Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM DAN ETIKA MEDIA SOSIAL

Dosen Pengampu: Erin Soleha, S.E., M.M.

DISUSUN OLEH:

1. Dennis Nugroho (112311262)


2. Halimah Dinaya Putri (112311209)
3. Muhammad Akbar (112311244)
4. Muhammad Fa’iz Subkhan (112311179)
5. Rafly Al Choiri (112311542)
6. Ramdhan Dwi Kurnia (112311191)
7. Rifat Syauqi (112311182)
8. Siti Khairunnisah Azzahrah (112311168)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PELITA BANGSA

2023/3024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kita
semua sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu mata
kuliah media sosial dengan judul Hukum dan Etika Media Sosial.

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada baginda kita nabiyuna Muhammad
S.A.W. yang telah membawa Islam dari zaman kegelapan hingga menjadi zaman terang-
menderang hingga saat ini.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen media sosial yang membimbing
kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami jauh dari kata
sempurna. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui.
Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman - teman maupun dosen. Demi tercapainya
makalah yang sempurna. Mohon maqbul adanya.

Cikarang, 11 Oktober 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ............................................................................................ 3
1.3 TUJUAN PENULISAN .............................................................................................. 3
1.4 MANFAAT PENULISAN .......................................................................................... 3
BAB II........................................................................................................................................ 4
2.1 Hukum dalam Penggunaan Media Sosial.................................................................... 4
2.2 Etika Komunikasi di Media Sosial .............................................................................. 6
2.3 Hukum Media Sosial Menurut Pandangan Islam ........................................................ 8
2.4 Etika Bermedia Sosial Menurut Islam ........................................................................ 9
BAB III .................................................................................................................................... 14
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, teknologi informasi berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan melalui
hasil inovasi di bidang teknologi informasi dalam mengembangkan perangkat lunak
maupun perangkat keras secara berkelanjutan. Media sosial adalah salah satu platform yang
berasal dari kemajuan teknologi di bidang komunikasi. Rulli Nasrullah mendefinisikan
media sosial sebagai medium di internet yang memungkinkan pengguna mempresentasikan
dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain
dan membentuk ikatan sosial secara virtual. Tidak dapat dipungkiri, penggunaan media
sosial memang membawa begitu banyak kemudahan bagi. Media sosial yang terkoneksi
dengan internet dapat menembus batas dimensi kehidupan, ruang, dan waktu penggunanya,
sehingga dapat digunakan oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun.
Istilah media baru mulai dikenal sejak tahun 1980. Sebanyak 72 juta penduduk
pengguna aktif media sosial merupakan 28% dari total populasi jiwa di Indonesia. Total
pengguna aktif media sosial ini diasumsikan penduduk yang sudah dapat menggunakan
internet dengan baik, berada dalam usia yang sudah bisa membaca dan mempunyai akses
internet. Penggunaan ponsel ternyata juga marak di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan
tingginya tingkat akses media sosial dari ponsel. Berdasarkan perkembangannya, Indonesia
berada pada urutan kedua dunia setelah Amerika Serikat sebagai negara dengan
penduduknya merupakan pengguna media sosial. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat,
mayoritas anak usia 5 tahun ke atas di Indonesia sudah mengakses internet untuk media
sosial. Persentasenya mencapai 88,99% artinya yang terbesar dibandingkan tujuan
mengakses internet lainnya. Angka tersebut menunjukkan bahwa dengan banyaknya
jumlah pengguna media sosial, hal ini melahirkan perbuatan-perbuatan baru di masyarakat
yang dapat mendatangkan keuntungan dan juga kerugian bagi orang lain ataupun bagi
dirinya sendiri.
Pada zaman sekarang, remaja sudah banyak yang menggunakan media sosial, sehingga
dikhawatirkan mudah terpengaruh karena ketidakstabilan emosi dan bisa menyebabkan
remaja melakukan penyalahgunaan terhadap media sosial. Kurangnya kesadaran hukum
dalam penggunaan media sosial sebagai sarana informasi dan komunikasi bisa

