Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF UU ITE


Dosen pengampu : Tansah Rahmatullah. ST.,MH.

Disusun oleh :
Kelompok 2
Adhietya septiana 41033732211058
Pitriyani 41033732211042
Raden Darmansyah 41033732211043
Riska Siti Aisyah 41033732211046
Salfadila Reidha Setya 41033732211055
Tegar Mahesa Albani 41033732211049

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan juga kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Hukum Komunikasi Dalam Perspektif UU ITE “. Penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada Bapak Tansah Rahmatullah. ST.,MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Komunikasi yang senantiasa memberikan ilmu serta arahan dalam proses perkuliahan.

Makalah ini berisikan tentang hukum komunikasi dalam perspektif UU ITE di kalangan
masyarakat pada umumnya, bagaimana masyarakat berkomunikasi atau berinteraksi
khususnya di sosial media agar bisa menggunakan bahasa yang baik dan tidak melanggar
hukum, khususnya hukum komunikasi dalam perspektif UU ITE.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun kepada siapa saja yang
membaca makalah ini guna menjadikan penulisan makalah ini menjadi lebih baik lago. Mudah
– mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri umumnya bagi semua
orang. Aamiin

Bandung, 02 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat ........................................................................................................ 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
KAJIAN PUSTAKA.................................................................................................................. 5
1. Pengertian Hukum Komunikasi ...................................................................................... 5
BAB III ...................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
1. Undang – Undang Informasi Transaksi Elektronik ( UU ITE )...................................... 6
2. Gambaran Umum UU ITE .............................................................................................. 6
3. Urgensi Revisi UU ITE dan Implementasi UU ITE ....................................................... 7
4. Tujuan Undang – Undang ITE ........................................................................................ 9
5. Manfaat UU ITE ............................................................................................................. 9
BAB IV .................................................................................................................................... 11
SIMPULAN ............................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari – hari kita tentu saja tidak lepas dari berinteraksi dan juga
berkomunkasi dengan sesama. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari manusia sebagai makhluk
sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan pasti membutuhkan bantuan orang lain. Dalam proses
beromunikasi atau berinteraksi tentu saja harus menggunakan bahasa dan juga etika yang baik
dan benar, hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 F yang berbunyi “ bahwa setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan
informasi dengan menggunakan segala jenis “.
Namun pada kenyataanya sering sekali terjadi interaksi atau komunukasi yang tidak
sesuai seperti yang seharusnya, terutama komunikasi dan juga interaksi di media sosial. Banyak
sekali terjadi ujaran – ujaran kebencian, baik itu di kalangan pelajar, anggota dewan dan ujaran
kebencian di kalangan masyarakat pada umumnya. Persoalan ini tentu saja tidak bisa dibiarkan
begitu saja, perlu adanya tindakan dan juga solusi agar siapapun baik itu pelajar, anggota
dewan, dan masyarakat pada umunya bisa berkomunikasi sesuai dengan hukum komunikasi
yang seharusnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum komunikasi dalam perspektif UU ITE berlangsung di Indonesia ?
2. Bagaimana hukum komunikasi di media soaial ?
3. Apa tujuan UU ITE ?

C. Tujuan dan Manfaat


Berikut ini adalah tujuan dan juga manfaat dari penulisan makalah yang berjudul
hukum komunikasi dalam perspektif UU ITE, yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses hukum komunikasi dalam perspektif UU ITE di


