Disusun Oleh:
( 0206193071 )
JURUSAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Hukum Kekayaan Intelektual. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
Saya mengucapkan terima kasih kepada DR. Elvira Dewi Br. Ginting M.hum selaku
dosen pengampu pada mata kuliah hukum kekayaan intelektual yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.
Saya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dari berbagai sisi. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap agar dapat diberikan kritik dan
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
2.2 .......................................................................................................................................
2.3 .......................................................................................................................................
2.4 .......................................................................................................................................
2.5
3.1 Kesimpulan................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia telah bertekad untuk mewujudkan suatu
masyarakat yang dicita-citakan bersama, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, spiritual dan
material. Dalam upaa mencapai atau mewujudkan cita-cita tersebut pada akhir abad ke-20 ini
terjadi suatu perkembangan kehidupan ditingkat nasional maupun internasional yang
berkembang cepat. Terutama di bidang-bidang teknologi informasi, telekomunikasi,
transportasi, perekonomian, hukum pada umumnya dan pemberian perlindungan hukum
semakin efektif terhadap Hak Kekayaan Intelektual.
Saat ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatnya kegiatan
pembangunan nasional membuat masyarakat dalam berbagai macam segi kehidupan juga
mengalami peningkatan oleh karena itu adanya upaya penciptaan dan pembaharuan suatu
peraturan Perundang-undangan diperlukan agar terjamin suatu kepastian hukum. Demikian pula
dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang erat kaitanya dengan masalah Hak Kekayaan
Intelektual, dengan meningkatnya kegiatan dibidang teknologi ditandai dengan timbulnya
penemuan-penemuan baru yang bersifat inovatif tetapi sangat disayangkan ditengah
berkembangnya sector ilmu pengetahuan dan teknologi ini tidaklah didukung oleh kesadaran
masyarakat dan para pelaku pasar untuk jujur dalam pemahaman pentingnya melindungi Hak
Kekayaan Intelektual atas sebuah produk yang dihasilkan oleh seseorang. Maraknya
pembajakan terhadap buku yang terjadi saat ini menandakan masih lemahnya penegakan
terhadap hak cipta di Indonesia. Buku dalam format elektronik harusnya dapat memberikan
solusi terhadap mahalnya harga buku teks tetapi pada kenyataannya justru buku dalam format
elektronik ini menjadi lebih mudah untuk di bajak secara online oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab untuk diperbanyak guna memperoleh keuntungan individu semata.
1
1.2 Rumusan Masalah
Teknologi imformasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari dimulainya kehidupan sampai
dengan berakhirnya kehidupan, hal ini dikenal dengan e-lifeartinya kehidupan ini sudah dipengaruhi
oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Kehidupan masyarakat sekarang ini sedang semarak dengan
pembajakan buku elektronik semakin marak terjadi, dimana setiap orang bebas dan gratis mengakses
buku elektronik. Setiap orang hanya perlu membuat akun di situs atau website tertentu yang
menyediakan buku elektronik secara ilegal untuk kemudia di unduh secara gratis. Hal ini cukup
memprihatinkan dimana seharusnya mereka mengunduh buku elektronik tersebut di aplikasi resmi
dengan situs berbayar sesuai dengan prosedurnya sehingga penulis yang memiliki hak cipta atas buku
Permasalahan ini merupakan dampak negatif dari perkembangan teknologi yang justru digunakan
untuk hal-hal yang sifatnya merugikan pihak lain.Berdasarkan teori negara hukum bahwa fungsi dan
tujuan dari suatu negara adalah untuk memelihara dan menjaga ketertiban masyarakat dimana Hak Asasi
Manusia diakui dan dilindungi oleh negara, hak-hak tersebut jelas oleh pemerintah Indonesia diatur
melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 sehingga baik masyarakat maupun pemerintah harus
tunduk pada hukum yang sama, diperlakukan sama agar timbul keteraturan.
Menurut Undang-undang Hak Cipta, pencipta suatu karya tulis mempunyai sekumpulan hak khusus
1. Hak untuk memperbanyak dalam bentuk buku yang diterbitkan sendiri oleh penerbit
4. Hak untuk membuat karya siaran dan sebagainya Berdasarkan teori perlindungan hukum bahwa
peranan hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada anggota
masyarakat yang kepentingannya terganggu, sengketa yang terjadi dalam masyarakat harus
diselesaikan menurut hukum yang berlaku.
1. Pawitran,M.R.A.,Dharmawan,N.K.S.,& Indrawati,A.K.S.(2017).Pengaturan Lembaga
Manajemen Kolektif Berkaitan Dengan Penarikan Royalti Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta,5(1),2
2. Haris Munandar,M.A.,Sally Sitanggang,2011,Mengenal HAKI-Hak Kekayaan
Intelektual,Erlangga,Jakarta,hlm.14.
