telah berusia 17 tahun atau lebih
atau pun telah menikah. Dibeberapa negara yang diperbandingkan konstitusinya, hal ini
diatur dengan tegas.
 

3.2 SARAN

Jaminan pelaksanaan hak-hak politik warga negara sebaiknya dicantumkan secara


jelas tanpa menimbulkan bias, bersifat rinci dan tidak hanya menyentuh permukaan meskipun
ini dalam tatanan konstitusi, sehingga undang-undang pelaksanaannya tidak menjadi ajang
membatasi hak-hak tersebut. Contoh kasus di Indonesia, karena aturannya hanya diatur lebih
lanjut oleh undang-undang sehingga dimanfaatkan pemerintahan yang ingin mempertahankan
kekuasaannya tanpa diganggu gugat oleh pelaksanaan hak politik warga, padahal
konsekuensi dari sebuah negara yang kedaulatan berada di tangan rakyat banyak semestinya
memberikan ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menentukan arah kebijakan
pemerintahan.

3.3 DAFTAR PUSTAKA

Arinanto, Satya, Constitutional Law and Democratization in Indonesia, Publishing


House Faculty of Law University of Indonesia, Jakarta:2000.

____________, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Pusat Studi Hukum


Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta:2001.

____________, Politik Hukum 1, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas


Indonesia, Jakarta:2001.

____________, Politik Hukum 2, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas


Indonesia, Jakarta:2001.

____________, Politik Hukum 3, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas


Indonesia, Jakarta:2001.

Arthur T. von Mehren, An Academic Tradition for Comparative Law, 1971

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi Dan Konstitusioonalisme Indonesia, Konstitusi Press.


Jakarta:2005
____________,Lembaga Negara Dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara.
Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) bekerja sama dengan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia (MKRI),Jakarta :2005.

_____________, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana


Ilmu Populer, Jakarta:2007.

Chaidir, Ellydar dan Fahmi, Sudi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media,


Yogyakarta:2010

David. Rene, dan Brierly,John E., Major legal systems in the world today, Stevens & Sons,
London: 1981

Djaja S. Meliala, Hukum di Amerika Serikat, suatu studi perbandingan, Penerbit Tarsito,


Bandung: 1977

Djauhari, Politik Hukum Negara Kesejahteraan Indonesia, Unissula press. Semarang:2008.

Edward D. Re, Comparative Law Courses in the Law School Curriculumdalam The


American Journal of Comparative Law, Vol. 1, No. 3. Summer, 1952, hal. 233-242.

Effendi, A. Masyhur dan Evandri, Taufani Sukmana, Hak Asasi Manusia Dalam


Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik;Dan Proses Penyusunan/Aplikasi Ha-kham (Hak
Asasi Manusia) dalam Masyarakat, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor:2007

El-Muhtaj, Majda, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: Dari UUD 1945 Sampai
Dengan Amandemen UUD 19945 Tahun 2002, Kencana Prenada Media Group, Jakarta:2005

Entah. Alloysius R, Hukum perdata (Suatu studi perbandingan ringkas), Liberty,


Yogyakarta:1989

George Winterton, Comparative Law Teachingdalam the American Journal of Comparative


Law, Vol. 23, No. 1, Winter, 1975, hal. 69-118.

Hall, Comparative Law and Social Theory, Baton Rouge: 1963, hal. 9.

H. C. Gutteridge, Comparative Law as a Factor in English Legal Educationdalam Journal of


Comparative Legislation and International Law, 3rd Ser., Vol. 23, No. 4, 1941, hal.130.

Huda, Ni’Matul, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, UII Press,Yogyakarta:


2007

Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT. Bumi Aksara,Jakarta:2003

John N. Hazard, Comparative Law in Legal Education dalam the University of Chicago Law


Review, Vol. 18, No. 2, Winter, 1951, hal. 264-279.

John Henry Merryman, Legal Education There and Here: A Comparison dalam Stanford


Law Review, Vol. 27, No. 3. Feb., 1975, hal.859-878.

Mahfud MD, Moh, Politik Hukum Di Indonesia, Rajawali Grafindo PersadaJakarta:2011


Manan, Bagir, Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum, Gaya Media
Pratama, Jakarta:1996

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 1983.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta:1983.

Regon, Saragih Bintan, Politik Hukum, CV. UtomoBandung: 2006

Rudolf B. Schlesinger, The Role of the ‘Basic Course’ in the Teaching of Foreign and
Comparative Law dalam the American Journal of Comparative Law, Vol. 19, No. 4, Autumn,
1971, hal. 616-623.

Siahaan, Maruarar, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Sinar


GrafikaJakarta:2011.

Soerjono Soekanto, Perbandingan hukum, Penerbit Alumni, Bandung 1989

Subekti, R.- Perbandingan hukum perdata, Pradnya Paramita, Jakarta 1988

Sunarjati Hartono, Kapita selekta perbandingan hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung


1988

Syafiie, Inu Kencana dan Azikin, Andi, Perbandingan Pemerintahan, PT. Refika Aditama,
Bandung:2008

Syahuri, Taufiqurrohman, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum,  Kencana Prenada Media


Group, Jakarta:2011

Yuhana, Abdy, Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia Paska Perubahan UUD 1945, Fokus


Media,Bandung:2007.
Dorothy I Marx,  Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa, Bandung, 2003, hlm. 47-48

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi
Hukum Tata Negara FHUI, cet.ke-5, Jakarta, 1983. hal.328.

 Miriam Budiarjo, Hak Asasi Manusia Dalam Dimensi Global, Jurnal Ilmu Politik, No. 10,
1990, Jakarta, hlm. 37.

 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945, Liberty, Jakarta,


1993, hlm. 94.

 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, 1983, hlm. 9.

 G. Bingham Powell, Jr., 1982, Contemporary Democracies: Participation, Stability and


Violence, (Cambridge: Harvard University Press), dikutip dari Hasyim Asy’ari, “Pendaftaran
Pemilih di Indonesia”, Makalah Seminar Internasional “Membangun Sistem Pendaftaran
Pemilih Yang Menjamin Hak Pilih Rakyat: Pengalaman Indonesia dan Internasional”,Jakarta,
30 Maret 2011, hlm. 1.
 Dieter Nohlen, 1995, “Voting Rights”, dalam Seymour Martin Lipset (ed.), 1995, The
Encyclopedia of Democracy, Volume IV, (Wahington D.C.: Congressional Quarterly Inc.),
hlm. 1353-1354, dikutip dari Hasyim Asy’ari, Ibid, hlm. 1.

Anda mungkin juga menyukai