Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KAJIAN UNDANG-UNDANG PIDANA & VIKTIMOLOGI

“UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA ITE”


Dosen Pengampuh: M. Chaerul Risal, M.H

Kelompok 5
Disusun Oleh:
Nur Wulan Riskilkoda : (10200120166)

Nurul Fitria : (10200120142)


Nur Awal : (10200120134)

Qorunia Algamar : (10200120169)


A.M.Fauzi Rahmad : (10200120149)

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr, wb
Puja dan puji syukur kita limpahkan atas kehadiran Allah swt. Atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Undang-Undang Tindak Pidana ITE” dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa pula kita mengucapkan terimah kasih kepada teman-teman
yang telah berkontribusi baik dalam hal sumbangsih pemikiran maupun sumbangsih
materinya.

Kami selaku pemakalah berharap semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan
pegalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap makalah ini akan bermanfaat
bagi teman-teman pembaca untuk di gunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami selaku pemakalah memohon maaf ketika masih banyak kekurangan pada
makalah ini karna setiap manusia pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-
masing. Maka dari itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari teman-teman
pembaca agar kami dapat menutupi kekurangan-kekurangan pada makalah ini.

Samata, 13 Desember 2023

Penyusun

II
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ................................................................................................. II
DAFTAR ISI ..............................................................................................................III
BAB I ......................................................................................................................... IV
PENDAHULUAN ..................................................................................................... IV
A.Latar Belakang................................................................................................. IV
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………IV
C. Tujuan………………………………………………………………….…….IV
BAB II ...........................................................................................................................1
PEMBAHASAN ...........................................................................................................1
1. Pengaturan Dalam Undang-Undang ITE............................................................1
B. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pencemaran Nama Baik menurut Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 jo. UndangUndang No.19 Tahun 2016 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE) ......................................................3
1. Konsep Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial .................................3
BAB III .........................................................................................................................6
KESIMPULAN ............................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................7

III
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dewasa ini, terdapat beberapa hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan suatu
individu dalam masyarakat. Salah satu dari beberapa hal tersebut adalah teknologi
informasi. Teknologi informasi atau yang dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai information technology adalah istilah umum untuk teknologi apapun yang
membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan,
dan/atau menyebarkan informasi. Individu-individu yang hidup di masyarakat pada
umumnya sangat dependen pada teknologi informasi dalam kesehariannya. Sebagai
contoh, tidak banyak orang yang dapat melalui kesehariannya tanpa memegang ponsel.
Hal ini menunjukkan bahwa teknologi informasi sudah menjadi suatu hal yang vital
dalam kehidupan manusia. Semakin besar pengaruh teknologi informasi dalam
kehidupan manusia, maka semakin besar pula risiko teknologi informasi untuk
disalahgunakan. Pada realitanya, banyak hal buruk yang dapat terjadi melalui
teknologi informasi. Oleh karena itu, pemerintah merasa bahwa teknologi informasi
tidak hanya perlu diperhatikan, tetapi juga perlu diatur dalam hukum. Pada saat ini,
salah satu instrumen hukum yang mengatur teknologi informasi adalah Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
UU ITE merupakan undang-undang yang mengatur segala hal tentang teknologi
informasi yang berlaku di Indonesia. Undang-undang ini mulai dirancang pada tahun
2003 oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo). Kemudian, UU
ITE terus diolah dan didiskusikan hingga akhirnya disahkan pada masa Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. UU ITE memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk warga negara
yang melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.
Beberapa materi yang diatur, antara lain:
1) pengakuan informasi atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang

sah (Pasal 5 dan 6 UU ITE).

2) tanda tangan elektronik (Pasal 11 dan 12 UU ITE).

IV
3) penyelenggaraan sertifikasi elektronik (Pasal 13 dan 14 UU ITE).

4) penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 dan 16 UU ITE).


5) perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam menggunakan terknologi informasi
(cyber crime), antara lain :
a) konten ilegal, yang terdiri dari kesusilaan, perjudian, penghinaan atau
pencemaran nama baik, pengancaman, dan pemerasan (Pasal 27, 28,
dan 29 UU No. ITE.
b) akses ilegal (Pasal 30).

c) intersepsi ilegal (Pasal 31).


d) gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE).
e) gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);

f) penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU


ITE). 1

Sebelum masuk pada pembahasan kali ini ada baiknya kita mengenal dan
memahami terlebih dahulu apa itu UU ITE. UU ITE atau undang-undang informasi
dan transaksi elektronik merupakan UU yang mengatur mengenai informasi dan
transaksi elektronik. Undang-undang ini pertama kali di sahkan melalui UU No. 11
Tahun 2008 sebelum akhirnya direvisi dengan UU No. 19 Tahun 2016. Berdasarkan
UU ITE, informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki
arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sementara, transaksi
elektronik merupakan perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Aturan ini berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur UU ITE, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di
luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum
Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan

1
https://lk2fhui.law.ui.ac.id/undang-undang-informasi-dan-transaksi-elektronik-bentuk-perlindungan-
atau-alat-kepentingan-pemerintah/ . di akses pada tanggal 13 desember 2023

V
Indonesia. Salah satu pertimbangan pembentukan UU ITE adalah pemerintah perlu
mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan
pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman
untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan
sosial budaya masyarakat Indonesia.2

2
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220816154256-37-364266/mengenal-apa-itu-uu-ite-apa-
saja-yang-diatur-di-dalamnya. Di akses pada tanggal 13 desember 2023

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja Pengaturan Dalam Undang-Undang ITE


2. Bagaimana Pertanggungjawaban pidana pelaku pencemaran nama baik
dalam undang-undang ITE

C. Tujuan

Untuk memahami lebih lanjut mengenai apa saja yang di atur dalam undang-
undang ITE. Dan tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui
bagaimana tindak pidana pelakunya.

VI
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengaturan Dalam Undang-Undang ITE

UU ITE dan Amandemennya mengatur tindak pidana pencemaran nama


baik atau melalui media teknologi informasi komunikasi dalam Pasal 27 ayat 3
dengan ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 45 ayat 3 Amandemen UU
ITE. Berikut ini isi Pasal 27 ayat 3: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Untuk dapat memahami
dan mengetahui apa perbuatan yang di larang dalam pasal tersebut secara
holistik, baiknya kita membahas setiap unsur-unsur perbuatanya.
1) Sengaja : Kesengajaan termasuk unsur subyektif dan merupakan salah
satu bentuk dari kesalahan. Menurut Hiariej, konsekuensi dari bentuk
kesalahan ini berimplikasi pada berat-ringannya pidana yang
diancamkan.12 Dalam pengaturan pasal ini bentuk kesalahannya
dinyatakan secara eksplisit, dengan demikian penuntut umum memiliki
kewajiban untuk membuktikan adanya kesengajaan dalam melakukan
perbuatan yang dilarang.
Dalam teori tentang kesengajaan, terdapat dua aliran yaitu:
a) Teori Kehendak
Menurut Moeljatno, untuk menentukan bahwa suatu perbuatan
dikehendaki oleh terdakwa, syaratnya adalah harus dibuktikan
bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk berbuat dan
tujuannya yang hendak dicapai, dan di antara motif, perbuatan
dan tujuan harus ada hubungan kausal.13 Penerapannya berarti
pelaku menyadari penyampaian kata-katanya bertujuan untuk
menyerang kehormatan atau nama baik orang lain.14
Hazewingkel-Suringa menulis dalam bukunya mengenai
pendapat Von Hippel dan Frank. Von Hippel menjelaskan bahwa
sengaja adalah akibat yang telah dikehendaki sebagaimana
dibayangkan sebagai tujuan. Sedangkan Frank, sebaliknya,
sengaja dilihat dari akibat yang telah diketahui dan kelakuan
mengikuti pengetahuan tersebut.

