Anda di halaman 1dari 21

SEMIOTIKA DALAM HUKUM UNDANG-UNDANG INFORMASI

DAN TRANSAKSI ELETRONIK

MAKALAH
Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Mengikuti Kuliah Bahasa
Indonesia

oleh
Anatasya Rahadian
4301. 17. 207

Dosen
Dra. Lilis Hartini, M. Hum.

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG


2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah nya


sehingga karya tulis ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga
ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pemikiran. Penyusun karya
tulis ini dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang di bimbing oleh ibu Lilis Hartini, M. Hum.

Dan harapan saya semoga karya tulis ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat
memperbaiki bantuk maupun menambah isi karya tulis agar menjadi lebih
baik lagi.

Saya yakin dari karya tulis ini masih banyak kekurangan di dalam
nya, oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini.

Bandung. 19 Desember 2017

Anatasya Rahadian

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan......................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................... 1
B. Rumusan Masalah......................................................2
C. Indetifikasi Masalah...................................................3
D. Tujuan Penelitian........................................................7
E. Manfaat Penelitian......................................................7

Bab II Pembahasan............................................................................9
A. Definisi Semiotika.......................................................9
B. Penjabaran UU no 19 tahun 2016 pasal 26.................10
b. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika...11
C. Penjabaran UU no.11 tahun 2008 pasal 27 ayat 3........12
c. KUHP BAB XVI pasal 310 ayat 1........................13

Bab III Kesimpulan...............................................................................15


DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai negara yang besar dan terus berkembang dalam bidang
informasi dan telekomunikasi pada dasar nya Indonesia memiliki potensi
besar untuk terus maju, bermartabat dan lebih baik dari saat ini, dan itu
semua akan terwujud tentunya dengan dukungan sumber daya manusia
yang berkualitas, kreatif dan terarah untuk kemajuan bangsa ini. Untuk
memenuhi tujuan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dalam
bidang informasi dan telekomunikasi tentunya harus ada pemahaman
lebih dalam mengenai hukum informasi dan komunikasi yang
diberlakukan di negara ini.
Hal ini sesuai dengan UU nomor 19 tahun 2016 Tentang informasi
dan transaksi elektronik dalam konteks umum menyatakan bahwa
kebebasan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak
memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman,
keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara sistem
elektronik. Namun pada zaman modern ini masyarakat dapat mengakses
berbagai macam konten, data, dokumen, serta informasi-informasi yang
legal maupun ilegal melalui alat elektronik. Informasi serta berita-berita
dapat dengan mudahnya tersebar ke seluruh jaringan didalam negeri
hingga mancanegara. Maka dari itu teknologi yang terus berkembang pesat
wajib di ikuti dengan terus berkembang nya hukum yang berlaku terhadap
teknologi itu sendiri, agar penggunaan teknologi di masyarakat dapat di
pergunakan dengan baik tanpa ada penyalahgunaan teknologi. Maka dari
itu pemerintah harus menyesuaikan penyampaian kebijakan dalam undang
undang dengan jelas dalam segi kebahasaan agar makna yang tersurat
dapat dipahami dengan baik dimasyarakat.

1
Makalah ini bertujuan untuk membahas berbagai hal mengenai
semiotika hukum ataupun semiotika secara umum meliputi: pengertian,
arti penting, pemaknaan, dan lain-lainnya. Hal-hal demikian diperlukan
untuk memperoleh pemahaman dalam mengartikan tanda tanda
pemaknaan semiotika dalam hukum.

B. Rumusan Masalah
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan suatu teknologi yang
digunakan untuk mengolah data, memproses, mendapatkan, menyusun,
menyimpan dan memanipulasi data dalam berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan
dan akurat. Yang digunakan untuk keperluan pribadi, pendidikan, bisnis,
dan pemerintahan.
Teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan
diakses secara global. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi
informasi dan teknologi komunikasi adalah dalam bidang profesi seperti
sains, perdagangan, berita bisnis,dan berita politik. Sebagai sarana
kerjasama pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok
yang lainnya tanpa mengenal batas jarak, waktu, negara, ras, kelas
ekonomi, ideologi, atau faktor lain nya yang dapat menghambat pertukaran
pikiran. Perkembangan teknologi memacu suatu cara baru dalam
kehidupan saat ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara
elektronik. Disini saya akan menganalisis tepatnya pada undang-undang
ITE terhadap pemahaman masyarakat dengan jelas atau tidak nya isi
pemaknaan dari undang-undang tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dalam
penulisan makalah ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tanggapan para ahli mengenai permasalahan yang


terdapat dalam undang-undang no 19 tahun 2016 yang beberapa
poin nya telah direvisi ?

