Anda di halaman 1dari 28

Ujian Tengah semester Hukum Cyber dan Transaksi Elektronik

Nama : agus saputra


Npm : 20600208
Grup :E
Dosen pengasuh : Debora, SH., MH
Soal
1. Perkembangan informasi dalam era digital telah membawa sejumlah perubahan
dalam berbagai aktifitas dan interaksi sosial di tengah-tengah masyarakat.
Kebutuhan akan informasi dan interaksi secara digital yang kian meningkat pada
akhirnya menciptakan suatu masyarakat digital. Sekalipun ruang-ruang dalam
media elektronik itu bersifat virtual atau tidak nyata, namun perbuatan- perbuatan
dan orang-orang yang melakukannya bersifat nyata sehingga muncul apa yang
kemudian di kenal dengan istilah Cyber Law atau Hukum Siber. Berkenaan
dengan hal tersebut di atas, maka berikan penjelasan anda atas hal- hal berikut
ini:
• A. Jabarkan mengapa perlu diadakan pembangunan hukum dalam era digital?.

Jawaban: Manusia sekarang hidup di peradaban modern yang menuntut segala


sesuatu serba cepat, efektif dan efisien. Istilah modern seolah menjadi sebuah
identitas yang harus melekat pada semua perangkat kehidupan manusia saat ini.
Selain istilah modern, dianggap kuno, tradisional dan ketinggalan zaman. Dampak
perubahan zaman yang begitu cepat seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah membawa kita memasuki era digital dengan segala pernak
perniknya yang serba canggih, termasuk hilangnya sekat-sekat ruang dan waktu
antar negara.
B. Jelaskan bagaimana pembangunan hukum di Indonesia terkait dengan era digital sebagaimana dimaksud.
Kemukakan setidaknya 2 contoh konstruksi hukum yang berlaku saat ini yang memerlukan rekonstruksi dalam
konteks pembangunan hukum pada era digital tersebut