1
mengakibatkan dampak negatif, seperti halnya mereka bisa menjadi pelaku atau korban
informasi hoax, bullying atau penyebaran konten negatif, ujaran kebencian dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, dengan meningkatnya pelanggaran yang terjadi menggunakan
media sosial sehingga perlu adanya pengontrol bagi masyarakat dalam menggunakan
media sosial dalam bentuk aturan hukum. Pengaturan mengenai teknologi informasi
berupaya mencegah penggunaan media sosial secara salah (Mal Medsos). Aturan hukum
tersebut tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Transaksi Elektronik (Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik), yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
Meskipun aturan dalam menggunakan media sosial yang tertuang dalam Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diundangkan sejak tanggal 28 April
2008, dalam penggunaannya masih terdapat pihak-pihak yang melanggar etika dan aturan
dalam menggunakan media sosial. Penyebaran berita bohong atau yang sering disebut
dengan hoax terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini juga didukung
dengan situasi mewabahnya Coronavirus Disease 19 (Covid-19) di Indonesia yang
mengakibatkan sebagian besar aktivitas masyarakat di berbagai bidang dilaksanakan secara
daring. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan sejumlah 2.060 isu
hoax tentang Covid-19 pada periode 23 Januari 2020 hingga 11 Januari 2022. Dengan
pengajuan takedown sebanyak 5.371 terkait sebaran hoax Covid-19 di media sosial. Kasus
tersebut telah ditindaklanjuti 5.195 dan penegakan hukum 767. Berdasarkan data tersebut,
Facebook merupakan platform media sosial dengan sebaran Konten Hoax Covid-19 paling
tinggi dibandingkan platform lainnya seperti instagram, twitter, youtube, dan tiktok.
Adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan hukum dalam menggunakan media
sosial menunjukkan bahwa kesadaran hukum masyarakat dalam menggunakan media
sosial sesuai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik masih rendah. Perbuatan
penyimpangan dalam menggunakan media sosial sebagai cybercrime/kejahatan dunia
maya, merupakan pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perbuatan
tersebut sebagai tindak pidana dan pelakunya bisa dijatuhi sanksi pidana. Selain Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, etika dalam menggunakan media sosial juga
diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum Dan
Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Dengan adanya fatwa ini diharapkan
menjadi pedoman berperilaku warga negara/umat islam dalam menggunakan media sosial.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana hukum dalam penggunaan media sosial?


2. Bagaimana etika komunikasi di media sosial?
3. Bagaimana hukum media sosial menurut pandangan Islam?
4. Bagaimana etika bermedia sosial menurut Islam?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pentingnya pengetahuan etika penggunaan media sosial.


2. Mengetahui etika apa saja yang harus diketahui oleh pengguna media sosial.

1.4 MANFAAT PENULISAN

1. Untuk mengetahui hukum dan etika dalam bermedia sosial.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hukum dalam Penggunaan Media Sosial

Ekspresi dan batasan-batasan yang dimiliki pengguna media sosial banyak dipengaruhi
oleh sistem hukum di Indonesia. Mencermati sistem hukum di Indonesia, maka setiap
pengguna media yang beroperasi dalam konteks sistem hukum dimaksud harus memahami
sumber hukum antara lain undang-undang yang menjadi sumber hukum formal utama dan
peraturan terkait seperti peraturan, keputusan dan vonis.
Adapun hukum yang erat dengan kaitan penggunaan media sosial adalah hukum siber
atau cyber law dan hukum pidana. Dalam konteks hukum tersebut maka dapat diketahui
batasan sejauh mana seseorang yang berekspresi dan berpendapat memiliki batasan yang
telah diatur baik secara umum maupun secara khusus.
a. Hukum Siber dan Media Sosial
Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi. Hukum siber yang berlaku di Indonesia adalah
Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(selanjutnya disingkat UU ITE). Berdasarkan Pasal 1 UU ITE dikatakan bahwa
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat-surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Berdasarkan isi pasal ini, maka dapat disimpulkan bahwa informasi elektronik memiliki
jangkauan pengertian yang sangat luas dan kompleks.
Esensi dari hukum siber tersebut adalah bahwa segala aktivitas di dunia maya
yang dilakukan di Indonesia harus mengikuti „aturan main‟ yang tertuang dalam
hukum dimaksud, tidak terkecuali penggunaan media sosial. Disinilah letak titik kritis
dimana kebebasan berpendapat seseorang dalam dunia maya dibatasi oleh aturan main
dimaksud.