2
2. Bagaimana penerapan undang-undang no 19 tahun 2016 terhadap
kondisi media sosial zaman ini ?

C. Identifikasi Masalah

Dalam hal-hal yang disebutkan pada bagian latar belakang, di sini kita
mendapatkan beberapa masalah. Saya akan meneliti 2 permasalahan yang
ada, yaitu tentang penyalahgunaan informasi yang disusun dalam UU no
11 tahun 2008 pasal 40 dan berubah menjadi UU no 19 tahun 2016. Di
dalam UU no 19 tahun 2016 pasal 40 terjadi penambahan kebijakan yang
menyatakan bahwa pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik
yang terbukti menyebarkan informasi melanggar UU. Yang kedua
masalahnya adalah tentang penyalahgunaan informasi, hal yang ingin saya
analisis adalah penafsiran UU no 11 tahun 2008 pasal 5 bahwa dokumen
elektronik yang dijadikan bukti adalah sah namun direvisi dan
dicantumkan dalam UU no 19 tahun 2016, disebutkan bahwa apabila
dokumen elektronik tersebut diambil dari penyadapan illegal atau tanpa
seizin pengadilan maka di anggap tidak sah. Dengan adanya perubahan-
perubahan dari UU ITE maka akan muncul pendapat-pendapat dari
berbagai ahli mengenai perubahan tersebut yang akhirnya menghasilkan
berbagai macam tanggapan dari pasal 5 UU no 11 tahun 2008, tidak hanya
pada pasal 5 yang terjadi perubahan namun ada 7 poin lainnya yang diubah
dalam UU ITE tersebut. Salah satu contoh dari 7 poin tersebut adalah
penambahan ketentuan pasal 26 yang menyebutkan adanya
hakuntukdilupakan atau right to be forgotten yang dimaksud disini
adalah A.Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus
Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya
atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan
pengadilan. B.Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah
tidak relevan .Menteri Komunikasi danInformatika, Rudiantra,
mengatakan seiring perkembangan penggunaan media sosial, sejumlah

3
pasal dalam UU ITE dianggap merugikan, bahkan mengancam kebebasan
berekspresi dan berpendapat. Penyebabnya, sejumlah pasal cenderung
multi tafsir dan tumpang tindih dengan peraturan hukum lain. Polemik
pun muncul setelah banyaknya kasus hukum terkait pelanggaran UU ITE.
Rudiantara berharap, revisi UU ITE dapat memberikan
perlindungan hukum bagi masyarakat. Di sisi lain, masyarakat diharapkan
semakin cerdas dalam menggunakan internet, menjaga etika dalam
berkomunikasi dan menyebarkan informasi, serta menghindari konten
berunsur SARA, radikalisme, dan pornografi, katanya.

Karena dalam penerapannya terjadi dinamika pro dan kontra


terhadap beberapa ketentuan di dalamnya, Pemerintah mengambil inisiatif
untuk melakukan perubahan minor yang dianggap perlu dan relevan, jelas
Menkominfo. Hal ini menimbulkan pro dan kontra serta ketidakpahaman
dari isi UU tersebut khususnya masyarakat luas yang tidak mendapat
kejelasan dari pemerintah, tidak hanya untuk pasal dari UU ITE, tetapi
pasal-pasal yang terdapat pada UU yang lainnya.

Selain itu pakar hukum media dari Universitas Airlangga Henry


Subiakto menganggap aturan alat bukti elektronik dalam pasal 5 ayat (1),
(2) juncto Pasal 44 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) sangat penting di era teknologi informasi
yang semakin pesat. Jika aturan tersebut dihilangkan, tidak ada aturan
yang dapat melindungi warga negara dari kejahatan dunia maya (cyber
crime).

