Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya setiap undang-undang yang dibuat oleh pembuat undang-undang merupakan
jawaban hukum terhadap persoalan masyarakat pada waktu

dibentuknya undang-undang tersebut. Perkembangan hukum seharusnya seiring

dengan perkembangan masyarakat, sehingga ketika masyarakatnya berubah atau

berkembang maka hukum harus berubah untuk menata semua perkembangan

yang terjadi dengan tertib di tengah pertumbuhan masyarakat modern, karena globalisasi telah

menjadi pendorong lahirnya era teknologi informasi. Teknologi informasi dengan sendirinya juga

merubah perilaku masyarakat. Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia

menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial yang sangat cepat. Sehingga dapat

dikatakan teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, Karena selain memberikan

kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi

sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE telah dijelaskan bahwa “Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan,
perubahan, penghilangan,Perusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan
tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data
yang otentik”.

Dari latar belakang diatas penulis ingin mengulas lebih dalam tentang UU ITE dan apa saja yang
dilarang dalam UU ITE.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu UU ITE?
2. Apa Tujuan dari pembentukan UU ITE?
3. Apa saja yang dilarang dalam UU ITE?
4. Apa Contoh kejahatan digital?

C. Tujuan
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan UU ITE dan memberitahu pembaca apa saja
larangan yang terkandung dalam Pasal 35 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008.

1
BAB ll

PEMBAHASAN

A.Pengertian UU ITE

Information technology atau Teknologi informasi adalah istilah umum


untuk teknologi digital yang membantu manusia dalam membuat,
mengomunikasikan, menyimpan, mengubah dan/atau menyebarkan informasi.
Dalam perkembangannya teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan
perubahan dalam semua aspek, antara lain; aspek sosial, ekonomi, dan budaya
secara signifikan dan berlangsung secara cepat. Pemanfaatan Teknologi digital,
telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara
global, terutama pasa masa pandemi.Covid-19 yang nyaris semua kegiatan fisik manusia
dilakukan secara sistem online.
Seiring dengan perkembangan teknologi internet, menyebabkan
munculnya kejahatan yang disebut dengan Cyber Crime atau kejahatan melalui
jaringan Internet. Adapun pengertian Cyber Law adalah aspek hukum yang
istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap
aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet/elektronik yang dimulai
pada saat mulai “online” dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara
yang telah maju dalam penggunaan internet/elektronik sebagai alat untuk
memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan hukum dunia maya sangat
maju.
Adapun yang merupakan ruang lingkup Cyber Law ada beberapa hal,
antara lain: Hate Speech (penistaan, penghinaan, fitnah), Trademark (hak
merek), Defamation (pencemaran nama baik), Copyright (hak cipta), Privacy
(kenyamanan pribadi), Duty Care (kehati-hatian), Criminal Liability (kejahatan
menggunakan IT), Hacking, Viruses, Illegal Access, (penyerangan terhadap
komputer lain), Regulation Internet Resource (pengaturan sumber daya
internet), Procedural Issues (yuridiksi, pembuktian, penyelidikan, dll.),
Pornography, Robbery (pencurian lewat internet), Electronic Contract (transaksi
elektronik), E-Commerce, E-Government (pemanfaatan internet dalam keseharian) dan
Consumer Protection (perlindungan konsumen).

2
A. Tujuan UU ITE

tujuan dari cyber law adalah yang berkaitan dengan upaya


penanganan tindak pidana maupun pencegahan tindak pidana. Cyber Law
menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatankejahatan dengan
sarana teknologi digital, termasuk kejahatan pencucian uang
dan kejahatan terorisme. Intinya Cyber Law diperlukan untuk menanggulangi
kejahatan Cyber. Munculnya beberapa kasus Cyber Crime di Indonesia, seperti
pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang
lain, misalnya e-mail, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah
yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer.

Ahli Hukum Teknologi Informasi dan Komunikasi, Mustofa Haffas menyampaikan bahwa
tujuan dibentuknya UU ITE adalah untuk mengatur tentang informasi elektronik dan
dokumentasi elektronik yang berkaitan dengan bukti elektronik, serta mengatur tentang
pengiriman dan penerimaan surat elektronik, tentang tanda tangan elektronik, sistem
elektronik dan lainnya.

"Filosofi dan tujuan dibuatnya UU ITE semestinya perlu dikembalikan pada niat awal
pembentukannya yaitu memastikan transaksi elektronik atau e-commerce berjalan dengan
baik dan hak-hak konsumen terlindungi," kata Guspardi dalam keterangannya di Jakarta,
Jumat (19/2/2021) seperti dikutip Antara. Menurut dia, filosofi dibuatnya UU ITE untuk
menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara
produktif. Namun, dia menilai dalam pelaksanaannya UU ITE justru menimbulkan rasa
ketidakadilan.

B.Larangan dalam UU ITE

Pengaturan tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) diatur secara jelas
paska diundangkannya Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang kemudian diubah menjadi Undang undang No. 19 Tahun 2016 (selanjutnya
disingkat UU-ITE). Beberapa tahun sejak diundangkannya UU ITE, problematika pemanfaatan
TIK tidak menjadi perbincangan. Namun, seiring dengan meningkatnya penggunaa Internet
di masyarakat, khususnya penggunaan media sosial, maka mulai marak juga kasus-kasus
terkait informasi dan transaksi elektronik. Ledakan kasus terkait UU-ITE dimulai sejak tahun
2013-2014 khususnya ketika dimulainya pemilihan presiden RI. Kondisi ini juga menunjukkan
tingginya kasus ITE umumnya didominasi oleh pasal-pasal langganan,
Pengaturan tentang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) diatur secara jelas
paska diundangkannya Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang kemudian diubah menjadi Undang undang No. 19 Tahun 2016 (selanjutnya
disingkat UU-ITE). Beberapa tahun sejak diundangkannya UU ITE, problematika pemanfaatan
TIK tidak menjadi perbincangan. Namun, seiring dengan meningkatnya penggunaa Internet
di masyarakat, khususnya penggunaan media sosial, maka mulai marak juga kasus-kasus
terkait informasi dan transaksi elektronik. Ledakan kasus terkait UU-ITE dimulai sejak tahun
2013-2014 khususnya ketika dimulainya pemilihan presiden RI. Kondisi ini juga menunjukkan