4
Dalam UU ITE ini dijelaskan dan ditegaskan dalam Pasal 5 bahwa ia mengakui
keberadaan dari bukti elektronik. Berbicara bukti elektronik ini, maka disamping pada
UU ITE terdapat juga antara lain dalam Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Pe-rusahaan. Dari aturan yang ada tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
bukti elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dan telah diakui sebagai
alat bukti.
Perihal sanksi pidana tertuang dalam Pasal 45 - 52 UU ITE. Khusus mengenai
pencemaran nama baik dan penghinaan dapat kita lihat dalam Pasal 45 (3) UU ITE
dimana disana dikatakan bahwa sanksi terhadap pencemaran nama baik dan penghinaan
adalah penjara maksimal 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00(satu milyar rupiah).
b. Hukum Pidana dan Penggunaan Media Sosial
Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia banyak menggunakan media sosial
sebagai sarana untuk keperluan pribadi mau-pun bisnis. Tapi banyak juga yang
menggunakan media sosial untuk kepentingan-kepentingan yang tak perlu, seperti
membuat pernyatanpernyataan yang dapat merugikan bahkan mencemarkan nama baik
orang lain. Bila hal itu terjadi, media sosial telah menjadi sarana untuk melakukan
tindak pidana berupa pencemaran nama baik atau penghinaan. Untuk itu, pemerintah
merasa perlu untuk melindungi setiap warga negara. Indonesia sebagai negara hukum
telah memiliki hukum pidana yang di dalamnya mengandung ketentuan-ketentuan
untuk melindungi nama baik dan kehormatan.
Sejalan dengan penggunaaan media sosial, hukum pidana berlaku khususnya
terkait dengan pencemaran nama baik atau halhal pidana terkait lainnya yang
diakibatkan dari penggunaan media sosial.
Menurut Eddy OS, fungsi umum hukum pidana adalah untuk menjaga
ketertiban umum, sedangkan fungsi khusus hukum pidana selain untuk melindungi
kepentingan hukum juga memberi keabsahan bagi negara dalam rangka menjalankan
fungsi melindungi kepentingan hukum.4 Ketika seseorang melakukan suatu tindak
pidana, maka yang bersangkutan harus bertanggung jawab akan perbuatannya itu.
Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai suatu kewajiban untuk membayar
pembalasan yang akan diterima pelaku dari diri seseorang yang telah dirugikan.
Dalam KUHP pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan terhadap
seseorang, terdapat dalam Bab XVI, Buku II KUHP khususnya pada Pasal 310 ayat (1)
dan (2), Pasal 311 ayat (1) dan Pasal 318 ayat (1) KUHP.