Indonesia berlangsung.
2. Untuk mengetahui hukum komunikasi di media sosial.
3. Untuk mengetahui tujuan dan juga manfaat UU ITE.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Hukum Komunikasi
Ada pepatah dalam bahasa latin yang berbunyi ‘Ubi ius Societas” artinya di mana
ada hukum di situ ada masyarakat. Dalam konteks ilmu komunikasi pepatah itu berbunyi
“Ubi Comunication ubi ius” artinya tidak ada hukum seandainya tidak ada proses
penyampaian pesan antar manusia (komunikasi). Hukum komunikasi adalah hukum yang
mengatur kebebasan dan tanggung jawab antara manusia dalam proses penyampaian pesan
baik secara langsung ( non media ) dan atau secara tidak langsung ( dengan media cetak
maupun technology elektromagnetik /telekomunikasi ). Tujuannya agar hak asasi dan
kemerdekaan setiap orang dalam melakukan interaksi social atau berkomunikasi dapat
berlangsung dengan aman dan penuh tanggung jawab , maka diperlukan adanya suatu
aturan-aturan yang mengaturnya agar proses penyampaian pesan antara manusia dapat
berjalan dengan baik dan benar demi mewujudkan rasa keadilan, ketertiban, kedamaian dan
keamanan sebagai bentuk dari demokrasi.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satu negara yang menganut
system demokrasi. Dimana semua orang bebas berpendapat, berkomunikasi dan bertukar
pikiran. Hal hal tersebut tidak hanya dilakukan secara face to face saja, namun bisa juga
memalui media, media yang sering kita pakai yaitu media sosial seperti facebook, twitter
dan lain-lain. Namun banyak orang menyalahgunakan sosial media untuk menghujat orang
lain, pencemaran nama baik, pemfitnahan dan pemberitaan Hoax dan yang menarik lagi
ternyata Hukum komunikasi berlaku pada sosial media. Hukum komunikasi media sosial
adalah suatu hukum yang mengatur pada kebebasan dan tanggung jawab seseorang dalam
berkomunikasi menggunakan media sosial agar terciptanya rasa keadilan, ketertiban,
kedamaian dan keamanan dalam berkomunikasi melalui media sosial. Dan wujud dari
hukum komunikasi media sosial adalah UU ITE yang telah berlaku.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Undang – Undang Informasi Transaksi Elektronik ( UU ITE )
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik
(UU ITE). Undang-undang tersebut adalah undang-undang yang pertama yang mengatur
tentang pelaksanaan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia. Undang-undang
tersebut dibentuk melalui kesepakatan bersama dalam rapat paripurna antara pemerintah
dengan DPR. Hasil dari kesepakatan tersebut mengandung amanat penting bagi masyarakat
agar membangun etika dalam penggunaan media sosial sehingga lebih berhati-hati dan
bijak dalam menggunakan media sosial (Rajab, 2018). Sosial media dalam hal ini secara
tidak langsung memberikan kebebasan untuk berpendapat, berkomunikasi, dan bertukar
pikiran, namun di sisi lain juga menjadi ancaman bagi pengguna karena terdapat aturan
dalam UU ITE yang dianggap mengintai serta membatasi kebebasan tersebut.

2. Gambaran Umum UU ITE


UU ITE ini terdiri dari 13 bab dan 54 pasal sebagai berikut ;

1. Bab 1 – Tentang Ketentuan Umum, menjelaskan istilah–istilah teknologi informasi


menurut undang-undang informasi dan transaksi elektronik.
2. Bab 2 – Tentang Asas Dan Tujuan, menjelaskan tentang landasan pikiran dan tujuan
pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
3. Bab 3 – Tentang Informasi, Dokumen, Dan Tanda Tangan Elektronik, menjelaskan
sahnya secara hukum penggunaan dokumen dan tanda tangan elektronik sebagai
mana dokumen atau surat berharga lainnya.
4. Bab 4 – Tentang Penyelenggaraa Sertifikasi Elektronik Dan Sistem Elektronik,
menjelaskan tentang individu atau lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi
elektronik dan mengatur ketentuan yang harus di lakukan bagi penyelenggara
sistem elektronik.
5. Bab 5 - Tentang Transaksi Elektronik, berisi tentang tata cara penyelenggaraan
transaksi elektronik.
6. Bab 6 – Tentang Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual, Dan Perlindungan Hak
Pribadi, menjelaskan tentang tata cara kepemilikan dan penggunaan nama domain,
perlindungan HAKI, dan perlindungan data yang bersifat privacy.
7. Bab – 7 Tentang Perbuatan Yang Dilarang, menjelaskan tentang pendistribusian
dan mentransmisikan informasi elektronik secara sengaja atau tanpa hak yang
didalamnya memiliki muatan yang dilarang oleh hukum.
8. Bab – 8 Tentang Penyelesaian Sengketa, menjelaskan tentang pengajuan gugatan
terhadap pihak pengguna teknologi informasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9. Bab 9 – Tentang Peran Pemerintah Dan Peran Masyarakat, menjelaskan tentang
peran serta pemerintah dan masyarakat dalam melindungi dan memanfaatkan
teknologi informasi dan transaksi elektronik.
10. Bab 10 – Tentang Penyidikan, bab ini mengatur tata cara penyidikan tindak pidana
yang melanggar Undang-Undang ITE sekaligus menentukan pihak-pihak yang
berhak melakukan penyidikan.
11. Bab 11 - Tentang Ketentuan Pidana, berisi sanksi-sanksi bagi pelanggar Undang-
Undag ITE.
12. Bab – 12 Tentang Ketentuan Peralihan, menginformasikan bahwa segala peraturan
lainnya dinyatakan berlaku selama tidak bertentangan dengan UU ITE.
13. Bab 13 – Tentang Ketentuan Penutup, berisi tentang pemberlakuan undang-undang
ini sejak ditanda tangani presiden.