Jawaban:
* Perkembangan Hukum Di Indonesia terkait dengan era digital
Manusia sekarang hidup di peradaban modern yang menuntut segala sesuatu serba cepat, efektif dan efisien. Istilah
modern seolah menjadi sebuah identitas yang harus melekat pada semua perangkat kehidupan manusia saat ini.
Selain istilah modern, dianggap kuno, tradisional dan ketinggalan zaman. Dampak perubahan zaman yang begitu
cepat seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa kita memasuki era digital dengan
segala pernak perniknya yang serba canggih, termasuk hilangnya sekat-sekat ruang dan waktu antar negara.
Cyberspace menjadi produk digital terkini yang mampu menerobos batas ruang dan waktu, termasuk posisi negara
yang selama ini dibatasi oleh wilayah teritorial. Menurut Howard Rheingold, cyberspace adalah sebuah ruang
imajiner atau ruang maya yang bersifat artifisial, di mana setiap orang melakukan apa saja yang biasa dilakukan
dalam kehidupan sosial sehari-hari dengan cara cara yang baru.
Melalui cyberspace, semua orang terhubung melalui international network (internet), dapat saling
berinteraksi dengan siapapun, kapanpun, di manapun. Cyberspace telah menjelma menjadi ruang
publik (public sphere) sebagaimana diungkapkan oleh Hubermas. Internet menjadi media diskusi
publik yang terbuka bagi setiap individu tentang berbagai tema tanpa pembatasan. Cyberspace juga
telah mengalihkan kegiatan manusia yang semula dilakukan di dunia nyata. Kehadiran email,
webblog, chat, webcam sampai dengan facebook dan twitter, kemudian adanya e-learning,
ecommerce, dan e-banking menjadi media baru beraktifitas yang selama ini dilakukan secara fisik.
Perubah revolusioner di atas dalam realitasnya tidaklah selalu berefek positif, karena hasil karya
teknologi dikenal selalu berwajah ganda (doubleface), yakni di satu sisi memberikan manfaat yang
besar bagi kehidupan manusia, namun di sisi yang lain juga memberikan kemudahan bahkan
memperluas tindak kejahatan secara global. Perkembangan teknologi senantiasa membawa dampak
baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dalam artian positif maupun negatif dan akan
sangat berpengaruh terhadap setiap sikap tindak dan sikap mental setiap anggota masyarakat
Dalam perspektif kriminologi, teknologi bisa dikatakan sebagai faktor kriminogen,
yaitu faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan seseorang untuk berbuat jahat
atau memudahkan terjadinya kejahatan. Kehidupan telah semakin marak dalam
format-formatnya yang global, seolah menawarkan alternatif baru yang tidak
hanya mengatasi aspek-aspek kehidupan termasuk kehidupan hukum nasional,
melainkan juga untuk memarakkan kehidupan global, bahkan juga seakan-akan
hendak menebarkan lokalisme dimanamana.
*Kemukakan setidaknya 2 contoh konstruksi hukum yang berlaku saat ini yang memerlukan
rekonstruksi dalam konteks pembangunan hukum pada era digital tersebut.
Jawaban: -Konstruksi Hukum Transformasi Digital Telemedicine di Bidang Industri Kesehatan
Berbasis Nilai Pancasila.
Transformasi digital telemedicine merupakan inovasi baru di bidang pelayanan medik dengan
karakteristik teknologi, proliferasi komputer dan otomatisasi, keterlibatan masyarakat. Analisis
interpretive dengan pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan menemukan
bahwa transformasi digital telemedicine berpotensi pada meningkatnya mutu pelayanan medik
tetapi diametral berhadapan dengan kompleksitas tata nilai pelayanan medik yang selanjutnya
harus diantisipasi agar tidak terjadi degradasi nilai kemanusiaan di bidang industri kesehatan.
Searah dengan perkembangan industri kesehatan dan untuk menjawab kebutuhan
pelayanan medik di masyarakat, perlu Konstruksi hukum yang berfungsi sebagai
sarana perlindungan bagi penyedia layanan kesehatan dan pasien sebagai penerima
layanan kesehatan. Konstruksi hukum yang direkomendasikan yaitu: merevisi
perundang-undangan terkait praktik kedokteran dengan memberi perlindungan
hukum dokter – pasien secara proporsional pada taraf anamnese dan diagnosa
telemedicine, serta penggunaan perekaman sebagai alat bukti pada penyelesaian
sengketa transformasi digital telemedicine. Hal ini dimaksudkan agar
perkembangan teknologi praktik kedokteran berkesesuaian dengan asas Pancasila
yang didasarkan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien.
Hukum adalah kristalisasi nilai yang hidup pada suatu bangsa dan dipositivisasi melalui keputusan
pemerintah yang berwenang. Konstruksi hukum Transformasi Digital Telemedicine berbasis nilai
Pancasila, menggunakan paradigma kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai pondasi nilai
Telemedicine sebagai social phenomen, berada pada posisi yang diametral dengan pelayanan
kesehatan konvensional. Perlu adanya rekonstruksi perundang-undangan di Indonesia, yang
mencakup hal-hal berikut ini : a. membuat regulasi baru setingkat Undang-Undang tentang
telemedicine b. dimensi substansial hukum: di dalam pasal-pasal (clausa)diatur tentang:
Kompetensi dokter atau tenaga kesehatan telemedicine; sertifikasi; wilayah domain; kewajiban
perekaman pada praktik pelayanan telemedicine; informed consent secara tertulis yang menyatakan
bahwa pasien tidak dapat menuntut apabila terjadi kesalahan tindakan medis telemedicine. c.
dimensistructural: perlu adanya auxiliary organ / badan / komisi independent lintas kementerian,
yang melakukan fungsi pengawasan terhadap telemedicine dan bertanggungjawab pada
pemerintah. d. dimensi kultural, masyarakat perlu edukasi terkait hukum pelayanan kesehatan,
sehingga semakin berkualitas dan mendapatkan jaminan terpenuhinya hak dan kewajiban
konstusionalnya secara proporsional.
REFERENSI: Anton Moeliono, et.al. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1990 Bernard L. Tanya,Theodorus Yosep Parera.
Samuel F.Lena. Pancasila Bingkai Hukum Indonesia. Yogyakarta: Genta Publising, 2015 Bonnie Steinbock. Ethical Issues in Modern Medicine.
New York MC Graw-Hill Companies Inc, 2003 Cecep Tribowo. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, 2014.
David Thomas Stern. Measuring Medical Professionalism. New York: Oxford University Press, 2006 Deni Setyo Bagus Yuhernawan.
Dekonstruksi Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana, Sejarah Asas Legalitas dan Gagasan Pembaharuan Filosofis Hukum Pidana. Malang: Setara
Press, 2014 Endang Wahyati Yustina. Mengenal rumah Sakit. Bandung: KENI, 2012 Fernando. M. Manulang. Menggapai Hukum Berkeadilan
Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai.Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2007 George Kateb. Human Dignity. London: Harvard
UniversityPress, 2011 H. Hendrojono Soewono.Batas Pertanggung Jawaban Hukum Malpraktik Dokter dalam Transaksi Terapeutik. Surabaya:
Srikandi, 2007 James Griffin. On Human Right. New York : Oxford University, 2008 Kadin Sihotang. Filsafat Manusia Upaya Membangkitkan
Humanisme.Yogyakarta: Kanisius, 2009 Knud Haakonssen. Natural Law and Moral Philosophy. Boston: Cambridge University,1996 Louis Leahy.
Human Being, Philophical Approach,Yogyakarta: Kanisius, 2008 Makarim, Edmon. Tanggung Jawab Hukum Penyelnggara Sistem Elektronik,
Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010 Mikael Dua. Kebebasan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi, sebuah Esai.Yogayakarta: Kanisius, 2011 Paul
Ricoeur. Teori Interpretasi, Membelah Makna dalam Anaatomi Teks.Yogyakarta:IRCisoD, 2014 Pitono Soeparto, et.al. Etik dan Hukum di Bidang
Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press Sri Rahayu, Niken Savitri. Butir-butir Pemikiran dalam Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2011
Sudjito Atmoredjo. Ideologi Hukum Indonesia Kajian tentang Pancasila dalam Perspektif Ilmu Hukum dan Dasar Negara Indonesia, Yogyakarta :
Linkmed Pro Sudjito Atmoredjo. Memahami Manusia Indonesia secara Holistik, Yogyakarta: PSP Press, 2012 Sumaryono, Etika Hukum Relevansi
Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas. Yogayakarta: Kanisius, 2002 Yovita A. Mangesti.Hukum Berparadigma Kemanusiaan Perlindungan Riset
dan Pemanfaatan Human Stem Cell, Yogyakarta: Genta Publishing, 2016. Soegijardjo Soegijoko, Perkembangan Terkini Telemedika dan E Health
serta Prospek Aplikasinya di Indonesia, Makalah Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (TI FTI UII) di Yogyakarta, 19 Juni
2010. Johan Harlan, “Dasar-Dasar Implementasi Telemedicine,” Makalah Pusat Studi Informatika Kedokteran Universitas Gunadarma. Gideon,
et.al. Perancangan E- Health System Telemedicine Penyakit Dalam untuk Praktisi Kesehatanhttps://id.medicok.com/doctor-will-see-you-in-fes-
weeks-26286, diakses 10 Maret 2019, 08.25 http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71322/potongan/S2-2014-341637-chapter1.pdf. Diakses
10 Maret 2019, 9.24 WIB https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/APKKM/article/.../310Komunikasi Medis: Hubungan DokterPasien, diakses 10
Maret 2019 , 12.05 WIB PDA pada Keperawatan oleh Deis Febriyanti https://www.kompasiana.com/deisfebriyanti/.../pdapada-keperawatandiakses
10 Maret 2019, 09.01 WIB
C.Jabarkan bagaimana perkembangan regulasi hukum atas Cyber Crime (kejahatan siber) di
Indonesia. Sebelumnya kemukakan setidaknya 4 contoh kasus kejahatan siber yang pernah terjadi
di Indonesia.
Jawaban:
*Perkembangan globalisasi informasi dewasa ini membawa pengaruh yang sangat besar bagi
kehidupan manusia, perkembangan ini telah menyababkan hubungan dunia menjadi tanpa batas
yang juga berdampak pada perubahan sosial masyarakat secara signifikan. Akibat dari
perkembangan teknologi ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan manfaat bagi
kesejahteraan dan kemajuan masyarakat juga juga diikuti oleh perkembangan kejahatan dengan
berbagai modus yang menggunakan komputer dan jaringan komputer sebagai alat seperti penipuan
lelang, judi online, penipuan identitas, pornografi anak, teroris, pencurian hak kekayaan intelektual
dan masih banyak lagi kejahatan yang lain yang dapat merugikan baik secara materil maupun
nonmateril bagi penggunanya dan dapat merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kejahatan yang terjadi di dunia maya lahir akibat dampak negatif dari perkembangan teknologi,
kejahatan yang terjadi dari berbagai bentuk dan jenisnya tersebut membawa konsekwensi terhadap
perlindungan hukum penggunanya hal ini penting mengingat bahwa setiap manusia harus
dilindungi sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Salah satu bentuk wujud
tanggung jawab negara atas perlindungan terhadap warga negaranya adalah dengan memberikan
jaminan hukum dan tindakan nyata yang melindungi masyarakatnya dari segala bentuk kejahatan
atau perbuatan-perbuatan menyimpang lainnya yang mungkin di alami oleh masyarakat baik di
dunia nyata ataupun di dunia maya. Indonesia adalah negara hukum seperti yang tertuang dalam
konstitusi, sebagai sebuah negara hukum tentunya negara wajib melindungi setiap warga negaranya
dari setiap perbuatan yang dapat merugikan apalagi perbuatan tersebut dapat merusak tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti halnya kejahatan yang terjadi di dunia maya atau biasa
disebut dengan cybercrime.
Kejahatan yang tidak menganal ruang dan waktu ini mengalami perkembangan yang pesat akhir-
akhir ini, kecanggihan teknologi yang disalah gunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
demi keuntungan pribadi yang menyebabkan negara-negara berkembang kesulitan untuk menindak
pelaku kejahatan komputer khususnya pihak kepolisian, disamping dibutuhkan suatu perangkat
aturan yang mengatur tentang penyalahgunaan informasi ini juga dibutuhkan sumber daya manusia
dan sarana dan prasarana yang mendukung. Melihat kondisi di atas diperlukan suatu perangkat
aturan yang khusus mengatur tentang kejahatan komputer dan perlindungan hukum terhadap
pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas pemerintah pada tanggal 21 April 2008 telah
mengundangkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Secara umum UU ITE dapat dibagi dua bagian besar yaitu mengatur
mengenai transaksi elektronik dan mengatur perbuatan yang dilarang (cybercrimes).
Daftar pustaka :
Andi Hamzah, 1990, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer, Sinar Grafika, Jakarta.
Arif Gosita, 2004, Masalah Korban Kejahata, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta
Barda Nawawi Arief, 2000, Perlindungan HAM dan Korban dalam Pembaharuan Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Dikdik M Arief Mansyur dan Elisatris Gultom, 2008, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
J.E Sahetapy, 1987, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, cet.I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Josua Sitompul, 2012, Cyberspace, cybercrime, cyberlaw, Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT.
Tatanusa, Jakarta.
Muladi dan Barda Nawawi Arif, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung.
• * kemukakan setidaknya 4 contoh kasus kejahatan siber yang pernah terjadi di Indonesia
Jawaban:

• Pertama, kejahatan yang menargetkan internet, komputer, dan teknologi terkait.


Di bawah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, ada tujuh jenis
kejahatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan yang menargetkan internet,
komputer, dan teknologi terkait. Kejahatan-kejahatan tersebut dianggap sebagai
kejahatan kontemporer yang menghasilkan bentuk kejahatan baru.
Jenis Kejahatan Ketentuan dalam UU ITE
Meretas (Hacking) Pasal 30
Intersepsi ilegal Pasal 31 Ayat (1) dan Pasal 31 Ayat  (2)
Mengotori (Defacing) Pasal 32
Pencurian Elektonik Pasal 32  Ayat (2)
Interference Pasal 33
Memfasilitasi tindak pidana terlarang Pasal 34
Pencuri Identitas Identitas Pasal  35
• kedua adalah konten ilegal dengan menggunakan internet, komputer dan teknologi terkait untuk
melakukan kejahatan. Di bawah UU ITE, ada tujuh jenis kejahatan yang diklasifikasikan sebagai
kejahatan yang menargetkan internet, komputer, dan teknologi terkait. Kejahatan ini terkait
dengan publikasi dan distribusi konten ilegal. Tidak seperti kelompok pertama yang menganggap
bentuk kejahatan baru, kelompok kedua dianggap sebagai kejahatan lama, tetapi perkembangan
teknologi telah menciptakan media baru untuk memberikan kebebasan berekspresi. Oleh karena
itu, legislator mengatur ulang kejahatan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Sebenarnya, semua jenis kejahatan ini sudah diatur dalam tindakan kriminal lainnya
dan ini menciptakan apa yang disebut Douglas Huzak sebagai kriminalisasi berlebihan.
Jenis Konten Ilegal Menurut UU ITE:

Jenis Kontent Ilegal Ketentuan dalam UU Ketentuan dalam


ITE Undang-Undang Lainnya
Pornografi Pasal 27  Ayat (1) Undang-Undang  No. 44
Tahun 2008 tentang
Pornografi dan Kitab
Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)
Judi Pasal 27 Ayat (2) KUHP
Fitnah Pasal 27 Ayat (3) KUHP
Pemerasan Pasal 27 Ayat (4) KUHP
Tipuan yang Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang No. 8
membahayakan konsumen Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Ujaran kebencian Pasal 28 Ayat (2) KUHP
Ancaman kekerasan Pasal 29 KUHP
terhadap orang lain
Ketiga Pencurian data pribadi melalui teknik phising
Phising merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk mencuri data korban seperti user id,
password, dan lain-lain. Hacker akan menyamar menggunakan form login atau situs palsu untuk
memancing korban memasukkan data-data sensitif seperti password atau pun user ID. Biasanya
hacker menyebarkan link palsu melalui email atau melalui pesan pop up yang menyatakan bahwa
Anda memenangkan sebuah hadiah. Selanjutnya, hacker mengharuskan Anda memasukkan data-
data pribadi ke dalam situs palsu tersebut.
Kasus cyber crime di Indonesia melalui teknik ini pernah menyerang salah satu bank ternama di
Indonesia. Pelaku mengirimkan email dan mengarahkan korban untuk mengisi data pribadi melalui
situs palsu. Akibatnya, korban mengalami kerugian dengan nominal yang sangat besar.
keempat Kelumpuhan sistem karena serangan Ddos
Ddos attack menjadi serangan yang populer dilakukan oleh para hacker. Tidak
hanya di Indonesia, Ddos Attack juga menjadi ancaman di negara lain. Ddos
adalah jenis serangan terhadap server atau website yang menyerang dengan cara
menghabiskan sumber daya atau resource yang terdapat di dalamnya. Hal ini akan
berakibat pada pengguna yang tidak bisa mendapatkan akses layanan dari website
atau server tersebut karena penuhnya lalu lintas di dalam server atau pun website.
Aktivitas bisnis Anda tentu akan mengalami kerugian besar jika website Anda
tidak dapat diakses atau digunakan oleh pelanggan Anda.
• D Menurut anda apakah masyarakat Indonesia saat ini telah masuk dalam kategori sebagai masyarakat
digital?. Berikan setidaknya 2 alasan dengan 2 contoh untuk mendukung pendapat anda tersebut.
• Menurut anda apakah masyarakat Indonesia saat ini telah masuk dalam kategori sebagai masyarakat
digital?.
jawaban: menurut saya masyarakat Indonesia sudah masuk dalam kategoti sebagai masyarakat digital,
yang mana kita ketahui bahwasannya KEHADIRAN media sosial di satu sisi memang menawarkan
berbagai kemudahan bagi para penggunanya untuk mengakses dan men-share informasi secara cepat,
mudah, dan murah. Namun, di sisi lain, ketika penggunaan media sosial berkembang makin liar dan keluar
dari batas-batas keadaban, risiko yang terjadi ialah munculnya keresahan dan bahkan tidak mustahil
munculnya konflik yang manifest di masyarakat. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi ketika masyarakat
dengan mudah bisa mengunggah berbagai ujaran kebencian, berita hoax dan informasi yang bernada
provokatif tanpa bisa dicegah? Para pengguna gadget dengan didukung kemampuan mengakses internet
dan memanfaatkan media sosial, mereka tak ubahnya seperti wartawan dadakan yang dapat mengekspos
informasi apa pun yang seketika itu pula akan menyebar luas di kalangan pengguna media sosial yang lain.
Di era perkembangan masyarakat digital, ketika informasi yang beredar di dunia maya nyaris tak
terbatas dan tak terbendung, sebagian besar masyarakat umumnya tidak lagi bisa membedakan
mana berita yang benar dan mana berita yang tak memiliki rujukan pada realitas yang nyata. Hanya
karena kesamaan ideologi, kepentingan, dan kesamaan identitas sosial tertentu, masyarakat
biasanya dengan mudah teperdaya dan memercayai begitu saja berita-berita yang sesungguhnya
tidak benar dan menghasut. Seseorang yang memercayai sebuah berita hoax, dan kemudian tanpa
berpikir panjang men-share dan meresirkulasikan ke anggota komunitas, bukan tidak mungkin
berita hoax itu akan dianggap benar karena terus-menerus disirkulasi dan diresirkulasikan.
*Berikan setidaknya 2 alasan dengan 2 contoh untuk mendukung pendapat anda tersebut.
Jawaban:
pertama, karena masyarakat Indonesia belum didukung dan memiliki tingkat literasi digital yang
memadai, yang bisa dijadikan modal untuk menyikapi booming informasi di dunia maya secara
kritis.