5
Penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah
melakukan perbuatan yang tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui
orang banyak).6 Dari pendapat ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
unsur penting dari penghinaan disini, yaitu “dengan cara menuduh” dan “agar berita itu
tersiar”.
Arti kata menuduh dapat diartikan membeberkan cerita yang tidak benar dengan
cara menyiarkannya baik secara lisan maupun tulisan. Ketika kita berbicara secara
tertulis maka dapat dibagi lagi menjadi tertulis d iatas kertas atau tertulis di dunia maya
(dunia virtual).
R. Soesilo menjelaskan yang dimaksud dengan “menghina”, yaitu “menyerang
kehormatan dan nama baik seseorang”. „Kehormatan‟ yang diserang disini hanya
mengenai kehormatan tentang „nama baik‟, bukan „kehormatan‟ dalam lapangan
seksual.7 Berdasarkan statement ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kata
menghina disini mempunyai pengertian yang sangat luas. Bahkan kata „menghina‟ ini
dapat pula merujuk pada pengupload-an atau mengunduh gambar gambar orang lain
dengan cara diedit secara tidak senonoh.
c. Kaitan Hukum Siber dan Hukum Pidana
Apabila dikaitkan dengan penggunaan media sosial, maka pasal KUHP (hukum
pidana) dimaksud dapat disandingkan dengan beberapa pasal UU ITE (hukum siber)
yang mengaitkan perbuatan-perbuatan terlarang dalam informasi dan transaksi
elekronik yang apabila dilanggar akan dikenakan hukum pidana.
Perbuatan-perbuatan tertentu terlarang yang dikaitkan ketentuan pidana adalah
perbuatan yang merugikan orang lain antara lain menyangkut pencemaran nama baik
dan penyebaran rasa kebencian atau isu sara khususnya Pasal 27 (3) UU ITE, Pasal 28
UU ITE, Pasal 36 UU ITE.

2.2 Etika Komunikasi di Media Sosial

Selain itu dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin ethicus
yang berarti kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan kebiasaan
masyarakat. Pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau ilmu yang membicarakan
perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana pula yang dinilai
buruk. Etika juga disebut ilmu normatif, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-
ketentuan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai tingkah laku yang baik atau

6
buruk (githahanafi.blogspot.co.id). Secara etimologis, kata “Etika” berasal dari bahasa
Yunani “ethos”. Kata yang berbentuk tunggal ini berarti “adat atau kebiasaan”. Bentuk
jamaknya “ ta etha” atau “ta ethe” artinya adat kebiasaan, sehingga etika merupakan sebuah
teori tentang perbuatan manusia, yang ditimbang menurut baik dan buruknya atau sebuah
ilmu yang menyelidiki mana yang bak dan mana yang buruk, dengan memperhatikan akal
pikiran (Setiyani, 2013). Contoh penerapan etika komunikasi di media sosial:
a. Penerapan etika komunikasi yang santun
Menurut Rifauddin (2016), kesantunan dapat dilihat dari penggunaan pilihan
kata dan kalimat dalam tulisan atau komentar yang diberikan, gunakanlah bahasa yang
baik dan sopan.
Menurut Prasanti dan Indriyani (2017), saat berinteraksi pergunakan dan
pilihlah bahasa yang tepat sesuai dengan siapa kita berbicara.
Menurut Fahrimal (2018), kesantunan dilhat dari pilihan kata-kata yang tepat
untuk membuat postingan di internet dan media sosial.
 Memulai komunikasi dengan salam, seperti: Assalamu’alaikum, selamat pagi.
 Merespons salam, seperti: Wa’alaikumussalam.
 Mengucapkan “terima kasih” setelah mendapatkan banyak informasi.
 Menggunkan emoticon yang tepat dan sesuai konteks pesan
b. Penerapan etika memberikan informasi secara bijak
Menurut Rifauddin (2016), kebijakan bermedia sosial seperti tidak memposting
status yang berbau SARA baik dalam bentuk tulisan, gambar,maupun video.
Menurut Wahyudin dan Karimah (2016), etika berkomunikasi di media sosial
sebaiknya memposting konten yang bermanfaat atau berfaedah untuk kepentingan
bersama dan sedaang belum memposting sebaiknya memeriksa dan
mempertimbangkan kembali hal hal yang akan di posting, dan hal yang perlu
diperhatikan adalah menghindari konten yang akan menimbulkan konflik seperti
kekerasan, hoax, fornografi, dan isu SARA.
 Memberika informasi dari sumber terpercaya
 Memberikan informasi positif
 Tidak menyebarkan konten yang bersifat fornografi, SARA, memicu konflik, dan
plagiat atas hak kekayaan intelektual orang lain
c. Menghargai privasi orang lain