Kemajuan teknologi bisa mengubah hal privat menjadi milik publik


meskipun tanpa izin termasuk ranah pidana dan membutuhkan
perlindungan hukum untuk pencegahannya, yakni UU ITE, ujar Henry
saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan pengujian
UU ITE yang di ajukan mantan ketua DPR Setya Novanto di Mahkamah
Konstitusi, Selasa (03/5) kemarin.

4
Menurutnya, setiap aktivitas yang terekam secara digital atau
elektonik dapat dijadikan sebagai alat bukti. Namun, apabila hal iu bersifat
privat, kemudian dibuka ke publik tanpa seizing si pemiliknya, maka hal
itu bisa terancam pidana.
Misalnya, ada orang berkomunikasi dengan orang lain secara privat.
Kemudian salah satunya membuka pembicaraannya, apakah ini pidana
atau tidak? Ya, tergantung. Sudah diatur oleh undang-undang atau tidak?
Kalau sudah diatur, dia melanggar undang-undang, berarti dia pidana,
terangnya.

Selanjutnya permasalahan pasal 27 ayat 3 undang-undang No. 11


tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal ini
menimbulkan pro dan kontra yang sangat berpengaruh dan kembali
diperbincangkan di kalangan akademisi, politikus, dan aktivis social
networking. Bagi yang pro terhadap Pasal 27 UU ITE ini berfungsi utuk
melindungi hak orang yang dicemarkan nama baiknya atau dihina melalui
media internet, bagi yang kontra, pasal ini rumusannya dianggap sebagai
kebebasan berekspresi di internet.

Pada pokoknya Edmon Makarim menjelaskan bahwasanya Pasal 27


ayat 3 UU ITE haruslah tetap ada agar sistem elektronik tidak menjadi
ajang untuk saling mencemarkan nama baik karena dampaknya bersifat
masif3. Untuk menggunakan pasal ini, penyidik dan jaksa penuntut umum
haruslah dapat membuktikan dua unsur obyektif, yaitu dengan sengaja dan
tanpa hak.

Menjawab pertanyaan rumusan masalah nomer 2 mengenai penerapan


undang-undang no 19 tahun 2016 banyak hingar-bingar pemberitaan
media tentang perubahan UU ITE yang banyak sekali isu perbincangan di
media sosial. Ada kesan di masyarakat seperti adanya revisi UU ITE dapat
menangkap pelaku penyebar isu SARA di media eektronik. Padahal, isu

5
SARA sudah ada sejak undang-undang UU ITE tahun 2008, bukan sejak
revision muncul undang-undang no 19 tahun 2016.

Dalam pandangan umum masyarakat mungin bertanya Tanya tentang


apa yang terjadi dari revisi UU ITE ini? Apakah lebih banyak norma baru
yang dianggap membatasi ruang masyarakat dalam media elektronik atau
sebalik nya lebih membebaskan masyarakat ?

Beberapa hal baru dalam hasil revisi undang- undang ITE tentang
informasi dan transaksi elektronik:
1. Pengertian penyelenggara sistem elektronik pasal 1 angka 6a yang
menjelaskan bahwa penyelenggara sistem elektronik adalah orang
atau badan yang menjalankan sistem elektronik seperti toko
online, penyedia web hosting, dan jasa layanan internet lainnya.
2. Tentang penyadapan pasal 5 dan pasal 31 dipertegas tentang
larangan penyadapan, bahwa penyadapan harus dilakukan oleh
penyidik.
3. Penegasan tentang perlindungan data pribadi pasal 26 ayat 3,4,
dan 5 yang berisi kewajiban penyelenggara sistem elektronik
menghapus data pribadi dan kewajiban penyelenggara sistem
elektronik menyediakan mekanisme penghapusan. Kekurangan
dari ketentuan ini adalah menunjuk peraturan pemerintah dan
mensyaratkan penetapan pengadilan untuk penghapusan data
pribadi.
4. Peran pemerintah menutup akses konten yang melanggar undang
undang pasal 40 ayat 2a dan 2b menegaskan kewenangan
pemerintah untuk menutup akses atas konten yang melanggar
ketentuan undang-undang misalnya perjudian, pornografi dan
sebagainya.
5. Penambahan norma penyebaran ujaran kebencian pada pasal 45A
dan 45B tentang ujaran kebencian dan isu SARA diancam dengan
kurungan 6 tahun dan/atau denda 1 milyar. Ditambah dengan

6
pidana atas pengancaman dengan menakut-nakuti adalah penjara 4
tahun dan/atau denda 750juta.