3
tingginya kasus ITE umumnya didominasi oleh pasal-pasal langganan,diantaranya:
pencemaran nama baik dan hoaxatau berita bohong. Meski demikian kasus terkait ITE juga
bervariasi, tidak hanya terkait pencemaran nama baik atau hoax.

Secara struktur undang-undang, perbuatan yang secara lebih spesifik, ketentuan tentang
larangan hanya diatur dari pasal 27 sampai dengan pasal 35
dilarang dalam UU-ITE diatur dalam pasal 27 sampai dengan pasal 37 UU-ITE. Namun
demikian UU-ITE. Ada dua pasal yang berkedudukan sebagai operator norma, yaitu kondisi
ketika suatu tindak pidana dilakukan oleh orang asing terhadap sistem elektronik di wilayah
Republik Indonesia (pasal 37 UU-ITE) dan tindakan yang merugikan orang lain (pasal 36 UU-
ITE). Adapun ketentuan norma primer (larangan) yang diatur dalam UU-ITE bisa dijelaskan
sebagai berikut:
Pasal 27: Larangan mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat
diaksesnya.informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, bermuatan:
 Asusila (ayat (1)); Perjudian (ayat (2))

 Pencemaran nama baik (ayat (3));


 Pemerasan dan/atau pengancaman (ayat (4))

Pasal 28: Berita Bohong:

 Kepada konsumen (ayat (1))


 Terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) (ayat

Pasal 29: Ancaman kekerasan atau menakut-nakuti

Pasal 30: Mengakses sistem elektronik milik orang lain:

 Dengan cara apapun (ayat (1));


 Mengakses dan mengambil (ayat (2));
 Menerobos (ayat (3))

Pasal 31: melakukan intersepsi dan penyadapan

 Sistem elektronik milik orang lain (ayat (1));


 Dari publik ke privat dan/atau sebaliknya (termasuk mengubah

 dan/atau tidak mengubah) (ayat (2)).

Pasal 32:Pengubahan, pengrusakkan, memindahkan, menyembunyikan (ayat

 (1)); Memindahkan ke tempat yang tidak berhak (ayat (2));


 Membuka dokumen atau informasi rahasia (ayat (3)).
 Mengganggu sistem elektronik

Pasal 33 Pasal 34:Larangan menyediakan atau memfasilitasi:

 Perangkat keras atau perangkat lunak untuk memfasilitasi pelanggaranpasal 27


sampai dengan pasal 33

4
 Sandi lewat komputer, kode akses atau sejenisnya untuk memfasilitasi pelanggaran
pasal 27 sampai dengan pasal 33.

Pasal 35:Pemalsuan dokumen elektronik dengan cara: manipulasi, penciptaan, perubahan,


penghilangan, pengrusakkan.

BAB lll

5
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Paradigma hukum pidana modern, berorientasi pada keadilan korektif,
keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif. Terkait implementasi UU ITE,
dirasakan kurang memenuhi rasa keadilan. Dengan diterbitkannya Surat Edaran
Kapolri No. SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Berietika untuk Mewujudkan
Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. Penyidik diminta
mengedepankan pendekatan restorative justice dalam penegakan hukum. UU
ITE, harus dapat membawa semangat untuk menjaga ruang digital Indonesia
agar bersih, sehat, beretika dan produktif. Dalam suatu perkara pidana dengan
paradigma keadilan restoratif, hakim tidak hanya memutus berdasarkan
undang-undang semata, akan tetapi juga mempertimbangkan keadilan bagi
semua pihak (korban, pelaku kejahatan, dan masyarakat). Putusan pengadilan
hendaknya memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, serta
memuat landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis sehingga sistematik dan
komprehensif.

B.saran
Pemanfaatan yang didapatkan dari penggunaan ITE, seharusnya dapat digunakan dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bukannya memanfaatkannya dalam pelanggaran
hukum dan merugikan orang banyak. Walaupun kegiatan tersebut sudah mendapat
perhatian yang lebih dari pihak pemerintah dan penegak hukum, hendaknya sebagai
pengguna teknologi informatika harus menyadari ketetapan-ketetapan hukum tersebut.

Sebagai warga Negara yang baik, marilah bersama-sama memanfaatkan kecerdasan dalam
dunia teknologi informatika dengan sebaik-baiknya. Karena kesadaran individu sendirilah
yang sangat berperan penting dalam penegakan setiap peraturan yang dibuat. Jika
peraturan tersebut ditaati, maka akan sangat mudah mengatur segala urusan dalam
hubungan Internasional. Karena dengan teknologi informasi era ini, memudahkan setiap
orang untuk mendapatkan informasi secara cepat dimanapun berada.

DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan, Diskusi Publik UU ITE: Penghinaan/Pencemaran Nama Baik

6
Menurut KUHP, UU ITE, RKUHP'secara daring, Kamis (19/3/2021).

Jurnal dakwah dan komunikasi Islam.

https://heylawedu.id/blog/perbuatan-yang-dilarang-dalam-uu-ite

Anda mungkin juga menyukai