3. Urgensi Revisi UU ITE dan Implementasi UU ITE


Cyber Law penting untuk diberlakukan sebagai hukum di Indonesia. Hal tersebut
menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Menurut pihak yang pro terhadap Cyber
Law, sudah saatnya Indonesia memiliki Cyber Law, disebabkan oleh perkembangan zaman
serta mengingat hukum-hukum tradisional tidak mampu mengantisipasi perkembangan
dunia maya yang pesat. Akan tetapi Cyber Law (UU ITE) kerap kali menuai problematika
dan dianggap multitafsir serta menimbulkan kegaduhan pada masyarakat. Banyak kritik
serta laporan dari berbagai lapisan masyarakat atas undang-undang tersebut. Adapun alasan
mengapa Cyber Law harus direvisi, antara lain sebagai berikut:

Menurut pakar hukum Bagir Manan, menilai merelaksasi penerapan UU ITE oleh aparat
penegak hukum menjadi kebutuhan sambil menunggu hasil Tim Kajian bentukan
pemerintah soal kepastian revisi UU ITE. Perlu ada relaksasi, pengendoran unsur-unsur
yang bersifat dwingend recht. Terdapat beberapa alasan untuk merelaksasi penerapan UU
ITE, antara lain :

1) Di Negara Belanda, pernah terjadi pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata (KUHPer) secara menyeluruh. Dalam praktiknya terjadi masa peralihan 5 tahun
ke depan. Dengan begitu, KUHPer yang lama pun masih berlaku. Tapi, Hoge Raad
(Mahkamah Agung) di Belanda, dalam keputusannya malah menetapkan pemberlakuan
UU yang belum ditetapkan efektif. Alasan hoge raad, bagaimanapun juga UU ini yang
akan berlaku. Kalau kita analogikan, meskipun UU ITE masih berlaku, mungkin bisa
direlaksasi penerapannya sesuai harapan publik.
2) Dalam prinsip hukum, wacana merevisi UU ITE beberapa waktu lalu melahirkan
legitimate expectation atau harapan yang sah yakni semua tindakan yang bertentangan
dengan legitimate expectation dikategorikan sebagai tindakan adiministratif.
3) UU ITE berkaitan erat dengan prinsip-prinsip dasar bernegara. Sebab, informasi
berkaitan erat dengan kebebasan berpendapat, menyampaikan ide gagasan, hak
berkonstitusi. Prinsip-prinsip tersebut merupakan tiang-tiang hukum dalam negara
demokrasi yang semuanya dijamin UUD 1945. Meski kebebasan tidak absolut, tetapi
harus berhatihati dalam penerapan UU ITE ini.
4) Mengedepankan unsur sifat mengatur dari UU ITE (ketimbang unsur memaksa).
Pembentuk UU paham betul unsur-unsur represif dapat mengganggu kebebasan
berpendapat dan berekspresi.
5) Keputusan Kapolri menerbitkan surat edaran yang menggeser proses pelaksanaan
pidana UU ITE menjadi restorative justice. Menurutnya dalam peristiwa pidana
memang dikenal upaya perdamaian (antara korban dan pelaku). Restorative justice
memiliki dasar kuat bagi kehidupan masyarakat kita. Artinya, mempunyai dasar aspek
kultural dan sosiologis yang kuat.