1
b) Teori Pengetahuan
Teori pengetahuan ini lebih praktis dari teori kehendak, karena
ada 2 alternatif cara untuk untuk pembuktian adanya
kesengajaan.

1) Membuktikan adanya hubungan kauasl dalam bakti terdakwa antara


motif dan tujuan.
a) Membuktikan adanya hubungan kausal dalam batin terdakwa
antara motif dan tujuan; atau
b) Pembuktian adanya keinsyafan atau pengertian terhadap apa
yang dilakukan beserta akibat-akibat dan keadaan-keadaan yang
menyertainya..3
Setidaknya ada 4 perubahan yang terjadi pada revisi UU ITE kali ini, yaitu :
1. Penambahan pasal hak untuk dilupakan, yakni pasal 26. Pasal itu menjelaskan
seseorang boleh mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu
yang sudah selesai, namun diangkat kembali. Salah satunya seorang tersangka
yang terbukti tidak bersalah di pengadilan, maka dia berhak mengajukan ke
pengadilan agar pemberitaan tersangka dirinya agar dihapus.
2. Durasi hukuman penjara terkait pencemaran nama baik, penghinaan dan
sebagainya dikurangi menjadi di bawah lima tahun. Dengan demikian,
berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh
ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman
hukumannya penjara di bawah lima tahun.
3. Tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di
pengadilan. UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang
menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan
(intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.
4. Penambahan ayat baru dalam Pasal 40. Pada ayat tersebut, pemerintah berhak
menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi yang
melanggar undang-undang. Informasi yang dimaksud terkait pornografi,
SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya. Jika situs yang
menyediakan informasi melanggar undang-undang merupakan perusahaan
media, maka akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers. Namun, bila situs

3
Anton Hendrik Samudra, “Pencemaran Nama Baik Dan Penghinaan Melalui Media Teknologi
Informasi Komunikasi Di Indonesia Pasca Amandemen Uu Ite,” Jurnal Hukum & Pembangunan 50, no.
1 (2020): 91.

2
yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar
sebagai perusahaan media (nonpers), pemerintah dapat langsung
memblokirnya.4

B. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pencemaran Nama Baik menurut


Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 jo. UndangUndang No.19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE)

UU ITE merupakan Lex Specialis dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


karena merupakan pengkhususan dari penghinaan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana di ranah internet. Diketahui bahwa UU ITE Pasal 27 ayat (3) mengatur
tentang pencemaran nama baik dalam media sosial. Di dalam Pasal tersebut terdapat
dua unsur, yakni unsur subjektif serta unsur objektif. Unsur subjektif dari Pasal tersebut
adalah unsur kesalahan yang dimaksud dengan adanya kata-kata dengan sengaja
sedangkan unsur objektif pasal tersebut adalah adanya perbuatan mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
Di dalam UU ITE ini untuk pertanggungjawaban pidana pelaku ditekankan pada unsur
subjektifnya, yakni kesalahan dengan maksud kesengajaan yang dilakukan oleh pelaku
yang melakukan tindakan seperti yang terdapat di Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 UU
ITE. Untuk membuktikan bahwa seorang pelaku melakukan pencemaran nama baik di
media sosial, penegak hukum harus dapat membuktikan bahwa pelaku secara sadar
menghendaki dan mengetahui perbuatannya. Untuk itu, yang harus dibuktikan agar
seseorang dapat dikenakan pencemaraan nama baik dengan UU ITE adalah adanya
kesengajaan dari sang pelaku dalam tindakannya “mendistribusikan” dan/atau
“mentransmisikan” dan/atau nama baik. “membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau informasi elektronik” adalah memiliki muatan.
Penghinaan/pencemaran nama baik. 5

1. Konsep Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial


Kejahatan yang dilakukan dalam hal cyber crime timbul karena adanya
pemanfaatan teknologi internet. Cyber crime dilakukan akibat adanya kecanggihan
teknologi, komputer dan telekomunikasi untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak,

4
Baihaqi Muhammad, “Analisa UU ITE” (2018).
5
. Procedia Economics et al., “Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial Berdasarkan
Peraturan Perundang-Perundang,” Corporate Governance (Bingley) 10, no. 1 (2020): 54–75.