7
Menurut Machsun Rifauddin (2016), dalam menggunakan media sosial
mengharapkan mampu membedakan obrolan yang bersifat pribadi dan publik, hal ini
dilakukan untuk menghindari kejahatan yang tidak diinginkan.
Menurut Wahyudin dan Karimah (2016), gambar yang mempunyai hak cipta
tidak boleh di tiru.
Menurut Fahrimal (2018), jika terjadi perdebatan dalam menggunkan media
sosial maka sebaiknya dilakukan diskusikan bkan menyorang langsung di media sosial,
jagan sampai kita membuat keterangan dan batasi diri sendiri untuk memilih postingan
dimana yang harus diposting dan tidak harus diposting karena sesungguhnya tidak ada
kebebasan yang mutlak dan kebebasan berpendapat mutlak di media sosial.
 Melihat waktu penyampaian pesan sekitar jam 06.00 – 22.00
 Tidak membagikan informasi yang sifatnya rahasia dan privasi
 Tidak melakukan tindakan bullying

2.3 Hukum Media Sosial Menurut Pandangan Islam

MUI memberikan pendapat melalui komisi fatwanya bahwa dalam berinteraksi dengan
sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib
mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu'asyarah bil ma'ruf),
persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada
kebaikan (al-amr bi al-ma'ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu 'an al-munkar).
(Majlis Ulama’ Indonesia, 2017:12) Setiap muslim yang berinteraksi melalui media sosial
wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan
kemaksiatan.
b. Mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan ke-Islaman (ukhuwwah
Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), maupun
persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah).
c. Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun
antara umat beragama dengan Pemerintah.
d. Setiap muslim yang berinteraksi melalui media sosial diharamkan untuk:
1) Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
2) Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama,
ras, atau antar golongan.

8
3) Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti
info tentang kematian orang yang masih hidup.
4) Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara
syar'i. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau
waktunya.
5) Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi
yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.
6) Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi
tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal
lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.
7) Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok
hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar'i.
8) Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk
membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar
seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta
menipu khalayak hukumnya haram.
9) Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut
diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang
mempertontonkan aurat, hukumnya haram.
10) Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax,
ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai
profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi,
hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu,
memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.

2.4 Etika Bermedia Sosial Menurut Islam

a. Pedoman Umum
1) Media sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk menjalin silaturrahmi,
menyebarkan informasi, dakwah, pendidikan, rekreasi, dan untuk kegiatan positif
di bidang agama, politik, ekonomi, dan sosial serta budaya.
2) Berinteraksi melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan
agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

9
3) Hal yang harus diperhatikan dalam menyikapi konten/informasi di media sosial,
antara lain:
a) Konten/informasi yang berasal dari media sosial memiliki kemungkinan benar
dan salah.
b) Konten/informasi yang baik belum tentu benar.
c) Konten/informasi yang benar belum tentu bermanfaat.
d) Konten/informasi yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke
ranah publik.
e) Tidak semua konten/informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah
publik.
b. Pedoman Verifikasi Konten/Informasi
1) Setiap orang yang memperoleh konten/informasi melalui media sosial (baik yang
positif maupun negatif) tidak boleh langsung menyebarkannya sebelum diverifikasi
dan dilakukan proses tabayyun serta dipastikan kemanfaatannya.
2) Proses tabayyun terhadap konten/informasi bisa dilakukan dengan langkah sebagai
berikut:
a) Dipastikan aspek sumber informasi (sanad)nya, yang meliputi kepribadian,
reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya.
b) Dipastikan aspek kebenaran konten (matan)nya, yang meliputi isi dan
maksudnya.
c) Dipastikan konteks tempat dan waktu serta latar belakang saat informasi
tersebut disampaikan.
d) Cara memastikan kebenaran informasi antara lain dengan langkah :Bertanya
kepada sumber informasi jika diketahui. Permintaan klarifikasi kepada pihak-
pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.
e) Upaya tabayyun dilakukan secara tertutup kepada pihak yang terkait, tidak
dilakukan secara terbuka di ranah publik (seperti melalui group media sosial),
yang bisa menyebabkan konten/informasi yang belum jelas kebenarannya
tersebut beredar luar ke publik.
f) Konten/informasi yang berisi pujian, sanjungan, dan atau hal-hal positif tentang
seseorang atau kelompok belum tentu benar, karenanya juga harus dilakukan
tabayyun.
c. Pedoman Pembuatan Konten/Informasi