3. yafrinaldi, Fahmi dan M. Abdi Almaksur, Hak Kekayaan Intelektual, (Pekanbaru: Suska
Press, 2008),h.39
4. Iswi Hariyani, op cit., h. 16
5. Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta:Rajawali Pers, 2015), Cet.
Ke-9, h.19
6. Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2010), h. 45
7. Muhamad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003), h. 7.
8. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2014, Pasal 99 Butir 1-3.
9. Ramli, Ahmad M, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2004), h. 22-23
10. Dewi, Shinta, Cyberlaw Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi Dalam E-
Commerce Menurut Hukum Internasional, Bandung: Widya Padjajaran, 2015
11. Cahyadi, Dwiadi, “Sekelumit Masalah Hukum Di Dunia Cyber”, disajikan dalam
Seminar Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kamis, 12 April 2001
Gambar 1. Skabies di bawah dermoskopi (pembesaran asli, 10). Tampak beberapa kepala
Ada berbagai pengobatan untuk skabies. Permetrin 5% topikal banyak digunakan dan
paling efektif, tetapi berhubungan dengan resistensi, kepatuhan pasien yang buruk, dan reaksi
alergi. Ivermektin oral, meskipun tidak disetujui oleh Food and Drug Administration AS
untuk pengobatan skabies, merupakan pilihan pengobatan lain; 2 dosis sama efektifnya
lindane topikal, 5% endapan sulfur, malathion, dan ivermectin topikal. Pilihan pengobatan
dibatasi oleh resistensi S. scabiei, biaya, ketersediaan, dan potensi toksisitas, terutama pada
Gambar 2. Sarcoptes scabiei tampak di bawah mikroskop (pembesaran asli, 20) setelah
pengikisan kulit.
Tingginya prevalensi skabies di negara berkembang disebabkan oleh kemiskinan,
status gizi buruk, tunawisma, dan kebersihan yang buruk. Di negara berkembang, prevalensi
skabies lebih tinggi pada anak-anak dan remaja dibandingkan pada orang dewasa. Skabies
mempengaruhi pria dan wanita secara setara. Di negara maju, wabah skabies secara historis
telah dijelaskan di fasilitas perawatan jangka panjang, rumah sakit, dan daerah kepadatan
penduduk. Sedikit yang diketahui tentang insiden dan pola pengobatan skabies saat ini di
Amerika Serikat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji data demografi, jenis
2.2.1 Metode
Setelah disetujui oleh Institutional Review Board Wake Forest Baptist Medical
Center (WFBMC), catatan klinik rawat jalan di Departemen Dermatologi WFBMC dicari
pasien yang mengunjungi klinik dalam 5 tahun terakhir dan memiliki diagnosis skabies
(International Classification of Disease, Ninth Revision, code 133.0). Pasien dikeluarkan jika
Usia dan jenis kelamin pasien didapatkan dari sistem rekam medis elektronik Rekam
medik ditinjau untuk mengidentifikasi tempat tinggal pasien, bagaimana skabies didiagnosis,
pengobatan skabies, apakah pasien salah didiagnosis, kebutuhan untuk perawatan ulang, dan
adanya rasa gatal paska-skabetik. Jika tempat tinggal tidak dicatat dalam rekam medik,
sebagian besar rekam medik, itu tidak disertakan. Statistik deskriptif digunakan untuk
menganalisis data. Microsoft Excel (Microsoft Corp, Redmond, WA) digunakan untuk
manajemen data.
2.2.2 Hasil
459 kasus dianalisis. Sebanyak 31 kasus tidak memenuhi kriteria inklusi karena tidak ada
pengobatan skabies yang diterima di Departemen Dermatologi WFBMC atau kasus salah
kode. Yang tersisa 428 kasus memenuhi kriteria inklusi. Informasi demografis dicatat (Tabel
1, Gambar 3).
Melalui rekam medik, metode diagnosis (Gambar 4) dan pengobatan yang ditentukan
(Gambar 5) dicatat. Pada saat pengobatan skabies oleh Departemen Dermatologi WFBMC,
194 pasien (45%) telah salah didiagnosis dan 100 pasien (23%) telah dirawat karena skabies
sebelum datang ke Departemen Dermatologi WFBMC. Dari 428 pasien yang diobati, 76
pasien (18%) memerlukan pengobatan tambahan untuk skabies pada kunjungan selanjutnya
Literatur saat ini menunjukkan bahwa skabies lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan tinjauan kasus, rentang usia pasien yang
didiagnosis dengan skabies adalah 5 minggu hingga 92 tahun, dengan usia rata-rata 27 tahun.
Kelompok usia anak (0 sampai 18 tahun) memiliki diagnosis skabies paling banyak.