Dalam rumusan Pasal 27-29 UU ITE tidak memenuhi asas lex certa dan lex stricta dalam
hukum pidana. Pasalnya dalam rancangan awal UU ITE, ketentuan larangan hanya
mengatur secara spesifik terhadap kejahatan komputer, pornografi/porno aksi, dan
perjudian. Sementara ketentuan larangan lain (pidana konvensional dalam KUHP) baru
mengemuka dalam rapat kerja antara panitia khusus (Pansus) dan pemerintah pada 29 Juni
2007 silam. dalam implementasinya malah menjadi instrumen/alat untuk saling
melaporkan. Problem ini yang kerap menjadi sumber masalah multitafsir dan fleksibelnya
penerapan pasal-pasal tersebut.
Kompleksitas kejahatan siber tetap perlu pembaharuan dalam UU ITE, khususnya te. rkait
pemidanaan agar menjadi jelas dan menjawab permasalahan. Seperti hubungan ketentuan
pidana UU ITE dengan ketentuan pidana di UU lain, pembeda rumusan dan unsur antara
cyber dependent crime dengan cyber enable crime. Selanjutnya proses pembuktian yang
melibatkan dua jenis kejahatan siber tersebut; respon terhadap kejahatan siber aktual.
Misalnya, terkait dengan cyber terorism dan kejahatan siber yang bersifat lintas batas atau
cross border. Dalam merevisi UU 19/2016 merupakan legislative review sebagai kebijakan
hukum terbuka (open legal policy) ketika UUD 1945 sebagai norma hukum tertinggi tidak
mengatur atau tidak memberi batasan jelas mengenai apa dan bagaimana materi tertentu
harus diatur UU. Cara lain menyiapkan dalil dan argumentasi yang konstitusional untuk
menguji kembali ke Mahkamah Konstitusi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE yang
dianggap bermasalah dan bertentangan dengan UUD 1945 (judicial review). Selain itu,
penegakan hukum yang dimulai oleh kepolisian harus mengedepankan restorative justice.

4. Tujuan Undang – Undang ITE


a. Mengembangkan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi
dunia.
b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
c. Meningkatkan aktifitas dan efisiensi pelayanan publik.
d. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
informasi seoptimal mungkin namun disertai dengan tanggung jawab.
e. Memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara teknologi informasi.

5. Manfaat UU ITE
Kehadiran UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
akan memberikan manfaat, beberapa diantaranya;
a. menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara
elektronik;
b. mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia;
c. sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi
informasi;
d. melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
BAB IV
SIMPULAN
Hukum komunikasi adalah hukum yang mengatur kebebasan dan tanggung jawab
antara manusia dalam proses penyampaian pesan baik secara langsung ( non media )
dan atau secara tidak langsung ( dengan media cetak maupun technology
elektromagnetik /telekomunikasi ).Tujuannya agar hak asasi dan kemerdekaan setiap
orang dalam melakukan interaksi social atau berkomunikasi dapat berlangsung dengan
aman dan penuh tanggung jawab , maka diperlukan adanya suatu aturan-aturan yang
mengaturnya agar proses penyampaian pesan antara manusia dapat berjalan dengan
baik dan benar demi mewujudkan rasa keadilan, ketertiban, kedamaian dan keamanan
sebagai bentuk dari demokrasi. Hukum komunikasi media sosial adalah suatu hukum
yang mengatur pada kebebasan dan tanggung jawab seseorang dalam berkomunikasi
menggunakan media sosial agar terciptanya rasa keadilan, ketertiban, kedamaian dan
keamanan dalam berkomunikasi melalui media sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Hadad, A. Al. (2020). Politik Hukum dalam Penerapan Undang-Undang ITE ; untuk
Menghadapi Dampak Revolusi Industri 4.0. Khazanah Hukum, 2(2), 65–72.
https://doi.org/10.15575/kh.v2i2.8662
Sidik, S. (2013). Dampak Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Uu
Ite) Terhadap Perubahan Hukum Dan Sosial Dalam Masyarakat. Jurist-Diction, 1(3),
933–948.
LS, Mustika. Makalah Hukum Komunikasi.
https://www.academia.edu/35801268/Hukum_Komunikasi

Anda mungkin juga menyukai