3
dengan merugikan pihak lain.Hukum cyber atau cyber law, secara internasional
digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi, demikian pula hukum telematika yang merupakan
perwujudan dari peningkatan digitalisasi, konten tipe yang berbeda (data, audio, video)
diletakkan dalam suatu format yang sama dan dikirim terus melalui variasi teknologi
komputer, handphone, televisi yang kemudian diteruskan pada platform yang berbeda.
Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tidak memiliki
batas dan menyebabkan perubahan sosial secara cepat. Sehingga dapat dikatakan
teknologi informasi saat ini telah menjadi pedang bermata dua, karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahtraan, kemajuan, dan peradaban
manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Konsep aturan pencemaran nama baik melalui media elektronik atau media
sosial dan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap adanya potensi pencemaran
nama baik. Pencemaran nama baik melalui media sosial ataupun media elektronik
lainnya merupakan perbuatan pencemaran nama baik yang telah diatur dalam KUHP
Pasal 310 Ayat (1) namun dilakukan dengan menggunakan media elektronik atau media
masa diatur dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, sehingga kedua ketentuan tersebut satu sama lain
tidak dapat dipisahkan. Dari kedua ketentutan tersebut unsur pidana yang kemudian
dijadikan dasar untuk mengklasifikasi apakah perkara pencemaran nama baik yang
terjadi termasuk pencemaran nama baik biasa atau pencemaran nama baik yang
dilakukan melalui media sosial atau media elekronik, dan juga ada beberapa faktor-
faktor yang mempengaruhi cyber crime diantaranya yaitu faktor politik, faktor
ekonomi, dan faktor sosial budaya. Adapun keterkaitan antara tindak pidana
pencemaran nama baik melalui media sosial berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) Undang -
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan
kebebasan berpendapat. Bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak setiap
individu yang dijamin oleh konstitusi dan negara, maka dari itu Negara Republik
Indonesia sebagai negara hukum dan demokratis berwenang dalam mengatur dan
melindungi pelaksanaannya. Kebebasan berpendapat tanpa adanya sauatu tekanan
dari pihak manapun maupun kebebasan berpikir telah diatur dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 E Ayat (3), dimana setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengutarakan pendapatnya. Kehadiran hak
asasi manusia sebenarnya tidak diberikan oleh negara, melainkan asasi manusia
menurut hipotesis John Locke merupakan hak-hak individu yang sifatnya kodrati,
dimiliki setiap insan sejak lahir.

4
Kebebasan berekspresi pada saat ini tidak hanya dapat ditunagkan melalui lisan
maupun tulisan akan tetapi juga dapat dituangkan atau disampaikan melalui media
sosial. Pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi secara tidak langsung
telah mengubah baik perilaku masyarakat ataupun kehidupan dalam bersosialisasi yang
menyebabkan dunia menjadi tanpa batas.Meskipun kita memiliki hak kebebasan
dalam mengeluarkan pendapat ataupun pikiran, akan tetapi kebebasan tersebut bukan
meripakan mutlak yang tanpa batas, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab.
Karena kebebasan kita juga dibatasi akan kebebasan orang lain, nilai-nilai serta norma
yang berlaku dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Batasan terhadap
hak dan kebebasan menyampaikan pendapat dan pikiran khususnya di media sosial
juga harus tetap pada jalur yang benar dalam tujuan menyampaikan informasi yang
sebenarnya untuk kepentingan bersama. Undang-undang akan menjadi koridor
pembatas saja supaya kebebasan mengeluarkan pendapat ataupun pikiran yang
diperjuangkan tidak kebablasan. UU ITE menjadi salah satu batasan dalam tindak
kejahatan melalui dunia maya.6

6
Firman Satrio Hutomo, “Pertanggungjawaban Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial,”
Jurist-Diction 4, no. 2 (2021): 651.