Ditemukan kasus skabies lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (54%
vs 46%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Pannell et al1 yang menemukan skabies
lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dalam rekam medik retrospektif jangka
panjang.
yang terjadi di fasilitas perawatan jangka panjang dan rumah sakit, sebagian besar pasien
yang didiagnosis dengan skabies dalam penelitian ini tinggal di rumah. Pasien yang tidak
tinggal di rumah, tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang atau di asrama perguruan
tinggi.
Penyedia layanan kesehatan menggunakan beberapa metode berbeda untuk
mendiagnosis skabies dalam penelitian ini, dan 58% diagnosis dibuat dengan melihat tungau,
telur atau feses pada pemeriksaan mikroskopis dari kerokan kulit. Berdasarkan pemeriksaan
dengan mikroskop, anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah metode kedua dan ketiga yang
paling umum untuk mendiagnosis skabies. Diagnosis melalui pemeriksaan fisik termasuk
diagnosis melalui dermoskopi, metode yang sangat sensitif untuk mendiagnosis skabies.
Dari pasien yang didiagnosis dengan skabies, 45% telah salah didiagnosis. Menurut
rekam medik, pasien awalnya salah didiagnosis dengan eksim, dermatitis papular, dermatitis
iritan, atau dermatitis kontak, dan 1 pasien salah didiagnosis dengan limfoma sel T kulit.
antara penyedia perawatan primer, penyedia darurat, dan dokter kulit. Pasien dengan gatal
parah harus ditanyai tidak hanya tentang tempat tinggal mereka tetapi juga tentang riwayat
perjalanan terakhir, paparan ke penitipan anak, dan paparan ke rumah sakit. Pada anak kecil,
skabies dapat muncul dalam distribusi yang tidak biasa yang melibatkan wajah, kulit kepala,
dan leher, dengan lesi nodular atau pustular yang berlawanan dengan liang tradisional.
Misdiagnosis menyebabkan pasien pada berpotensi mengalami efek samping dari pengobatan
yang tidak dibutuhkan, termasuk biaya pengobatan yang tidak perlu. Dua pasien dalam
penelitian kami menerima siklosporin sebelum menerima diagnosis yang benar. Frekuensi
kesalahan diagnosis skabies mendukung kebutuhan akan pilihan diagnosis yang lebih
diagnosis negatif palsu jika dibandingkan dengan kerokan kulit. Uji serologi khusus untuk S.
scabiei telah dikembangkan, dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 93,75%, dan dapat
tunggal (69%). Meskipun ivermectin oral tidak disetujui oleh Food and Drug Administration
AS untuk pengobatan skabies, 30% pasien hanya menerima ivermectin oral (7%) atau dalam
kombinasi dengan permetrin (23%). Hanya 1% pasien yang diobati dengan perawatan lain;
pengobatan pada bayi paling sering menggunakan obat precipitated sulfur topikal karena
potensi efek samping permetrin topikal pada populasi itu. Resistensi terhadap ivermectin oral
skabies sebelum evaluasi awal mereka di WFBMC; 18% pasien studi memerlukan perawatan
ulang oleh WFBMC. Mayoritas pasien (68%) telah diobati dengan permetrin saja; namun,
lebih dari seperempat dari mereka telah diobati dengan kombinasi permetrin dan ivermectin.
Hanya 1 pasien yang telah diobati dengan ivermectin oral saja yang membutuhkan perawatan
ulang.
dekat tidak diobati secara bersamaan, pasien dapat terinfeksi ulang, sehingga diberikan
pengobatan untuk semua kontak dekat terlepas dari apakah ada gejala. Banyak negara telah
melegalkan Expedited Partner Therapy untuk penyakit menular seksual, yang akan
memungkinkan resep ditulis juga untuk pasien yang kontak dengan penderita skabies, jika
skabies dianggap sebagai penyakit menular seksual di negara bagian tertentu. Pasien juga
harus mendekontaminasi semua tempat tidur, handuk, dan pakaian pada saat perawatan.