10
Pembuatan konten/informasi yang akan disampaikan ke ranah publik harus
berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:
1) menggunakan kalimat, grafis, gambar, suara dan/atau yang simpel, mudah
difahami, tidak multitafsir, dan tidak menyakiti orang lain.
2) konten/informasi harus benar, sudah terverifikasi kebenarannya dengan merujuk
pada pedoman verifikasi informasi sebagaimana bagian A pedoman berinteraksi
dalam Fatwa ini
3) konten yang dibuat menyajikan informasi yang bermanfaat.
4) Konten/informasi yang dibuat menjadi sarana amar ma'ruf nahi munkar dalam
pengertian yang luas.
5) konten/informasi yang dibuat berdampak baik bagi penerima dalam mewujudkan
kemaslahatan serta menghindarkan diri dari kemafsadatan
6) memilih diksi yang tidak provokatif serta tidak membangkitkan kebencian dan
permusuhan.
7) kontennya tidak berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, bullying, gosip, ujaran
kebencian, dan hal lain yang terlarang, baik secara agama maupun ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8) kontennya tidak menyebabkan dorongan untuk berbuat hal-hal yang terlarang
secara syar'i, seperti pornografi, visualisasi kekerasan yang terlarang, umpatan, dan
provokasi.
9) Kontennya tidak berisi hal-hal pribadi yang tidak layak untuk disebarkan ke ranah
publik.
10) Cara memastikan kemanfaatan konten/informasi antara lain dengan jalan sebagai
berikut:
a) bisa mendorong kepada kebaikan (al-birr) dan ketakwaan (al-taqwa)
b) bisa mempererat persaudaraan (ukhuwwah) dan cinta kasih (mahabbah)
c) bisa menambah ilmu pengetahuan
d) bisa mendorong untuk melakukan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
e) tidak melahirkan kebencian (al-baghdla') dan permusuhan (al-'adawah).
f) Setiap muslim dilarang mencari-cari aib, kesalahan, dan atau hal yang tidak
disukai oleh orang lain, baik individu maupun kelompok, kecuali untuk tujuan
yang dibenarkan secara syar'y seperti untuk penegakan hukum atau
mendamaikan orang yang bertikai (ishlah dzati al-bain).