Kedua, karena masyarakat masih banyak yang belum memahami bahwa media sosial ialah bagian
dari ruang publik yang membutuhkan bentuk tanggung jawab para pemakainya untuk memastikan
informasi yang mereka share benar-benar valid dan benar. Ketiga, karena masyarakat acap kali
masih menyembunyikan diri di balik kerumunan besar para pengguna media sosial, dan seolah
merasa apa yang mereka lakukan bersama dengan anggota komunitas siber yang lain tidak keliru.
2. Berikan jawaban anda atas pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan pemberitaan di
bawah ini:

Sumber: https://newsmaker.tribunnews.com/2021/01/24/amanda-manopo-dituding-plagiat-
puisi-orang-lain-di-ig-andin-ikatan-cinta-dikomentari-penulis-asli
• Pertanyaan:
A.Apakah perbuatan Amanda untuk membacakan puisi tanpa izin si Pencipta merupakan pelanggaran
Hak Ekonomi atau Hak Moral menurut UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta?.
Jawaban:
Bagaimana jika Pencipta puisi tersebut tidak keberatan karyanya dibacakan di postingan IG dari Amanda, apakah
Amanda masih bisa diproses secara hukum?.
Jawaban:
Perlu diketahui, hak moral merupakan hak eksklusif yang melekat pada diri sang pencipta. Berdasarkan Pasal 5 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta), Hak Moral Pencipta terdiri atas:

1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya
untuk umum;
2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
3. Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
4. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang
bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Hak Cipta, jika kita ingin menggunakan Ciptaan seseorang, entah itu di
postingan media sosial, story, atau mungkin status, maka kita perlu mencantumkan nama Penciptanya (credit). 
Hak moral Pencipta untuk tetap mencantumkan namanya dalam ciptaan berlaku sepanjang waktu
atau abadi (Pasal 57 ayat (1) UU Hak Cipta). Untuk itu, Pencipta dan ahli warisnya mempunyai
hak untuk menggugat setiap orang yang melanggar Hak Moral Pencipta (Pasal 98 ayat (1) UU Hak
Cipta). Pencipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Niaga atas pelanggaran
tersebut (Pasal 99 ayat (1) UU Hak Cipta).

Selain itu yang perlu diperhatikan, Jika pemakaian Ciptaan seseorang digunakan untuk kepentingan
komersial, maka dapat pula dikenai sanksi pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 113 ayat (2) UU Hak
Cipta, dengan sanksi pidana penjara maksimal 3 (tiga) tahun, dan pidana denda hingga 500 juta
rupiah.  Sehingga, bagi kalian yang ingin menggunakan karya cipta orang lain sebaiknya tetap
mencantumkan nama si pencipta atau meminta izin kepada pencipta dari karya cipta tersebut. 

Anda mungkin juga menyukai