Ketidakpatuhan terhadap rejimen yang ditentukan adalah penyebab umum lain dari
kegagalan pengobatan. Petunjuk penggunaan permetrin topikal termasuk aplikasi krim dari
leher ke bawah pada anak-anak dan orang dewasa dan di seluruh tubuh, termasuk kepala,
pada bayi. Permetrin dibiarkan di kulit selama 8 jam kemudian dibilas, diikuti dengan
pemakaian kedua 1 minggu kemudian. Kelompok usia anak-anak paling membutuhkan
perawatan ulang, yang dapat dijelaskan dengan pemakaian yang tidak teratur atau kesulitan
dalam menerapkan obat topikal pada pasien yang lebih muda. Meskipun permetrin adalah
skabisidal, pemakaian ulang dilakukan untuk menutupi pemakaian yang tidak mencukupi
selama perawatan pertama. Ivermectin juga diresepkan untuk 2 tindakan pengobatan, tetapi
tidak seperti permetrin topikal, alasan untuk 2 tindakan ivermectin adalah karena skabistatik;
perlakuan kedua dimaksudkan untuk membunuh tungau yang telah menetas sejak perlakuan
pertama. Kegagalan pengobatan mungkin terjadi pada resistensi S. scabiei terhadap permetrin
Gejala sisa yang umum dari skabies adalah rasa gatal yang persisten. Hal ini dikaitkan
dengan kegagalan pengobatan, iritasi kulit, dan kesalahan diagnosis. Dalam penelitian ini,
34% pasien (tidak termasuk mereka yang membutuhkan perawatan ulang) memiliki keluhan
(autoeczematization), atau perubahan kulit yang disebabkan oleh iritasi dari obat topikal.
Krim permetrin mengandung alergen potensial, termasuk permetrin itu sendiri, formaldehida,
dan komponen dasar krim lainnya, yang dapat menyebabkan dermatitis kontak.
disebabkan oleh pelepasan antigen yang disebabkan oleh penghancuran tungau yang
menimbulkan gejala gatal setelah pengobatan. Beberapa kasus gatal yang berlanjut mungkin
disebabkan oleh kesalahan diagnosis; dalam penelitian ini, 40% kasus didiagnosis tanpa
temuan definitif tungau skabies baik pada mikroskop cahaya atau biopsi.
tinjauan retrospektif ini memiliki keterbatasan. Penelitian ini dilakukan di satu lokasi
dermatologi rawat jalan, sehingga temuannya mungkin tidak dapat digeneralisasikan untuk
lokasi geografis lainnya. Tingkat kesalahan diagnosis mungkin terlalu tinggi, karena ini
adalah pusat rujukan perawatan primer dan dokter kulit. Pasien yang membutuhkan
perawatan ulang mungkin diabaikan, karena pasien mungkin telah dievaluasi dan dirawat di
fasilitas lain setelah diagnosis awal. penelitian retrospektif ini memiliki keterbatasan.
Penelitian ini dilakukan di satu lokasi dermatologi rawat jalan, sehingga temuannya mungkin
tidak dapat digeneralisasikan untuk pengaturan lain atau lokasi geografis lainnya. Tingkat
kesalahan diagnosis mungkin terlalu tinggi, karena ini adalah pusat rujukan untuk perawatan
primer komunitas dan dokter kulit. Pasien yang membutuhkan perawatan ulang mungkin
diabaikan, karena pasien mungkin telah dievaluasi dan dirawat di fasilitas lain setelah
modalitas diagnostik
BAB III
TELAAH JURNAL
Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan data demografi,
jenis pengobatan, keberhasilan pengobatan dan diagnosis skabies di poli klinik rawat jalan.
Sistematika penulisan pada jurnal ini disusun dengan rapi. Komponen jurnal ini terdiri
atas abstrak, latar belakang, metode, hasil, dan kesimpulan. Tata bahasa yang digunakan
dalam penulisan sistematis, sesuai kaidah bahasa dan tidak sulit untuk dipahami.
3.3 Judul
3.4 Penulis
3.5 Abstrak
Skabies adalah penyakit kulit yang sering diabaikan dan sedikit yang diketahui
mengenai insidensi serta pola pengobatannya saat ini di Amerika Serikat. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengkaji data demografi, jenis pengobatan, keberhasilan pengobatan, dan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji data demografi, jenis pengobatan,
keberhasilan pengobatan, dan tingkat kesalahan diagnosis skabies di poliklinik kulit rawat
jalan.
BAB IV
KESIMPULAN
Skabies adalah kondisi kulit yang umum terlihat di klinik rawat jalan di negara maju.
Pasien sering datang setelah salah didiagnosis. Peningkatan kesadaran tentang skabies, seperti
tanda dan gejala pada pasien yang tinggal di rumah (bukan di fasilitas perawatan jangka
panjang atau mereka yang tunawisma), lesi nodular atau pustular, dan distribusi yang berbeda
pada anak-anak dapat mengarah ke lebih akurat, dan diagnosis lebih cepat. Metode yang
sering digunakan untuk mendiagnosis skabies melalui kerokan kulit sering kali misdiagnosis
karena kesalahan pengambilan sampel. Teknik diagnostik non-invasif yang murah, seperti
dermoskopi, dapat digunakan selama pemeriksaan fisik. Penelitian ini menunjukkan bahwa
metode diagnostik yang lebih akurat dan lebih cepat diperlukan untuk mendiagnosis skabies
untuk membatasi pengobatan yang tidak perlu dan mempercepat terapi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Scabies in a Dermatology Office‟, Journal of the American Board of Family Medicine, 30(1),