5
BAB III

KESIMPULAN

Dewasa ini, teknologi informasi telah menjadi bagian integral dari kehidupan
masyarakat, mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Ketergantungan
pada teknologi informasi, seperti ponsel, menandakan keberadaannya sebagai elemen
vital dalam kehidupan manusia. Namun, seiring dengan pertumbuhan pengaruhnya,
risiko penyalahgunaan teknologi informasi juga meningkat. Untuk mengatasi hal ini,
pemerintah menghadirkan regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE merupakan instrumen
hukum yang mencakup berbagai aspek teknologi informasi, termasuk pengakuan
informasi elektronik sebagai bukti hukum, tanda tangan elektronik, sertifikasi
elektronik, dan pengaturan terkait sistem elektronik. Selain itu, UU ITE juga mengatur
tindakan kriminal dalam penggunaan teknologi informasi, seperti konten ilegal, akses
ilegal, intersepsi ilegal, gangguan terhadap data dan sistem, serta penyalahgunaan alat
dan perangkat.

Dalam evolusi UU ITE, terdapat perubahan signifikan, termasuk penambahan pasal


hak untuk dilupakan, pengurangan durasi hukuman penjara terkait pencemaran nama
baik, dan penegasan terhadap status dokumen elektronik sebagai bukti hukum.
Pemerintah juga memiliki wewenang untuk menghapus dokumen elektronik yang
melanggar undang-undang. Dalam mengatasi tindakan kriminal, terutama pencemaran
nama baik melalui media sosial, UU ITE menetapkan pertanggungjawaban pidana
dengan fokus pada unsur subjektif, yaitu kesalahan dengan maksud kesengajaan.
Pemahaman konsep ini menjadi penting dalam memahami kasus-kasus yang
melibatkan pencemaran nama baik di dunia maya.

Pentingnya regulasi ini juga dapat dilihat dalam konteks perlindungan terhadap
kebebasan berpendapat. Meskipun kebebasan berekspresi dan berpendapat diakui
sebagai hak asasi manusia, batasannya harus sejalan dengan norma dan nilai-nilai
masyarakat. UU ITE berfungsi sebagai koridor pembatas agar kebebasan tersebut tidak
disalahgunakan. Dengan demikian, UU ITE bukan hanya mencerminkan upaya
pemerintah untuk mengatur dan melindungi pemanfaatan teknologi informasi secara
aman, tetapi juga sebagai respons terhadap tantangan dan risiko yang muncul seiring
dengan perkembangan teknologi informasi di masyarakat.

6
DAFTAR PUSTAKA

https://lk2fhui.law.ui.ac.id/undang-undang-informasi-dan-transaksi-elektronik-bentuk-
perlindungan-atau-alat-kepentingan-pemerintah/ . di akses pada tanggal 13
desember 2023

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220816154256-37-364266/mengenal-apa-itu-uu-ite-apa-
saja-yang-diatur-di-dalamnya. Di akses pada tanggal 13 desember 2023

Anton Hendrik Samudra, “Pencemaran Nama Baik Dan Penghinaan Melalui Media Teknologi Informasi
Komunikasi Di Indonesia Pasca Amandemen Uu Ite,” Jurnal Hukum & Pembangunan 50, no. 1
(2020): 91.

Baihaqi Muhammad, “Analisa UU ITE” (2018).

Procedia Economics et al., “Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Di Media Sosial Berdasarkan
Peraturan Perundang-Perundang,” Corporate Governance (Bingley) 10, no. 1 (2020): 54–75.

Firman Satrio Hutomo, “Pertanggungjawaban Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial,”
Jurist-Diction 4, no. 2 (2021): 651.

Anda mungkin juga menyukai