Berdasarkan penjelasan di atas kita pahami bahwa perubahan undang


undang ITE menimbulkan pesan dan kesan yang lebih manusiawi
dibandingan dengan undang-undang ITE yang terdahulu. Salah satu norma
yang menjadi sorotan adalah tentang kebebasan hak asasi manusia yang
diberlakukan penutupan konten yang bermuatan pelanggaran undang-
undang. Hal ini didasarkan oleh pemerintah untuk membatasi masyarakat
dalam kebebasan berekspresi di dunia maya. Semoga dengan hal ini
objektivitas penutupan akses oleh pemerintah lebih terjaga dan meningkat.

D. Tujuan Penelitian

Dalam hal ini rumusan masalah yang ada di atas terdapat tujuan yang
ingin di capai di dalam karya tulis ilmiah ini, dengan membandingkan UU
ITE No. 11 tahun 2008 dengan UU ITE No. 19 tahun 2016, yaitu :
1. Mengidentifikasi isi dari undang-undang hasil revisi menurut para
ahli
2. Mendeskripsikan metode pemerintah dalam menerapkan undang-
undang hasil revisi serta mengukur efektivitas perubahan undang
undang ITE di dunia maya.

E. Manfaat Penelitian

Karya tulis ilimiah ini selain memiliki tujuan penelitian, maka dari itu
terdapat pula manfaat-manfaat yang berguna bagi beberapa aspek,
diantaranya adalah :

Manfaat secara teoritis


1. Memperkuat teori semiotika dari Ferdinand Saussure dan teori
Roland Barthes yang dikaitkan dengan UU ITE.

7
2. Membuktikan kaidah pemaknaan yang dikaitkan dengan UU ITE.

Manfaat secara praktis


1. memaparkan isi dari revisi UU ITE serta memperluas
pengetahuan masyarakat mengenai perubahan-perubahan yang ada
pada UU ITE.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Semiotika

Kata semiotika diturunkan dari bahasa inggris semiotics. Nama lain


semiotika adalah semiologi. Keduanya memiliki pengertian yang sama,
yaitu ilmu tentang tanda. Baik semiotika maupun semiologi berasal dari
bahasa yunani, yaitu semeion, yang berarti tanda. (Santosa, 1993:2)
Secara bebas, semiotika dapat diartikan sebagai suatu cabang ilmu
linguistic yang mengkaji tanda-tanda kebahasaan yang masing-masing
tanda merupakan hasil konseptualisasi wacana realistis yang dilakukan
oleh subjek yang terlibat. Tanda bahasa bisa berupa kata-kata baik yang
terucap maupun tertulis, bisa juga dalam bentuk isyarat atau symbol
lainnya (seperti warna atau gerakan anggota tubuh dalam pola tertentu).
Adap tanda-tanda kebahasaan (linguistic signs) ialah kata-kata atau
isyarat-isyarat lain yang diucapkan secara lisan, yang mempunyai maksud
tertentu. (soetandyo W.,2002:6).1
Secara garis besar yang tertulis dalam bab I menjelaskan bahwa isi
dari rumusan masalah tentang undang-undang ITE bersinggungan dengan
teori semiotika dalam mempertuliskan tanda-tanda kebahasaan maupun
pemaknaan dari undang-undang itu sendiri. Dalam hal ini saya
menganalisis 2 pasal yang terdapat dalam undang undang ITE sebelum
direvisi dan sesudah di revisi dalam UU no 11 tahun 2008 dan UU no 19
tahun 2016.

1
Lilis Hartini, Bahasa & Produk Hukum, hlm.168

9
B. Penjabaran UU no.19 tahun 2016 pasal 26

Pasal ini adalah hasil penambahan ayat dari UU no.11 tahun 2008
yang tertulis:2

Ayat (1) kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan,


penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas
persetujuan orang yang bersangkutan
Dalam pemanfaatan teknologi informasi, perlindungan data pribadi
merupakan salah satu bagian dari hak pribadi. Hak pribadi mengandung
pengertian sebagai berikut:
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi
dan bebas dari segala macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan
orang lain tanpa tindakan dimata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi
tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

Ayat (2) setiap orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini.