11
g) Tidak boleh menjadikan penyediaan konten/informasi yang berisi tentang hoax,
aib, ujaran kebencian, gosip, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi atau
kelompok sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi
maupun non-ekonomi, seperti profesi buzzer yang mencari keutungan dari
kegiatan terlarang tersebut
d. Pedoman Pembuatan Konten/Informasi
Konten/informasi yang akan disebarkan kepada khalayak umum harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Konten/informasi tersebut benar, baik dari sisi isi, sumber, waktu dan tempat, latar
belakang serta konteks informasi disampaikan.
2) Bermanfaat, baik bagi diri penyebar maupun bagi orang atau kelompok yang akan
menerima informasi tersebut
3) Bersifat umum, yaitu informasi tersebut cocok dan layak diketahui oleh masyarakat
dari seluruh lapisan sesuai dengan keragaman orang/khalayak yang akan menjadi
target sebaran informasi.
4) Tepat waktu dan tempat (muqtadlal hal), yaitu informasi yang akan disebar harus
sesuai dengan waktu dan tempatnya karena informasi benar yang disampaikan pada
waktu dan/atau tempat yang berbeda bisa memiliki perbedaan makna.
5) Tepat konteks, informasi yang terkait dengan konteks tertentu tidak boleh
dilepaskan dari konteksnya, terlebih ditempatkan pada konteks yang berbeda yang
memiliki kemungkinan pengertian yang berbeda.
6) Memiliki hak, orang tersebut memiliki hak untuk penyebaran, tidak melanggar hak
seperti hak kekayaan intelektual dan tidak melanggar hak privacy.
7) Cara memastikan kebenaran dan kemanfaatan informasi merujuk pada ketentuan
bagian B angka 3 dan bagian C angka 2 dalam Fatwa ini :
a) Tidak boleh menyebarkan informasi yang berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah,
aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis yang tidak layak sebar kepada
khalayak.
b) Tidak boleh menyebarkan informasi untuk menutupi kesalahan, membenarkan
yang salah dan menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah
berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu
khalayak.

12
c) Tidak boleh menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal
konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke ranah publik, seperti
ciuman suami istri dan pose foto tanpa menutup aurat
d) Setiap orang yang memperoleh informasi tentang aib, kesalahan, dan atau hal
yang tidak disukai oleh orang lain tidak boleh menyebarkannya kepada
khalayak, meski dengan alasan tabayyun.
e) Setiap orang yang mengetahui adanya penyebaran informasi tentang aib,
kesalahan, dan atau hal yang tidak disukai oleh orang lain harus melakukan
pencegahan.
f) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dengan cara mengingatkan
penyebar secara tertutup, menghapus informasi, serta mengingkari tindakan
yang tidak benar tersebut.
g) (Ibid: 12-15)Orang yang bersalah telah menyebarkan informasi hoax, ghibah,
fitnah, namimah, aib, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis kepada
khalayak, baik sengaja atau tidak tahu, harus bertaubat dengan meminta mapun
kepada Allah (istighfar) serta; (i) meminta maaf kepada pihak yang dirugikan
(ii) menyesali perbuatannya; (iii) dan komitmen tidak akan mengulangi.

13
BAB III

PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN
Menggunakan medsos harus beretika dan mematuhi aturan hukum yang berlaku,
penggunaan media sosial semakin beragam, termasuk untuk aktivitas bersosialisasi, hingga
hiburan, kita juga dapat mengakses berbagai hal dan mencari informasi dengan mudah dan
singkat dan cepat.
Dan kita harus memanfaat kan media social dengan bijak agar tidak terjadi hal hal yang
di inginkan seperti orang yang sudah dekat menjadi jauh , interaksi secara tatap muka
cenderung menurun, membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet,
menimbulkan konflik, masalah privasi, rentan terhadap pengaruh buruk orang lain. jadi kita
harus mematuhi apapun hukum dan etika yang berlaku karena telah di tulis dalam UU ITE.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, N. (2021). “Hukum dan Etika Berinteraksi Melalui Media Sosial Menurut Islam”.
Fatawa: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1 (2).

Afriani, F. & Azmi, A. (2020). "Penerapan Etika Komunikasi di Media Sosial: Analisis Pada
Grup WhatsApps Mahasiswa PPKn Tahun Masuk 2016 Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang". Journal of Civic Education, 3 (3).

Parhusip, N. S. (2015). "Hukum Pidana dan Kaitannya dengan Penggunaan Media Sosial". Jurnal
Hukum tô-râ, 1 (1).

Parwitasari, T. A. dkk. (2022). “Kesadaran Hukum dan Etika dalam Menggunakan Media
Sosial”. Jurnal Gema Keadilan, 9 (1).

15

Anda mungkin juga menyukai