Ayat (3) setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus


informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak
relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang
yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

2
Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2016 /
http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/It584a73e36a176/parent/It584a736378
5c8, pada tanggal 12 Desember 2017 pukul 12.15

10
Ayat (4) setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan
mekanisme penghapusan informasi dan/atau dokumen
elektronik yang sudah tidak relevan sesuai denga ketentuan
peraturan perundan-undangan.
Ayat (5) ketentuan mengenai tata cara penghapusan informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah3.

b. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA


Tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik
Bagian keenam (pemusnahan data pribadi)
(1) Pemusnahan data pribadi dalam sistem elektronik hanya dapat
dilakukan jika:
a. Telah melewati ketentuan jangka waktu penyimpanan data pribadi
dalam sistem elektronik berdasarkan peraturan menteri ini atau
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
yang secara khusus mengatur dimasing-masing instansi pengawas
dan pengatur sector untuk itu; atau
b. Atas permintaan pemilik data pribadi, kecuali ditentukan lain oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menghilangkan sebagian atau keseluruhan dokumen terkait data
pribadi, termasuk yang elektronik maupu nonelektronik yang dikelola
oleh penyelenggar sistem elektronik dan/atau pengguna sehingga data
pribadi tersebut tidak dapat ditampilkan kembali dalam sistem
elektronik kecuali pemilik data pribadi memberikan data pribadinya
yang baru.
(3) Penghilangan sebagian atau keseluruhan berkas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan berdasarkan persetujuan atau sesuai dengan

3
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No. 20 Tahun 2016/
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/553/t/.peraturan+menteri+komunikasi+dan
+informatika+nomor+20+tahun+2016+tanggal+1+desember+2016 , pada tanggal 12 Desember
2017 pukul 12.30

11
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang secara khusus
mengatur dimasing-masing sector untuk itu.

C. Penjabaran UU ITE Pencemaran Nama Baik UU no. 11 tahun


2008 pasal 27

Ayat (3) setiap orang dengan sengaja dan tanpa hal mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diakses nya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Yang dimaksud mendistribusikan adalah mengirimkan informasi


elektronik kepada orang banyak atau berbagai pihak melalui sistem
elektronik.

Yang dimaksud mentransmisikan adalah mengirimkan informasi


elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diajukan kepada satu pihak
melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud membuat dapat diakses adalah semua perbuatan lain


selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui sistem elektronik
yang menyebabkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
dapat diketahui pihak lain/public.

Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik
dan/atau fitnah yang diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana
(KUHP)4

4
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hlm.114

12
c. KUHP BAB XVI Tentang penghinaan pasal 310 ayat 1

barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang,


dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang. Supaya hal itu
diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara
paling lama Sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah

Yang dimaksud barang siapa adalah bagi siapapun yang melakukan


pencemaran nama baik tersebut atau siapa saja yang melakuka pencemaran
nama baik itu
Yang dimaksud yang maksudnya terang adalah yang menuduh atau
menyerang kehormatan tersebut dengan terang-terangan atau jelas.
Denda paling banyak tiga ratus rupiah dikali 15 (sesuai ketentuan perpu) =
Rp. 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah).

Dalam hal ini teori yang mendekati hasil analisi yang yang teliti merupakan
teori Ferdinand de Saussure yang berisi suatu kata mempunyai makna tertentu
karena adanya kesepakatan bersama dalam komunitas bahasa. Tanda merupakan
istilah yang sangat penting, yang terdiri atas penanda (signifier) dan petanda
(signified). Penanda mewakili elemen bentuk atau isi, sementara petanda
mewakili elemen konsep atau makna. Keduanya merupakan kesatuan yang tak
dapat dipisahkan sebagaimana layaknya dua bidang pada sekeping mata uang.
Kesatuan antara penanda dan petanda itulah yang disebut sebagai tanda (signs).
Menurut Saussure hubungan antara petanda dengan penanda bersifat arbitrer,
yakni penanda tidak mempunyai hubungan alami dengan petandanya.
(Saussure,1959:67). Macam-macam semiotika yang berkaitan dengan bahasan
yang saya uraikan di atas sebagai berikut:

13
1. Semiotikdeskriptif, yakni semiotika yang memperhatikan sistem tanda
yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu
tetap seperti yang disaksikan sekarang.

2. Semiotika normatif yakni semiotika yang khusus menelaah tanda yang


dibuat manusia yang berwujud norma-norma dalam kehidupan
bermasyarakat.

3. Semiotika sosial yakni semiotika yang khusus menelaah sistem yang


tanda dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang
berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut
kalimat. Dengan kata lain semiotika sosial menelaah sistem tanda yang
terdapat dalam bahasa. 5

5
Alex Sobur, Analisis Teks Teks Media, hlm.100

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari paparan atau penjelasan karya tulis diatas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa semiotika dalam hukum undang-undang ITE
memperoleh simpulan sebagai berikut :
a. Perubahan dalam undang undang no 11 tahun 2008 ke undang-
undang no 19 tahun 2016 merupakan penambahan dan/atau
penafsiran ulang beberapa poin yang penting dalam mengikuti
perubahan zaman dalam dunia elektronik di Negara ini.
b. Ada beberapa kata ataupun kalimat yang rancu di undang-undang
no 11 tahun 2008 lalu di sempurnakan lewat penafsiran lebih rinci
pada undang-undang no 19 tahun 2016.
c. Dalam hal ini setelah adanya perubahan dalam undang-undang
ITE ini banyak pro maupun kontra dalam mengkritik atau
berpendapat dari berbagai kalangan serta menjadi polemik yang
begitu hangat di Negara ini, salah satu nya pendapat dari para ahli
yang pro maupun para ahli yang kontra dalam mengkritikundang-
undang ITE ini.
d. Penyampaian kalimat maupun makna dari undang-undang ITE ini
suatu hal yang positif di tangkap oleh masyarakat agar dunia
elektronik di Indonesia dapat terus berada pada jalan yang benar
bersama pemerintah untung memajukan bangsa ini.
e. Dengan berbagai isu konten hoax ataupun kejahatan pencemaran
nama baik di zaman ini tentunya dengan adanya revisi undang-
undang ITE yang lebih rinci dalam menafsirkan makna dari
peraturan undang-undang ini sangat bermanfaat demi terjaga nya
keutuhan bangsa dari kejahatan di media sosial.
Dengan demikian tentu kita sebagai masyarakat perlu peran
pemerintah dalam hal menjelaskan tentang isi-isi dalam UU ITE yang

15
bersangkutan di atas, sebaiknya sosialisasi kepada masyarakat lebih
ditingkatkan lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Edmon Makarim , 2010, Tanggung Jawab Hukum Penyelenggara


Sistem Elektronik, Jakarta, Rajawali Pers.

Hukum Online, 2012, Peraturan, Media, Perubahan Atas Undang-


undang no.11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
tersedia: http://m.hukumonline.com/pusatdata, diakses 5-12-2017.

Hukum Onlie, 2016, Pro dan Kontra Arah Kebijakan UU ITE Baru,
tersedia: http://m.hukumonline.com/berita/baca/It586343ded838b/pro-dan-
kontra-arah-kebijakan-uu-ite-baru, diakses 8-12-2017

Hukum Online, 2016, Dua Ahli Jelaskan Resiko Menghapus Pasal 5


UU ITE tersedia:
http://m.hukumonline.com/berita/baca/It5729db62c3361/dua-ahli-
jelaskan-risiko-menghapus-pasal-5-uu-ite, diakses 8-12-2017

Arif Tegar, 2016, Macam Semiotika dan Contohnya, tersedia:


http://beldeker.blogspot.co.id/2016/12/macam-semiotika-dan-
contohnya.html?m=1, diakses 9-12-2017

Moeljatno, 1959, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Yogyakarta,


Bumi Aksara.

Lilis Hartini, 2014, Bahasa & Produk Hukum, Bandung, PT Refika


Aditama.

Kementrian Komunikasi dan Informatika, 2016, Peraturan Menteri


Komunikasi dan Informatika no. 20 tahun 2016, tersedia:
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/unduh/id/553/t/peraturan+mente

17
ri+komunikasi+dan+informatika+nomor+20+tahun+2016+tanggal+1+dese
mber+2016 , diakses 10-12-2017.

18

Anda mungkin juga menyukai